Anda di halaman 1dari 10

KAWISTARA

VOLUME 5 No. 1, 22 April 2015 Halaman 1-98

KEKERASAN TERHADAP ANAK RESPON PEKERJAAN SOSIAL

Edi Suharto
Direktur Bidang Kesejahteraan Sosial Anak Kementerian Sosial
Republik Indonesia-Jakarta
Email: edsocialpolicy@gmail.com

ABSTRACT
Violence against child become national and global issue. In some developed countries, violence against
child emotionally, physically, and sexually happens. The same thing also happens in Indonesia so
efforts to protect children become a crucial issue, especially for those who are vulnerable. This paper
shows that boys are more vulnerable than girls. In case of sexual abuse for example, one of the 12 boys
are vulnerable to sexual abuse than girls who have a ratio of 1:19. Unfortunately, most children do not
know about social services related to child abuse. Perpetrators of violence are dominated by people
who are nearby and familiar with them. For protection of children, its system needs to beresponded to
byrelevantprofessioninsocialwork and it becomeconstitutional mandate.

Keywords: Violence against children, Social work, and Child protection.

ABSTRAK
Kekerasan anak telah menjadi isu nasional dan global.Di beberapa negara maju, kekerasan pada anak
pun telah terjadi seperti kekerasan emosional, fisik dan seksual. Di Indonesia, kekerasan demi kekerasan
juga telah terjadi dan menjadi “kasus yang biasa” sehingga upaya perlindungan kepada anak menjadi
masalah yang krusial khususnya bagi mereka yang rentan. Tulisan ini menunjukkan bahwa anak laki-
laki lebih rentan dibandingkan dengan anak perempuan.Sebagai contoh kekerasan seksual, bahwa satu
dari 12 anak laki-laki rentan mengalami kekerasan seksual dibandingkan dengan anak perempuan
yang memiliki rasio 1:19. Sayangnya, sebagian besar anak belum mengetahui tentang layanan sosial
terkait kekerasan anak.Pelaku kekerasan didominasi oleh orang-orang terdekat yang sudah mengenal
korban.Untuk itu, sistem perlindungan kepada anak perlu direspon oleh profesi yang relevan pada
pekerjaan sosial yang menjadi amanah konstitusi.

Kata Kunci: Kekerasan anak, Pekerjaan sosial, dan Perlindungan anak

47
Kawistara, Vol. 5, No. 1, April 2015: 47-56

PENGANTAR akan menjadi bagian dari kehidupan.


Sebagai bangsa yang menjunjung tinggi Begitu pula dengan kekerasan terhadap
hak asasi manusia (HAM) segala bentuk anak akan dianggap sebagai sesuatu yang
kekerasan harus dihapuskan dari kehidupan wajar meskipun hal itu melanggar hak-hak
umat manusia. Kekerasan dalam bentuk apa­ kemanusiaan seseorang.
pun dan yang menimpa pihak manapun. Pencegahan ataupun penanganan ter­
Untuk menjadi bangsa yang maju kekerasan hadap kekerasan anak bisa dilakukan de­
terhadap anak tidak boleh dibiarkan terjadi. ngan efektif apabila mengetahui bagai­
Sayangnya, kekerasan demi kekerasan terjadi mana sesungguhnya yang dimaksud
di Indonesia, terutama kekerasan yang terjadi de­ngan kekerasan terhadap anak tersebut.
pada anak. Sebagian besar anak di Indonesia Tulis­an ini fokus kepada masalah bagai­
hidup dalam bayang-bayang kekerasan yang mana sesungguhnya yang dimaksud de­
