Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Peraturan dalam Agama Hindu menegaskan bahwa yang mempunyai
kewenangan untuk memimpin suatu upacara Yadnya adalah orang suci/orang
bijaksana, yang dalam hidupnya telah melakukan penyucian lahir dan batin melalui
suatu upacara padiksan dan pawintenan. Orang yang telah melakukan upacara
padiksan dan pawintenan itu disebut Pandita dan Pinandita.
Agama Hindu yang mendasarkan ajarannya pada pustaka suci Veda, dalam
sejarahnya mulai berkembang dilembah sunai Sindhu, India. Dilembah sungai
inilah, salah satu contoh peranan orang-orang suci Hindu, yakni Resi Bhagawan
Wyasa menerima wahyu dan Ida Sang Hyang Widhi Wasa yang kemudian
mengabdikan ajaran tersebut dalam bentuk pustaka suci Veda.

1.2

Rumusan Masalah
Saya dapat merumuskan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana pengertian pandita dan pinandita?
2. Apa saja sasana dan wewenang orang suci?
3. Bagaimana riwayat orang suci Agama Hindu?

1.3

Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan paper ini adalah :
1. Untuk mengetahui pengertian pandita dan pinandita
2. Untuk mengetahui sasana dan wewenang orang suci
3. Untuk mengetaui riwayat orang suci Agama Hindu

BAB II
PEMBAHASAN
2.1

Pengertian Pandita dan Pinandita


Orang suci adalah juga Pandita, Pinandita juga adalah sastrawan (Kawi
sastra), juga seorang yogin. Orang suci juga seorang guru dengan berbagai bidang
ilmu, misalnya ilmu agama, sastra, perang, politik, kepemimpinan, astronomi dan
sebagainya.
Menurut ilmu bahasa, kata Rsi berasal dari akar kata R yang berarti suara
gaib yang kemudian berarti wahyu (revolusi). Oleh karena para Rsi dalam
funsinya menerima maka para Rsi itupun secara funsional berkewajiban: (1) Untuk
memahami suara. (2) Menyampaikan apa yang didengarkan. (3) Menulis apa yang
telah didengar dan dimengerti itu.
Kitab- kitab Purana Kelompok Rsi dibagi atas tiga kelompok, yaitu (1)
Brahmarsi misalnya Wasistha. Rajarsi misalnya Wiswamitra. (3) Dewarsi misalnya
Kasyapa.
Seorang

Brahma

Rsi

pada

hakikatnya

bertuas

mengembangkan,

mempelajari dan mengajarkan Catur Veda, Dharmasastra, Sadanggaveda,


Inimansa, dan Nyanyasastra.
Raja Rsi diberikan tugas untuk memelihara dunia dalam arti penekanannya
pada usaha memberi perlindungan, memerintah sebagai kepala Negara, maka
kedudukan mereka tidak lagi sebagai Brahmarsi tetapi menjadi Raja Rsi.
Dewa Rsi adalah Rsi yang karena kelahirannya berasal dari kekompok
dewa-dewa. Sebagai contohnya adalah Narayana. Semua para maha Rsi itu
berkewajiban untuk mempertahankan sifat ke-Rsiannya. Sifat-sifat itu meliputi:
Dirghayusa (panjang umur). Matikerti (mampu melaksanakan keinginan). Siddha
Iswarya (sempurna sejak dalam kandungan). Diwya caksu (mampu mengetahui
jauh maupun dekat, masa dulu maupun yang akan datang). Prtyaksa Dharmanah
(menjadi karena pengetahuan pratyaksa pengetahuan langsung). Gotraprawartaka
(mempunyai keturunan). Satkarmanirala (tidak terhalang melakukan yadnya).

