Anda di halaman 1dari 16

PENDAYAGUNAAN DANA ZIS PADA KORBAN BENCANA

ALAM
Disusun Guna Memenuhi Tugas

Mata Kuliah: Pendayagunaan Ziswaf

Dosen Pengampu: Usfiyatul Marfu’ah, M.S.I

Makalah

Disusun oleh:

1. Deyani Nurfitri 1901036048


2. Ira Khasanatun Nidhom 1901036074
3. Habibur Rohman 1901036081
4. Lintang Ayu Arianti 1901036122
5. Wilda Wufqi N.H 1901036123

MANAJEMEN DAKWAH

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG

2022
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobbil’alamiin, puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang


Maha Esa atas kesempatan serta rahmat-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya dalam mata kuliah matematika ekonomi.
Makalah yang berisikan dengan judul “Pendayagunaan Dana Zis Pada Korban Bencana
Alam” ini telah penulis susun secara maksimal dengan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu,
penulis banyak berterimakah kepada semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu atas
segala bantuan dan dukungannya selama ini.
Karena keterbatasan pengetahuan yang penulis miliki, penulis menyadari masih banyak
kekurangan dari makalah ini. Oleh karena itu, sangat mengharapkan kritikan dan saran yang
membangun dari para pembaca.
Akhir kata penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.
Terima Kasih.

Semarang, 27 Februari 2022

Penulis

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Negara Kesatuan Republik Indonesia memiliki kondisi geografis, biologis, hidrologis
dan demografis yang memungkinkan terjadinya bencana baik yang disebabkan oleh faktor
alam, faktor nonalam, maupun faktor manusia yang menyebabkan timbulnya korban jiwa
manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis yang dalam
keadaan tertentu dapat menghambat pembangunan nasional, hal tersbut diatur dalam
undang-undang no 27 tahun 2007 tentang penanggulangan bencana. Terlihat jelas bahwa
banyak bencana yang terjadi dibeberapa wilayah di Indonesia seperti gempa bumi, tanah
longsor, puting beliung, banjir, kekeringan dan kebakaran hutan.
Ketidaksiapan dalam menghadapi bencana tentu akan menimbulkan potensi kerugian
yang besar. Pengenalan dan pemahaman mengenai manajemen kebencanaan diperluan untuk
perencanaan dan pengaturan dalam menghadapi potensi bencana yang ada dan menjadi
langkah awal untuk mrengurangi risiko yang timbul ketika bencana terjadi. Bencana alam
dan bencana kemanusiaan merupakan dua kondisi potensial yang mengancam keamanan dan
keselamatan umat manusia (Human Security). Ancaman itu timbul bukan karena bencana
alam semata, melainkan juga karena ulah dan perilaku manusia yang melampaui batas.
Hubungan antara bencana alam dan tanggung jawab negara tercermin dalam Alinea IV
Pembukaan UUD 1945 yakni daripada itu untuk membentuk suatu pemerintahan negara
Indonesia dan seluruh tumpah darah". Ketentuan tersebut menunjukkan adanya kewajiban
negara untuk melindungi segenap masyarakat (State Legal Obligation), termasuk mereka
yang menjadi korban bencana. Ketika dipersoalkan pentingnya undang-undang Bencana
Alam bagi upaya pencegahan korban bencana, maka pertanggungawaban dapat timbul
ketika ada kelalaian dihadapi negara
Atas kejadian tersebut, menyebabkan seluruh perhatian umat Islam dan pemerintah
untuk menanggulangi bencana yang akan terjadi dan diperlukan bantuan dari segala pihak
untuk ikut serta dalam memberikan kontribusi untuk menanggulangi bencana dan membantu
korban bencana alam. Diantara beberapa badan yang bertanggungjawab diantaranya ialah
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) yang mana sebelum diresmikan badan