menimbulkan trauma mendalam. Padahal, ngan kekerasan terhadap anak itu.Baik itu
anak adalah generasi penerus bangsa. berkaitan dengan bentuk, pelaku, mau­pun
Kehidupan anak saat ini adalah potret ke­ prevalensinya. Selain itu, tulisan ini juga
hidupan bangsa di masa mendatang. Jika membahas bagaimana respon yang seharus­
kekerasan demi kekerasan dibiarkan terjadi, nya dapat dilakukan oleh profesi pekerjaan
sama artinya dengan menciptakan masa sosial dalam menghadapi kekerasan anak.
depan yang suram bagi kehidupan bangsa di Berkaitan dengan masalah di atas, tulis­
masa yang akan datang. an ini bertujuan untuk menampilkan fakta-
Kekerasan terhadap anak di Indonesia fakta mengenai kekerasan terhadap anak.
merupakan fakta yang tidak dapat diabaikan. Fakta-fakta tersebut menyangkut model,
Begitu banyak pemberitaan di media kategori korban, bahkan siapa pelaku ke­
massa baik elektronik maupun cetak yang kerasan. Fakta-fakta ini terutama merujuk
menyangkut fenomena kekerasan terhadap kepada hasil Survey Terhadap Kekerasan Anak
anak ini. Baik itu kekerasan secara fisik (SKTA) tahun 2013 yang diselenggarakan
maupun non-fisik. Sayangnya kekerasan di­ oleh Kementerian Sosial dan Kementerian
anggap sebagai hal yang wajar.Kewajaran ini Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan
bisa dimengerti karena setiap sesuatu yang Anak dengan dukungan BAPPENAS (Badan
terjadi secara berulang-ulang bisa dianggap Perencanaan Pembangunan Nasional), Badan
benar. Ini menjadi semacam wacana (discourse) Pusat Statistik (BPS), dan Centers for Desease
umum di tengah masyarakat.Oleh karena itu, Control and Prevention, USA. Ulasan yang
meminjam istilah Michael Foucault perlu ada merujuk pada fakta-fakta riil dalam masya­
wacana tandingan (counter-discourse) yang rakat dimaksudkan agar semua menjadi tahu
berfungsi sebagai penyeimbang sekaligus bahkan kekerasan terhadap anak bukanlah
lonceng peringatan. suatu peristiwa yang tidak berdasar, tetapi
Seperti dalam tayangan televisi, masya­ memang betul-betul terjadi di tengah-tengah
rakat kerap dipertontonkan acara-acara masyarakat. Semua dapat sadar dan tergugah
yang menampilkan kekerasan secara ter­ untuk bersama-sama mencegah terjadinya
buka. Kekurangan dalam bentuk fisik kekerasan yang mungkin dapat menimpa
sering menjadi bahan ejekan, cemoohan anak-anak kita kapan saja dan di mana saja.
dan tertawaan. Ironisnya, masyarakat kita Tulisan ini bersifat kualitatif dengan
justru merasa terhibur. Terbukti acara-acara menjadikan hasil SKTA tahun 2013 sebagai
yang menampilkan kekerasan semacam ini sumber data primer. Sumber data lainnya
menjadi program favorit dengan rating yang di­ambil dari berbagai sumber baik referensi
sangat tinggi ditunjukkan dengan waktu berupa buku yang berkaitan dengan ke­
penayangannya pada jam-jam khusus (prime kerasan (anak) maupun pemberitaan media
time). Tentu tidak boleh membiarkan ini terus massa yang berkaitan dengan tema. Dari data
terjadi, sebab jika dibiarkan maka kekerasan primer maupun skunder tersebut dilakukan

