Anda di halaman 1dari 5

ANALISA KONFLIK WAMENA PAPUA

KELOMPOK 6

Amanda Elisabeth Wibowo XI IPS 1


Natalia Djojo Pranoto XI IPS 1
Shannon Eleonora Santosa XI IPS 1
Agung Karisa Sanputri XI IPS 2
I. Latar Belakang
Konflik adalah peristiwa sosial dimana terjadinya pertentangan atau pertikaian
baik individu dengan individu, individu dengan kelompok, kelompok dengan
kelompok, maupun kelompok dengan pemerintah. Konflik dalam sosiologi berarti
suatu proses sosial antara dua individu atau kelompok, di mana satu di antara satu
pihak berusaha untuk menyingkirkan pihak lain, dengan menghancurkan atau
membuatnya tidak berdaya dengan cara yang disertai dengan ancaman dan kekerasan.
Di Indonesia, konflik kerap terjadi diakibatkan oleh beberapa faktor seperti
kesalahpahaman antar satu sama lain, adanya kesenjangan sosial berupa kasta atau
pihak mayoritas minoritas, dan eratnya beberapa kelompok terhadap ideologi tertentu.
Konflik rasial, konflik politik, serta konflik antar kelompok merupakan contoh konflik
yang sering terjadi di Indonesia. Konflik dapat menyebabkan kericuhan di wilayah
tertentu, hal ini justru akan menggoyahkan nilai-nilai penting Pancasila dan moral
masyarakat. Salah satu konflik beberapa tahun lalu yang memicu perhatian
masyarakat adalah Konflik Wamena di Papua. Dimana adanya aksi anarkistik yang
berawal ketika siswa SMA PGRI dan masyarakat yang berjumlah sekitar 200 orang
menuju salah satu sekolah di Kota Wamena, Kabupaten Jayapura, Senin (23/9/2019).
Jumlah massa yang bergabung bertambah dan pergerakan massa pun terpecah di
beberapa titik, yakni kantor bupati, perempatan Homhom, dan sepanjang Jalan Raya
Sudirman. Kantor Bupati Jayawijaya di Jln Yos Sudarso dilempari batu oleh massa.
Sementara itu, seluruh aktivitas pertokoan dan sekolah termasuk kantor pemerintah
dan swasta lumpuh dan masyarakat memilih mengungsi ke kantor Polres, Kodim dan
Koramil.

II. Pembahasan
a. Sejarah Konflik
Kericuhan kembali terjadi di Bumi Cenderawasih, kali ini di Kota Wamena,
Kota Jayapura, Provinsi Papua pada 23 September 2019. Pembakaran dan
suara tembakan beruntun terdengar. Berdasarkan kronologi yang terhimpun,
kekacauan ini dipicu hoaks yang beredar di masyarakat pada minggu
sebelumnya. Hoaks itu menyebut adanya seorang guru yang mengeluarkan
kata-kata rasis kepada muridnya yang terjadi di SMA PGRI Wamena. Guru itu
dituding menyebut muridnya ‘kera’, namun guru tersebut berpendapat bahwa
dirinya menyebut ‘keras’. “Ayo baca yang keras,” kata guru tersebut. Peristiwa
ini memicu kemarahan sejumlah warga. Namun emosi para siswa terlanjur
tersulut. Mereka melakukan demonstrasi di sekolah hingga merembet ke pusat
kota di Wamena. Untuk menunjukkan solidaritas melawan ujaran berbau rasis
yang beredar, sekumpulan siswa SMA PGRI dan masyarakat yang kurang
lebih berjumlah 200 orang berjalan menuju sebuah sekolah di Wamena, Senin
(23/09/2019) pukul 09.00 waktu setempat. Namun dalam perjalanannya,
jumlah massa bertambah hingga akhirnya kericuhan pecah di beberapa titik
seperti Kantor Bupati Jayawijaya dan sepanjang Jalan Sudirman.
b. Akar Masalah Penyebab Konflik
Aksi anarkistis di Wamena dipicu oleh adanya kabar hoaks. Hoaks itu
menyebut adanya seorang guru yang mengeluarkan kata-kata rasis kepada
muridnya dan akhirnya permasalahan pun membludak. Hal tersebut sudah
diselidiki oleh Kapolda Papua, Irjen Pol Rudolf Rodja yang menegaskan
bahwa isu ucapan rasisme yang beredar di Wamena adalah hoaks. Beliau juga
mengatakan bahwa pihaknya sudah menanyakan kepada pihak sekolah dan
guru, dan dapat dipastikan bahwa tidak ada kata-kata rasis. Berawal dari isu
hoaks itu, muncul informasi di masyarakat dan dikembangkan. Seolah - olah
ada guru yang bersikap rasisme, menggunakan kata yang tidak pantas yang
melukai hati, padahal belum tentu benar. Diawali oleh beberapa warga dan
siswa SMA PGRI hingga terjadi kericuhan hampir di wilayah-wilayah besar.
Aksi lempar batu, pembakaran bangunan, mulai dari rumah warga hingga
kantor-kantor institusi, dan tembakan dari kepolisian sebagai upaya memukul
mundur massa tak bisa dihindarkan.
Selain itu, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) telah merumuskan
juga empat akar penyebab permasalahan yang menyebabkan konflik di Papua
Wamena, yaitu:

- Sejarah integrasi Papua ke Indonesia yang dilakukan melalui


referendum Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) pada tahun 1969
terindikasi adanya kecurangan yang dilakukan pemerintah Indonesia
karena tidak sesuai dengan isi dari Perjanjian New York, yaitu “one
man one vote”
- Pelanggaran HAM yang dilakukan oleh pemerintah dan aparat
keamanan negara yang berlangsung hingga saat ini;
- Marginalisasi dan diskriminasi terhadap orang Papua yang terus
meningkat; serta
- Kegagalan pembangunan infrastruktur sosial yang terjadi di Papua,
seperti fasilitas kesehatan, pendidikan, serta ekonomi rakyat.

c. Aktor Konflik
Pemerintah mengendus keterlibatan Organisasi Papua Merdeka (OPM) dan
Ketua United Liberation Movement for West Papua (ULMWP), dan Benny
Wenda dalam kerusuhan yang terjadi di Wamena, Jayawijaya, Papua. Mereka
disebut sengaja membangun atau memicu kerusuhan agar dunia luar
mendukung kemerdekaan Papua dan Papua Barat.

d. Dampak Konflik
Kerusuhan yang terjadi di Wamena, ibu kota Kabupaten Jayawijaya
berdampak 11.646 orang mengungsi. Sejumlah fasilitas publik rusak akibat
kerusuhan ini. Tercatat, eksodus terjadi sejak 23 September hingga 2 Oktober.
Atas kekacauan yang terjadi, masyarakat lain pun ketakutan dan memutuskan
mengungsi ke kantor kepolisian juga kodim terdekat. sebanyak 7.467 orang
meninggalkan Wamena dengan penerbangan Hercules TNI AU dan 4.179
orang menggunakan penerbangan komersil. Peristiwa ini membuat dampak
rasa takut sekaligus kehilangan menyelimuti hati dan pikiran para pengungsi.
Para pengungsi pun mulai dilanda kelaparan dan kekurangan bahan makanan,
hal itu dikarenakan tidak adanya toko yang buka di tengah situasi mencekam
seperti itu. Kodim pun akhirnya memasakkan nasi dan mie instan untuk
memenuhi kebutuhan konsumsi para pengungsi itu. Tak hanya kelaparan, para
pengungsi pun membutuhkan bantuan pakaian karena mereka tidak membawa
pakaian lain selain yang menempel di badan. Selain itu, kerusuhan juga
membuat masyarakat sulit mendapatkan kebutuhan sehari-sehari. Kalaupun
ada, harganya selangit. Contoh, Harga BBM melambung tinggi dari kisaran
Rp20 ribu per liter menjadi Rp80 ribu-Rp100 ribu per liter. Tak sampai di situ,
kerusuhan juga turut mempengaruhi berbagai aktivitas ekonomi lain dan
beberapa sektor industri setempat yang akan 'kena getah' dari kerusuhan ini.
Mulai dari industri makanan dan minuman, gerabah, anyaman, hingga kayu.