1
ini bernama Tim SAR (Search and Rescue) , ada juga PMI (Palang Merah Indonesia)
merupakan kelompok yang ikut serta dalam mengevakuasi korban bencana alam dan begitu
juga dengan badan/lembaga amil zakat yang merupakan badan yang bertanggung jawab
untuk menghimpun dan mendistribusikan dana zakat, infaq dan sedekah. Mendistribusikan
dengan mendayagunakan dananya untuk serta merta membantu korban bencana alam
dengan memberikan bantuan baik dari materi yang berasal dari dana zakat, infaq dan
sedekah (ZIS) maupun nonmateri.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan bencana alam?
2. Apa saja macam dan bentuk korban dalam bencana alam?
3. Apa saja kebutuhan korban bencana alam?
4. Apa saja program pemulihan untuk korban bencana alam?
5. Bagaimana penerapan prinsip keberlanjutan dalam pendampingan dan rekonstruksi
korban bencana alam?

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Bencana Alam


Menurut UU N0. 24 Tahun 2007, bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh
peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa
bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor.1
Bencana alam merupakan bencana yang terjadi akibat terganggunya keseimbangan
komponen-komponen alam tanpa campur tangan manusia. Bencana alam di Indonesia
disebabkan oleh karena Indonesia terletak di antara tiga pertemuan lempeng yaitu lempeng
Indo-Australia yang bergerak ke utara, lempeng Eurasia yang bergerak ke selatan, dan
lempeng Pasifik yang bergerak dari timur ke barat. Akibat pertemuan tiga lempeng tersebut
menyebabkan terjadinya penekanan pada lapisan bawah bumi yang mengakibatkan wilayah
negara kepulauan Indonesia memiliki morfologi yang bergunung-gunung dan relief yang
relatif kasar Indonesia juga dilalui oleh dua jalur pegunungan aktif di dunia yaitu Sirkum
Pasifik dan Sirkum Mediterania. Sirkum Pasifik meliputi kepulauan di bagian utara Pulau
Sulawesi dan sebagian wilayah Maluku Utara. Indonesia juga merupakan negara cincin api
di dunia karena dikelilingi oleh deretan gunung api aktif Dari barat hingga Timur oleh sebab
itu, berbagai fenomena seperti gempa bumi dan erupsi gunung api sering terjadi di
Indonesia.
Secara geografis sebagian besar Indonesia berada pada kawasan rawan bencana, baik
bencana aktual maupun bencana potensial. Bencana aktual dapat dikelompokkan pada
bencana gempa, tsunami, letusan gunung api, banjir, banjir bandang, longsor, dan bencana-
bencana yang bersifat kekinian. Sedangkan bencana potensial merupakan bencana-bencana
yang terjadi akibat eksploitasi sumber daya alam oleh generasi sekarang, sehingga memicu
terjadinya bencana kekeringan dan hancurnya keanekaragaman hayati, bencana degradasi
lahan dan kelaparan untuk generasi yang akan datang. Bencana alam merupakan peristiwa
atau rangkaian peristiwa yang mengancam atau mengganggu kehidupan dan penghidupan
masyarakat yang disebabkan oleh gejala-gejala alam, baik itu gejala-gejala di perut bumi

1
Achmad Husein, Aidil Onasis. Manajemen Bencana. (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2017) hal. 4

3
maupun akibat gejala-gejala cuaca dan perubahan iklim. Mitigasi bencana dilakukan untuk
memperkecil jumlah korban jiwa dan kerugian harta benda.2