48
Edi Suharto -- Kekerasan Terhadap Anak Respons Pekerjaan Sosial

analisis secara mendalam untuk mengetahui lain yang memiliki keterkaitan dengan ke­
seperti apa kekerasan terhadap anak tersebut sejah­teraan anak. Tanpa adanya dukungan
dan bagaimana respon pekerjaan sosial dari berbagai stakeholders ini maka kekerasan
dalam menghadapinya. terhadap anak mustahil dapat dihapuskan.
Kajian kekerasan pada anak terutama Terkait isu global, data dari World
terhadap kondisi termutakhir belum banyak Health Organization (2010) menunjukkan
dilakukan. Jikapun ada, masih bersifat loka­ bahwa sekitar 20% perempuan dan 5-10%
listik dan tidak menggunakan perspektif laki-laki pernah mengalami kekerasan sek­
pekerjaan sosial (social work). Misalnya pe­ sual pada suatu ketika semasa masih anak-
nelitian tentang Trafiking Perempuan dan Anak: anak. Bahkan di negara adidaya Amerika
Penanggulangan Komprehensif Studi Kasus Serikat yang dikenal menjunjung tinggi
Sulawesi Utara,oleh L.M. Gandhi Lapian dan kebebasan dan hak asasi manusia kekerasan
Hetty A. Geru (editor) yang secara lokal terhadap anak adalah sesuatu yang sudah
melakukan penelitian di Sulawesi Utara. umum terjadi. Faktanya menunjukkan 36,7%
Sunarto (2009) dalam Televisi, Kekerasan dan anak mengalami serangan tanpa senjata
Perempuan mengkaji kekerasan berkaitan dan cedera; 14,9% mengalami serangan
dengan perempuan. Ringkasnya, kajian ten­ dengan senjata dan mengalami cedera; 6.1%
tang kekerasan pada anak khususnya pada mengalami kekerasan seksual; 10.2% menjadi
kondisi termutakhir belum dilakukan.Untuk korban penganiayaan; 1.4% menjadi korban
itulah tulisan ini dibuat untuk memberikan kekerasan pacaran; 9.8% menjadi saksi mata
gambaran secara mutakhir terkait kekerasan pada kasus kekerasan dalam rumah tangga;
pada anak dalam perspektif pekerjaan sosial. dan terakhir 19.2% menjadi saksi mata
Pekerjaan sosial di sini dimaksudkan pada serangan yang terjadi di masyarakat
sebagai disiplin ilmu yang setara dengan (Finkelhor et.al., 2009).
disiplin ilmu lain dan bukan profesi amal Sementara itu, kekerasan yang dialami
yang banyak dipahami masyarakat.Beberapa anak laki-laki maupun perempuan khusus­
perguruan tinggi telah menyelenggarakan nya yang terjadi di dalam rumah di berbagai
pendidikan pekerjaan sosial Baik strata negara cukup bervariasi. Baik itu perlakuan
satu (s1), strata dua (s2) maupun docto­ral yang salah (abuse) secara fisik maupun pe­
seperti pendidikan kedokteran menghasil­ ngalaman seorang anak yang mengalami
kan dokter, pendidikan-guru, dan hukum- trauma dengan bentuk yang berbeda-
pengacara, maka pekerjaan sosial meng­ beda.Penelitian Emma Fulu (2014) terkait
hasilkan profesi pekerja sosial. Pekerja perlakuan yang salah ini menunjukkan
sosial berperan mengatasi masalah sosial. Di bahwa prosentase tertinggi ada pada negara
sinilah keterkaitan pekerja­an sosial dalam Papua Nugini (PNG) (67% laki-laki dan 49%
melakukan respon pada kasus kekerasan perempuan) disusul berturut-turut Indonesia
anak. (Jayapura) (50% laki-laki), Kamboja (50%
perempuan dan 45% laki-laki), Srilanka (38%
PEMBAHASAN laki-laki dan 21% perempuan), Indonesia
Kekerasan Anak sebagai Isu Global (urban) (33% laki-laki), China (26% laki-laki
Kekerasan anak telah menjadi isu global. dan 12% perempuan), Bangladesh (urban)
Meskipun karakteristik kekerasan terhadap (19% laki-laki), Indonesia (pedalaman) (18%
anak secara global kadang-kadang berbeda laki-laki), dan Bangladesh (pedalaman) (13%
dengan kekerasan anak di Indonesia. Sebagai laki-laki).
isu global, ini mengindikasikan bahwa Data ini yang menarik adalah di beberapa
kekerasan anak telah menjadi masalah yang negara justru korban yang terbanyak adalah
serius dan harus menjadi perhatian semua pihak laki-laki dibandingkan dengan perem­
pihak. Tidak hanya perhatian dari profesi puan. Padahal umumnya masyarakat meng­
pekerjaan sosial saja, tetapi juga stakeholders anggap perempuan lebih rentan daripada

