Anda di halaman 1dari 9

BENCANA ALAM 2021 DI TENGAH COVID 19

DAN HIKMAHNYA

Dalam satu tahun terakhir ini, kita di seluruh dunia mengalami kegelisahan akibat virus
pandemi yang mematikan yakni virus korona atau biasa di sebut Covid – 19.
Virus yang datang Negara yang sering di sebut tirai bambu ini sangat cepat
penyebarannya tidak melihat Negara berkembang atau maju semua tekena
dampaknya.
Dalam wabah virus ini banyak pula korban yang terjangkit meninggal dunia, seperti
yang sering kita dengar wabah ini di akibatkan melalui hewan pada manusia. Namun
kita juga tau bahwa penyebaran wabah ini tidak hanya dari hewan saja tetapi dari
interaksi sosial, gaya hidup yang tidak sehat, kebersihan menjadikan corona semakin
cepat mpenyebarnya.
Tidak hanya  virus covid – 19 yang sangat meraja rela Indonesia bertubi – tubi
mengalam suatu peristiwa demi peristiwa bencana yang ada baik bencana alam, non
alam dan sosial. dengan maraknya bencana alam yang menimpa Indonesia belakangan
ini membuat para pemimpin daerah baik tingkat kota hingga nasional mengajak
masyarakat meningkatkan kewaspadaan terhadap bencana yang dialaman oleh Negara
Indonesia.
Dalam kondisi ini peran BMKG menjadi sangat penting. Khususnya kecepatan untuk
menyebar informasi mengenai potensi bencana dan cuaca buruk. BMKG harus terus
meng-update informasi dan segera menyebarkan informasi tersebut ke seluruh
masyarakat. Kita ingin seluruh masyarakat dapat meningkatkan kewaspadaan jika
sewaktu-waktu terjadi bencana alam.
Selain itu untuk pemerintah daerah dan para senator di seluruh Indonesia, harus bahu
membahu membantu mengawasi dan melakukan update informasi melalui berbagai
macam portal informasi seperti media online lokal, saluran radio lokal serta portal KIP
daerah, agar informasi menyebar dengan cepat. Dalam situasi ini, kita semua harus
tanggap dan meningkatkan kepedulian.
Di awal 2021 menurut Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG)
mengeluarkan peringatan prakiraan cuaca yang menyatakan bahwa 19 Provinsi di
Indonesia berpotensi akan mengalami hujan lebat di awal tahun 2021 yakni pada Jumat
(1/1/2021) dan Sabtu (2/1/2021).
Di 19 wialayah yang di tentukan yang meliputi Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat,
Riau, Jambi, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur dan
Bali. Kemudian Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Utara,
Kalimantan Timur, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Papua Barat dan Papua.
Hal ini sudah banyak terjadi fakta dan kejadian bencananya bisa kita ambil contoh dari
beberapa daerah indonesia yang terkena atau terdampak bencana. Berdasarakan dari
BMKG dan pusat data informasi dan komunikasi Kebencanaan Badan Nasional
Penanggulangan Bencana (BNPB) yang melaporkan sebanyak 7 Kabupaten terdampak
banjir di Provinsi Kalimantan Selatan yang terdampak bencana alam Kepala Pusat
Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB Raditya Jati melaporkan
kabupatenyang terendam adalah Kabupaten Tapin, Kabupaten Banjar, Kota Banjar
Baru, Kota Tanah Laut, Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Kabupaten Balangan dan
Kabupaten Tabalong.
Hal ini berdasarkan data yang di dapat pada tanggal 16 januari 2021 pukul 10.00 wib
ercatat sebanyak 27.111 rumah terendam banjir dan 112.709 warga mengungsi di
Provinsi Kalimantan Selatan akibat hujan dengan intensitas sedang menyebabkan
banjir yang terjadi pada Selasa (12/1) dengan rincian antara lain, Kabupaten Tapin
sebanyak 112 rumah dengan 1.777 jiwa terdampak dan mengungsi, Kabupaten Banjar
14.791 rumah dengan 51.362 jiwa terdampak dan mengungsi. berikutnya, Kota Banjar
Baru 296 rumah dengan 622 jiwa terdampak dan mengungsi, serta Kota Tanah Laut
8.249 rumah dengan 27.024 jiwa terdampak dan mengungsi.
