Anda di halaman 1dari 22

“ KONFLIK DAN KEKERASAN “

DI SUSUN OLEH :

KELOMPOK 3

AYUDYAH PRAMESTI
DIMAS SYAPUTRA
IZAM SAHADI
GADIS PUTRI ARDINA

SMA NEGERI 4 TANAH PUTIH


KAB. ROKAN HILIR
2022
KONFLIK DAN KEKERASAN

Konflik tawuran antar pelajar

Perkelahian atau yang sering disebut


tawuran sering sekali terjadi
diantara pelajar. Bahkan bukan
hanya pelajar SMA. tapi juga sudah
melanda sampai ke kampus-kampus.
Ada yang mengatakan bahwa
berkelahi adalah hal yang wajar
pada remaja. Terlihat dari tahun ke
tahun jumlah perkelahian dan
korban cenderung meningkat. Tawuran yang terjadi apabila dapat dikatakan
hampir setiap bulan, minggu, bahkan mungkin hari selalu terjadi antar pelajar
yang kadang-kadang berujung dengan hilangnya satu nyawa pelajar secara sia-sia.
Pelajar yang seharusnya menimba ilmu di sekolah untuk bekal mass depan yang
lebih baik menjadi penerus bangsa malah berkeliaran diluar dan melakukan hal-hal
yang dapat berakibat fatal.
Menurut saya, yang harusnya patut dipertanyakan tentang tanggung jawab itu yaitu
pihak keluarga mereka masing-masing. Salah satu faktor penyebab terjadinya
tawuran antar pelajar ialah ketidakmampuan orangtua menjalankan kewajiban dan
tanggung jawabnya dalam mendidik dan melindungi anak. Padahal, dalam Undang-
Undang Perlindungan Anak (UUPA) pasal 26 ayat 1 telah ditegaskan bahwa
orangtua berkewajiban dalam melindungi anak, baik dalam hal mengasuh,
memelihara, mendidik, melindungi, maupun mengembangkan bakat anak.
Menyalahkan pihak sekolah atas terjadinya tawuran merupakan sasarann yang
kurang tepat karena mungkin pihak sekolah bukannya seperti menutup mata atas
apa yang terjadi pada anak didiknya, tapi semua itu karena terbatasnya kewajiban
mereka sebagai pendidik, yang secara tidak langsung dapat dikatakan pihak
sekolah tidak dapat selalu memantau apa yang terjadi di luar sekolah karena
banyaknya anak-anak yang harus mereka pantau. 
Dalam pandangan psikologi, setiap perilaku merupakan interaksi antara
kecenderungan didalam diri indivudu (sering disebut kepribadian, walau tidak
selalu tepat) dan kondisi eksternal. Begitu pula dalam hal perkelahian pelajar. Bila
dijabarkan, terdapat sedikitnya 4 faktor psikologis mengapa seorang
pelajar/remaja terlibat perkelahian(tawuran). 

PT Freeport Indonesia dan Konflik Konflik Sosial di Papua

Maret 1967, PT Freeport Indonesia Incorporate


(FII) perusahaan yang dibentuk oleh Freeport
Internasional, yang diwakili oleh Forbes Wilson
menanda tangani Kontrak Karya untuk usaha
penambangan di wilayah Pegunungan Selatan
Jayawijaya di Gunung Erstberg atau dalam
bahasa Amungme disebut Yelsegel Ongopsegel. 

Pada 5 April 1967 Menteri Pertambangan RI


Slamet Branata dan Perwakilan Freeport
menandatangani Kontrak Karya pertama selama
30 tahun untuk pengembangan tambang Ertsberg. Kini gunung Erstberg sudah
berubah menjadi lubang raksasa yang kemudian diberi nama ”Danau Wilson.”
Nama ini diberikan sebagai penghormatan kepada tuan Forbes Wilson.   

pertumpahan darah untuk mendapat sejengkal tanah. Kini masyarakat setempat


akan menanggung semua resiko baik dampak lingkungan mau pun dampak sosial
akibat perubahan perubahan modernisasi yang keliru.

Konflik Suku di Sampit

Konflik yang sangat fenomenal sekali dalam masyarakat indonesia salah satunya
yang terjadi di Kalimantan Barat. Dengan ibukotanya Pontianak.
Provinsi Kalbar menjadi salah satu wilayah yang pernah mengalami konflik, konflik
tersebut terjadi antara Suku Madura (Pendatang) dengan Suku Dayak (Suku Asli
Kalimantan).

.Konflik anak-anak yang putus sekolah dikarenakan membantu orang tuanya

Banyak anak usia wajib belajar


yang putus sekolah karena harus
bekerja. Kondisi itu harusnya
menjadi perhatian pemerintah
karena anak usia wajib belajar
mesti menyelesaikan pendidikan
SD-SMP bahkan SMA tanpa
hambatan termasuk persoalan
biaya. Berdasarkan data survei
yang dilaporkan oleh Badan Pusat Statistik pada 2006 bahwa tercatat anak usia 10-
17 tahun telah menjadi pekerja sebanyak 2,8 juta anak.Dari hasil studi anak,
ditemukan bahwa anak-anak usia 9-15 tahun terlibat dengan berbagai jenis
pekerjaan yang berakibat buruk terhadap kesehatan fisik, mental, emosional dan
seks.
Awalnya mereka hanya sekedar membantu orang tua, tetapi kemudian terjebak
menjadi pekerja permanen lalu sering bolos sekolah dan akhirnya putus sekolah.