49
Kawistara, Vol. 5, No. 1, April 2015: 47-56

laki-laki. Menurut Fulu (2014) faktor ketat­ kolah internasional yang cukup tersohor di
nya kontrol atau penjagaan terhadap anak Jakarta yakni Jakarta International School (JIS).
perempuan justru menjadi pemicu rentannya Kasus di lembaga pendidikan berkelas ini
anak laki-laki dalam menjadi korban ke­ sempat mengejutkan berbagai pihak, pasalnya
kerasan ini.Terutama ini terjadi di negara- lembaga pendidikan yang bertuju­an untuk
negara Asia.Ketika kontrol keluarga terfokus mendidik anak secara beradab justru menjadi
kepada anak perempuan, anak laki-laki justru ajang kekerasan seksual pada anak.Jika di
luput dari pengawasan sehingga kekerasan lembaga pendidikan saja bukan merupakan
kerap menimpa anak laki-laki. tempat yang aman, bagaimana dengan anak-
anak rentan yang hidup tanpa pengawasan?
Kekerasan Anak di Indonesia Tentu fakta yang cukup me­milukan ini harus
Tidak jauh berbeda dengan kondisi menjadi perhatian kita semua.
anak pada konteks global, di Indonesia nasib Survey kekerasan terhadap anak
anak bangsa sangat memprihatinkan. Jumlah (SKTA) tahun 2013 yang diselenggarakan
anak di Indonesia pada 2012 adalah 84 juta oleh Kementerian Sosial juga menunjukkan
dari keseluruhan penduduk yang berjumlah kondisi yang kurang menggembirakan.
240 juta jiwa. Dari jumlah tersebut anak- Survey yang ditujukan untuk mengetahui
anak yang hidup dalam jeratan kemiskinan data prevalensi nasional kekerasan (fisik,
berjumlah 44,3 juta dengan uang kurang emosional, dan seksual) maupun pengetahu­
dari 2 dollar per hari, sedangkan lainnya an mereka terhadap layanan tersebut di­
(30,2 juta) anak hidup dengan lebih dari 2 lakukan dengan responden yang berjumlah
dollar per hari (UNICEF, 2014). Anak dalam 11.250 anak laki-laki dan perempuan. Survey
kondisi kemiskinan ini tentu membutuhkan tersebut mencakup kejadian baru-baru ini
perhatian baik dari pemerintah maupun dari (usia 13-17 tahun) dengan kejadian pada
masyarakat guna mengantisipasi kekerasan 12 bulan terakhir dan pengalaman seumur
lebih lanjut yang mungkin saja sangat rentan hidup (trauma) pada orang dengan usia 18-
dialami. 24 tahun yang menyangkut kejadian sebelum
Kerentanan anak Indonesia dapat digam­ usia 18 tahun. Survey tersebut dilakukan
barkan antara lain: (1) setiap tiga menit satu pada 25 provinsi, 108 kabupaten/kota, dan
anak Indonesia meninggal sebelum mencapai 125 kecamatan.
usia 5 tahun dimana sekitar 500.000 anak per
tahun dari akibat penyakit yang sebenarnya Prevalensi Kekerasan
bisa dicegah; (2) sekitar 1,8 juta anak tidak Pada SKTA beberapa bentuk kekerasan
diimunisasi secara lengkap dan parahnya pada anak yang disurvey sebagai berikut:
ini adalah yang ke-3 tertinggi di dunia;(3) Pertama, Kekerasan Seksual. Kekerasan
59% anak Indonesia tidak mempunyai akta seksual diindikasikan dengan adanya sen­
kelahiran; (4) sekitar 2,3 juta anak berusia tuhan secara seksual tanpa izin, percoba­
7-15 tahun mengalami putus sekolah;(5) an hubungan seksual, hubungan seksual
sekitar 7% anak Indonesia dengan usia 5-17 dengan paksaan secara fisik, dan hubungan
tahun mengalami eksploitasi ekonomi karena seksual dengan paksaan di bawah pengaruh
terlibat menjadi pekerja anak (UNICEF, 2014). atau kekuasaan. Kedua, Kekerasan Fisik.
Dalam lima tahun terakhir ini, masya­ Kekerasan ini menyangkut pengalaman se­
rakat juga disuguhkan dengan berbagai pem­ seorang ketika pernah ditonjok, ditendang,
beritaan media massa terutama menyangkut dicambuk atau dipukul dengan benda,
kekerasan seksual pada anak. Mulai dari dicekik, dibekap, ditenggelamkan atau di­
kasus Bekuni alias babe (48) yang melakukan bakar, dengan sengaja. Termasuk diancam
pembunuhan 7 anak jalanan disertai dengan dengan pisau atau senjata lainnya. Ketiga,
kekerasan seksual hingga kekerasan seksual Kekerasan Emosional. Kekerasan emosional
yang menimpa beberapa orang siswa di se­ berkaitan dengan pengalaman seseorang ter­

50
Edi Suharto -- Kekerasan Terhadap Anak Respons Pekerjaan Sosial

hadap orang tua atau pengasuh yang pernah hidup). Respondennya remaja usia 18-24
mengatakan tidak disayang atau tidak pantas tahun yang mengalami kekerasan fisik,
disayang; tidak pernah dilahirkan atau mati emosional dan seksual sebelum berusia 18
saja, dihina dan direndahkan. tahun.
Untuk mengetahui ketiga bentuk ke­ Pendekatan recent experience anak laki-
keras­an tersebut, SKTA menggunakan laki yang mengalami kekerasan fisik di­
dua pendekatan. Pertama, recent experience perkirakan berjumlah tiga juta anak atau satu
(pengalaman yang baru saja terjadi). Res­ dari empat anak mengalami kekerasan fisik.
pondennya adalah anak usia 13-17 tahun Pada kekerasan emosional, diperkirakan 1,4
yang mengalami kekerasan fisik, emosional juta anak laki-laki atau 1 dari 8 anak pernah
dan seksual dalam 12 bulan terakhir. Kedua, mengalaminya. Sedangkan dalam konteks
lifetime experience (pengalaman seumur kekerasan seksual, diperkirakan 900 ribu
anak laki-laki atau satu dari 12 anak pernah
mengalaminya.
Tabel 1
Prevalensi Kekerasan terhadap Anak dengan pendekatan Recent Experience
Kategori Kekerasan Estimasi Jumlah Kekerasan
Laki-Laki Perempuan
Fisik 3 juta (1 dari 4 anak) 1,5 juta (1 dari 7 anak)
Emosional 1,4 juta (1 dari 8 anak) 1,2 juta (1 dari 9 anak)
Seksual 900 ribu (1 dari 12 anak) 600 ribu (1 dari 19 anak)