Silinah (berpegang teguh pada kesusilaan). Cramedhinah (gemar dalam tugas


rumah tangga dan tidak takut pada makanan sederhana).
Rsi dapat pula dikelompokkan menurut kedudukan atau fungsinya yaitu:
Srula Rsi, Salya Rsi, Brahma Rsi, Dewa Rsi, Tapa Rsi, dan Raja Rsi. Ada empat
sifat yang menyebabkan Rsi penting artinya bagi kehidupan Umat Hindu: (1) Widya
atau ilmu. (2) Satya atau kejujuran, kebenaran (3) Tapa atau pengendalian diri. (4)
Sruta atau pemberian wahyu.
Pandita dalam bahasa Sansekerta berarti orang pandai, cendekiawan,
bijaksana, sarjana, sujana, pendeta. Yang dimaksud dengan Pandita adalah pendeta,
seorang rohaniawan Hindu yang telah madwijati melalui upacara diksa. Dwijati
artinya lahir kedua kali. Pertama lahir atau dilahirkan oleh Ibu-Bapak (Guru
Rupaka). Kedua dilahirkan pula dan diakui oleh seorang guru pengajian (Nabhe).
Sedangkan Diksa adalah upacara penyucian seorang welaka menjadi Pandita.
Pandita di Bali sering disebut sulinggih.
Berbeda dengan Pandita, Pinandita adalah seorang rohaniawan Hindu
tingkat ekajati. Seorang calon pinandita tidak didiksa melainkan diwinten. Ekajati
dalam bahasa sansekerta berarti hanya lahir sekali. Lahir atau dilahirkan dalam
kandungan ibu dan bapak (Guru Rupaka).
2.2

Sasana dan Wewenang Orang Suci


Menjadi seorang sulinggih, calon diksita harus memenuhi beberapa
persyaratan yang ditetapkan: (1) Laki-laki yang sudah berumah tangga atau lakilaki yang Nyukla Brahmacari (laki-laki yang sedang menuntut ilmu atau tidak
kawin). (2) Wanita yang sudah berumah tangga atau wanita yang tidak kawin
(Kanya). (3) Pasangan suami istri yang sah. (4) Sehat dan bersih secara lahiriah
termasuk tidak cacat jasmani (Cedangga). (5) Sehat dan bersih secara batiniah, tidak
menderita penyakit saraf atau gila. (6) Berpengetahuan luas meliputi pengetahuan
umum, paham terhadap Bahasa Kawi, Sansekerta, Bahasa Indonesia, mendalami
masalah Wariga, Tattwa, sasana-sasana dan Yadnya. (7) Memiliki eviliasi sosial
yang baik yakni berkelakuan baik, dan bijaksana terhadap sesama, alam dan

pemerintah serta tidak tersangkut masalah kriminal, dan subversive.(8) Lulus diksapariksa yang dinyatakan dengan surat oleh Pengurus Parisada Hindu Dharma
Indonesia Kabupaten/Provinsi setempat. (9) Sudah memiliki calon nabhe yang akan
menyelesaikan (muput) upacara padiksa.
Di dalam lontar Eka Pratama dijelaskan tentang wewenang Tri Sadaka
sebagai berikut Pandita Siwa, Pandita Budha, Pandita Bhujangga, sesungguhnya
mereka bersaudara. Pandita siwa bertugas Amrestita Sarwa Prani, artinya untuk
menyucikan alam atas atau Swah Loka. Pandita Budha bertugas Amrestita Sarwa
Pawana, artinya menyucikan atmosfer atau alam tengah atau Bwah Loka. Pandita
Bhujangga bertugas untuk Amrestita Sarwa Prani, artinya untuk menyucikan semua
mahluk hidup dialam bawah atau Bhur Loka. Tugas ketiga Pandita itu secara rutin
dilaksanakan setiap tahun pada waktu upacara Tawur Kesanga, sehari menjelang
hari raya Nyepi.
Seorang Pinandita adalah seorang rohaniawan Hindu pada tingkat Ekajati.
Setelah melalui upacara pawintenan, seorang Pinandita dapat menyelesaikan
upacara Yadnya tertentu, atau biasanya pada semua pura tertentu khususnya pura
yang di-emong-nya (menjadi tanggung jawabnya).
Persyaratan yang perlu diperhatikan untuk menjadi seorang Pinandita antara
lain: (1) Laki-laki atau wanita yang sudah berumah tangga atau berkeluarga. (2)
Laki-laki atau wanita yang mengambil brata Sukla Brahmacari. (3) Pasangan suami
istri (4) Bertingkah laku yang baik dalam kehidupan sehari-hari. (5) Berhati suci
dan berperilaku yang suci. (6) Taat dan melaksanakan ajaran agama dengan baik.
(7) Mengetahui ajaran-ajaran agama (Wruh ring utpati, sthiti, pralinaning sarwa
dewa).

(8)

Tidak

menderita

penyakit

saraf

atau

gila.

(9)

Suka

mempelajari/berpengetahuan dibidang kerohanian. (10) Dapat persetujuan dan


pengurus serta dukungan dan masyarakat setempat/masyarakat pengemong
(penyungsung) pura bersangkutan. (11) Mendapat penataran atau pengesahan dari
Parisada Hindu Dharma setempat (Kabupaten/Provinsi).