Solusi untuk cara penanganannya :


Bagi anak-anak miskin, Bantuan Operasional Sekolah (BOS) saja belum cukup.
Semestinya pemerintah serta pihak sekolah memikirkan untuk memberikan
beasiswa tambahan untuk pembelian seragam dan alat tulis serta biaya
transportasi dari rumah ke sekolah agar anak-anak usia wajib belajar tidak
terbebani dengan biaya pendidikan dan pada akhirnya harus kehilangan
kesempatan untuk menggali ilmu dan harus meninggalkan dunia sekolah untuk
bekerja.
Konflik sosial di ambon
Kerusuhan di kota Ambon, Maluku
yang terjadi pada hari Minggu 11
September 2011 dipicu oleh tewasnya
seorang tukang ojek yang bernama Darkin
Saimen. Salah seorang warga kelurahan
Waihaong, Kecamatan Sirimau. Malam itu
Darkin Saimen  mengendarai motor
berasal dari arah stasiun TVRI , Gunung
Nona , menuju Pos Benteng. Dalam
perjalanan tersebut, diduga Darkin Saimen dalam keadaan mabuk berat dan
melaju  dengan kecepatan tinggi. Menurut saksi dalam perjalanan Darkin Saimen
hilang kendali dan menabrak pohon Gadihu lalu terpelanting menabrak rumah
seorang warga (Okto) yaitu lebih tepatnya daerah sekitar pembuangan
sampah.Peristiwa tersebut sempat disaksikan oleh beberapa warga setempat, dan
oleh mereka yang mengetahui hal tersebut lalu membawa tukang ojek (Darkin
Saimen) ke Rumah sakit. Namun luka yang diderita oleh Darkin Saimen terlalu
parah. Dalam perjalanan kerumah sakit Darkin Saimen telah meninggal dunia. Lalu
oleh pihak warga dan rumah sakit menyerahkan jenazah Darkin Saimen kepada
keluarganya.
Bentrok dimulai seusai pemakaman tukang ojek bernama Darkin Saimen.
Kabar berkembang bahwa korban ditemukan telah tak bernyawa di kawasan
Gunung Nona, Kelurahan Kudamati. Kematian menyulut  amarah keluarganya.
Menurut pihak keluarganya menemukan luka bekas tusukan pisau di punggungnya, 
bacokan di pundak dan kepalanya pecah tapi helmnya utuh. Dengan ditemukannya
luka tikam, Darkin Saimen dikabarkan  dibunuh oleh sejumlah kelompok agama
tertentu yang sempat melakukan penganiayaan, Hingga akhirnya nyawanya tak
tertolong lagi saat dilarikan kerumah sakit. Hal inilah yang menimbulkan dugaan
bahwa Darkin  sebenarnya dibunuh. Informasi  sesat itu meluas dalam waktu
singkat, hingga terjadilah perang batu antarwarga yang terkonsentrasi di 3 (tiga)
titik utama yakni, depan kampus PGSD Universitas Pattimura, Tugu Trikora, dan
Waringin. Dari arah yang tidak diketahui, sejumlah orang terkena tembakan
senjata api. Lima tewas, belasan luka-luka. Sejumlah korban luka memberikan
kesaksian bahwa mereka tidak mendengar letusan senjata api. Kuat dugaan,
mereka ditembak oleh sniper dari posisi yang tidak diketahui.
Tragedi berdarah di Ambon dan sekitarnya bukanlah sesuatu yang tiba – tiba.
Kasus tersebut tidak jauh berbeda dengan kasus – kasus yang terjadi di Indonesia.
Diperkirakan ada keterlibatan kelompok tertentu yang sengaja memicu keadaan
menjadi semakin memanas. Ambon adalah daun kering yang sangat mudah dibakar.
Api kejadian kecil saja mudah ditiup menjadi kerusuhan besar. Masyarakat sangat
mudah termakan isu. Sedikit saja ada faktor pemicu, masyarakat langsung
meradang dan menerjang. Sepintas, masyarakat seperti tidak punya
kesetiakawanan. Tidak punya perasaan sebangsa dan setanah air. tidak punya rasa
kemanusiaan.
Pada saat itu aparat keamanan sudah mencoba untuk mengantisipasi
meluasnya kerusuhan tersebut. Namun, 4 (Empat) hari setelah Ambon rusuh,
aparat tetap belum berhasil mengungkap kejadian sebenarnya yang
melatarbelakangi kerusuhan. Bahkan, belum ada kabar para pelaku tersebut telah
ditangkap oleh aparat. Media-media massa memberitakan, kerusuhan tersebut
dipicu oleh meninggalnya seorang tukang ojek. Namun jangan lupa, potensi konflik
di Ambon begitu besar. Sedikit saja api memercik, letupan besar bisa
terjadiSemula pihak kepolisian mengumumkan bahwa kematian itu murni
kecelakaan motor. Namun pihak keluarga diberitakan tak percaya dengan informasi
tersebut. Apalagi mereka mengaku menemukan bekas tusukan di punggung korban
dan luka lebam akibat pukulan. Berbagai pertanyaan berseliweran tanpa ada
jawaban yang pasti. Sebagian masyarakat mulai menebak-nebak jawabannya, lalu
menyebarluaskannya. Keadaan ini membuat kian runyam persoalan.Karena itu,
seruan saja tak cukup. Masyarakat perlu diberi informasi yang jelas agar tidak
menyisakan banyak pertanyaan. Apalagi kita tahu, kerusuhan di Ambon bukan
sekali ini saja. Bahkan, pada tahun 1999, kerusuhan yang lebih besar pernah
meledak di sini. Ratusan orang meninggal, ribuan mengungsi.
Konflik tegal dan cilacap

Konflik dapat bersifat tertutup (latent),


dapat pula bersifat terbuka (manifest). Konflik
berlangsung sejalan dengan dinamika
masyarakat. Hanya saja, terdapat katup-
katup sosial yang dapat menangkal konflik
secara dini, sehingga tidak berkembang
meluas. Namun ada pula faktor-faktor di
dalam masyarakat yang mudah menyulut
konflik menjadi berkobar sedemikian besar,
sehingga memporak-porandakan rumah,
harta benda lain dan mungkin juga penghuni
sistem sosial tersebut secara keseluruhan.