Selanjutnya, Kabupaten Balangan sebanyak 3.571 rumah dengan 11.816 jiwa
terdampak dan mengungsi, Kabupaten Tabalong 92 rumah dengan 180 jiwa terdampak
dan mengungsi serta Kabupaten Hulu Sungai Tengah 11.200 jiwa mengungsi dan
64.400 jiwa terdampak. Selain itu, terdapat korban meninggal dunia sebanyak 5 orang
di Kabupaten Hulu Sungai Tengah. 
Pemerintah Kalimantan Selatan menetapkan Status Tanggap Darurat Bencana Banjir
Tanggal 14 Januari 2021. Sampai saat ini BPBD juga melakukan pendataan titik
pengungsian bagi masyarakat terdampak. Tim gabungan terus bergotong royong dalam
melakukan penanganan bencana yang terjadi.
BNPB dalam hal ini juga telah menyalurkan bantuan terhadap 7 Kabupaten yang
terdampak bencana banjir mulai dari material maupun non material seperti sandang,
pangan, terpal, matras, selimut dan peralatan dasar kebencanaan. Informasi ini
Berdasarkan pemantauan BMKG, Kalimantan Selatan berpotensi mengalami hujan
ringan hingga sedang. BNPB menghimbau masyarakat untuk tetap waspada dan siaga,
ditengah musim hujan yang akan terjadi hingga Februari 2021.
Masyarakat juga dapat memantau informasi prakiraaan cuaca melalui Badan
Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG). Selain itu juga hal ini juga bencana non
alam yang melanda seluruh awak kabin dan seluruh penumpang Transpotasi udara
yang jatuh pada tanggal 5 januari 2021 di perairan Kepulauan Seribu dengan
serangkaian kejadian ini menjadi kan perubahan psikologi masayarakat yang
terdampak ibarat kata pepatah “sudah jatuh tertimpa tangga”, dengan kejadian kita
menuai banyak pelajaran untuk saling menguatkan kepada sesama manusai dalam
bentuk penguatan moral , moril dan lain sebagainya dan menguatakan ketakwaan kita
kepada sang pencipta yakni tuhan yang maha kuasa.
Kita memang tidak tahu apa yang sedang direncanakan Tuhan dengan tahun ini. Yang
pasti, tidak perlu menyalahkan keadaan, apalagi Tuhan. Mari bahu-membahu untuk
merefleksi diri dan saling menasihati tanpa menggurui.
Mari bergerak dengan kapasitas masing-masing. Perlu diingat juga bahwa dunia
beserta isinya ini adalah milik-Nya dan tidak ada yang melebihi kekuasaan-Nya.
Hikmah Konflik Timur Tengah untuk
Indonesia

Mendengar kata “Timur Tengah” tentu tidak asing lagi bagi masyarakat Indonesia.
Timur Tengah merupakan sebutan untuk negara-negara yang mayoritas orangnya
adalah orang Arab. Dalam penggunaan bahasa, mereka juga lebih dominan
menggunakan bahasa Arab sebagai media berkomunikasi sehari-sehari daripada
bahasa lain.
Penggunaan kata “Timur Tengah” pertama kali digunakan oleh geopolitikus Amerika
yang bernama Alfred Thayer Mahan pada tahun 1902. Secara harfiah, Timur Tengah
adalah sebuah wilayah yang dibentuk berdasarkan pandangan dan kepentingan barat
dalam melakukan penjajahan pada abad ke-19 hingga sekarang .
Timur Tengah merupakan kawasan di mana banyak dari negara di sana merupakan
produsen atau penyetok bahan minyak untuk dunia. Selain terkenal dengan minyaknya,
negara-negara di Timur Tengah juga terkenal dengan kawasan Islam. Mayoritas
masyarakat di negara-negara Timur Tengah seperti Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Mesir,
Yaman, Iran, Iraq, Lebanon, Suriah, dan lain-lain, merupakan pemeluk agama Islam.
Selain dua karakteristik yang sudah disebutkan di atas, negara-negara di Timur Tengah
juga terkenal dengan seringnya terjadi konflik, baik itu konflik berskala kecil maupun
berskala besar.
Banyak sekali faktor yang memicu terjadinya konflik yang ada di negara Timur Tengah,
antara lain karena perbedaan paham atau pandangan, kesenjangan sosial atau
ekonomi, perebutan sumber daya alam, dan kelompok-kelompok bersenjata yang
memakai agama sebagai kedok tersembunyi mereka.
