Anda di halaman 1dari 4

 Perairan Ambalat di Laut Sulawesi

Masalah antara Indonesia dan Malaysia seputar blok Ambalat mengemuka ketika terbetik kabar bahwa
pemerintah Malaysia melalui perusahaan minyak nasionalnya, Petronas, memberikan konsesi minyak
(production sharing contract) kepada perusahaan minyak Shell, atas cadangan minyak yang terletak di
Laut Sulawesi (perairan sebelah timur Kalimantan). Pemerintah Indonesia mengajukan protes atas hal ini
karena merasa bahwa wilayah itu berada dalam kedaulatan negara Indonesia.

Sebenarnya klaim Malaysia terhadap cadangan minyak di wilayah itu sudah diprotes Indonesia sejak
tahun 1980, menyusul diterbitkannya peta wilayah Malaysia pada tahun 1979. Peta tersebut mengklaim
wilayah di Laut Sulawesi sebagai milik Malaysia dengan didasarkan pada kepemilikan negara itu atas
pulau Sipadan dan Ligitan. Malaysia beranggapan bahwa dengan dimasukkannya Sipadan dan Ligitan
sebagai wilayah kedaulatan Malaysia, secara otomatis perairan di Laut Sulawesi tersebut masuk dalam
garis wilayahnya. Indonesia menolak klaim demikian dengan alasan bahwa klaim tersebut bertentangan
dengan hukum internasional.

Untuk memperjelas pokok permasalahan mengenai sengketa wilayah ini, kutipan dari tulisan Melda
Kamil Ariadno, Pengajar Hukum Laut Fakultas Hukum UI, Ketua Lembaga Pengkajian Hukum
Internasional (LPHI) FHUI, yang dimuat di Kompas, 8 Maret 2005, dapat membantu.

 Aksi dan Reaksi Yang Ditimbulkan

Walaupun pemerintah Indonesia dan Malaysia berulang kali menegaskan bahwa penyelesaian dengan
cara kekerasan bukanlah pilihan yang mau diambil, dan kedua pihak akan mengedepankan dialog
melalui jalur-jalur diplomasi, masalah ini berkembang menjadi perdebatan seru karena kedua pihak
sama-sama kukuh pada pendiriannya. Malaysia melalui Perdana Menteri Abdullah Badawi dan Menlu
Syeh Hamid Albar menegaskan bahwa pihaknya tidak salah dalam melakukan uniteralisasi peta 1979,
dan bahwa konsesi yang diberikan Petronas kepada Shell di perairan Laut Sulawesi berada di wilayah
teritorial Malaysia. Sementara pemerintah Indonesia melalui pernyataan-pernyataan yang dikeluarkan
Deplu, TNI, maupun presiden Susilo Bambang Yudhoyono, menegaskan bahwa Indonesia tidak akan
melepaskan wilayah itu karena wilayah itu merupakan kedaulatan penuh Indonesia. Tentang hal itu
jurubicara TNI AL, Laksamana Pertama Abdul Malik Yusuf mengatakan kepada Asia Times, “We will not
let an inch of our land or a drop of our ocean fall into the hands of foreigners.”

Di Indonesia masalah ini kemudian menjadi santapan media massa dan memancing reaksi keras dari
berbagai kalangan masyarakat. Sentimen anti-Malaysia dengan slogan “Ganyang Malaysia” pun lalu
berkumandang. Kedutaan Besar dan Konsulat-konsulat Malaysia tiba-tiba disibukkan dengan aksi unjuk
rasa berbagai elemen masyarakat yang mengecam sikap Malaysia itu. Di beberapa daerah aksi tersebut
diwarnai dengan pembakaran bendera Malaysia dan penggalangan sukarelawan “Front Ganyang
Malaysia.” Pihak DPR-RI pun bersuara keras meminta pemerintah bertindak tegas atas pelanggaran
terhadap wilayah kedaulatan RI di Laut Sulawesi. Di wilayah yang dipersengketakan pun ketegangan-
ketegangan terjadi antara tentara Malaysia dengan TNI. TNI menggelar pasukan dan kapal-kapal
perangnya di wilayah tersebut, yang dikatakan untuk mengimbangi kapal-kapal perang Malaysia yang
sudah lebih dulu ada di sana. Bahkan di Pulau Sebatik, yang berbatasan darat dengan Malaysia, TNI dan
Tentara Diraja Malaysia saling mengarahkan moncong senjatanya, dan konon saling ejek pun kerap
terjadi. Kapal-kapal perang Malaysia diberitakan mengganggu pembangunan mercusuar di atol Karang
Unarang, bahkan sempat menangkap dan menyiksa seorang pekerjanya. Saling intimidasi antara kapal-
kapal perang Malaysia dan kapal-kapal TNI AL terjadi tiap hari. Yang paling parah terjadi pada tanggal 8
April 2005, ketika KRI Tedong Naga saling serempet dengan KD Rencong di dekat Karang Unarang.

