Anda di halaman 1dari 10

Kekerasan Terhadap Anak Di Kabupaten Pati (Ditinjau

Dari Perspektif Psikologi)


Pendahuluan
Fenomena kekerasan merupakan salah satu permasalahan yang dihadapi oleh anak-anak,
yang terjadi di lingkungan keluarga, masyarakat, sekolah, dan tempat bermain. Anak sebagai
generasi penerus bangsa, selayaknya mendapatkan hak-hak dan kebutuhannya secara
memadai. Sebaliknya mereka bukanlah objek (sasaran) tindakan kesewenang-wenangan dan
perlakuan yang tidak manusiawi dari siapapun atau pihak manapun (Huraerah, 2006).
Permasalahan kekerasan terhadap anak saat ini sudah menjadi perhatian publik, sejak
diberlakukannya Undang Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Meskipun
demikian, kekerasan terhadap anak masih tetap berlanjut dan jumlah kejadiannya semakin
meningkat. Menurut data dari Komisi Nasional Perlindungan Anak (KomNas Anak) (2011)
sepanjang tahun 2011 menerima 2.386 kasus. Angka ini meningkat 98% jika dibanding
dengan pengaduan masyarakat yang diterima Komisi Nasional Perlindungan Anak pada tahun
2010 yakni berjumlah 1.234 pengaduan.
Hampir setiap hari kasus kekerasan terhadap anak bisa kita temukan di berbagai media baik
cetak maupun elektronik, bahkan beberapa diantaranya mengarah kematian anak. Kasus
kekerasan terjadi secara meluas baik di tingkat nasional maupun di tingkat daerah. Sebagai
contoh kasus di Depok Jawa barat, terjadi kasus penusukan Saiful (12 tahun) oleh temannya
sendiri A (13 tahun) (liputan 6.com, 2012). Sedangkan di Batang, puluhan santri yang berusia
18 tahun ke bawah mengalami pelecehan seksual oleh pengasuh ponpes (Suara Merdeka,
2012).
Fenomena kasus kekerasan juga terjadi di Kabupaten Pati. Kasus pengeroyokan oleh geng
Nero adalah contoh kasus kekerasan yang terjadi di lingkup sekolah (Kompas, 2008). Kasus
kekerasan yang baru-baru ini terjadi adalah pemerkosaan anak yang mengalami
keterbelakangan mental oleh ayah tirinya di desa Koripan, Kecamatan Gabus, Kabupaten
Pati. Beberapa kasus tersebut merupakan contoh kasus yang dilaporkan. Sedangkan kasus
kekerasan yang sesungguhnya dimungkinkan jauh lebih banyak, seperti fenomena gunung es
(Polres Pati, 2011).
Kekerasan yang diterima anak akan berdampak pada fisik maupun psikologis baik dalam
jangka pendek maupun jangka panjang. Kehidupan masa kecil anak sangat berpengaruh
terhadap sikap mental dan moral anak ketika dewasa nanti.
Berdasarkan paparan tersebut, permasalahan yang mendasari penelitian ini adalah bagaimana
gambaran kekerasan terhadap anak di Kabupaten Pati ditinjau dari perspektif psikologi?.
Tujuan penelitian ini untuk menggambarkan kekerasan terhadap anak di Kabupaten Pati
ditinjau dari perspektif psikologi. Variabel untuk menggambarkan kondisi kekerasan terhadap
anak meliputi kecenderungan peningkatan kekerasan, bentuk-bentuk kekerasan, karakteristik
korban, karakteristik pelaku kekerasan serta hubungan korban dengan pelaku kekerasan.
Tinjauan Pustaka