Dalam suasana sistem sosial masyarakat Indonesia yang sangat rentan


terhadap berbagai gejolak ini,sedikit  pemicu saja sudah cukup menyebabkan berbagai
konflik sosial. Konflik antar desa diTegal (Senin, 10 Juli 2000) dan konflik antar
kampung di Cilacap (Kamis, 6 Juli 2000) hanyalah merupakan contoh betapa hal-
hal yang bersifat sangat sederhana ternyata dapat menjadi penyulut timbulnya
amuk dan kerusuhan massa yang melibatkan bukan hanya pihak-pihak yang
bertikai, melainkan juga seluruh desa.
Desa-desa dan kampung-kampung di JawaTengah yang sudah sejak puluhan
dan bahkan ratusan tahun hidup dalam keharmonisan antar tetangga dan antar
desa tersebut dapat berubah total menjadi saling serang dan saling menghancurkan
rumah warga desa lain yang dianggap musuhnya. Pemerintah sebagai penanggung
jawab keamanan dan ketertiban dalam masyarakat sangat berperan penting dalam
menciptakan suasana harmonis antar berbagai kelompok dalam masyarakat.
Namun,bila pengendalian sosial oleh pemerintah melalui perangkat-
perangkat hukumnya tidakberjalan, maka pengendalian sosial dalam bentuk lain
akan muncul dalam masyarakat.Sebagaimana berbagai kerusuhan massal yang
pernah terjadi sebelumnya, pemicu-pemicu tersebut bukanlah penyebab utama. Ini
hanyalah casus belli yang memunculkan konflik terpendam yang berakumulasi secara
bertahap. Penyebab utamanya mungkin baru dapatdiketahui setelah suatu kajian yang
seksama dilakukan dalam kurun waktu tertentu.
 Dalam kaitan inilah, kajian singkat ini ingin diletakkan. Kajian yang ditulis
dalam laporan ini,mungkin saja mengalami perubahan dengan berlangsungnya waktu, yaitu
dengan semakin diketahuinya faktor-faktor lokal (indigenious factors). Meskipun
demikian, laporan initetap di dasarkan atas data sekunder terbatas dengan pendekatan
yang kritis.
 Tujuan utama dari kajian singkat ini adalah untuk mengidentifikasi konflik,
mencari faktor pendorong, pemicu dan penyebab terjadinya konflik yang
dampaknya sangat merugikan,serta sebagai basis pembuatan peta daerah rawan konflik .
Metode Pendekatan  Data yang digunakan sebagai dasar analisis adalah menggunakan
data sekunder dan berbagai berita dari berbagai sumber media massa.
Meskipun  demikian, diupayakan dengan mencermati  faktor-faktor setempat yang lebih
dominan sebagai penyebab utama (prima causa).
Konflik Di Tanjung Priok

Priok berdarah terulang lagi. Sejumlah


orang luka parah dan ringan dalam
upaya penggusuran makam Mbah Priok.
Bahkan� tiga di antaranya meregang
nyawa. Bagaimana sebenarnya
koordinasi aparat keamanan sehingga
upaya penertiban berubah menjadi
kerusuhan massal?

Menurut catatan detikcom, Kamis


(14/4/2010) pagi buta, ribuan anggota
Satpol PP telah berdatangan ke Koja, Jakarta Utara. Hari itu mereka mantap akan
menggusur bangunan tak berizin di areal makam Habib Hasan bin Muhammad al
Haddad alias Mbah Priok. Mereka melengkapi diri dengan helm, tameng, serta
pentungan.

Namun siapa nyana. Ratusan warga setempat melakukan perlawanan. Mereka tak
mundur selangkah pun saat ribuan annggota Satpol PP Pemrov DKI merangsek.
Diawali saling teriak antara dua kubu. Tapi sesaat kemudian, perang pun pecah.
Batu, kayu serta benda-benda keras lainnya berterbangan di udara. Bom molotov
ikut dilemparkan dan senjata tajam dihunus.
Massa dan aparat Satpol PP sama-sama beringas. Saling serang, saling gebuk satu
sama lain. Korban pun satu persatu berjatuhan dari kedua belah pihak. Ratusan
orang luka ringan dan parah. Bahkan dua orang anggota Satpol PP meregang
nyawa.

Suasana mencekam berlanjut hingga malam hari. Puluhan mobil milik Satpol PP
dibakar massa. Arus lalu lintas menuju terminal peti kemas Pelindo pun terputus
untuk beberapa jam.

Empat siswa SMP aniaya sekuriti

Empat siswa SMP Negeri 2 Galesong, Takalar,


Sulawesi Selatan, menganiaya Faisal Dg Pole,
petugas kebersihan sekaligus sekuriti sekolah,
hingga terluka di bagian kepalanya.

Selain keempat siswa, penganiayaan tersebut


juga dibantu oleh orangtua siswa yakni M Rasul
Dg Sarrang. Kejadian tersebut berlangsung
pada Sabtu (9/2) sekira pukul 15.00 WITA.

Kasus pengeroyokan empat siswa dan seorang


dewasa terhadap petugas kebersihan di SMP Negeri 2 Galesong akhirnya berujung
perdamaian. Kedua pihak berdamai setelah korban, Faisal Daeng Pole memaafkan
para pelaku.

“Kemarin sudah dipertemukan di Polsek. Kedua pihak sudah sepakat damai,


disaksikan pihak sekolah dan pemerintah setempat,” kata Kepala Polres Takalar
AKBP Gany Alamsyah, Selasa (12/2).

Dalam kesepakatan damai, pihak keluarga siswa menyatakan siap mengganti biaya
pengobatan Daeng Pole. Sebab dia mengalami luka di bagian kepala akibat dipukuli
gagang sapu. “Perdamaian ini sesuai kesepakatan mereka, tanpa ada tekanan dari
pihak lain,” ujar Gany

