Anda di halaman 1dari 5

NGABEN

PENGERTIAN

Kata ngaben pasti sudah tidak asing lagi untuk kita, baik bagi masyarakat Bali,

ataupun luar Bali dan bahkan luar negeri. Setelah mendengar kata ngaben, pasti

pikiran kita tertuju pada sistem pembakaran mayat di Bali. Kali ini kita akan
akan membahas tentang apa itu “Ngaben”. Kata ngaben berasal dari kata
“Ngaba + in”, yang kemudian menjadi kata Ngaben. Menurut Bahasa Bali kata
Ngaben berarti membekali atau memberi bekal. Bekal yang dimaksud adalah
sesuatu yang berwujud material yang diwujudkan dalamupakara-upakara dan
benda-benda materi lainnya, dan juga bekal immaterial yang berwujud Puja
Mantra dari Ida Pedanda serta doa-doa dari sanak saudara. Dari kata ngaben yang
berartimembekali ini mungkin timbul anggapan yang bersifat
berlebihan,sehingga Ngaben itu harus secara besar-besaran sebagai bukti rasa
terima kasih dan hormatnya kepada almarhum,dan terselip suatu anggapan yang
keliru bahwa perlunya orang meninggal itu diberikan bekal sebanyak-banyaknya
dalam perjalanannya kedunia sana.
Perkirakan yang lebih tepat mengenai asal kata Ngaben itu adalah berasal dari
kata “abu”. Dari kata”abu”kemudian menjadi “Ngabu+in”dan berkembang
menjadi ngabon dan berarti mengabukan atau menjadikan abu. Yang dijadikan
abu disini adalah mayat orang yang meninggal dengan jalan
membakarnya.kemudian kata ngabon ini dihaluskan menjadi
kata”ngaben”.Seperti misalnya dapat kita lihat perubahan kata yang sedemikian
adalah matakon (kasar) dados mataken (halus). Istilah yang biasa digunakan
untuk penyelesaian mayat adalah istilah “Atiwa-tiwa”.
Upacara ngaben merupakan salah satu bagian dari pelaksanaan Pitra Yadnya.
Pitra Yadnya adalah korban suci yang dilaksanakan dengan tulus ikhlas yang
ditujukan kepada Pitra yaitu roh-roh suci para leluhur, orang tua atau keluarga
yang telah meninggal dan telah disucikan. Sedangkan arwah para orang tua,
leluhur atau sanak saudara yang belum disucikan disebut Preta bukan Pitara.

TUJUAN
Tujuan utama dari upacara ngaben itu adalah :
1. Mengembalikan jasad atau badan wadag ini ke alam asalnya, yaitu Panca
Maha Bhuta yaitu lima unsur kasar badan manusia di Bhuana Agung.
2. Menyucikan roh orang yang telah meninggal sehingga dari Preta yang
sifatnya mengganggu berubah menjadi Pitara yang sifatnya membantu.
JENIS-JENIS UPACARA NGABEN

1. Sawa Preteka
2. Sawa Wedana
3. Swasta
4. Asti Wedana

Upacara Ngaben di setiap desa atau daerah berbeda-beda, tergantung dari


kebiasaan dan keyakinan masyarakat yang menyungsung desa adat tersebut.
Tetapi pada dasarnya adalah sama yaitu yang bertujuan untuk mengembalikan
atma dari fana ini ke alam Ida Sang Hyang Widhi. Contohnya adalah : Menurut
pengamatan yang saya lakukan di desa Ayah dan Ibu saya meskipun satu
kabupaten yaitu Kabupaten Tabanan, tetapi dari segi pelaksanaan upacara ngaben
itu berbeda.

1.SAWA PRETEKA

Di desa Ayah saya yaitu di desa Brembeng, kecamatan Selemadeg


menggunakan Sawa Preteka yaitu sawa atau mayat tidak langsung di bakar
melainkan dikubur terlebih dahulu. Berikut tentang cara pelaksanaan upacara
Ngaben yang menggunakan Sawa Preteka :

Sebelum sawa atau mayat dikuburkan atau dibakar terlebih dahulu dilakukan
langkah-langkah sebagai berikut ;
1. Mayat dibersihkan dengan air bersih, sebagai awal yang harus
dibersihkan adalah bagian muka, kemudian dikumuri, disikati
giginya, dikeramas rambutnya dengan air kembang, selanjutnya
rambutnya diberi minyak dan disisir rapi.
2. Setelah bagian muka dan kepala bersih, barulah bagian anggota
badannya dibersihkan. Seluruh tubuh digosok dengan sabun dan dicuci
kembali dengan air bersih, kemudian dimandikan dengan air kumkuman
atau air kembang. Setelah itu barulah diberi pakaian adat lengkap,
kedua tangannya diletakkan di atas perutnya, kedua ibu jari tangan dan
kedua ibu jari kakinya diikat dengan benang supaya tidak bergerak.