Sumber: SKTA (2013)


nah mengalaminya. Kekerasan emosional
Pada anak perempuan, diperkirakan 1,5 pada anak laki-laki diperkirakan ada 1,8 juta
juta anak atau satu dari tujuh anak meng­ atausatu dari delapan remaja pernah meng­
alami kekerasan fisik. Dalam kekerasan emo­ alaminya. Pada kekerasan seksual di­per­
sional, diperkirakan ada 1,2 juta atau satu kirakan 1,1 juta atau satu dari 13 anak pernah
dari sembilan anak perempuan mengalami mengalaminya ketika masih berusia sebelum
kekerasan emosional. Pada kekerasan sek­ 18 tahun. Pada anak perempuan diperkirakan
sual, diperkirakan ada 600 ribu anak atau 1,4 juta atau satu dari 10 anak pernah
satu dari 19 anak perempuan mengalami mengalami kekerasan fisik. Pada kekerasan
kekerasan (lihat tabel 1). emosional ada 700 ribu atau 1 dari 22 remaja
Pendekatan lifetime experience remaja pernah mengalaminya. Terakhir dalam hal
yang mengalami kekerasan fisik berjumlah kekerasan seksual, 800 ribu atau 1 dari 18 anak
sekitar 5,7 juta atau dua dari lima remaja per­ pernah mengalaminya ketika masih berusia
sebelum 18 tahun (lihat Tabel 2).
Tabel 2
Prevalensi Kekerasan terhadap Anak dalam Kategori Lifetime Experience
Kategori Kekerasan Estimasi Jumlah Kekerasan
Laki-Laki Perempuan
Fisik 5,7 juta (2 dari 5 remaja) 1,4 juta (1 dari 10 remaja)
Emosional 1,8 juta (1 dari 8 remaja) 700 ribu (1 dari 22 remaja)
Seksual 1,1 juta (1 dari 13 anak) 800 ribu (1 dari 18 anak)

Sumber: SKTA (2013) Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, salah


Menarik dicermati bahwa jumlah satu faktor yang menjadi penyebabnya adalah
kekerasan yang menimpa pada anak laki- kontrol ataupun pengawasan terhadap anak
laki lebih tinggi daripada anak perempuan. perempuan justru besar sehingga lebih

51
Kawistara, Vol. 5, No. 1, April 2015: 47-56

protektif. Jumlah di atas sesungguhnya bisa Diagram Pelaku Kekerasan Usia 18-24
mem­bengkak karena anak laki-laki biasa­nya Selain pihak keluarga, masyarakat juga
mempunyai perasaan malu untuk meng­ menyumbang prosentase yang tidak kalah
ungkapkan pengalaman bahwa dirinya besar sebagai pelaku kekerasan terhadap
pernah menjadi korban kekerasan. Sehingga anak. Seorang guru yang dipercaya sebagai
data semacam ini bisa jadi mirip dengan pendidik anak justru memiliki prosentase
“gunung es” di tengah lautan, kecil di per­ yang cukup besar sebagai pelaku kekerasan
mukaan, tetapi bisa sangat besar dan luas di pada anak (62,05 persen pada laki-laki dan
dalamnya. 17,47 persen pada perempuan). Sementara
teman sepermainan baik di masyarakat
Pelaku Kekerasan Anak maupun sekolah juga didapat prosentase
Pelaku kekerasan terhadap anak banyak yang tidak kalah tinggi (66,69 persen pada
di­lakukan oleh orang-orang terdekat. anak laki-laki dan 23,63 persen pada anak
Memang ada pelaku dari pihak asing, tapi perempuan). Terakhir, pihak lainnya dari
jumlah­nya lebih sedikit. Pelaku kekerasan masyarakat dengan prosentase 15,84 persen
secara fisik dikategorikan menjadi dua terhadap anak laki-laki dan 14,32 persen pada
kelompok yakni keluarga dan masyarakat. anak perempuan (lihat gambar 1). Dalam
Dari pihak keluarga, 38,23 persen dilakukan kekerasan seksual setidaknya ada 4 kelompok
oleh ayah dengan korban anak laki-laki dan tertinggi yang berperan sebagai pelaku.
35,53 persen pada anak perempuan. Pelaku Pertama, teman laki-laki yang melakukan
seorang ibu 26,18 persen dengan korban anak kekerasan terhadap anak laki-laki lainnya (usia
laki-laki dan 11,03 pada anak perempuan. 13-17 dan 18-24 tahun masing-masing sebesar
Yang cukup tinggi pelaku kekerasan dari 43,83 dan 10,18 persen) dan ter­hadap anak
pihak keluarga ini dilakukan oleh kerabat perempuan (13-17 dan 18-24 tahun masing-
lain terutama pada anak perempuan 53,44 masing sebesar 32,03 dan 22,27 persen). Kedua,
persen dan dengan korban yang lebih kecil pacar laki-laki yang melakukan kekerasan
pada anak laki-laki (35,59 persen). kepada anak lelaki lainnya (usia 13-17 dan
18-24 tahun masing-masing sebesar 13,16 dan
13,88 persen) dan terhadap anak perempuan
(usia 13-17 dan 18-24 tahun masing-masing
sebesar 19,73 dan 30,15 persen). Ketiga, orang
asing yang melakukan kekerasan terhadap
anak laki-laki (usia 13-17 dan 18-24 tahun
masing-masing sebesar 1,34 dan 5,24 persen)
dan terhadap anak perempuan (usia 13-17 dan
18-24 tahun masing-masing sebesar 20,12 dan
20,97 persen). Keempat, tetangga laki-laki yang
melakukan kekerasan khususnya kepada
anak perempuan (usia 13-17 dan 18-24 tahun
Gambar 1 masing-masing sebesar 9,29 dan 6,10 persen)
(lihat tabel 3).
Tabel3
Pelaku Kekerasan Seksual pada Anak
Laki-Laki Perempuan
Pelaku Kekerasan Seksual
13-17 Tahun 18-24 Tahun 13-17 Tahun 18-24 Tahun
Pacar Laki 13,16 13,88 19,73 30,15
Suami 11,52
Ayah Tiri 4,79