Kekerasan adalah salah satu bentuk agresi. Agresi adalah perilaku fisik atau lisan yang
disengaja dengan maksud untuk menyakiti atau merugikan orang lain (Mayers dalam Sarlito
2005). Menurut Huraerah (2006) kekerasan adalah segala tindakan yang cenderung menyakiti orang
lain, berbentuk agresi fisik, agresi verbal, kemarahan atau permusuhan. Sedangkan pengertian kekerasan
menurut Undang-undang Perlindungan Anak No. 23 tahun 2002 dalam Pasal 3 adalah meliputi
kekerasan fisik, psikis, seksual, dan penelantaran.
Tindak kekerasan umumnya ditujukan kepada kelompok yang dianggap lemah. Anak-anak merupakan salah
satu kelompok yang rentan mendapatkan perilaku kekerasan di lingkungan sosialnya. Definisi anak sangat
beragam tergantung dari konteks yang digunakan. Menurut UU No. 23 Th. 2002 tentang Perlindungan
Anak menyebutkan, bahwa anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa,
yang senantiasa harus kita jaga karena dalam dirinya melekat harkat, martabat, dan hak-hak
sebagai manusia yang harus dijunjung tinggi. Sedangkan batasan usia anak terdapat pada
Pasal 1 menyebutkan bahwa anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun termasuk
anak yang masih dalam kandungan.
Kekerasan pada anak atau perlakuan salah terhadap anak merupakan terjemahan bebas dari child abuse,
yaitu perbuatan semena-mena orang yang seharusnya menjadi pelindung bagi seorang
anak (individu berusia kurang dari 18 tahun) secara fisik, seksual, dan emosional. Kekerasan terhadap
anak adalah semua bentuk perlakuan salah secara fisik dan atau emosional, penganiayaan
seksual, penelantaran, atau eksploitasi secara komersial atau lainnya yang mengakibatkan gangguan
nyata ataupun potensial terhadap perkembangan, kesehatan, dan kelangsungan hidup anak ataupun terhadap
martabatnya dalam konteks hubungan yang bertanggung jawab, kepercayaan, atau kekuasaan (Departemen
Kesehatan dan UNICEF, 2007). Sedangkan dalam kamus online kekerasan terhadap anak adalah
tindak kekerasan secara fisik, seksual, penganiayaan emosional, atau pengabaian terhadap
anak (Thefreedictionary.com, 2010).
Berdasarkan uraian tersebut, kekerasan terhadap anak adalah semua bentuk perilaku yang dengan sengaja
menyakiti secara fisik dan atau psikis, seksual, penelantaran, atau eksploitasi secara komersial yang
mengakibatkan gangguan terhadap perkembangan dan kelangsungan hidup anak (individu yang berusia
kurang dari 18 tahun) yang dilakukan oleh orang yang seharusnya bertanggungjawab, dipercaya dan
melindungi.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif dengan menggambarkan kekerasan
terhadap anak di Kabupaten Pati ditinjau dari aspek psikologis. Data dalam penelitian ini
berupa data sekunder yang diperoleh dari dokumen instansi terkait, hasil penelitian
sebelumnya serta literatur yang diperoleh dari buku dan internet dengan menggunakan teknik
observasi dokumen. Validasi data dilakukan melalui klarifikasi dan cross check data.
Hasil Dan Pembahasan
Potensi Kekerasan Terhadap Anak
Jumlah kekerasan terhadap anak yang terjadi di Kabupaten Pati tahun 2010 sebanyak 69
kasus sedangkan tahun 2011 menjadi 85 kasus, artinya selama dua tahun terakhir (2010-2011)
terjadi peningkatan sebanyak 16 kasus atau 23,19% (Polres Pati, 2011). Hal ini menunjukkan
potensi bertambahnya kasus kekerasan terhadap anak di Kabupaten Pati cukup tinggi.
Menurut Polres Kab. Pati (2012), banyaknya laporan kasus kekerasan cenderung meningkat
seiring dengan semakin intensnya penyuluhan yang dilakukan Polres Kabupaten Pati bersama