Kemudian dilanjutkan dengan upacara pembersihan (pareresikan ) yang


terdiri dari:
belonyoh putih kuning
keramas
kekerik tiyuk bagi wanita, dan kekerik pengutik bagi yang pria. Yang
dikerik adalah kukunya.
Alisnya diberi daun intaran
Diberi sikapa yang diiris-iris
Pusuh menuh, meka waja, daun tuwung bola bagi yang perempuan dan
daun padma bagi yang pria, garnet, itik-itik, bebek, penungkem (ali-ali
mirah), ongkep rai (tutup muka), bunga, minyak wangi,dan perlengkapan
yang lainnya. Sebelum dipakai, semua perlengkapan terebut diletakkan
dalam satu tudung.
3. Meletakkan kwangen pada mayat yaitu :
Satu untuk di kepala, satu untuk di hulu hati, satu untuk di kemaluan,
dua buah diletakkan di atas siku tangan,dan di atas lutut.
4. Sebagai bantalnya, di bawah kepala diisi uang keeping sebesar 250
kepeng.
5. Menyuguhkan nasi “Terpana” (sesajen) setelah selesai.
6. Jenazah dibungkus dengan kain kasa dan kedua ujungnya (bagian
kepala dan bagian kaki) diikat serta bagian tengah jenazah diikat
denganbenang atau sobekan kain pembungkus tadi.
Pada saat membungkus jenazah tersebut supaya diperhatikan hal-hal
sebagai berikut :
 Bila jenazah itu laki-laki maka lipatan kainnya : yang kanan
menutupi yang kiri, dan bila jenazah itu perempuan maka
lipatan kainnya : yang kiri menutupi yang kanan.
7. Jenazah dimasukkan ke dalam peti atau keranda, kemudian peti ditutup
dengan rapi.
8. Diluar peti dibungkus dengan kain.
9. Jenazah siap diberangkatkan (diusung) ke setra (kuburan) untuk
dipendam.

Untuk menyungsung jenazah ini dari rumah duka ke setra menggunakan


alat yang disebut dengan Wadah / Bade. Pembuatan bade ini tentu saja
disesuaikan dengan kemampuan. Kalau kemampuan ekonomi keluarga pas-pasan
dapat saja dibuatkan wadah yang bertumpang tiga, tetapi jika kemampuan
ekonomi kita tinggi kita dapat membuat wadah yang bertumpang 6,9,ataupun
bertumpang 12. Pembuatan tumpang-tumpang wadah ini engan perhitungan
ganjil mulai dari 1-12. Pada saat menyungsung mayat, dari rumah duka ke setra
setiap sampai di persimpangan jalan berputar tiga kali, dengan arah putaran
berlawanan dengan arah perputaran jarum jam. Kegiatan ini disebut
”Prasawya”.

2. SAWA WEDANA

Tidak seperti di desa Ayah, di desa Ibu menggunakan sustem Sawa


Wedana untuk upacara ngaben. Sawa Wedana adalah membakar mayat di
kuburandengan cara pelaksanaannya sebagai berikut :
1. pelaksanaan awalnya sama seperti Sawa Preteka , tetapi setelah
sampai di kuburan mayat dibakar dengan api suci atau
krematorium.
2. Setelah semuanya menjadi abu, lalu disiram dengan air dingin.
Keping-kepingan abu tulang dipungut dan dikumpulkan.
Kemudian abu tulang diulek sampai menjadi seperti tepung,
kemudian dimasukkan ke dalam cengkir kelapa gading, dibungkus
dengan kain putih dihiasi dengan kembang. Inilah yang disebut
“Puspaati”. Dalam hal ini sesajen yang diperlukan adalah sbb. :
Nasi Angkeb
Ketupat panjang
Tumpeng putih kuning
Diyus Kamaligi
Tigasan kampuh
Bunga atau canang sari

Pada Upacara ini semua anggota keluarga menyembah dan


diberi puja, kemudian dilanjutkan dengan upacara nganyut ke
laut, yaitu dengan menghanyutkan abu tulang tersebut ke laut
atau sungai yang bermuara ke laut.

C. SWASTA

Swasta adalah upacara bagi orang yang meninggal dunia jika mayatnya
tidak ditemukan lagi, upacara ini dilakukan dengan membuat Kusa Sarira yaitu
jalinan alang-alang yang dibentuk sedemikian rupa sehingga menyerupai badan
manusia yang digunakan sebagai pengganti mayat. Boleh juga dengan jalan
membuat Toya Sarira (air suci yang ditambah dengan bunga-bunga yang
harum) yang telah diwujudkan dengan puja Sawa Preteka oleh Sulinggih. Kusa
Sarira dibakar dengan segala upacara yang sama dengan Sawa Wedana. Setelah
upacara Swasta itu berakhir, maka dapat dilanjutkan dengan upacara “Atma
Wedana’ yang biasa dikenal dengan istilah Nyekah / Mamukur.

ATMA WEDANA

Upacara Atma Wedana adalah suatu upacara kelanjutan dari upacara


pangabenan, tetapi sudahtingkatan yang lebih suci yaitu mengupacarai atma
orang yang telah diaben.
Adapun ketentuannya sebagai berikut :
a. Tempatnya di rumah atau tempat khusus yang telah ditentukan.
b. Simbul dari atma dibuat dalam bentuk “Puspa Sarira” yaitu susunan
bunga yang berbentuk badan manusia atau “Toya Sarira” yang dibuat dari
ir suci ditambah bunga-bunga yang segar dan harum dan diwujudkan
dengan “Puja Atma Tatwa”
c. Banten atau sajennya terutama terdiri dari api, air, daun, buah-buahan,
dan bunga-bungaan yang segar dan harum.
d. Diantar dengan Puja Pralina oleh Sulinggih atau pemuka agama yang
diakhiri dengan pembakaran puspa sarira itu.
e. Sanak keluarga menyembah kehadapan Ida Sang Hyang Widhi dan juga
kehadapan Sang Pitara (roh leluhur)
f. Abu Puspa Sarira dihanyutkan ke laut atau ke sungai yang bermuara ke
laut.
g. Setelah itu barulah dilanjutkan dengan upacara Ngelinggihin yaitu
menstanakan roh leluhur di sanggah kemulan (Rong Tiga )

Setelah atma wedana dilaksanakan diharapkan roh leluhur yang diupacarai


mendapat tempat atau kedudukan yang lebih tinggi di sorga bahkan dapat bersatu
dengan Sang Hyang Widhi.

Anda mungkin juga menyukai