2.3

Riwayat Singkat Orang Suci Agama Hindu


Ketujuh Rsi (SApta Rsi) juga disebut Pandita, menerima wahyu melalui
Dewa Brahma, Sapta Rsi menerima wahyu (Sruti) itu yaitu: Grtsamada,
Wiswamitra, Wamadewa, Atri, Bharadwada, Wasistha, Kanta.
Sekilas akan diuraikan tentang ketujuh para Maha Rsi itu:
Grtsamada
Maha Rsi Grtsamada telah berhasil menerima wahyu (sruti) tentang ayatayat suci Veda, yang kemudian dihimpunnya dalam Reg Veda terutama dalam
Mandala (II) dua.
Wiswamitra
Wahyu ayat-ayat suci yan diterima Maha Rsi Wiswamitra dihimpun dalam
Reg Veda pada mandala (III) tiga.
Wamadewa
Maha Rsi Wamadewa telah pula menerima wahyu (Sruti) ayat-ayat suci
Veda dan Ida Sang Hyang Widhi yang kemudian telah menghimpun dalam Reg
Veda dalam mandala (IV) empat.
Atri
Maha Rsi Atri menerima wahyu Veda yang dihimpun dalam Reg Veda pada
mandala (V).
Bharadwaja
Rsi Bharadwaja adalah termasuk Maha Rsi yang telah menerima wahyu
ayat-ayat suci Veda, yang kemudian dihimpun dalam Reg Veda pada mandala (VI)
enam.
Wasistha
Wahyu yang telah diterima Maha Rsi Wasistha kemudian dihimpun dalam
ayat-ayat Reg Veda pada mandala (VII) tujuh.
Kanwa
Wahyu yang telah diterima Maha Rsi Kanwa kemudian dihimpun dalam
ayat-ayat Reg Veda mandala (VIII) delapan.

Ada juga beberapa Maha Rsi yang dalam kehidupan agama Hindu dikenal
dan disebut-sebut dalam kitab suci karena peran dan jasanya.
Bhagawan Bhgru
Bhagawan Bhrgu adalah salah seorang Maha Resi yang di dalam kitab
Purana dianggap sebagai putra Brahma dan sebagai pendiri dan warga atau bangsa
Beliau yang disebut bangsa Bhargawa.
Resi Agastya
Menurut pustaka Purana dan Mahabarata beliau lahir di Kasi (Beranes)
sebagai penganut Siwa yang taat. Mengingat usaha-usaha Rsi Agastya dalam
Dharmayatra ini maka istilah-istilah yang diberikan kepada Maha Rsi Agastya
diantaranya: 1. Agastya artinya perjalanan suci yang tak kenal kembali dalam
pengabdiannya untuk Dharma. 2. Pitna Sagara artinya bapak dari lautan, karena
mengarungi lautan-lautan yang luas demi untuk Dharma.
Bhagawan Brhaspati
Menurut beberapa kitab

Purana, Bhagawan Brhaspati adalah putra

Bhagawan Angirasa (Angira). Bhagawan Brhaspati semakin terkenal adalah karena


beliau dikenal pula sebagai penasehat dan guru dan para Desa.
Mpu Tantular
Mpu Tantular adalah seorang Rsi yang tinggi pribadinya dan juga seorang
pujangga besar Hindu. Hasil karyanya banyak tersebar, satu diantaranya yaitu
Sutasoma. Mpu Tantular adalah putra dari Mpu Bahuda, cucu dari Mpu Bharadah
yang saudara kandung dengan Mpu Kuturan.
Mpu Kuturan
Mpu Kuturan ini memiliki saudara kandung yaitu Mpu Bharadah. Kedua
Mpu ini adalah penasehat raja/Prabu Erlangga. Mpu Kuturan akhirnya menetap di
Bali dan di Pura Silayukti Beliau meneruskan melakukan yoga. Beliau menciptakan
adanya pura yang disebut Kahyangan Tiga yaitu Pura Puseh, Pura Desa (Bale
Agung) dan Pura Dalem.