B. Pengelompokan Macam dan Bentuk Korban dalam Bencana Alam


Wilayah Indonesia merupakan wilayah yang sangat rentan akan bencana alam.
Pentingnya penanganan korban secara tepat dan cepat mampu memberi peluang untuk
meminimalisir jumlah korban akibat keterlambatan penanganan penyelamatan masyarakat,
terutama pada kelompok rentan. Kelompok rentan sendiri meliputi :
1. Orang lanjut usia
2. Anak-anak
3. Fakir miskin
4. Penyandang cacat.
Selain pengelompokan korban berdasarkan kelompok rentan, pengelompokan korban
berdasarkan gender antara laiki-laki dan perempuan serta pengelompokan berdasarkan usia
jugalah sangatt penting. Hal itu dilakukan agar mempermudah dalam proses pemenuhan
kebutuhan dan penyaluran bantuan.
Berdasarkan Q.S At-Taubah ayat: 60, terdapat delapan golongan (asnaf) yang berhak
menerima zakat, yaitu3 :
1. Fakir, yaitu orang yang amat sengsara hidupnya, tidak mempunyai harta dan tenaga
untuk memenuhi penghidupannya.
2. Miskin, yaitu orang yang tidak cukup penghidupannya dan dalam keadaan kekurangan.
3. Amil, yaitu orang yang diberi tugas untuk mengumpulkan dan membagikan zakat.
4. Mu’allaf, yaitu orang kafir yang ada harapan untuk masuk Islam dan orang yang baru
masuk Islam yang imannya masih lemah.
5. Riqab, yaitu untuk memerdekakan budak, mencakupjuga melepaskan orang muslim
yang ditawan oleh orang-orang kafir.
6. Gharim, yaitu orang-orang yang terlilit utang karena untuk kepentingan yang bukan
maksiat dan tidak sanggup membayarnya.
7. Sabilillah, yaitu unutk keperluan pertahanan dan kejayaan Islam dan kemaslahatan
kaum muslimin.
2
Dedi Hermon. Geografi Bencana Alam. (Jakarta: Rajawali Pers,2015), hal. 1
3
Mahmudi. Sistem Akuntansi Organisasi Pengelola Zakat. Yogyakarta: P3EI Press. 2009. Hal 9-10

4
8. Ibnu sabil, yaitu orang-orang yang sedang dalam perjalanan bukan maksiat yang
mengalami kesengsaraan dalam perjalanannya.
Ayat diatas memang tidak secara spesifik menyebutkan korban bencana sebagai salah
satu yang berhak menerima dana zakat. Namun demikian, melihat kondisi yang sedang
dialami oleh korban bencana, tidak menutup kemungkinan mereka mendapatkan bagian dari
dana zakat dengan menganalogikannya sebagai golongan fakir dan miskin, dengan
pertimbangan bahwa korban bencana berada dalam kondisi sangat membutuhkan,
sebagaimana pengertian fakir dan miskin menurut jumhur (mayoritas) ulama adalah orang-
orang yang berada dalam kondisi kekurangan dan membutuhkan.
Di dalam Pendayagunaan Ziswaf terdapat badan Inisiatif Zakat Indonesia (IZI)
mempunyai program IZI Peduli Bencana yang merupakan perpaduan dari beberapa aktivitas
Manajemen Resiko Bencana yang meliputi program mitigasi, rescue dan rehabilitasi.
Program mitigasi adalah program penanganan bencana dengan pola pemberian pelatihan
atau pendampingan dalam tindakan pencegahan dan reaksi cepat saat terjadi bencana. Pada
program rescue, aktivitas kesigapan IZI dalam penanganan bencana yang tengah terjadi,
seperti Evakuasi Korban, Dapur Air, Trauma Healing, dan Serambi Nyaman untuk
pengungsi. Dan aktivitas IZI pada masa Rehabilitasi yaitu program penanganan dampak
setelah bencana terjadi. Sebagai contoh adalah pembangunan cluster hunian, perbaikan
fasilitas umum, dan pengadaan air.
Salah satunya yaitu pembagian macam dan bentuk korban bencana alam, yang dapat di
golongkan dengan standar minimal bantuan perlengkapan pribadi, perlengkapan pribadi
merupakan kebutuhan manusia yang sangat penting untuk melindungi diri dari iklim,
memelihara kesehatan serta mampu menjaga privasi dan martabat. Standar Minimal Bantuan
(Setyadi, 2014):
1) Memiliki satu perangkat lengkap pakaian dengan ukuran yang tepat sesuai jenis
kelamin masing- masing, serta peralatan tidur yang memadai sesuai standar kesehatan
dan martabat manusia.
2) Perempuan dan anak-anak setidaknya memiliki dua perangkat lengkap pakaian dengan
ukuran yang tepat sesuai budaya, iklim, dan musim.
3) Perempuan dan anak-anak gadis setidaknya memiliki dua perangkat lengkap pakaian
dalam dengan ukuran yang tepat sesuai budaya, iklim, dan musim.