Dalam segi perbedaan paham dan pandangan, agama menjadi salah satu faktor utama
sumber pemicu konflik di Timur Tengah. Seperti yang diketahui bahwa di Timur Tengah
mayoritas populasinya adalah suku Arab. Suku Arab sendiri dalam paham agamanya
yaitu Islam terbagi menjadi dua golongan, yakni Islam Sunni dan Islam Syiah. Oleh
karena itu, perbedaan paham juga turut andil dalam munculnya konflik di Timur Tengah
dari dulu hingga sampai saat ini.
Sumber pemicu konflik yang kedua adalah adanya kesenjangan sosial-ekonomi di
tengah masyarakat. Karena tingginya angka kesenjangan tersebut, sejak tahun 2011
muncullah istilah “Arab Spring”. Arab Spring adalah istilah politik yang menggambarkan
kejadian di Timur Tengah, di mana rakyat atau masyarakat Arab bersama-sama
berjuang untuk menuntut ditegaknnya demokrasi, hak asasi manusia, kesejahteraan
ekonomi, dan keadilan sosial kepada pemerintahnya.
Dikutip dari kompas.com, Rakyat Arab sendiri menyebut Arab Spring sebagai al-
Tsaurat al-Arabiyah, yaitu revolusi yang akan mengubah tatanan masyarakat dan
pemerintahan Arab menuju ke arah ideal. Sebagai contoh dari keberhasilan gerakan
Arab Spring ini ada di negara Mesir dan Tunisia. Kedua negara tersebut berhasil
menggulingkan pemimpin diktatornya, Ben Ali (Tunisia) dan Husni Mubarak (Mesir).
Tunisia dan Mesir sukses menggelar pemilu, bahkan Mesir telah 2 kali menjalankan
pemilu yakni pada tahun 2011 dan 2013.
Sumber pemicu konflik ketiga yaitu perebutan sumber daya alam. Seperti yang sudah
dijelaskan sebelumnya bahwa negara di Timur Tengah memiliki sumber daya alam
minyak bumi yang melimpah. Hampir semua negara di Timur Tengah mengandalkan
ekonominya dalam sektor minyak, hanya Israel yang tidak memiliki komoditi minyak dan
hanya mengandalkan sektor teknologi yang mereka kembangkan.
Bisa dilihat dalam sejarah bahwa pada tahun 1980-1988 terjadi peristiwa perang antara
Iran dan Iraq. Perang antara dua negara tersebut kemudian disebut sebagai “Perang
Teluk I”. Salah satu alasan dari terjadi perang tersebut adalah karena perebutan daerah
yang dikenal dengan sebutan Shatt Al-Arab yang memiliki sumber daya alam minyak
bumi yang cukup melimpah.
Sumber pemicu konflik yang keempat adalah munculnya kelompok-kelompok
bersenjata yang memakai agama sebagai topeng mereka untuk membuat kekacauan.
Salah satu kelompok bersenjata tersebut yang muncul adalah ISIS. Kelompok tersebut
merupakan penerus dari gerakan Islam radikal yang pertama kali muncul sejak abad
ke-21, yaitu Al-Qaeda.
Kelompok-kelompok Islam radikal seperti ISIS tersebut terus berusaha untuk
mengkampanyekan tujuan mereka yaitu untuk berjihad melawan pemerintahan non-
Muslim atau pemerintahan yang thogut (zalim) dalam pandangan mereka. Mereka
bahkan tidak segan-segan untuk membunuh setiap orang yang berbeda paham dengan
keyakinannya, bahkan meski orang tersebut juga memeluk agama Islam.
Tentu semua hal pemicu konflik di Timur Tengah seperti yang sudah dijelaskan dapat
menjadi bahan pembelajaran atau contoh bagi Indonesia untuk bisa lebih menata
kehidupan berbangsa dan bernegara.
Dari keempat sumber pemicu yang sudah dijelaskan, Indonesia memiliki semua unsur
tersebut yang dapat menimbulkan pletik konflik di bumi pertiwi ini.
Indonesia sendiri terdiri dari banyak perbedaan yang beragam mulai dari agama, suku,
dan etnis yang ada. Namun dari banyaknya perbedaan tersebut tidak menjadikan kita
untuk saling berkonflik satu sama lain. Bahkan dasar dari berdirinya NKRI sendiri
adalah karena adanya peredaan tersebut yang membuat negara ini menjadi satu.
Dalam hal kesenjangan sosial-ekonomi, isu ini sejak berdirinya Republik Indonesia
hingga sampai sekarang terus menjadi bahan perbincangan oleh banyak kalangan.