Mpu Bharadah
Mpu Bharadah adalah adik kandung Mpu Kuturan. Mpu Bharadah adalah
Mahaguru dan para yogin yang besar yang bebas dari keletehan yang diakibatkan
dari ikatan duniawi.
Dang Hyang Astapaka
Dang Hyang Astapaka adalah seorang Pandita Budha yang datang dari
Majapahit ke Bali.
Dang Hyang Markandeya
Dang Hyang Markandeya adalah orang yang pertama kali datang ke Bali
untuk menyebarkan Agama Hindu, sebagai orang pembaharu atau sang pionir
dalam bidang Agama Hindu. Dang Hyang Markandeya adalah putra dari pasangan
Sang Mrakanda dengan Dewi Manaswini, dan merupakan cucu dari Sang Niata.
Dang Hyang Dwijendra
Dang Hyang Dwijendra adalah seorang Pandita Hindu. Beliau sangat
dihormati di Bali karena kesuciannya, karena jasa-jasa serta pengabdian Beliau
terhadap Agama Hindu, memberikan kesejahteraan rohaniah dan mengatasi
kesengsaraan hidup. Dang Hyang Dwijendra berasal dari Jawa Timur yakni
kerajaan Majapahit. Dang Hyang Asirnaranatha adalah nama ayah Beliau.
Di Bali Dang Hyang Dwijendra diberi gelar Ida Pedanda Sakti Wawu Rauh.
Konon, kehadiran Beliau di Bali dilatar belakangi oleh dua hal, yaitu:
1. Kewajiban Dharma Yatra kewajiban untuk menyebarkan ajaran Dharma
(Agama Hindu).
2. Perselisihan dengan Raja Blambangan yaitu Sri Juru, akibat kesalah pahaman.
Dang Hyang Dwijendra banyak membangun tempat suci (Pura) di Bali. Pura
yang dibangun selama perjalanan suci Beliau di Bali antara lain: Pura Purancak dan
Rambut Siwi di Negara-Jembrana, Pura Pulaki di Singaraja, Pura Pantai klotok di
Klungkung, Pura Masceti di Gianyar, Pura Uluwatu dan Peti Tenget di Badung,
Pura Tanah Lot di Tabanan, Pura Air Jeruk di Gianyar, dan Pura Pojok Batu di
Singaraja.

2.4

Pertanyaan:
1. Pada zaman modern seperti sekarang, kemampuan Pandita sudah termasuk
tinggi namun kemampuan beliau dalam mengendalikan diri masih ada yang
kurang. Bagaimana solusinya supaya kedepannya kita tidak menemukan
seorang Pandita yang tidak mampu mengendalikan diri dalam memimpin suatu
upacara?
2. Dalam kehidupan sehari-hari kita masih melihat bahwa peran seorang Pinandita
sama persis dengan peran seorang Pandita. Bagaimana peran Parisadha Hindu
Dharma Indonesia dalam membina dan memberikan batasan kewenangan bagi
seorang Pinandita dalam memuput suatu upacara?
3. Pada zaman dahulu yang memakai genta hanya seorang Pandita, tetapi pada
zaman sekarang hampir semua Pinandita juga memakai genta. Apakah yang
membedakan pemakaian genta antara Pandita dan Pinandita?
4. Sebelum seseorang didiksa menjadi Pandita, dia harus belajar dan diuji oleh
guru nabhe dan Parisadha Hindu Dharma Indonesia. Bagaimana dengan
Pinandita, sebelum dinyatakan sebagai seorang Pinandita siapa yang menguji
Beliau?
5. Seorang Pinandita yang umurnya terlalu muda, apakah dia sudah mampu
mentaati sasananing kepanditaan?

BAB III
PENUTUP
3.1

Kesimpulan
1. Orang suci di Bali diberi gelar sesuai dengan wangsanya atau keturunannya dan
mempunyai

wewenang

untuk

nglokaparacraya

artinya

yaitu

sebagai

seorang/tempat umat memohon petunjuk kerohanian dan sebagai seorang yang


dimohon untuk menyelesaikan (muput) suatu upacara/upakara agama.
2. Orang yang telah melakukan upacara padiksan dan pawintenan disebut Pandita
dan Pinandita.
3. Pandita adalah Pendeta, seorang rohaniawan Hindu yang telah madwijati
melalui upacara diksa. Sedangkan Pinandita adalah seorang rohaniawan Hindu
tingkat ekajati, seorang calon Pinandita tidak didiksa melainkan diwinten.

DAFTAR PUSTAKA
1. Sukrawati, Ni Made dkk. 2007. Kaedah Beryadnya Orang-orang Suci dan Tempat
Suci (Acara I). Surabaya: Paramita.

10

Anda mungkin juga menyukai