5
4) Anak sekolah setidaknya memiliki 2 stel seragam sekolah lengkap dengan ukuran
yang tepat sesuai jenis kelamin dan jenjang sekolah yang diikuti.
5) Anak sekolah memiliki satu pasang sepatu/alas kaki yang digunakan untuk sekolah.
6) Setiap orang memiliki pakaian khusus untuk beribadah sesuai agama dan
keyakinannya.
7) Setiap orang memiliki satu pasang alas kaki.
8) Bayi dan anak-anak dibawah usia 2 tahun harus memiliki selimut dengan ukuran 100
X 70 cm.
9) Setiap orang yang terkena bencana harus memiliki alas tidur yang memadai, dan
terjaga kesehatannya.
10) Setiap kelompok rentan : bayi, anak usia dibawah lima tahun, anak-anak, ibu hamil
atau menyusui, penyandang cacat, orang sakit, dan orang lanjut usia, memiliki pakaian
sesuai kebutuhan masing-masing.
11) Setiap kelompok rentan, memiliki alat bantu sesuai kebutuhan, misalnya tongkat untuk
lansia dan penyandang cacat.
Dari data tersebut dapat di simpulkan bahwa dalam pendayagunaan Ziswaf kita juga
harus dapat menggolongkan macam dan bentuk korban bencana alam, agar pendistibusian
bantuan merata dan tepat sasaran.

C. Kebutuhan Korban Bencana Alam


Dalam pasal 60 ayat 2 Undang-Undang nomor 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan
Bencana menyatakan bahwa “pemerintah dan pemerintah daerah mendorong partisipasi
masyarakat dalam penyedian dana yang bersumber dari masyarakat” sumber itu dapat
berupa dari dana sedekah hibah dan zakat. 4
Dana zakat disalurkan kepada korban bencana alam menurut peraturan perundang-
undangan tentang pengelolaan zakat dan menurut peraturan perundang-undangan tentang
penanggulangan bencana. Dan pasal ini menjadi ujung tombak dan dasar hukum bagi Badan
Amil Zakat yang akan melakukan pemberdayaan zakat dalam menanggulangi bencana alam.
Untuk kategori korban bencana alam terbagi menjadi dua yang berhak menerima zakat
dan yang tidak berhak menerima zakat.
4
Hidayatullah, A). Kontribusi Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) Daerah Istimewa Yogyakarta dalam Program
Kebencanaan. (Universitas Islam Indonesia Yogyakarta : Fakultas Ilmu Agama Islam, 2018), hal 32-33

6
1) Korban bencana alam termasuk kedalam salah satu golongan mustahiq zakat yaitu
orang yang berhak menerima zakat yaitu golongan faqir dan miskin dan golongan
yang membutuhkannya ditinjau dari sisi ekonominya agar dapat mencukupi
kebutuhan hidupnya dari zakat tersebut.
Abdul Aziz al-khayyat berpendapat bahwa korban bencana alam atau mereka yang
ditimpa musibah adalah penyandang masalah sosial yang termasuk dalam kategori
fakir miskin, sehingga mereka berhak menerima zakat. Meskipun keadaan korban
bencana alam sebelumnya itu tergolong mampu dan kaya raya, tetapi ia bisa
memberikan bukti bahwa ia menjadi hidup susah akibat bencana alam ataupun
keterangan dari masyarakat yang menyatakan bahwa ia tergolong fakir atau msikin
akibat bencana alam, maka hal tersebut bisa diterima dan orang tersebut berhak
menerima zakat.5
Dengan demikian, siapapun yang sudah sangat terdesak ekonominya untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya, khususnya sesama muslim, maka mereka boleh
menerima zakat. Begitu halnya dengan korban bencana alam yang sudah sangat
terdesak dan darurat.
2) Namun untuk korban bencana alam yang masih memiliki kekayaan yang cukup maka
tidak termasuk pada kategori mustahiq.
Beberapa kebutuhan yang dibutuhkan oleh masyarakat pada saat bencana alam dan biasanya
menjadi program dari badan/lembaga amil yang mengelola dana zis, diantaranya:6
1. Evakuasi.
Pencarian dan penyelamatan korban bencana. Dapat juga bekerjasama dengan Tim
SAR jika memang diperlukan.
2. Distribusi Logistik.
Bantuan logistik yang di distribusikan dapat berupa baby kit, pakaian layak pakai,
popok bayi, pembalut wanita, distribusi pakaian layak pakai, dan makanan Balita
untuk para korban yang mengungsi akibat bencana.
3. Kesehatan.