Insiden serempetan dua kapal perang itu kembali menghangatkan suasana, padahal sebelumnya pada
tanggal 22-23 Maret 2005, telah diadakan pertemuan teknis antara perwakilan kedua negara untuk
mencari solusi yang damai. Menlu Malaysia pun telah diterima presiden, dan beberapa anggota DPR RI
pun telah menemui PM Malaysia, untuk membicarakan langkah-langkah diplomasi. Kedua pemerintahan
juga sudah sepakat melanjutkan dialog berkala setiap dua bulan.

MEMANDANG WABAH CORONA DARI KACAMATA WAWASAN NUSANTARA

Dalam penerapannya, wawasan nusantara harus memperhatikan empat aspek utama yaitu: 1)
Aspek Politik. 2) Aspek Ekonomi, 3) Aspek Sosial Budaya, dan 4) Aspek Pertahanan Keamanan. 

Setiap pengambilan kebijakan yang bersifat strategis nasional harus mempertimbangkan keempat aspek
yang disingkat Poleksosbud tersebut karena satu dengan lainnya sangat terkait. Sebagai contoh terkini
adalah serangan wabah corona ke seluruh dunia termasuk Indonesia yang penanganannya seharusnya
dilihat berdasarkan aspek poleksosbud dalam wawasan nusantara.

Kita selama ini selalu memandang bahwa ancaman terhadap pertahanan dan keamanan negara berasal
dari serangan fisik seperti terorisme, perang, kerusuhan, dan sebagainya. 

Padahal jenis ancaman terhadap negara cukup banyak dan tidak terlihat, seperti ancaman ekonomi,
pendidikan, kesehatan, pangan, dan sebagainya. Ketergantungan impor barang, pangan, juga
merupakan ancaman yang tidak kalah mengerikan bila negara-negara asal impor tiba-tiba menutup
semua pelabuhannya.

Penyebaran virus corona sendiri tergolong sebagai ancaman di bidang kesehatan karena telah
menyebabkan penularan yang luas dan kematian yang cukup besar. Efeknya sangat luar biasa hingga
berimbas pada kehidupan ekonomi, sosial budaya, dan politik. 

Sayangnya di awal wabah corona terjadi di Wuhan pemerintah kurang mengantisipasi hal tersebut dan
menganggapnya sebagai penyakit biasa. Bisa jadi karena kurangnya pemahaman terhadap wawasan
nusantara membuat kebijakan yang diambil tidak komprehensif.

Dari aspek ekonomi, jelas sudah bahwa pandemi corona yang diiringi dengan kebijakan PSBB
berkepanjangan telah menyebabkan banyak perusahaan bangkrut, apalagi UMKM yang keburu kolaps. 

Bahkan para pengusaha mengancam kalau sampai bulan Juni masih diberlakukan, mereka tak sanggup
lagi untuk menghidupi karyawan yang masih tersisa. Dampaknya pengangguran meningkat yang
berpotensi pada peningkatan kriminalitas.

Dari sisi ekonomi global, kita dibuat terperangkap oleh hutang yang semakin menggila karena seretnya
pendapatan negara akibat lesunya kegiatan ekonomi. Walau jumlahnya masih sepertiga dari PDB,
namun hutang tetaplah hutang yang harus dibayar. Perangkap hutang inilah yang harus diwaspadai
karena bila terus menerus berhutang lama kelamaan negara akan tergadaikan kepada pihak pemberi
hutang.

Dari aspek sosial budaya, kebijakan social dan physical distancing justru membuat masyarakat menjadi
saling curiga satu sama lain. Manusia dianggap sebagai pembawa penyakit bahkan ketika sudah
meninggal sekalipun. Jadi wabah ini secara langsung merenggangkan hubungan antar manusia secara
fisik karena tidak ada satupun orang yang ingin tertular, padahal belum terbukti manusia tersebut
membawa penyakit. 