52
Edi Suharto -- Kekerasan Terhadap Anak Respons Pekerjaan Sosial

Lanjutan Tabel 3
Laki-Laki Perempuan
Pelaku Kekerasan Seksual
13-17 Tahun 18-24 Tahun 13-17 Tahun 18-24 Tahun
Saudara Laki 13,64
Guru Laki 6,51
Polisi Laki 3,54
Laki Tetangga 9,29 6,10
Teman laki 43,83 10,18 32,03 22,27
Laki Asing 1,34 5,24 20,12 20,29
Pacar Perempuan 10,75 29,21
Perempuan Tetangga 2,24
Teman Perempuan 21,98 21,04 1,09
Perempuan Asing 3,45 8,44
Perempuan Lainnya 3,04
Tidak Tahu 5,47
Jumlah 100% 100% 100% 100%

Sumber: (SKTA, 2013)


(gambar 2).
Data di atas menampilkan hal menarik.
Pacar laki, teman laki, dan laki asing banyak
melakukan kekerasan terhadap perempuan
usia 18-24 tahun. Pertanyaannya, mengapa
laki-laki banyak melakukan kekerasan?
Mengacu pada temuan Fullu (2014), yang
menunjukkan bahwa lebih dari 70% korban
kekerasan akan menjadi pelaku kekerasan di
kemudian hari, maka data ini menegaskan
bahwa karena anaklaki-laki lebih sering
mengalami kekerasan fisik, emosional dan Gambar 2
seksual, maka anak laki-laki lebih berpeluang Pengetahuan Anak terhadap Layanan
Sumber: (SKTA, 2013)
menjadi pelaku kekerasan di kemudian hari.
Respon Pekerjaan Sosial
Pengetahuan tentang Layanan
Pekerjaan sosial merupakan profesi yang
Intensitas kekerasan terhadap anak di­
relevan untuk mengatasi krisis kekerasan
pengaruhi oleh pengetahuan mereka ter­
anak. Sebagaimana masalah kesehatan di­
hadap layanan khususnya yang berkaitan
tangani oleh dokter, pendidikan oleh guru,
dengan perlindungan anak. Semakin tinggi
maka masalah sosial ditangani oleh pekerja
penge­tahuan terhadap layanan ini maka
sosial. Pekerjaan sosial memang bertujuan
dampak traumatik dapat diminimalisir, se­
untuk menolong individu, kelompok dan
baliknya ketidaktahuan terhadap layanan
masyarakat dalam meningkatkan atau mem­
bisa mengakibatkan korban akan semakin
perbaiki kapasitas mereka agar berfungsi
ter­puruk pada perasaan traumatik yang berl­
sosial dan menciptakan kondisi-kondisi
arut-larut. Sayangnya, mayoritas anak laki-
masya­rakat yang kondusif untuk mencapai
laki maupun perempuan tidak mengetahui
tujuan tersebut (Zastrow, 1999).
adanya layanan tersebut. Sebanyak 78,7
Dalam melakukan pertolongan ini
persen anak laki-laki tidak mengetahui se­
pekerja sosial didasari oleh kerangka penge­
dang­kan sisanya 21,3 persen mengetahui.
tahuan (body of knowledge), kerangka keahlian
Pada anak perempuan 85,1 persen tidak me­
(body of skills) dan kerangka nilai (body of
ngetahui dan sisanya 12,7 persen mengetahui