5
Fahruddin, Y. A. Analisis penyaluran dana zakat, infaq dan shodaqoh pada korban bencana banjir bandang di
Garut: Studi Kasus disaster management center Dompet Dhuafa (Bachelor's thesis, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta:
Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi, 2017). Hal 44
6
Ibid, hal 57-60

7
Memberikan pelayanan kesehatan kepada warga yang daerahnya terkena bencana yang
mengeluhkan sakit.
4. Dapur Umum.
Mendirikan dapur umum untuk membantu kebutuhan pangan darurat untuk para
pengungsi.
5. Pendampingan Anak (psikosial).
Akibat terjadinya bencana alam mengakibatkan warga untuk tinggal di pengungsian.
Hal tersebut tidak hanya berdampak pada kerugian material saja, namun kondisi psikis
juga menimbulkan rasa trauma, terutama anak-anak. Maka dari itu badan/lembaga
amil dapat juga memberikan sesuatu yang positif untuk pendampingan kepada anak
korban bencana
6. Distribusi Perlengkapan Sekolah.
Membantu anak yang bersekolah dengan mendistribusikan School Kit yang terdiri dari
buku, alat tulis, tas, serta perlengkapan sekolah lainnya .

D. Program Pemulihan untuk Korban Bencana Alam


Perkiraan kebutuhan pemulihan dalam Jitu Pasna berorientasi pada pemetaan kebutuhan
untuk pemulihan awal, rehabilitasi dan rekonstruksi sebagai berikut :
1. Kebutuhan pemulihan awal adalah kebutuhan-kebutuhan kemanusiaan pascabencana
yang berorientasi pada pembangunan yang berkelanjutan.
2. Kebutuhan rehabilitasi adalah kebutuhan perbaikan dan pemulihan semua aspek
pelayanan publik atau masyarakat sampai tingkat yang memadai pada wilayah
pascabencana dengan sasaran utama untuk normalisasi atau berjalannya secara wajar
semua aspek pemerintahan dan kehidupan masyarakat pada wilayah pascabencana.
3. Sedangkan kebutuhan rekonstruksi adalah kebutuhan pembangunan kembali semua
prasarana dan sarana, kelembagaan pada wilayah pascabencana, baik pada tingkat
pemerintahan maupun masyarakat dengan sasaran utama tumbuh dan
berkembangnya kegiatan perekonomian, sosial dan budaya, tegaknya hukum dan
ketertiban, dan bangkitnya peranserta masyarakat.