Konflik tawuran antar pelajar

Perkelahian atau yang sering disebut


tawuran sering sekali terjadi
diantara pelajar. Bahkan bukan
hanya pelajar SMA. tapi juga sudah
melanda sampai ke kampus-kampus.
Ada yang mengatakan bahwa
berkelahi adalah hal yang wajar
pada remaja. Terlihat dari tahun ke
tahun jumlah perkelahian dan
korban cenderung meningkat. Tawuran yang terjadi apabila dapat dikatakan
hampir setiap bulan, minggu, bahkan mungkin hari selalu terjadi antar pelajar
yang kadang-kadang berujung dengan hilangnya satu nyawa pelajar secara sia-sia.
Pelajar yang seharusnya menimba ilmu di sekolah untuk bekal mass depan yang
lebih baik menjadi penerus bangsa malah berkeliaran diluar dan melakukan hal-hal
yang dapat berakibat fatal.
Menurut saya, yang harusnya patut dipertanyakan tentang tanggung jawab itu yaitu
pihak keluarga mereka masing-masing. Salah satu faktor penyebab terjadinya
tawuran antar pelajar ialah ketidakmampuan orangtua menjalankan kewajiban dan
tanggung jawabnya dalam mendidik dan melindungi anak. Padahal, dalam Undang-
Undang Perlindungan Anak (UUPA) pasal 26 ayat 1 telah ditegaskan bahwa
orangtua berkewajiban dalam melindungi anak, baik dalam hal mengasuh,
memelihara, mendidik, melindungi, maupun mengembangkan bakat anak.
Menyalahkan pihak sekolah atas terjadinya tawuran merupakan sasarann yang
kurang tepat karena mungkin pihak sekolah bukannya seperti menutup mata atas
apa yang terjadi pada anak didiknya, tapi semua itu karena terbatasnya kewajiban
mereka sebagai pendidik, yang secara tidak langsung dapat dikatakan pihak
sekolah tidak dapat selalu memantau apa yang terjadi di luar sekolah karena
banyaknya anak-anak yang harus mereka pantau. 
Dalam pandangan psikologi, setiap perilaku merupakan interaksi antara
kecenderungan didalam diri indivudu (sering disebut kepribadian, walau tidak
selalu tepat) dan kondisi eksternal. Begitu pula dalam hal perkelahian pelajar. Bila
dijabarkan, terdapat sedikitnya 4 faktor psikologis mengapa seorang
pelajar/remaja terlibat perkelahian(tawuran). 

PT Freeport Indonesia dan Konflik Konflik Sosial di Papua

Maret 1967, PT Freeport Indonesia Incorporate


(FII) perusahaan yang dibentuk oleh Freeport
Internasional, yang diwakili oleh Forbes Wilson
menanda tangani Kontrak Karya untuk usaha
penambangan di wilayah Pegunungan Selatan
Jayawijaya di Gunung Erstberg atau dalam
bahasa Amungme disebut Yelsegel Ongopsegel. 

Pada 5 April 1967 Menteri Pertambangan RI


Slamet Branata dan Perwakilan Freeport
menandatangani Kontrak Karya pertama selama
30 tahun untuk pengembangan tambang Ertsberg. Kini gunung Erstberg sudah
berubah menjadi lubang raksasa yang kemudian diberi nama ”Danau Wilson.”
Nama ini diberikan sebagai penghormatan kepada tuan Forbes Wilson.   

pertumpahan darah untuk mendapat sejengkal tanah. Kini masyarakat setempat


akan menanggung semua resiko baik dampak lingkungan mau pun dampak sosial
akibat perubahan perubahan modernisasi yang keliru.

Konflik poso

Ada fakta sejarah yg sangat menarik


bahwa gerakan kerusuhan yg dimotori
oleh umat Kristen di mulai pada awal
Nopember 1998 di Ketapang Jakarta
Pusat dan pertengahan Nopember 1998
di Kupang Nusa Tenggara Timur
kemudian disusul dgn peristiwa
penyerengan umat Kristen terhadap
umat Islam di Wailete Ambon pada
tanggal 13 Desember 1998. Dan 2500
massa Kristen di bawah pimpinan
Herma Parino dgn bersenjata tajam dan panah meneror umat Islam di Kota Poso
Sulawesi Tengah pada tanggal 28 Desember 1998. Apakah peristiwa ini realisasi
dari pidato Jendral Leonardo Benny Murdani di Singapura dan ceramah Mayjend.
Theo Syafei di Kupang Nusa Tenggara Timur?

Tetapi yg jelas Presiden B.J. Habibie yg menurut L.B. Murdani lbh berbahaya dari
gabungan Khomaeni Saddam Husein dan Khadafi baru berkuasa 6 bulan saja
sehingga perlu digoyang dan kalau perlu dijatuhkan. Apabila fakta-fakta ini
dikembangkan dgn lepasnya Timor-Timur dari Negara Kesatuan Republik Indonesia
Gerakan Papua Merdeka dan Gerakan Aceh Merdeka serta tulisan Huntington 1992
setelah Uni Sovyet yg menyatakan bahwa musuh yg paling berbahaya bagi Barat
sekarang  adalah umat Islam; dan tulisan Jhon Naisbit dalam
bukunya Megatrend yg menyatakan bahwa Indonesia akan terpecah belah menjadi
28 negara kecil-kecil; maka dapat disimpulkan bahwa peristiwa kerusuhan-
kerusuhan tersebut adalah suatu rekayasa Barat-Kristen utk menghancurkan umat
Islam Indonesia penduduk mayoritas mutlak negeri ini. Kehancuran umat Islam
Indonesia berarti kehancuran bangsa Indonesia dan kehancuran bangsa Indonesia
berarti kehancuran/kemusnahan Negara Kesatuan Republik Indonesia . Oleh karena
itu penyelesaian kerusuhan/konflik Indonesia khususnya Poso tidak sesederhana
sebagaimana yg ditempuh oleh Pemerintah RI selama ini sehingga tiga tahun
konflik itu berlangsung tidak menunjukkan tanda-tanda selesai malah memendam
“bara api dalam sekam”. Hal ini bukan saja ada strategi global di mana kekuatan
asing turut bermain tetapi ada juga ikatan agama yg sangat emosional turut
berperan. Sebab agama menurut Prof. Tilich“Problem of ultimate
Concern” sehingga tiap orang pasti terlibat di mana obyektifitas dan kejujuran
sulit dapat diharapkan. Karenanya penyelesaian konflik Poso dgn dialog dan
rekonsiliasi bukan saja tidak menyelesaikan konflik tersebut sebagaimana pernah
ditempuh tetapi malah memberi peluang kepada masing-masing pihak yg berseteru
utk konsolidasi kemudian meledak kembali konflik tersebut dalam skala yg lebih
luas dan sadis. Konflik yg dilandasi kepentingan agama ditambah racun dari luar
apabila diselesaikan melalui rekonsiliasi seperti kata pribahasa bagaikan
membiarkan “bara dalam sekam” yg secara diam-diam tetapi pasti membakar
sekam tersebut habis musnah menjadi abu.