53
Kawistara, Vol. 5, No. 1, April 2015: 47-56

values) yang secara integratif membentuk an terhadap anak. Terutama pemerintah me­
profil dan pendekatan pekerjaan sosial. lalui Kementerian Sosial telah melahirkan
Ini yang sekaligus menjadi argument aka­ program misalnya Program Kesejahteraan
demis kenapa kekerasan anak paling tepat Sosial Anak (PKSA) yang telah direalisasikan
ditangani oleh profesi pekerjaan sosial. sejak tahun 2009 dan telah melayani 175.611
Respon pekerjaan sosial terhadap masalah anak pertahunyang memungkinkan mereka
sosial yang kritis seperti kekerasan pada anak dalam memenuhi kebutuhan dasar. PKSA
sangat diperlukan karena membutuhkan ini juga didukung antara lain: tenaga pro­
penanganan yang segera, serius dan ber­ fessional (Satuan Bakti Pekerja Sosial/
orientasi pada penyelesaian masalah. Ada Sakti Peksos) yang berjumlah 670 orang, 25
beberapa catatan penting berkait kekerasan Rumah Perlindungan Sosial Anak (RSPA),15
pada anak sebagaimana diungkap di atas. telephone sahabat anak (TESA), 12 Tim
Pertama, anak-anak kita sesungguhnya Reaksi Cepat (TRC) di pusat dan 33 Provinsi,
rentan terhadap kekerasan fisik, emosional dan 28 Lembaga Perlindungan Anak (LPA).
maupun seksual. Kerentanan ini justru lebih Untuk menciptakan sistem perlindung­
banyak terjadi pada anak laki-laki dibanding­ an anak yang berkelanjutan diperlukan pa­
kan dengan anak perempuan. Kedua, pelaku ra­digma penanganan yang tidak hanya
kekerasan ternyata berasal dari orang- mencakup aspek pencegahan yang bertumpu
orang terdekat yang dikenal oleh korban. pada konsep kesejahteraan anak. Tetapi
Bukan justru berasal dari luar dan yang juga mencakup aspek rehabilitatif karena
belum dikenal oleh korban, meskipun ada pada wilayah ini dihadapkan pada anak-
prosentasenya relatif kecil. Ketiga, korban anak yang memiliki resiko tinggi. Jika hal
kurang mengetahui dan memiliki akses ini bisa dilakukan maka kita telah memiliki
terhadap layanan pada kasus kekerasan ini. kerangka perlindungan anak yang berbasis
Keempat, dampak kekerasan pada anak ini pada “continuum of care” yakni perlindungan
sangat luas karena tidak hanya berdampak anak yang menyeluruh karena berbasis
pada korban,tetapi kepada keluarga maupun pada perawatan anak secara kontinu
masyarakat. Kelima, atas berbagai problem (berkelanjutan) (gambar 3).
kekerasan ini diperlukan sistem perlindung­
an sosial yang terintegrasi, mencakup pen­
cegahan, respon dan rehabilitasi sosial yang
komprehensif.
Perlindungan anak perlu terus di­kam­
panyekan sebagai respon terhadap kasus
kekerasan anak. Secara formal, perlindungan
anak telah menjadi amanah konstitusi.
Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002
tentang perlindungan anak (pasal 1 angka 2)
telah menyebutkan secara eksplisit mengenai
perlunya perlindungan terhadap anak.Per­ Gambar 3
lindungan anak yang dimaksud adalah Kerangka “continuum of care” Perlindungan Anak
segala aktivitas untuk melindungi anak dan Sumber: UNICEF (2012)
hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, ber­
Kerangka “continuum of care” ini memang
kembang, dan berpartisipasi secara opti­mal
harus membedakan orientasi penanganan
sesuai dengan harkat dan martabat kema­
disesuaikan dengan kondisi anak. Misalnya
nusiaan serta mendapat perlindungan, ke­
anak yang dengan resiko kerentanan yang
kerasan, dan diskriminasi.
rendah tentu penanganannya harus berbeda
Selama ini berbagai pihak memang tidak
dengan anak dengan resiko kerentanan
tinggal diam menyangkut problem kekeras­
yang lebih besar. Analoginya, jika orang