8
Dengan demikian, komponen pembangunan, penggantian, penyediaan akses, pemulihan
proses dan pengurangan risiko harus dipilah-pilah dalam kerangka pemulihan awal,
rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana.7
Kerangka Kerja
Untuk memastikan terjadinya pemulihan pascabencana yang efektif dan berkelanjutan,
kerangka kerja rencana aksi pascabencana perlu disandarkan pada kerangka kerja global
Sendai Framework for Disaster Risk Reduction (SFDRR).
Keempat prioritas aksi dalam SFDRR adalah:
1. Memahami risiko bencana;
2. Memperkuat tata kelola risiko bencana dan manajemen risiko bencana;
3. Investasi dalam pengurangan risiko bencana untuk ketangguhan;
4. Meningkatkan kesiapsiagaan bencana untuk respon yang efektif, dan untuk
“membangun kembali dengan lebih baik” dalam pemulihan, rehabilitasi dan
rekonstruksi.
Pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi harus dilakukan secara terencana dan
mengedepankan prinsip membangun kembali dengan lebih baik dan lebih aman dan
berpusat pada masyarakat (people-centered build back better and safer).
Untuk mencapai dua tujuan hakiki pemulihan dalam renaksi, yaitu: terwujudnya
pemulihan kehidupan (life recovery) dan terbangunnya daerah terdampak menjadi wilayah
tangguh bencana (resilient), pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi perlu didasarkan pada
tiga pilar berikut:
1) Proses pemulihan tidak boleh terfokus pada aspek fisik semata, namun harus
mencakup pemulihan kehidupan secara menyeluruh.
2) Pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi harus diintegrasikan dengan aspek-aspek
pengurangan risiko bencana (disasterriskreduction), untuk memastikan terbangunnya
wilayah yang lebih aman.
3) Pelaksanaan rehabilitasi dan rekontruksi juga harus partisipatoris, semaksimal
mungkin mengedepankan partisipasi masyarakat.

7
H.T. Ahmad Dadek SH. Modul Pengkajian Kebutuhan Pascabencana. (Banda Aceh: Badan Penanggulangan
Bencana, 2019) hal. 44

9
Dengan demikian, masyarakat terdampak tidak hanya pasif atau memandang proses
rehabilitasi dan rekontruksi sebagai pemberian pemerintah, tetapi juga aktif dan ikut terlibat
dalam proses pemulihan kehidupan mereka sendiri.8
Sasaran kegiatan rekonstruksi adalah memulihkan sistem secara keseluruhan serta
mengintegrasikan berbagai program pembangunan ke dalam pendekatan pembangunan
daerah yang dilakukan dengan pendekatan build back better and safer. Kegiatan rekonstruksi
yang dimaksud meliputi pembangunan kembali sarana dan prasarana yang rusak,
pembangunan kembali sarana sosial masyarakat, membangkitkan kembali kehidupan sosial
masyarakat, peningkatan kondisi sosial dan ekonomi, serta peningkatan fungsi pelayanan
publik dan pemerintahan, dengan menerapkan aspek pengurangan risiko bencana dan
mengutamakan partisipasi dan peran serta masyarakat dalam setiap tahapan pelaksanaan
kegiatan.9

E. Penerapan Prinsip Keberlanjutan dalam Pendampingan dan Rekonstruksi Korban


Bencana Alam

Rehabilitasi adalah perbaikan dan pemulihan semua aspek layanan publik/ masyarakat


sampai tingkat memadai pada wilayah pascabencana dengan sasaran utama normalisasi/
berjalannya secara wajar berbagai aspek pemerintahan dan kehidupan masyarakat seperti
pada kondisi sebelum terjadinya bencana (Satriyo, 2017). Sedangkan menurut (Alam, 2019)
rehabilitasi adalah pebaikan dan pemulihan semua aspek pelayanan publik atau masyarakat
sampai tingkat yang memadai pada wilayah pasca bencana dengan sarana utama untuk
normalisasi atau berjalannya secara wajar semua aspek pemerintahan dan kehidupan
masyarakat pada wilayah pasca bencana.
Rekonstruksi adalah pembangunan kembali semua prasarana dan sarana serta
kelembagaan pada wilayah pasca bencana pemerintahan/ masyarakat dengan sasaran
utama Tumbuh kembangnya kegiatan ekonomi, sosial dan budaya, tegaknya hukum dan
ketertiban serta bangkitnya peran serta masyarakat dalam segala aspek kehidupan (Satriyo,

8
Ibid, hal. 59-60
9
Ibid, hal. 73-74

10
2017). Menurut (Alam, 2019) rekonstruksi adalah pembangunan kembali semua prasarana
dan sarana, kelembagaan pada wilayah pasca bencana, baik pada tingkat pemerintahan
maupun masyarakat dengan sasaran utama tumbuh dan berkembangnya kegiatan
perekonomian, sosial, budaya, tegaknya hukum dan ketertiban, dan bangkitnya peran serta
masyarakat dalam segala aspek kehidupan bermasyarakat pada wilayah pasca bencana.