Pada tanggal 20 Agustus 2001 umat Islam yg sedang memetik cengkeh di kebunnya
di desa Lemoro Kecamatan Tojo Kabupaten Poso diserang oleh 50-60 orang umat
Kristen yg berpakaian hitam-hitam membunuh dua orang Muslim dan mengobrak-
abrik rumah-rumah orang Islam. Pengungsi Laporan US Comitte of Refugees
tentang Indonesia yg diterbitkan Januari 2001 menyebutkan dalam
kerusuhan/konflik Poso yg terjadi selama tiga tahun belakangan ini pihak Muslim
telah menderita secara tidak seimbang. Dalam laporan itu disebutkan jumlah
pengungsi akibat konflik Poso kini sebanyak hampir 80.000 orang dan diperkirakan
60.000 orang adl Muslim.
Konflik pilkada dan liberalisasi politik

Salah satu implementasi dari Undang-Undang


Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah adalah dilaksanakannya pemilihan
kepala daerah secara langsung. Konsep
otonomi daerah yang dianut oleh Indonesia
telah memberikan kemungkinan bagi setiap
daerah untuk melaksanakan pemilihan
kepala daerah dan menentukan
pemerintahannya masing-masing.

Di satu sisi ruang pilkada ini merupakan liberalisasi politik yang bertujuan agar
efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan daerah perlu ditingkatkan
dengan lebih memperhatikan aspek-aspek hubungan antar susunan pemerintahan
dan antar pemerintahan daerah, potensi dan keanekaragaman daerah, peluang dan
tantangan persaingan global dengan memberikan kewenangan yang seluas-luasnya
kepada daerah disertai dengan pemberian hak dan kewajiban menyelenggarakan
otonomi daerah dalam kesatuan sistem penyelenggaraan pemerintahan negara.
Namun di sisi lain, pilkada ini justru menimbulkan polemik dan konflik yang cukup
rumit penyelesaiannya.

Terjadinya konflik dan polemik ini dinilai diakibatkan oleh ketidaksiapan


masyarakat Indonesia menghadapi liberalisasi politik mengingat watak masyarakat
yang pada umumnya masih bersifat primordial dan feodalistis. Ditambah lagi tidak
jelasnya peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar dari pilkada ini
sehingga menimbulkan ketidakpastian hukum. Telah banyak konflik yang telah
terjadi di negeri ini, sebut saja konflik Pilkada Sulsel dan Maluku.

Merupakan suatu kepastian bahwa dalam setiap pertarungan politik, khususnya di


pilkada, akan banyak kepentingan yang bermain di dalamnya. Mulai dari
kepentingan borjuasi internasional, kepentingan borjuasi nasional, hingga
kepentingan rakyat (pekerja) tentunya. Sehingga konfilk bukan hal yang tabu lagi
untuk dijumpai. Di tulisan ini tidak akan dibahas mengenai persolan apa, siapa dan
bagaimana para kepentingan mengintervensi politik di pilkada sehingga
menimbulkan konflik. Tapi akan dibahas tentang bagaimana mengolah isu konflik
untuk menjadi suatu pembelajaran politik bagi rakyat untuk mengahadapi
pertarungan bebas di kancah pertarungan pilkada (liberalisasi politik).
Konflik antar agama

Sebuah bom yang disembunyikan dalam


sebuah truk relawan keamanan meledak
di provinsi Narathiwat, mencederai tiga
orang. Aksi itu terjadi sehari setelah
seorang bocah Muslim berusia dua tahun
tewas akibat ditembak ketika naik
motor bersama ayahnya.

Sepasang warga Buddha juga ditembak


ketika mereka naik kendaraan menuju
sebuah pasar di provinsi Pattani. Sebuah
bom di Yala mencederai penjual buah-
buahan.

Lebih dari 4.100 orang Buddha dan Muslim tewas dalam enam tahun aksi kekerasan
di provinsi paling selatan Thailand ketika etnik Melayu yang Muslim berjuang bagi
satu otonomi dari negara yang berpenduduk mayoritas beragama Buddha itu.
KONFLIK DAN KEKERASAN

