Anda di halaman 1dari 2

Peristiwa Wamena

Menurut Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), kerusuhan yang
terjadi di Wamena, Papua, disebabkan karena kesalahpaham terkait isu seorang guru yang
melecehkan muridnya dengan perkataan bernada rasial. Ketua Komnas HAM, Ahmad Taufan
Damanik mengatakan, kesalahpahaman terjadi karena seorang guru di SMA PGRI tengah
mengajar dan meminta seorang muridnya untuk berbicara lebih keras. Telah diklarifikasi oleh
guru tersebut, Ia tidak mengucapkan kata "kera" tetapi "keras".

Untuk menunjukkan solidaritas melawan ujaran berbau rasis beredar secara langsung
maupun melalui media sosial, berkumpullah siswa SMA PGRI dan masyarakat dengan massa
sebanyak 200 orang. Kericuhan pecah di Kantor Bupati Jayawijaya dan sepanjang Jalan
Sudirman. Banyak massa kemudian membakar gedung-gedung sampai menimbulkan korban
jiwa.

Menurut Taufan, ekskalasi unjuk rasa yang berujung kerusuhan inilah yang harusnya
diinvestigasi karena muncul dugaan massa perusuh bukan warga Wamena. Aksi bersenjata
dan pembakaran bangunan tidak bisa dihindarkan lagi. Masyarakatpun ketakutan dan
memutuskan mengungsi ke kantor kepolisian dan kodim terdekat.

Tanggapan dan Peran Jokowi sebagai Pemimpin

Jokowi juga menghimbau semua pihak untuk tidak memprovokasi peristiwa


kerusuhan di Wamena, Papua menjadi konflik etnis. Menurutnya, peristiiwa tersebut
bukanlah konflik etnis melainkan ulah dari kelompok bersenjata tertentu yang melakukan
berbagai kerusakan dan pembakaran.

Jokowi juga menuding Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) dibalik kerusuhan ini.
Lebih lanjut, Jokowi juga menegaskan untuk seluruh masyarakat agar dapat menahan diri dan
menghindari provokasi dan fitnah yang disebarkan di media sosial.

Ketua Komnas HAM, Ahmad Taufan, mendorong adanya dialog yang konstruktif
antara Jokowi dan tokoh-tokoh Papua guna mencari solusi dari konflik ini. Hal ini disebutnya
penting agar tragedi yang lebih besar diluar Papua tidak terjadi lagi. Namun, hingga saat ini
(pelantikan Joko Widodo- Ma'ruf Amin) belum dilakukan dialog. Taufan meminta
permasalahan Papua menjadi prioritas pertama bagi pemerintahan presiden dan wakil
presiden baru ini.

Kaitan Peristiwa Wamena dan Teori Psikologi Politik

Setiap harinya manusia memproses informasi dari apa yang dilihat, didengar, dan
dirasakan. Pemrosesan informasi tersebut menentukan tindakan individu dalam menghadapi
suatu permasalahan.

Dalam peristiwa Wamena, informasi baru tentang adanya intoleransi dan rasisme
sesuai kasus tersebut akan diterima dan disesuaikan dengan skema yang sudah ada
sebelumnya. Informasi itu kemudian dicocokkan dengan struktur pengetahuan yang sesuai.
Apakah kejadian ini pernah terjadi sebelumnya atau tidak lalu bagaimana individu tersebut
bertindak.

Kemudian informasi tersebut relevan atau tidak menurut pengetahuannya. Ketika


informasi tersebut relevan maka akan dibuat keputusan atas tindakan yang akan
dilakukannya. Tindakan yang dipilih oleh warga adalah dengan melakukan agresi karena
menurutnya hal tersebut adalah tindakan rasisme yang mungkin pernah terjadi sebelumnya.

Ketika muncul situasi mengancam, emosi menjalankan perannya. Semakin dekat


terjadinya situasi yang menghasilkan emosi, maka semakin besar pula intensitas tindakan
emosi yang dilakukan. Dalam kasus Wamena, emosi terjadi karena adanya kemarahan dan
rasa penghinaan. Emosi tersebut kemudian di realisasikan dengan tindakan anarkis dan
pembakaran bangunan.Dewasa ini, media sosial memainkan peran pentingnya dalam dunia
digital. Suatu peristiwa dapat dibagikan melalui media sosial dengan mudah dan cepat.
Namun terkadang, peristuwa sebenarnya dan informasi dalam berita bertolak belakang.

Hal inilah yang menyebabkan munculnya isu-isu tertentu. Media mempengaruhi apa
yang orang pikir. Seperti pada kasus Wamena, banyak masyarakat kemudian melakukan
agresi karena inforasi yang diberikan di media sosial tidak benar atau bernada rasisme.
Ditambah lagi dengan komentar yang diberikan semakin memperpanas keadaan.

Anda mungkin juga menyukai