Masalah ini seakan tidak pernah menemukan jalan keluarnya. Selalu ada masyarakat
yang merasakan ketidakadilan baik itu pada masalah hukum, sosial, maupun ekonomi.
Maka dari itu diharapkan suatu hari ada sosok pemimpin atau pejabat negara yang
lebih bijak lagi saat berkuasa. Pejabat yang mengutamakan kepentingan rakyat
daripada kepentingan golongan atau kepentingan partai.
Kemudian, Indonesia tidak hanya memiliki sumber daya alam berupa minyak. Tapi
sumber daya alam apapun ada di negara Indonesia ini. Indonesia dianugerahi sumber
daya alam yang melimpah. Maka dari itu, diharapkan baik pemerintah maupun swasta
dapat memanfaatkan sumber daya alam yang tersedia untuk kepentingan bersama
dalam menyejahterakan masyarakat Indonesia.
Akhir-akhir ini juga marak munculnya kelompok-kelompok Islam Radikal. Seperti yang
sudah diketahui belakangan banyak peristiwa teroris yang terjadi di beberapa daerah di
Indonesia. Hal ini tidak terlepas dari pengaruh Islam radikal yang mencoba merongrong
nilai-nilai yang dianut rakyat Indonesia, yaitu Pancasila. Para penganut Islam radikal ini
terus mencoba membenturkan nilai agama dengan nilai politik yang ada di Indonesia.
Oleh sebab itu, peran pemerintah dan masyarakat diharap terus melawan para
kelompok-kelompok yang mencoba mengganggu persatuan dan kesatuan bangsa
dengan caranya masing-masing. Sehingga tidak ada lagi muncul pemuka agama yang
selalu mengkafirkan saudara sebangsanya hingga tidak ada lagi aksi teror yang terjadi
di negara ini.
Jika semua unsur yang disebutkan tersebut dilakukan dengan sebaik-baiknya, maka
kejadian seperti yang ada di negara-negara Timur Tengah dapat dihindari di Indonesia.
Serta NKRI bisa terus ada serta hidup dengan penuh damai, makmur, dan sejahtera.
Konflik Senjata di Papua Belum Tuntas, Ini 7 Kasus Besarnya

Tanah Papua masih belum juga dapat lepas dari serangkaian konflik bersenjata. Dari
sejak era Orde Baru hingga Reformasi telah berjalan, rangkaian kejadian kekerasan
yang melibatkan aparat keamanan dan kelompok separatis pendukung kemerdekaan
Papua masih terus terjadi. Tak sedikit warga sipil yang justru jadi korban.
Yang paling terakhir, Senin, 15 Februari 2021 lalu seorang prajurit TNI bernama
Ginanjar Arianda tewas tertembak di Sugapa, Intan Jaya, Papua. Tentara Pembebasan
Nasional Papua Barat - Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM) mengklaim
bertanggung jawab atas kejadian tersebut.
Beragam upaya pendekatan oleh pemerintah dari lintas Presiden, hingga terakhir oleh
Presiden Joko Widodo, masih belum mampu menekan konflik di Bumi Papua. Motif
kekerasan semakin beragam. Tak hanya bermula dari isu kemerdekaan saja, tapi juga
rasisme yang masih kerap menjangkit.
Berikut catatan Tempo terkait beberapa konflik besar yang terjadi di Papua sejak Era
Reformasi.
1. Tragedi Wamena Oktober 2000
Pada 3 Oktober 2000, sejumlah pemimpin di Jayapura mengklaim telah berhasil
mencabut aturan pelarangan Bendera Bintang Kejora, simbol dari kemerdekaan Papua,
oleh pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid alias Gus Dur. Pengibaran pun
dilakukan. Hingga tiga hari kemudian, aparat keamanan melancarkan operasi ke tujuh
posko yang mengibarkan bendera di sekitar Wamena.
Dari laporan Majalah Tempo 15 Oktober 2000, disebutkan setidaknya 30 orang tewas,
40 orang terluka, dan ratusan orang mengungsi pasca kejadian ini.
Baca: Mabes Polri Sebut Ada Penyelewengan Pengelolaan Dana Otsus Papua
2. Kasus Wasior Juni 2001
Pada 13 Juni 2001 di Desa Wonoboyo, Wasior, empat orang penduduk sipil yaitu atas
nama Daud Yomaki, Felix Urban, Henok Marani, dan Guntur Samberi dinyatakan
tewas. Dari catatan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan
(KontraS), mereka diduga tewas oleh aparat keamanan yang melakukan pembunuhan
di luar hukum. Selain itu, 39 orang mengalami penyiksaan dalam peristiwa ini, 5 orang
dihilangkan secara paksa, dan 1 orang mengalami pelecehan seksual.