Konflik sosial di poso

Konflik bernuansa etnis/kedaerahan dan agama semakin meningkat pada era


reformasi pada tahun 1998. Hal itu dalam tinjauan psikologis merupakan hal yang wajar
karena merupakan akumulasi dari ketidakadilan dalam proses politik dan distribusi pada
masa Orde Baru. Ditambah lagi banyak daerah yang tidak menikmati hasil pembangunan
rakyat karena sistem yang sentralistik yang terpusat pada ibu kota Negara yakni, Jakarta.
Hal itulah yang menyebabkan masyarakat lebih mudah terprovokasi oleh isu-isu yang
dihembuskan oleh oknum-oknum yang memiliki kepentingan dari keberlangsungan konflik.
Terlebih lagi isu-isu yang bergulir sengaja bernuansa etnis dan agama yang belum tentu
benar. Isu tersebut dijadikan senjata untuk menyulut konflik karena ampuh menyentuh lubuk
sanubari masyarakat menjadi sentimental sehingga mudah terpancing. Memang,
dibandingkan dengan kawasan Indonesia Barat, konflik di Indonesia Timur jauh lebih sering
karena kawasan Indonesia Timur terdiri dari 547 suku, sedangkan Indonesia bagian Barat
sebanyak 109 suku.
Asal mula meletusnya konflik Poso didasari oleh berbagai faktor, yakni pemuda
mabuk, sosial, ekonomi, hingga politik. Hal tersebut berujung pada konflik keagamaan. Isu
agama menjadi salah satu pendorong munculnya tragedi Poso karena ada berberapa daerah
yang dikotak-kotakkan berdasarkan basis massa. Ada Kelompok Putih yang merupakan
representasi dari kelompok Islam, terutama berada di daerah pesisir yakni, Toyado, Madale,
Parigi, dan Bungku. Sedangkan representasi dari Kelompok Merah terdapat di daerah
pedalaman seperti, Lage, Tokorando, Tentena, Taripa, dan Pamona.
Selain itu, konflik Poso juga disulut oleh adanya rentetan peristiwa-peristiwa besar di
Indonesia pada tahun 1998. Hal tersebut membuat terjadinya chaos sehingga mengubah
atmosfir bangsa Indonesia semakin memanas. Berawal dari krisis ekonomi dan keuangan
sejak pertengahan tahun 1997, kemudian berakhir pada penurunan Presiden Soeharto dari
tampuk kekuasaannya. Sistem sentralisme kekuasaan juga runtuh seketika. Padahal belum
ada kesiapan sosial dari daerah-daerah yang sudah lama termarjinalisasi. Sehingga terjadilah
kerusuhan di Sampit, Maluku, termasuk di Poso.
Konflik Poso yang muncul di permukaan pada akhirnya lebih terlihat mengandung isu SARA
(suku, agama, ras dan antar kelompok). Menurut Ketua Umum Forum Silaturahmi dan
Perjuangan Umat Islam (FSPUI) Poso, H. Muh. Adnan Arsal, konflik tersebut terus terjadi
dan bertujuan kembali mengadu domba antarumat beragama di Poso. Akan tetapi, bila
diperhatikan secara jeli, konflik Poso pada awalnya lebih didasarkan pada kesenjangan politik
pemerintahan yang dipicu oleh pergeseran tampuk pemerintahan daerah/lokal dan
kesenjangan sosial ekonomi.
Pergeseran kepemimpinan yang menyulut konflik dari etnis lokal (suku Pamona) ke etnis
pendatang. Hal ini berimplikasi juga terhadap proses rekrutmen pegawai negeri sipil daerah
setempat. Sementara itu, pergeresan lokasi kegiatan ekonomi dari Poso Kota (lama) ke Poso
Kota (baru) juga merupakan faktor meletusnya konflik Poso. Kedua hal tersebut memiliki
relasi karena merupakan konsekuensi logis dari bergesernya pusat pemerintahan akan
berimplikasi pada pergeseran pusat-pusat perekonomian pula. Penduduk pendatang pada
akhirnya yang menguasai sendi-sendi kehidupan di Poso.

TRAGEDI TRISAKTI

Tragedi trisakti adalah peristiwa


penembakan, pada tanggal 12 Mei 1998,
terhadap mahasiswa pada saat
demonstrasi menuntut Soeharto turun dari
jabatannya. Kejadian ini menewaskan empat mahasiswa Universitas Trisakti di Jakarta,
Indonesia serta puluhan lainnya luka.
Mereka yang tewas adalah Elang Mulia Lesmana (1978 - 1998), Heri Hertanto (1977 - 1998),
Hafidin Royan (1976 - 1998), dan Hendriawan Sie (1975- 1998). Mereka tewas tertembak di
dalam kampus, terkena peluru tajam di tempat-tempat vital seperti kepala, tenggorokan, dan
dada.
Latar belakang dan kejadian
Ekonomi Indonesia mulai goyah pada awal 1998, yang terpengaruh oleh krisis finansial Asia
sepanjang 1997 - 1999. Mahasiswa pun melakukan aksi demonstrasi besar-besaran ke gedung
DPR/MPR, termasuk mahasiswa Universitas Trisakti.
Mereka melakukan aksi damai dari kampus Trisakti menuju Gedung Nusantara pada pukul
12.30. Namun aksi mereka dihambat oleh blokade dari Polridan militer datang kemudian.
Beberapa mahasiswa mencoba bernegosiasi dengan pihak Polri.
Akhirnya, pada pukul 5.15 sore hari, para mahasiswa bergerak mundur, diikuti bergerak
majunya aparat keamanan. Aparat keamanan pun mulai menembakkan peluru ke arah
mahasiswa. Para mahasiswa panik dan bercerai berai, sebagian besar berlindung di
universitas Trisakti. Namun aparat keamanan terus melakukan penembakan. Korban pun
berjatuhan, dan dilarikan ke RS Sumber Waras.
Satuan pengamanan yang berada di lokasi pada saat itu adalah Brigade Mobil Kepolisian RI,
Batalyon Kavaleri 9, Batalyon Infanteri 203, Artileri Pertahanan Udara Kostrad, Batalyon
Infanteri 202, Pasukan Anti Huru Hara Kodam seta Pasukan Bermotor. Mereka dilengkapi
dengan tameng, gas air mata, Styer, dan SS-1.
Pada pukul 20.00 dipastikan empat orang mahasiswa tewas tertembak dan satu orang dalam
keadaan kritis. Meskipun pihak aparat keamanan membantah telah menggunakan peluru
tajam, hasil otopsi menunjukkan kematian disebabkan peluru tajam. Hasil sementara
diprediksi peluru tersebut hasil pantulan dari tanah peluru tajam untuk tembakan peringatan.

KONFLIK ANTAR MAHASISWA

Aksi perampasan kaset video rekaman


tawuran berbuntut konflik antara pelajar
SMA Negeri 6 Jakarta dengan sejumlah
wartawan. Korban luka pun berjatuhan dari
kedua belah pihak. Sebagai golongan
terdidik, pelajar sudah semestinya
meninggalkan kebiasan tawuran yang jelas
barbar.

Tawuran antar mahasiswa memberikan citra


Kepala buruk bagi dua SMA unggulan, peristiwa tersebut juga melukai dunia jurnalistik dan
pendidikan. Menyikapi hal itu,
KONFLIK ANTAR AGAMA

Sebuah bom yang disembunyikan dalam


sebuah truk relawan keamanan meledak di
provinsi Narathiwat, mencederai tiga orang.
Aksi itu terjadi sehari setelah seorang bocah
Muslim berusia dua tahun tewas akibat
ditembak ketika naik motor bersama
ayahnya.

Sepasang warga Buddha juga ditembak


ketika mereka naik kendaraan menuju sebuah pasar di provinsi Pattani. Sebuah bom di Yala
mencederai penjual buah-buahan.

Lebih dari 4.100 orang Buddha dan Muslim tewas dalam enam tahun aksi kekerasan di
provinsi paling selatan Thailand ketika etnik Melayu yang Muslim berjuang bagi satu
otonomi dari negara yang berpenduduk mayoritas beragama Buddha itu.