Media arus utama dan medsos yang semakin tak terkendali memberitakan ketakutan juga turut
memperparah keadaan dan meningkatkan rasa saling tak percaya antar warga negara. Padahal
ketakutan adalah salah satu penyebab turunnya imunitas tubuh yang berpotensi menimbulkan penyakit.
Apakah ini sebuah kesengajaan agar virus corona semakin cepat masuk ke dalam tubuh yang lemah
imunnya, itulah ancaman yang sebenarnya. Lalu hoax yang bertebaran juga turut memicu pertentangan
dua kubu yang sudah lahir dari masa pilpres dan tetap abadi hingga hari ini

Pertengkaran di medsos yang sudah dimulai sejak pilpres 2014 hingga saat ini masih berlangsung,
bahkan gara-gara corona menjadi terpecah lagi antara yang optimis dengan yang masih ketakutan.
Lucunya ada cebong yang bergabung dengan tim optimis, ada pula yang bergabung dengan tim
ketakutan, demikian pula dengan kadrun ada di dua kubu tersebut. Jadi peta pertengkarannya semakin
rumit karena dua-duanya ada di dua pihak yang bertentangan.

Dari aspek pertahanan keamanan jelas, kebijakan membebaskan tahanan malah berbalik meningkatkan


jumlah kriminalitas. Apalagi ditambah semakin banyaknya orang kelaparan membuat segala cara
dilakukan termasuk berbuat kejahatan demi mengisi perut yang lapar. Ingat, selama perut masih kosong
apa saja bisa dilakukan termasuk berbuat kejahatan.

Semakin banyak orang lapar akan berpotensi menyebabkan chaos seperti yang terjadi di Amerika dua
hari terakhir. Kematian satu orang akibat ulah aparat yang arogan dan rasis menyulut kerusuhan di
seantero Amerika yang masih dalam suasana lockdown. Tentu kita tak ingin kejadian seperti itu terulang
di negeri ini.

Belum lagi aspek kejahatan siber atau cyber crime karena semakin lama orang di rumah semakin
mengandalkan teknologi internet untuk berinteraksi dan bertransaksi. Data dan informasi yang
disampaikan lewat internet berpotensi bocor dan dimanfaatkan pihak yang tak bertanggung jawab,
termasuk rekening di bank yang tiba-tiba bisa berpindah ke rekening orang lain.

Terakhir, bila situasi semakin tidak jelas, aspek politik semakin goyah dengan banyaknya penumpang
gelap yang memanfaatkan isu wabah corona untuk kepentingan politik jangka pendek. Dimulai dari
sekedar mengkritisi kebijakan pemerintah yang selalu salah hingga berujung pada pemakzulan
pemerintahan yang sah di tengah jalan. Hal ini bisa terjadi apabila penanganan wabah tidak segera
tuntas dan masyarakat semakin tidak puas atas kinerja pemerintah.

****

Dari peristiwa pandemi corona, kita bisa memahami betapa pentingnya wawasan nusantara dalam
pengambilan sebuah kebijakan. Setiap kebijakan yang diambil haruslah komprehensif, memandang dari
berbagai aspek poleksosbudhankam tersebut. 
Dalam tahap darurat aspek kesehatan harus diutamakan, namun jangan terlalu lama juga karena bisa
mematikan aspek lain seperti ekonomi yang daya bunuhnya lebih besar karena berpotensi
menyebabkan penyakit lain seperti stress, depresi, darah tinggi, jantung, bahkan hingga bunuh diri.

Pemberian PSBB atau sebaliknya pelonggaran PSBB harus mempertimbangkan keempat aspek
dalam wawasan nusantara. Semua aspek harus diperhitungkan dengan tetap mengedepankan skala
prioritas. Dalam jangka pendek aspek kesehatan menjadi prioritas, namun dalam jangka panjang aspek
ekonomi harus menjadi pertimbangan utama dalam pengambilan keputusan.

Oleh karena itu, pelajaran wawasan nusantara yang merupakan implementasi dari sila-sila Pancasila
harus diajarkan kembali pada masyarakat Indonesia agar bisa memahami posisi geopolitik dan
geoekonomi Indonesia di mata dunia. Alangkah sayangnya posisi strategis Indonesia tidak dieksplorasi
secara maksimal, malah justru dimanfaatkan bangsa lain untuk kepentingan mereka.

Anda mungkin juga menyukai