segenap unsur pemerintah yang tergabung dalam Pusat Pelayanan Terpadu Korban Kekerasan
Berbasis Gender dan Anak PPT KKBGA CAH PATI. Hal ini menandakan masyarakat
semakin menyadari akan hak-hak perlindungan yang seharusnya didapatkan anak yang
dikuatkan dengan adanya payung hukum Undang-undang tentang Perlindungan Anak No. 23
tahun 2002.
Terdapat beberapa penyebab yang melatarbelakangi kasus kekerasan terhadap anak. Rakhmat
dalam duniapsikologi.com (2008) membagi ke dalam faktor internal (keluarga) antara lain
penyimpangan psikologis orang tua maupun anak dan faktor eksternal (sosial) antara lain (1)
Norma sosial, yaitu tidak ada kontrol sosial terhadap tindakan kekerasan pada anak; (2) Nilai
sosial, yaitu hubungan anak dengan orang dewasa berlaku seperti hirarkhi sosial di
masyarakat, sebagai contohnya adalah pandangan bahwa Guru harus digugu dan ditiru dan
orangtua tentu saja wajib ditaati dengan sendirinya; (3) Ketimpangan sosial, banyak
ditemukan bahwa para pelaku dan juga korban kekerasan kebanyakan berasal dari kelompok
sosial ekonomi yang rendah.
Karena tekanan ekonomi, orangtua mengalami stres yang berkepanjangan. Ia menjadi sangat
sensisitif dan mudah marah. Faktor penyebab lainnya adalah inspirasi dari tayangan televisi
maupun media lainnya yang tersebar di lingkungan masyarakat. Yang mengejutkan, 62%
tayangan televisi dan media lainnya telah membangun dan menciptakan perilaku kekerasan.

Bentuk Kekerasan
Bentuk kekerasan ditemukan di Kabupaten Pati sepanjang tahun 2010-2011 antara lain
kekerasan fisik, kekerasan seksual dan trafficking (Polres Kab. Pati, 2011). Kekerasan fisik
adalah kekerasan yang mengakibatkan cedera fisik nyata ataupun potensial terhadap anak
sebagai akibat dari interaksi atau tidak adanya interaksi yang layaknya ada dalam kendali
orang tua atau orang dalam hubungan posisi tanggung jawab, kepercayaan atau kekuasaan.
Kekerasan seksual adalah pelibatan anak dalam kegiatan seksual, dimana anak tidak
sepenuhnya memahami atau tidak mampu memberi persetujuan. Eksploitasi anak adalah
penggunaan anak dalam pekerjaan atau aktivitas lain untuk keuntungan orang lain, termasuk
pekerja anak dan prostitusi (Departemen Kesehatan dan UNICEF, 2007). Dari ketiga bentuk
kekerasan, kekerasan fisik mendominasi setiap tahunnya. Bentuk kekerasan terhadap anak di
Kabupaten Pati tersaji dalam tabel 1.
Tabel 1.
Bentuk Kekerasan Terhadap Anak di Kabupaten Pati Tahun 2010-2011
Bentuk
N
o

Tahun

Persentas
e

Pertm
b

(%)

(%)