PT Freeport Indonesia dan Konflik Konflik Sosial di Papua

Maret 1967, PT Freeport Indonesia Incorporate


(FII) perusahaan yang dibentuk oleh Freeport
Internasional, yang diwakili oleh Forbes Wilson
menanda tangani Kontrak Karya untuk usaha
penambangan di wilayah Pegunungan Selatan
Jayawijaya di Gunung Erstberg atau dalam
bahasa Amungme disebut Yelsegel Ongopsegel. 

Pada 5 April 1967 Menteri Pertambangan RI


Slamet Branata dan Perwakilan Freeport
menandatangani Kontrak Karya pertama selama 30 tahun untuk pengembangan tambang
Ertsberg. Kini gunung Erstberg sudah berubah menjadi lubang raksasa yang kemudian diberi
nama ”Danau Wilson.” Nama ini diberikan sebagai penghormatan kepada tuan Forbes
Wilson.   
pertumpahan darah untuk mendapat sejengkal tanah. Kini masyarakat setempat akan
menanggung semua resiko baik dampak lingkungan mau pun dampak sosial akibat perubahan
perubahan modernisasi yang keliru.

Pembantaian Warga di Mesuji Lampung

Tragedi kemanusian kembali terjadi di Mesuji dan


Sodong di Lampung. Bentrokan terjadi antara warga
dan polisi yang dipicu oleh konflik lahan antara
petani dan perusahaan perkebunan serta
penyerobotan lahan pada bulan November lalu.
Kejadian itu dipicu konflik sengketa lahan antara
warga dan perusahaan perkebunan sawit  PT. Silva Inhutani milik warga negara Malaysia 
bermaksud melakukan perluasan lahan dengan membuka lahan untuk menanam kelapa sawit
dan Foto Pembantaian Warga di Mesuji Lampung karet namun selalu ditentang penduduk
setempat.Akhirnya PT. Silva Inhutani membentuk PAM Swakarsa yang juga dibekingi aparat
kepolisian untuk mengusir penduduk. Pasca adanya PAM Swakarsa terjadilah beberapa
pembantaian sadis dari tahun 2009 hingga 2011. Akibat sengketa tanah itu akhirnya Foto
Pembantaian Warga di Mesuji Lampung memicu adanya dugaan pelanggaran HAM terhadap
warga Mesuji oleh aparat keamanan. Akhirnya warga Mesuji Propinsi Lampung mendatangi
komisi III DPR di Gedung DPR / MPR  Jakarta, pada hari Rabu 14 Desember 2011.

Kisruh Menjelang Pemilukada Provinsi NAD

Massa tiba dan berkumpu l di Mesjid


Agung Darussalihin Kota Idi sekitar pukul
10:00 Wib, mengusung sejumlah spanduk
dan poster yang berisi dukungan terhadap
tahapan Pemilukada. Mereka melakukan
long march (berjalan kaki) menuju Kantor
DPRK.Koordinator aksi Tgk Muzakir Daud
di halaman DPRK dalam orasinya
menyebutkan, aksi itu mereka lakukan
karena DPRK Aceh Timur mencoba
melawan perundang-undangan di Indonesia.

Perwakilan massa menyerahkan pernyataan sikap bersama ke kantor dewan, yang diterima
oleh pegawai skretariat dewan.Setelah iru massa bertolak kekantor KIP Aceh Timur untuk
melakukan aksi demo meminta Kepada KIP agar menjalankan pemilukuada sesuai dengan
jadwal yang telah ditetapkan.Sementara itu, Ketua KIP Aceh Timur, Iskandar A Gani
mengatakan, pihaknya akan menjalankan tahapan pemilukada sesuai dengan peraturan dan
jadwal yang telah ditetapkan. “KIP tidak dalam posisi menerjemahkan regulasi tetapi KIP
hanya melaksanakan regulasi yang ada sesuai dengan perundang-undangan

UU Pengadaan Tanah Mesti Diperjelas

Undang-undang (RUU) Pengadaan Tanah bagi


Pembangunan untuk Kepentingan Umum telah
diberlakukan, seyogianya berbagai hal dalam
regulasi tersebut lebih diperjelas. Dengan
demikian, biaya sosial (konflik) yang
berpotensi muncul bisa diminimalkan. Ahli
perencanaan kota dari Universitas
Tarumanagara (Jakarta), Suryono
Herlambang, mengatakan hal tersebut di Jakarta. Hal lain, ketentuan pengajuan keberatan
dari pemilik lahan sedari Pemerintah Provinsi sampai ke  MA (Mahkamah Agung) yang
maksimal 70-an hari, bagi sebagian warga mungkin terlalu singkat. Kata Suryono, buat warga
berpenghasilan rendah yang tidak punya akses bagus ke birokrasi, waktu tersebut tidak
cukup. Saat ini, angka konflik pertanahan di Indonesia jauh lebih besar daripada konflik
rumah tangga. “Dan kalau tidak ada kejelasan dalam Undang-undang Pengadaan Tanah itu,
konflik bisa saja terus naik.”
Konflik Di Tanjung Priok

Priok berdarah terulang lagi. Sejumlah orang luka


parah dan ringan dalam upaya penggusuran makam
Mbah Priok. Bahkan� tiga di antaranya meregang
nyawa. Bagaimana sebenarnya koordinasi aparat
keamanan sehingga upaya penertiban berubah
menjadi kerusuhan massal?

Menurut catatan detikcom, Kamis (14/4/2010) pagi


buta, ribuan anggota Satpol PP telah berdatangan
ke Koja, Jakarta Utara. Hari itu mereka mantap
akan menggusur bangunan tak berizin di areal
makam Habib Hasan bin Muhammad al Haddad alias Mbah Priok. Mereka melengkapi diri
dengan helm, tameng, serta pentungan.

Namun siapa nyana. Ratusan warga setempat melakukan perlawanan. Mereka tak mundur
selangkah pun saat ribuan annggota Satpol PP Pemrov DKI merangsek. Diawali saling teriak
antara dua kubu. Tapi sesaat kemudian, perang pun pecah. Batu, kayu serta benda-benda
keras lainnya berterbangan di udara. Bom molotov ikut dilemparkan dan senjata tajam
dihunus.
Massa dan aparat Satpol PP sama-sama beringas. Saling serang, saling gebuk satu sama lain.
Korban pun satu persatu berjatuhan dari kedua belah pihak. Ratusan orang luka ringan dan
parah. Bahkan dua orang anggota Satpol PP meregang nyawa.