54
Edi Suharto -- Kekerasan Terhadap Anak Respons Pekerjaan Sosial

mempunyai penyakit kronis maka obatnya kasus dia harus dilakukan visum. Visum ini
tidak cukup dengan obat generik. Obat tentu membutuhkan biaya yang tidak kecil
harus disesuaikan dengan jenis penyakitnya. sehingga akan memberatkan, apalagi jika
Kementerian Sosial mulai tahun 2014 korban berasal dari keluarga tidak mampu.
memberikan perhatian yang khusus terutama Bila keluarga korban yang harus menanggung,
kepada anak-anak yang membutuhkan maka ibarat pepatah“sudah jatuh tertimpa
perlindungan khusus (AMPK) dengan tangga.”Dia harus menanggung penderitaan
resiko kerentanan yang tinggi. Anak dengan yang berlipat ganda. Maka dinas kesehatan
kategori AMPK ini seperti Anak yang setempat dapat berperan untuk menjamin
Berhadapan dengan Hukum (ABH), Anak biaya visum tersebut. Demikian pula pihak
dengan Disabilitas (ADK), Balita Terlantar lainnya yang juga harus berperan secara
dan Anak Terlantar. Perhatian khusus perlu bersama-sama dalam menangani masalah
diberikan karena anak-anak dalam kategori kekerasan terhadap anak ini.
ini memerlukan penanganan yang segera
dan tidak bisa disamakan dengan anak-anak SIMPULAN
dengan resiko kerentanan yang rendah. Kekerasan anak bukan hanya persoalan
Tidak hanya pemerintah, masyarakat nasional namun juga masalah global. Bahkan
dari profesi lain juga dituntut untuk ber­ di negara-negara maju yang menjunjung
kontribusi dalam kasus kekerasan anak. tinggi hak-hak asasi manusia seperti halnya
Apalagi, kasus kekerasan banyak menyang­ Amerika Serikat, kekerasan terhadap anak
kut disiplin ilmu lain. Misalnya kasus ABH telah menjadi isu umum. Maka kekerasan anak
berhubungan dengan bidang hukum, anak sesungguhnya telah menjadi masalah bersama
trauma dengan psikologi dan seterusnya.Di sehingga seluruh pihak harus menyadari
sinilah diperlukan penanganan multi sektor bahwa perlindungan terhadap anak adalah
dalam menghadapi kekerasan pada anak sesuatu yang sangat mendesak. Perlindungan
(lihat gambar 4). anak ini bisa diterapkan oleh seluruh warga
masyarakat dengan mening­katkan dan men­
jamin lingkungan yang aman bagi anak.
Apalagi beberapa kasus menunjukkan pelaku
kekerasan bukanlah orang asing yang tidak
mengenal korban akan tetapi ternyata adalah
dari pihak-pihak terdekat seperti keluarga,
saudara dekat maupun tetangga yang telah
mengenal korban.
Kasus-kasus kekerasan terhadap anak
telah menunjukkan fakta baru bahwa ke­
kerasan terhadap anak ternyata lebih
banyak terjadi pada anak laki-laki diban­
dingkan dengan anak perempuan.Ini me­
nunjukkan perlunya penguatan pengawas­
Gambar 4
Penanganan Multi Sektor an dan pendidikan keluarga terhadap anak
misalnya, penguatan pola pengasuhan ke­
Beberapa kasus kekerasan terhadap luarga yang baik perlu terus digalakkan
anak menunjukkan perlu adanya peran karena pengasuhan anak yang paling terbaik
sektor lain untuk mendukung terpenuhinya tetap berada di lingkungan keluarga terdekat,
hak-hak anak. Seorang anak yang menjadi khususnya keluarga inti, bukan di lembaga
korban kekerasan seksual misalnya, untuk seperti di panti asuhan.
melengkapi berita acara pemeriksaan di Pekerjaan sosial sebagai profesi kema­
kepolisian pada saat melaporkan kejadian nusiaan harus bekerjasama dengan pegiat

55
Kawistara, Vol. 5, No. 1, April 2015: 47-56

di bidang pendidikan dan hukum, termasuk Makalah dipresentasikan di “Global


dengan media massa dan masyarakat yang Meeting on Violence against Child­
lebih luas dalam memberikan perlindungan ren from Research to Action: Advan­
anak yang rentan. Tanpa adanya dukungan cing Prevention and Response to
seluruh pihak maka penanganan terhadap Violence against Children,” Ezul­
anak hanya bersifat ad hoc dan parsial. wini, Swaziland 28-30 May 2014.
Pada bidang hukum misalnya, penanganan Kementerian Sosialet.al,. 2013.Survey Terhadap
terhadap pelaku maupun korban kekerasan Kekerasan Anak (SKTA) tahun 2013.
perlu menegakkan prinsip-prinsip dan hak- Jakarta: Kemensos RI.
hak anak yang telah diatur dalam perundang-
undangan yang berlaku di Indonesia, seperti Lapian, L.M. Gandhi dan Hetty A. Geru
UU No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan (editor).2006.Trafiking Perempuan dan
Anak. Jika hal ini bisa dilakukan maka sistem Anak Penanggulangan Komprehensif
perlindungan anak dapat menjadi solusi Studi Kasus Sulawesi Utara.Jakarta:
atas berbagai kasus kekerasan yang sangat Yayasan Obor Indonesia.
merugikan anak sebagai generasi penerus Sunarto. 2009. Televisi, Kekerasan dan Perempuan.
bangsa ini. Jakarta: PT Kompas Media Nusantara.
Undang-Undang Perlindungan Anak Nomor
DAPTAR PUSTAKA 23 tahun 2002 tentang Perlindungan
Finkelhor, D et. al,. 2009.Children’s Exposure Anak.
to Violence: A Comprehensive National
UNICEF. 2014. “Cerita dari Indonesia” dari
Survey. Washington, DC: U.S. DOJ,
www.unichef.org/indonesia/.../
OJP, OJJDP, CDC.
indonesiahistory.
Fulu, Emma. 2014. “Links Between VAC &
Zastrow, Charles H. 1999.The Practice of Social
VAW: Implications for Prevention,”
Work.Pacific Grove: Brook/Cole.

56

Anda mungkin juga menyukai