Jumla
h

Rata
-rata

48

86

43

55,84

26,31

37

66

33

42,86

27,59

Kekerasa
n

201
0

201
1

Fisik

38

Seksual

29

Trafficking

1,30

Jumlah

69

85

154

77

100,00

-100

Sumber: Polres Kab. Pati Tahun 2010-2011, diolah

Tabel 1 menunjukkan bahwa kekerasan fisik mendominasi kekerasan terhadap anak yang
terjadi di Kabupaten Pati tahun 2010 dan 2011. Rata-rata kekerasan fisik adalah 43 kasus
(55,84%), kekerasan seksual rata-rata 33 kasus (42,86 %) dan trafficking rata-rata 1 kasus
(1,30%). Namun demikian, dilihat kecenderungan peningkatannya, kekerasan seksual
cenderung meningkat lebih banyak (27,58%) dibandingkan kekerasan fisik (26,31%).
Menurut Polres Kabupaten Pati (2011) kekerasan seksual akhir-akhir ini banyak terjadi di
kalangan pelajar SMA dan SLTP di Pati kota. Mayoritas pelaku adalah teman atau pacar
korban. Selain ketiga bentuk kekerasan tersebut, terjadi pula kekerasan psikis hanya saja
bentuk kekerasan tersebut sulit terukur karena tidak tampak. Pada tabel 1 juga muncul
trafficking. Trafficking atau adalah bentuk kekerasan yang mengarah pada eksploitasi secara
komersial.
Karakteristik Korban Kekerasan
Batasan usia maksimal korban kekerasan anak adalah 18 tahun termasuk anak dalam
kandungan. Usia korban kekerasan di Kabupaten Pati tersaji dalam tabel 2.
Tabel 2.
Usia Korban Kekerasan Anak di Kabupaten Pati Tahun 2010-2011
Usia
No

Tahun

RataJumlah

(th)
2010

2011

Persentase Pertmb

rata

(%)

(%)

0-5

1,30

-100,0

6-12

11

16

10,40

-54,54

13-18

56

80

136

68

88,30

42,86

Jumlah

69

85

154

77

100,00

Sumber: Polres Kab. Pati Tahun 2010-2011, diolah

Berdasarkan tabel 2 dapat diketahui bahwa korban kekerasan dua tahun terakhir (2010-2011)
paling banyak adalah anak-anak berusia 13-18 tahun yaitu 136 atau rata-rata 68 (88,31%).
Pada tabel 2 juga menggambarkan bahwa korban dengan kelompok usia 13-18 tahun

cenderung bertambah sebanyak 24 kasus (42,86%) jika dibandingkan dengan kelompok usia
lainnya yang justru cenderung menurun. Korban kekerasan pada kelompok anak usia ini
setara dengan kelompok usia sekolah tamat SMP/Sederajat. Hal ini selaras dengan data dari
Polres Kabupaten Pati Tahun 2010-2011 yang tersaji dalam gambar 1.

Gambar 1.
Korban Kekerasan menurutPendidikan Tahun 2010-2011
Sumber: Polres Pati (2010-2011)
Berdasarkan gambar 1 dapat diketahui bahwa korban kekerasan sebagian besar berpendidikan
rendah yaitu tamat SMP/sederajat (85,71%).
Selain berdasarkan usia dan pendidikan, korban kekerasan dialami baik anak yang berjenis
kelamin laki-laki maupun perempuan. Meskipun ada kecenderungan lebih banyak dialami
oleh anak laki-laki, akan tetapi secara keseluruhan jumlahnya cukup berimbang. Korban
kekerasan pada anak laki-laki dua tahun terakhir (2010-2011) sekitar 40 kasus dan korban
anak perempuan sekitar 36 kasus pertahun.
Kekerasan akan menimbulkan efek psikologis yang sangat berat bagi korban. Kondisi emosi
dan kepribadian secara umum mengalami guncangan berat, sehingga muncul kondisi tidak
seimbang. Menurut Cavett dalam Yuwono (2006), akibat yang muncul pada korban kekerasan
adalah sebagai berikut: (1) Kekerasan seksual dengan simptom permisif terhadap pakaian,
withdrawl, perilaku seksual menyimpang, hubungan sebaya lemah, menjauhi orang dewasa,
berbohong, menyiksa diri, problem dengan peraturan, gangguan makan, obsesi terhadap
kesucian, perilaku nakal, menggunakan alkohol dan narkoba, upaya bunuh diri, kekanakkanakan, menghindari olahraga; (2) Kekerasan fisik dengan simptom agresi ekstrem,
withdrawl ekstrem, mengalami ketergantungan, tidak senang dengan kesedihan orang lain,
berbohong, konsep diri lemah, perilaku nakal, menggunakan alkohol dan narkoba, upaya
bunuh diri, problem belajar; (3) Kekerasan emosi dengan simptom depresi, kecemasan
ekstrem, ketergantungan, tertutup, agresif, withdrawl, apatis dan pasif, lari dari rumah,
perilaku berbeda di sekolah dan rumah, upaya bunuh diri, harga diri rendah, sulit menjalin
hubungan sosial, tidak sabaran, kurang percaya diri, dan cita-cita yang tidak realistis.
simptom tersebut adalah hasil yang dilaporkan oleh beberapa psikolog yang menangani
korban kekerasan. Intensitas setiap simptom bervariasi, namun sebagian besar korban
memiliki simptom tersebut.