Suasana mencekam berlanjut hingga malam hari. Puluhan mobil milik Satpol PP dibakar
massa. Arus lalu lintas menuju terminal peti kemas Pelindo pun terputus untuk beberapa jam.

 Usut Dana Kemanusiaan Poso

Konflik Poso yang telah memakan banyak korban


membuat pemerintah pusat mengucurkan dana sekitar
RP. 162 milyar untuk menangani bebagai kerusakan.
Para pengunjuk rasa menyatakan telah terjadi korupsi
pada dana kemanusiaan tersebut. Mereka meminta
pemerintah mengusut korupsi dana kemanusiaan untuk
Poso.
konflik massal 1998-2001 Di Poso

Poso membara! Rentetan kekerasan bahkan terus


bergulir pasca konflik massal 1998-2001.
Peledakan bom, perampokan bersenjata,
pembunuhan warga masyarakat dan aparat seakan
tanpa ujung. Sekian banyak peristiwa kekerasan
bernuansa teror terus terjadi tanpa dapat diungkap
pelakunya.

Sabtu, 29 Oktober 2005, Poso gempar lagi. Pagi


itu ditemukan tiga tubuh siswi berseragam SMU bersimbah darah, tanpa kepala, tergeletak
mengenaskan di jalan setapak Bukit Bambu. Tak lama kemudian, tiga kepala siswi tersebut
ditemukan di dua tempat berbeda, disertai surat ancaman untuk mencari kepala-kepala lain.
Bagi warga Kabupaten Poso khususnya, dan Propinsi Sulawesi Tengah pada umumnya,
insiden itu menimbulkan klimaks ketidakpercayaan terhadap pemerintah, aparat keamanan,
maupun penegak hukum. Takut dan putusasa menghinggapi mereka. Di kancah nasional,
peristiwa mutilasi 3 siswi itu merebak menjadi isu panas di media massa, DPR, Pemerintah
Pusat, Komnas HAM, bahkan di kalangan masyarakat internasional.

Melalui Pansus Poso DPR RI meminta Menkopolhukam dan sejumlah menteri terkait,
termasuk Kapolri dan Panglima TNI, untuk menjelaskan situasi Poso. Sementara itu merebak
isu bahwa semuanya itu hanya `kerjaan orang-orang berseragam`. Mengingat kredibilitas
Polri dan Pemerintah RI dipertaruhkan, Kapolri menugaskan Kabareskrim untuk
mengungkap kasus ini dan menangkap pelakunya. Kabareskrim membentuk Satuan Tugas
Khusus. Targetnya jelas: kapan pun kasus ini harus terungkap.

Ternyata, ini hanya awal dari investigasi penuh risiko terhadap puncak gunung es kekerasan.
Berhadapan dengan realita bongkahan gunung es yang tersembunyi di bawah permukaan,
investigasi menjadi begitu penuh risiko. Nyawa para anggota Satgas menjadi taruhan, karena
harus berhadapan dengan jaringan yang efektif sekali menggerakkan kaki tangannya untuk
menebar maut. Buku ini saya harapkan dapat memotivasi seluruh penyidik untuk menuliskan
pengalaman tugas mereka.

Konflik Perbatasan Timor Leste Kembali


Mencuat

Konflik di kawasan perbatasan antara Indonesia


dengan Timor Leste kembali mencuat di wilayah
Kabupaten Timor Tengah Utara dengan Distrik
Ambenu, menyusul klaim dari warga Ambenu
terhadap areal pertanian seluas enam hektar.

Anggota DPD Sarah Lery Mboeik yang tengah


melakukan kunjungan ke perbatasan dengan
Timor Leste ketika dikontak melalui telepon seluler di Kefamenanu, Selasa mengatakan,
perebutan lahan di garis perbatasan antara Timor Tengah Utara dengan Distrik Ambenu agar
segera diatasi pemerintah “Persoalan ini tidak boleh dibiarkan berlarut-larut, pemerintah
harus mengantisipasi konflik sebelum terjadi pertumpahan darah,”katanya.Dia mengatakan,
wilayah yang diklaim itu terletak di Desa Obe, Kecamatan Bikomi Nululat, Kabupaten Timor
Tengah Utara, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Lahan itu diklaim oleh warga dari Distrik
Ambenu, Timor Leste, sebagai milik mereka dan mendapat protes keras dari warga Bikomi
Nunulat.Traktat 1904 tersebut, kata dia, berkaitan dengan pembagian wilayah kekuasaan
antara penjajah Belanda yang menguasai Timor bagian barat dan penjajah Portugis yang
menguasai wilayah Timor bagian timur yang kini dikenal sebagai negara Timor
Leste.Sebelumnya, Departemen Luar Negeri Indonesia telah mengirim surat protes kepada
pemerintah Timor Leste untuk meminta negara tetangga itu mematuhi perjanjian perbatasan
tiga wilayah yang masih dalam sengketa.“Sehubungan dengan penyerobotan lahan oleh
pemerintah Timor Leste di tiga wilayah yang masih disengketakan, Departemen Luar Negeri
telah mengirim surat protes kepada pemerintah Timor Leste,” kata Komandan Korem 161
Wirasakti Kupang Kolonel Inf Dody Usodo Hargo di Kupang.

Tiga daerah perbatasan yang masih disengketakan itu adalah Desa Manusasi, Kecamatan
Miomafo Barat, Kabupaten Timor Tengah Utara seluas 100 hektare (ha), Distrik Oeccuse-
Timor Leste, Desa Memo, Kecamatan Miomafo Timur dan Desa Noelbesi, Kecamatan
Amfoang Utara, Kabupaten Kupang seluas 1.036 ha.

Wilayah yang disengketakan itu tersebut, katanya, sesuai perjanjian antara Timor Leste dan
Indonesia, tidak boleh ada aktivitas apapun sebelum proses penyelesain berakhir.

Anda mungkin juga menyukai