Pada Bidang Rehabilitasi & Rekonstruksi (RR), terdapat 5 (lima) sektor yang menjadi fokus
dalam penanganan pasca bencana yaitu :
1. Sektor Perumahan & Permukiman
2. Sektor Infrastruktur Publik
3. Sektor Ekonomi Produktif
4. Sektor Sosial, dan
5. Lintas Sektor (Satriyo, 2017).
Penjelasan hal tersebut dikemukakan oleh (Alam, 2019), bahwa ruang lingkup pelaksanaan
kegiatan pemulihan awal meliputi:
1. Sektor perumahan, antara lain melalui :
a) Pembuatan panduan dan prinsip mekanisme subsidi rumah.
b) Fasilitasi pengorganisasian pembersihan rumah dan lingkungan berbasis
masyarakat.
c) Fasilitasi pengelolaan hunian sementara.
2. Sektor infrastruktur, antara lain melalui:
a) Fasilitasi rembug desa untuk pembangunan kembali jalan dan jembatan desa.
b) Fasilitasi pengelolaan air bersih dan jamban.
3. Sektor sosial, antara lain melalui:
a) Penyediaan layanan trauma healing.
b) Penyediaan layanan kesehatan umum.
c) Penyediaan higiene kits.
d) Penyediaan makanan tambahan untuk balita.
e) Bantuan biaya dan peralatan sekolah untuk siswa SD, SMP dan SMA yang
terdampak.
f) Pemulihan kegiatan keagamaan dan revitalisasi organisasi keagamaan.

11
g) Revitalisasi sistem keamanan desa.
h) Revitalisasi seni budaya yang berguna untuk mendorong pemulihan.
4. Sektor ekonomi produktif, antara lain melalui:
a) Revitalisasi kelompok tani, kebun dan ternak.
b) Program diversifikasi/alternatif usaha pertanian.
c) Penyediaan bibit tanaman cepat panen.
d) Bantuan modal usaha untuk pedagang dan industri kecil menengah.
Untuk melaksanakan program Rehabilitasi & Rekonstruksi dengan 5 (lima) sektor yang
menjadi kewenangan, bidang RR menggunakan metode Pengkajian Kebutuhan Pasca
Bencana/ Jitupasna yang tercantum pada Perka BNPB Nomor 15 Tahun 2011. Jitupasna
merupakan suatu rangkaian kegiatan pengkajian dan penilaian akibat, analisis dampak dan
perkiraan kebutuhan yang menjadi dasar bagi penyusunan Renaksi Rehabilitasi dan
Rekonstruksi. Pengkajian dan penilaian meliputi identifikasi dan perhitungan kerusakan dan
kerugian fisik dan non fisik yang menyangkut aspek pembangunan manusia, perumahan atau
pemukiman, infrastruktur, ekonomi, sosial dan lintas sektor. Analisis dampak melibatkan
tinjauan keterkaitan dan nilai agregat dari akibat bencana dan impilkasi umumnya terhadap
aspek – aspek fisik dan lingkungan, perekonomian, psikososial, budaya, politik dan tata
pemerintahan. (Satriyo, 2017)
Guna mendukung program/ kegiatan yang dilaksanakan Bidang Rehabilitasi &
Rekonstruksi diperlukan sumber dana yang cukup. Merujuk pada PP nomor 22 Tahun 2008
tentang Pendanaan dan Pengelolaan Bantuan Bencana, Pelaksanakan Program Rehabilitasi
& Rekonstruksi bersumber pada :
1. APBD Kabupaten/ Kota (Melekat Pada SKPD terkait)
2. APBD Provinsi (Bantuan Sosial, Hibah)
3. APBN (Hibah Murni)
4. Masyarakat
5. Bantuan Luar Negeri