Gelles dalam Huraerah (2006) menjelaskan tindakan kekerasan dan penelantaran anak dapat
menimbulkan kerusakan dan akibat yang lebih luas. Efek fisik, seperti: memar, goresangoresan, dan luka bakar, hingga kerusakan otak, cacat permanen, dan kematian. Efek
psikologis pada anak korban kekerasan dan penganiayaan bisa seumur hidup, seperti: rasa
harga diri rendah (a lowered sense of self-worth), ketidakmampuan berhubungan
dengan teman sebaya (an inability to relate to peers), masa perhatian tereduksi
(reduced attention span), dan gangguan belajar (learning disorders).
Dalam beberapa kasus, kekerasan dapat mengakibatkan gangguan kejiwaan, seperti: depresi,
kecemasan berlebihan, atau gangguan identitas disosiatif, dan juga bertambahnya resiko
bunuh diri.
Penelitian Bagley dalam Urbayatun (2003) menemukan adanya dampak yang secara
signifikan lebih serius pada anak yang mengalami kekerasan berkali-kali dibandingkan
dengan anak yang mengalami kekerasan hanya sekali. Meski tidak ditemukan gejala kejiwaan
yang berarti pada beberapa korban, sebagian korban sebenarnya mengalami penundaan
kemunculan gejala itu. Artinya, gejala kejiwaan serius baru muncul setelah mereka dewasa.
Karakteristik Pelaku Kekerasan
Pelaku kekerasan umumnya adalah individu yang lebih kuat dan dominan daripada korban.
Kekerasan terhadap anak dapat dilakukan secara individual maupun berkelompok. Pelaku
kekerasan terhadap anak di Kabupaten Pati dapat dikelompokkan berdasarkan usia,
pendidikan, dan jenis kelamin. Pelaku kekerasan terhadap anak di Kabupaten Pati tahun
2010-2011 berdasarkan usia ditampilkan dalam tabel 3.
Tabel 3.
Usia Pelaku Kekerasan Anak di Kabupaten Pati Tahun 2010-2011
Usia
No

Tahun

(th)

Persentase Pertmb
Jmlh

Ratarata

(%)

(%)

2010 2011
1

6-12

3,5

4,54

33,33

13-23

41

71

112

56

72,72

73,17

24-45

20

10

30

15

19,49

-50

>45

2,5

3,25

-100

Jumla
h

69

85

154

77

100,00

Sumber: Polres Pati (2010-2011), diolah

Berdasarkan tabel 3 dapat diketahui bahwa pelaku kekerasan terhadap anak di tahun 2010
dan 2011 didominasi usia 13-23 tahun dengan rata-rata 56 kasus (72,72%), di kuatkan dengan
peningkatan sebanyak 30 kasus (73,17%). Karakteristik ini sesuai dengan data pelaku
kekerasan yang sebagian besar mereka memiliki latar belakang pendidikan tamat SMP
(66,23%), sebagaimana terlihat pada gambar 2 berikut ini.