e. Resolusi Konflik
Pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika
(Kemenkominfo) memberlakukan pembatasan jaringan untuk mencegah hoaks
dan provokasi tersebar lebih luas melalui internet. Dua operator yang
melakukan pembatasan itu adalah Telkomsel dan Indosat. Mengatasi
kericuhan ini TNI dan Polri disiagakan untuk mengembalikan kondisi menjadi
kondusif. Namun demikian, Presiden Joko Widodo meminta upaya
penanganan konflik itu dilakukan dengan proporsional dan profesional. Aparat
kepolisian setempat juga masih fokus melakukan proses rehabilitasi terhadap
fasilitas-fasilitas yang rusak serta kepada korban-korban yang terdampak.
Pada kesempatan yang sama Kapolda Papua Irjen Paulus Waterpau
mengatakan langkah utamanya dalam menangani dampak kerusuhan di
Wamena adalah dengan membantu korban-korban yang terdampak.
Menampung dulu korban-korban, mulai dari yang sakit kemudian meninggal
dunia dibantu. Kemudian yang mengungsi baik di Wamena atau yang di
sekitar Jayapura akan kami tangani dulu bersama pemda dan stakeholder yang
ada. Kemudian kita akan lakukan upaya rekonsiliasi dan rehabilitasi.
III. Kesimpulan
Dari seluruh penjelasan dan analisa diatas diketahui bahwa akar dan latar
belakang dari peristiwa ini adalah berawal dari miskomunikasi yang terjadi di SMA
PGRI Wamena. Guru itu dituding menyebut muridnya dengan kata-kata rasis. Namun
emosi para siswa terlanjur tersulut. Mereka melakukan demonstrasi di sekolah hingga
merembet ke pusat kota di Wamena. Kemarahan masyarakat Wamena dilampiaskan
pada ruko-ruko dan gedung instansi pemerintah. Kemarahan mereka juga tertuju pada
orang pendatang, karena guru yang dituding rasis itu juga orang pendatang. Mereka
menyisir orang-orang pendatang di berbagai tempat. Pemerintah mengendus
keterlibatan Organisasi Papua Merdeka (OPM) dan Ketua United Liberation
Movement for West Papua (ULMWP), dan Benny Wenda dalam kerusuhan yang
terjadi di Wamena. Tak hanya itu, peristiwa ini memiliki dampak yang cukup fantastik
karena sangat mempengaruhi terhadap banyak hal. Kerusuhan yang terjadi di
Wamena, ibu kota Kabupaten Jayawijaya berdampak 11.646 orang mengungsi.
Sejumlah fasilitas publik rusak akibat kerusuhan ini. Atas kekacauan yang terjadi,
masyarakat lain pun ketakutan dan memutuskan mengungsi ke kantor kepolisian juga
kodim terdekat. Para pengungsi pun mulai dilanda kelaparan dan kekurangan bahan
makanan dan juga membutuhkan pakaian untuk diganti. Selain itu, kerusuhan juga
turut mempengaruhi berbagai aktivitas ekonomi lain dan beberapa sektor industri
setempat. Maka dari itu, resolusi yang bisa dilakukan untuk menangani peristiwa ini
agar tidak mudah terjadi lagi yaitu dengan pemerintah melalui Kementerian
Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) memberlakukan pembatasan jaringan
untuk mencegah hoaks dan provokasi tersebar lebih luas melalui internet. Kepolisian
juga menangani dampak kerusuhan di Wamena dengan membantu korban-korban
yang terdampak. Menampung dulu korban-korban, mulai dari yang sakit kemudian
meninggal dunia dibantu lalu setelah itu akan dilakukan nya upaya rekonsiliasi dan
rehabilitasi.

Anda mungkin juga menyukai