12
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Menurut UU N0. 24 Tahun 2007, bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh
peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa
bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor. Korban
bencana alam termasuk kedalam salah satu golongan mustahiq zakat yaitu orang yang
berhak menerima zakat yaitu golongan faqir dan miskin dan golongan yang
membutuhkannya ditinjau dari sisi ekonominya agar dapat mencukupi kebutuhan hidupnya
dari zakat tersebut. Beberapa kebutuhan yang dibutuhkan oleh masyarakat pada saat bencana
alam dan biasanya menjadi program dari badan/lembaga amil yang mengelola dana zis,
diantaranya yaitu evakuasi, distribusi logistik, kesehatan, dapur umum, pendampingan anak
(psikosial) dan distribusi perlengakapan sekolah.
Akibat terjadinya bencana alam warga yang terkena membutuhkan pemulihan dengan
melakasanakan rehabilitasi dan rekonstruksi. Dalam pelaksanaannya, rehabilitasi dan
rekonstruksi harus dilakukan secara terencana dan mengedepankan prinsip membangun
kembali dengan lebih baik dan lebih aman dan berpusat pada masyarakat (people-centered
build back better and safer).
Setelah program pemulihan juga perlu penerapan prinsip keberlanjutan dalam
pendampingan dan rekonstruksi korban bencana alam. Pada Bidang Rehabilitasi &
Rekonstruksi (RR), terdapat 5 (lima) sektor yang menjadi fokus dalam penanganan pasca
bencana yaitu, sektor Perumahan & Permukiman, Infrastruktur Publik, Ekonomi Produktif,
Sosial, dan Lintas Sektor. Untuk melaksanakan program Rehabilitasi & Rekonstruksi
dengan 5 (lima) sektor yang menjadi kewenangan, bidang RR menggunakan metode
Pengkajian Kebutuhan Pasca Bencana/ Jitupasna yang tercantum pada Perka BNPB Nomor
15 Tahun 2011. Jitupasna merupakan suatu rangkaian kegiatan pengkajian dan penilaian
akibat, analisis dampak dan perkiraan kebutuhan yang menjadi dasar bagi penyusunan
Renaksi Rehabilitasi dan Rekonstruksi.

13
DAFTAR PUSTAKA

Alam, P. C. (2019). Upaya Rehabilitasi dan Rekonstruksi Wilayah Pasca Bencana Erupsi
Gunung Merapi di . Jurnal FISIP UNDIP.
Dadek, H.T. Ahmad SH. 2019. Modul Pengkajian Kebutuhan Pascabencana. Banda Aceh:
Badan Penanggulangan Bencana.
Fahruddin, Y. A. 2017. Analisis penyaluran dana zakat, infaq dan shodaqoh pada korban
bencana banjir bandang di Garut: Studi Kasus disaster management center Dompet
Dhuafa (Bachelor's thesis, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Fakultas Dakwah dan Ilmu
Komunikasi,)
Hermon Dedi. 2015. Geografi Bencana Alam. Jakarta: Rajawali Pers.
Hidayatullah, A. 2018. Kontribusi Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) Daerah Istimewa
Yogyakarta dalam Program Kebencanaan. (Universitas Islam Indonesia Yogyakarta :
Fakultas Ilmu Agama Islam).
Husein Achmad, Onasis Aidil. 2017. Manajemen Bencana. Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia.
Mahmudi. 2009. Sistem Akuntansi Organisasi Pengelola Zakat. Yogyakarta: P3EI Press.
Satriyo. (2017). Kebijakan Bidang Rehabilitasi & Rekonstruksi Pasca Bencana.
Setyadi, A., & Rachmatullah, R. (2014). IMPLEMENTASI SISTEM MANAJEMEN
PENGETAHUAN UNTUK DISTRIBUSI BANTUAN LOGISTIK KORBAN BENCANA
ALAM. Jurnal Ilmiah Go Infotech, 20(2).
Teja Mohammad. 2018. Kesiapsiagaan Masyarakat Terhadap Kelompok Rentan Dalam
Menghadapi Bencana Alam. Info Singkat, Vol. X No. 17.

14

Anda mungkin juga menyukai