Gambar 2.
Pendidikan Pelaku Kekerasan Anak di Kabupaten Pati 2010-2011
Sumber: Polres Pati (2010-2011)
Berdasarkan jenis kelamin, sebagian besar (98,05%) adalah laki-laki dan sisanya (1,95%)
adalah perempuan (Polres Kab. Pati, 2010-2011).
Secara psikologis, remaja merupakan masa peralihan dari masa akhir anak-anak hingga masa
awal dewasa. Masa peralihan mengakibatkan kondisi emosional yang labil dan masa remaja
seringkali disebut sebagai masa sulit. Menurut Hurlock (1990), masalah khas remaja timbul
akibat status yang tidak jelas pada remaja. Kondisi psikologis pada remaja, menyebabkan
individu mudah frustrasi dan terpancing untuk berperilaku agresif/kekerasan.
Masykouri dalam belajarpsikologi .com (2010) menyatakan di Amerika sekitar 510% anak usia sekolah menunjukan perilaku agresif. Pada umumnya, anak lakilaki lebih banyak menampilkan perilaku agresif, dibandingkan anak perempuan
dengan perbandingan 5 : 1. Artinya jumlah anak laki-laki yang melakukan
perilaku agresif kira-kira 5 kali lebih banyak dibandingkan anak perempuan.
Penyebab perilaku agresif diindikasikan oleh empat faktor utama, yaitu
gangguan biologis dan penyakit, lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan
pengaruh budaya negatif. Faktor-faktor penyebab tersebut bersifat kompleks dan
tidak mungkin hanya satu faktor saja yang menjadi penyebab timbulnya perilaku
agresif. Selain keempat faktor tersebut, teman sebaya juga merupakan sumber
utama munculnya perilaku agresif terutama perilaku agresif secara berkelompok.
Relasi Korban dan Pelaku Kekerasan

Kekerasan terhadap anak seringkali dilakukan oleh orang-orang terdekat korban,


diantaranya orangtua kandung, orangtua tiri, teman, guru dan lingkungan sosial
yang lain. Relasi antara pelaku dan korban kekerasan anak di Kabupaten Pati
antara lain kerabat, teman sebaya dan lingkungan sosial korban, seperti yang
tersaji dalam tabel 4.

Tabel 4.
Hubungan Pelaku dengan Anak Korban Kekerasan di Kabupaten Pati 2010-2011

Relasi

Tahun

No

Jmlh

Ratarata

KorbanPelaku
2010

2011

Persentas
e

Pertmbh

(%)

(%)

Kerabat

1,3

-100

Teman sebaya

20

40

60

30

38,96

100

Lingkungan

47

45

92

46

59,74

-4,25

Jumlah

69

85

154

77

100,00

Sumber: Polres Pati (2010-2011), diolah

Berdasarkan tabel 4, terlihat bahwa pelaku kekerasan selama dua tahun terakhir
(2010-2011) sebagian besar berasal dari lingkungan sosial korban, diantaranya
tetangga, pacar, guru, serta orang yang tidak dikenal oleh korban dengan ratarata 46 pelaku (59,74%) kemudian diikuti oleh teman sebaya dengan rata-rata
30 pelaku (38,96%) dan kerabat (1,29%). Namun jika dilihat dari
pertumbuhannya, pelaku yang berasal dari teman sebaya mencapai 100%. Hal
ini selaras dengan data usia korban (tabel 2) dan pelaku (tabel 4) yang
cenderung seusia.

Kesimpulan Dan Saran


Kesimpulan
Penelitian ini memiliki 5 temuan. Pertama, Kekerasan terhadap anak di Kabupaten Pati dua
tahun terakhir meningkat sebesar 23,19%. Kedua, bentuk kekerasan terhadap anak di
Kabupaten Pati tahun 2010-2011 diantaranya adalah kekerasan fisik (55,77%), kekerasan
seksual (42,77%) dan trafficking (1,44%). Ketiga, karakteristik korban kekerasan di
Kabupaten Pati didominasi anak-anak dengan kelompok usia 13-18 tahun dengan tingkat
pendidikan tamat SMP/sederajat dengan kecenderungan anak laki-laki lebih banyak dari pada
perempuan. Keempat, karakteristik pelaku kekerasan di Kabupaten di dominasi kelompok
laki-laki, berusia 13-23 tahun, dengan tingkat pendidikan tamat SMP/sederajat. Kelima,