Kasus ini digolongkan Komnas HAM sebagai salah satu kasus pelanggaran HAM berat
pasca reformasi. Namun hingga kini, kasusnya masih juga belum ditindaklanjuti oleh
Kejaksaan Agung.
3. Peristiwa Wamena April 2003
Peristiwa Wamena terjadi pada April 2003. Saat itu, beberapa orang berhasil membobol
gudang senjata di markas Kodim/1702 Wamena dan membawa lari 29 pucuk senjata
api beserta 3.500 butir peluru. Kejadian ini menewaskan dua TNI dan seorang dari
pihak pembobol.
Untuk memperkuat pasukan guna pengejaran, Dandim/1702/JWY meminta tambahan
pasukan dari Kopassus dan Kostrad sebanyak 158 orang. Dalam pengejaran itu terjadi
tindak penangkapan, penyiksaan, penganiayaan, penembakan dan pembunuhan
terhadap warga sipil.
Selain itu, mereka juga melakukan pembakaran rumah penduduk, gereja, poliklinik, dan
sekolah yang mengakibatkan penduduk mengungsi. Tim Komnas HAM yang turun ke
lapangan menyimpulkan kejadian ini sebagai pelanggaran HAM berat karena menarget
pada warga sipil.
4. Tragedi Universitas Cendrawasih Maret 2006
Pelanggaran HAM berat kembali terjadi. Kali ini di era pemerintahan Susilo Bambang
Yudhoyono, pada 16 Maret 2006. Saat itu, demonstrasi berkepanjangan terkait dengan
penolakan PT Freeport Indonesia di tanah Papua, tengah gencar-gencarnya dilakukan
mahasiswa Universitas Cenderawasih, di Abepura.
Dikabarkan belasan korban tewas, baik dari pihak mahasiswa maupun dari aparat
keamanan.
5. Tragedi Paniai Desember 2014
Baru beberapa bulan menjabat, Presiden Joko Widodo langsung berhadapan dengan
kasus yang kemudian dikategorikan sebagai pelanggaran HAM berat. Pada 7-8
Desember 2014, terjadi insiden penembakan warga Paniai di lapangan sepak bola
Karel Gobai, Enarotali, Paniai, Papua.
Empat warga dilaporkan tewas dan 21 lainnya terluka akibat kejadian ini.
6. Demonstrasi Besar-Besaran Tolak Rasisme 2019
Sejumlah aksi rasisme terhadap mahasiswa Papua di Surabaya dan Malang, Jawa
Timur, memicu kemarahan masyarakat Papua. Aksi demonstrasi pun berjalan besar-
besaran di Tanah Papua, maupun di Jakarta.
Aksi demonstrasi berujung kerusuhan di Manokwari, Fakfak, hingga Mimika. Sepekan
kemudian, kerusuhan terus meluas hingga Deiyai dan Jayapura, Papua. Sejumlah
korban jiwa baik dari aparat keamanan maupun sipil, berjatuhan. Bahkan pemerintah
sempat membatasi jaringan internet di Papua, dengan dalih membatasi arus informasi
bohong di sana.
7. Pembunuhan Pendeta Zanambani
Pembunuhan Pendeta Yeremia Zanambani di Intan Jaya, Papua terjadi pada saat
konflik senjata antara OPM dengan aparat keamanan di Intan Jaya tengah memanas.
Sebelum kematian Yeremia, dua anggota TNI tewas tertembak oleh OPM. Baik TNI
maupun OPM awalnya saling tuding sebagai dalang di balik kematian Yeremia. Namun
belakangan, investigasi Komnas HAM dan Tim Pencari Fakta Gabungan (TGPF) yang
dibentuk pemerintah, menemukan adanya keterlibatan anggota TNI dalam kejadian
tersebut.
Bahkan, dari temuan lebih jauh, ditemukan bahwa terjadi konflik bersenjata yang
menewaskan dua warga sipil lain, termasuk penghancuran tempat tinggal oleh aparat
keamanan saat konflik di Intan Jaya terjadi. Hingga saat ini, situasi di Intan Jaya masih
belum mereda. Banyak warga yang memilih mengungsi dan meninggalkan rumahnya.

Anda mungkin juga menyukai