hubungan antara korban dan pelaku kekerasan terhadap secara sebagian besar berasal dari
lingkungan sosial korban (59,74%).
Saran
1. Optimalisasi peran orang tua dalam memenuhi kebutuhan dasar anak meliputi asuh (fisik
biologis), asih (emosi dan kasih sayang) serta asah (pembelajaran dan pendidikan).
2. Optimalisasi peran guru di lingkungan sekolah dalam membentuk generasi yang pandai
secara akademis maupun kepribadian dan moral yang baik.
3. Optimalisasi peran masyarakat dalam menciptakan lingkungan yang layak untuk anak.
Misalnya, pihak pengelola stasiun TV diharapkan bertanggungjawab untuk mendesain
acara yang banyak mengandung unsur pendidikan positif, bukan jenis tayangan kekerasan
dan kriminal yang dapat merusak perkembangan moral anak.
4. Optimalisasi peran pemerintah melalui Pusat Pelayanan Terpadu Korban Kekerasan
Berbasis Gender dan Anak (PPT KKBGA) dengan melakukan sosialisasi, pencegahan,
identifikasi, penanganan dan upaya perlindungan anak.
Daftar Pustaka
Child abuse - definition of child abuse by the Free Online Dictionary, Thesaurus and
Encyclopedia. Thefreedictionary.com. Diakses tanggal 15 September 2010
Faktor Penyebab Anak Berperilaku Agresif. 2010. http://belajarpsikologi.com/faktorpenyebab-anak-berperilaku-agresif/. Diakses tanggal 5 Februari 2012

Gang

Belimbing,
Gang
Cinta,
Juga
Geng
Nero.
2008.
http://nasional.kompas.com/read/2008/06/16/19290990/gang.belimbing.gang.cinta.jug
a.geng.nero. Diakses tanggal 5 Januari 2012

Hurluck, E. 1990. Psikologi Perkembangan. Jakarta: Erlangga.


Huraerah, A. 2006. Kekerasan Terhadap Anak. Jakarta: Penerbit Nuansa
Kepolisian Negara Republik Indonesia Daerah Jawa Tengah Resort Pati. Data Kekerasan
Terhadap Anak di Kabupaten Pati Tahun 2010-2011
Komnas PA. 2011. Menggugat Peran Negara, Pemerintah, Masyarakat Dan Orang Tua
Dalam
Menjaga
Dan
Melindungi
Anak.
http://komnaspa.wordpress.com/2011/12/21/catatan-akhir-tahun-2011-komisi-nasionalperlindungan-anak/. Diakses tanggal 16 Februari 2012
Latar

belakang
kekerasan
pada
anak.
2008.
http://duniapsikologi.dagdigdug.com/2008/11/27/latarbelakang-kekerasan-pada-anak/.
Diakses tanggal 17 Februari 2012

Pengasuh Ponpes Dipolisikan. 2012. Suara Merdeka, 5 Januari 2012: 29


Sarwono, S. W. 2005. Psikologi Sosial (Individu dan Teori-Teori Psikologi Sosial). Jakarta:
Balai Pustaka
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
Unicef dan Departemen Kesehatan. 2007. Pedoman Rujukan Kasus Kekerasan Terhadap
Anak Bagi Petugas Kesehatan. Jakarta
Urbayatun, S. 2003. Jaga Anak dari Tindak Pelecehan: Upaya Sinergi Antara Peran
Keluarga-Pendidik Lain. Makalah. Simposium Nasional Asosiasi Psikologi Islami I.
Surakarta: Fakultas Psikologi UMS dan Asosiasi Psikologi Islami

Yuwono, S. 2006. Korban Kekerasan Dan Sikap Kerjanya Kelak. Prosiding Seminar
Nasional Child Abuse. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta
http://liputan 6.com. Diakses tanggal 10 Februari 2012

Anda mungkin juga menyukai