Anda di halaman 1dari 7

Mengenal Upacara Ngaben

Mengenal Upacara Ngaben


Penulis: M. Adrianto S.

Pada dasarnya, Upacara Ngaben merupakan ritual yang dipercaya oleh masyarakat Pulau
Dewata untuk mengembalikan roh orang yang sudah meninggal kembali ke alam asalnya
dengan lebih cepat dibandingkan dengan penguburan biasa lewat tanah.

Berdasarkan etimologi, kata “ngaben” sendiri konon berasal dari kata “ngabu” yang bisa
diartikan sebagai “menjadi abu”. Hal ini tentunya sesuai dengan prinsip dasar Upacara
Ngaben, di mana mayat seseorang akan dibakar sampai tidak tersisa apapun dari badannya
dan akan menjadi abu.

Masyarakat Pulau Bali, yang mayoritas merupakan umat Hindu, punya kepercayaan bahwa
terdapat 5 komponen untuk membentuk badan manusia. 5 komponen ini disebut juga dengan
istilah “Panca Maha Bhuta” atau dalam istilah modern lebih dikenal dengan sebutan “elemen
klasik”.

Kelima komponen Panca Maha Bhuta ini adalah pertiwi atau zat padat, apah atau zat cair,
teja atau zat panas, bayu atau angin, dan akasa atau ruang hampa. Kelima komponen tersebut
jika menjadi satu akan membentuk tubuh manusia yang nantinya akan diisi oleh sebuah roh
atau disebut dengan istilah “Atma” dalam kepercayaan Hindu.

Ketika seseorang meninggal, Atma yang dimiliki seseorang masih akan tersimpan di dalam
tubuh seseorang. Upacara Ngaben ini diadakan oleh masyarakat dengan tujuan untuk

1
Mengenal Upacara Ngaben

membebaskan Atma yang belum bisa keluar dari tubuh mereka, agar bisa kembali ke Yang
Maha Kuasa.

Setelah itu, Atma yang telah berpulang ke Yang Maha Kuasa, dipercaya oleh umat Hindu
akan bereinkarnasi suatu saat nanti. Tidak sedikit anggota keluarga atau kerabat orang yang
sudah meninggal ini berharap bahwa mereka bisa bertemu kembali dengan sosok ini di
kehidupan berikutnya.

Kepercayaan Agama Hindu memang banyak mengajarkan banyak hal terkait kehidupan dan
spiritualisme bagi penganutnya. Tidak ada salahnya jika orang-orang dengan latar belakang
agama berbeda ingin mempelajari kepercayaan Agama Hindu, karena agama ini memang
banyak mengajarkan hal baik. Buku “Dari Siwaisme Jawa ke Agama Hindu Bali” bisa
menjadi bahan bacaan bagi Grameds yang tertarik dengan topik ini.

Asal usul ritual ini dilakukan oleh Bharatayuddha (keturunan kaisar Bharata) di India sekitar
400 SM. Mereka percaya bahwa upacara kremasi ini akan membawa kembali tubuh
almarhum ke dasar alami tubuh. Ini berkaitan dengan energi air, panas, angin, dan Bumi pada
alam. Umat Hindu juga percaya bahwa upacara ngaben ini akan membebaskan jiwa dari
perbuatan buruk selama hidup di dunia. Tak lain, tujuannya untuk mengantarkan mereka ke
surga dan bereinkarnasi menjadi pribadi yang lebih baik.

Lambat laun, upacara Ngaben ini mulai masuk ke Bali pada abad ke-8 dan diwariskan secara
turun temurun. Di era modern ini, kebudayaan Ngaben masih terus dilakukan dan menjadi
tradisi agama Hindu di Bali.

Tujuan Ritual Ngaben

Tujuan dari upacara Ngaben yakni tak jauh dari 'pembersihan' amal seseorang yang
meninggal dunia. Setiap anggota keluarga wajib untuk mengantarkan mendiang dalam
memasuki kehidupan "berikutnya".

Seperti jenis sistem kepercayaan lainnya, umat Hindu Bali percaya bahwa tubuh terdiri dari
spiritual dan fisik. Ketika kematian terjadi, masyarakat lokal percaya bahwa itu akan
'memadamkan' fisik dan fungsi tubuh. Sementara, roh atau dikenal atma, akan tetap hidup
selamanya. Selain itu, setelah 'membakar jenazah' dan melarungkan abu ke sungai atau laut
dapat membantu melepaskan Sang Atma (roh) dari belenggu keduniawian. Sehingga setelah
prosesi ngaben, dipercaya dapat mempermudah jenazah atau mendiang bersatu dengan Tuhan
(Mokshatam Atmanam).

Banyak dari mereka menggambarkan kematian sebagai tidur yang panjang. Tak hanya itu,
'membakar jenazah' juga bertujuan untuk mengembalikan segala unsur Panca Maha Bhuta (5
unsur pembangun badan kasar manusia) kepada asalnya masing-masing. Artinya, tubuh yang
tak mampu lagi bergerak, tapi roh pada orang tersebut tak sepenuhnya hilang.

Selain memiliki tujuan bagi arwah, ngaben juga memiliki tujuan bagi pihak keluarga, yakni
menjadi simbolisasi bahwa pihak keluarga telah ikhlas, dan merelakan kepergian yang
bersangkutan. Untuk menambah pengetahuan, berikut adalah prosesi upacara Ngaben yang
perlu diketahui:

2
Mengenal Upacara Ngaben

1. Memandikan Jenazah

Umat Hindu turut menerapkan ritual memandikan jenazah. Prosesi ini umum dilakukan di
halaman rumah keluarga yang ditinggalkan. Setelah dalam keadaan suci, nantinya akan
dipasangkan sejumlah simbol khusus seperti:

 Bunga melati
 Serpihan kaca
 Daun intaran

Tujuannya yakni agar mengembalikan fungsi tubuh ke asalnya dan roh mengalami
reinkarnasi kembali.

2. Pemasangan Lembu Kayu

Sebelum upacara inti dimulai, anggota keluarga mendiang menyiapkan lembu kayu. Hal ini
digunakan untuk menahan jenazah yang nantinya akan dikremasi atau dibakar. Ada satu
tujuan khusus saat lembu kayu (atau struktur candi) dibawa ke tempat kremasi. Ini dilakukan
warga lokal Bali untuk 'membingungkan' arwah mendiang agar tidak menemukan 'jalan
pulang'. Ketika lembu kayu dan bade seperti bangunan candi dibawa ke tempat kremasi.

Biasanya orang Bali akan mencoba mengacaukan arwah mendiang, memastikan mendiang
tidak menemukan jalan pulang. Orang Bali menggoyang lembu, memelintirnya,
melemparkan benda ke arahnya dengan lemparan yang tidak dalam pada garis lurus, hal ini
dimaksudkan hanya untuk membingungkan roh.

3. Pembakaran atau Kremasi

Upacara Ngaben dilakukan untuk membebaskan roh dari tubuh yang meninggal dunia. Ketika
api membakar tubuh, ia 'melahap' unsur-unsur yang membentuk tubuh fisik atau dikenal
sebagai Panca Mahabutha. Tujuannya yakni untuk melepaskan roh dari belenggu duniawi dan
membiarkannya pergi ke bentuk kehidupan lain.

4. Diramaikan Ritual Kebudayaan

Tak hanya itu, prosesi dalam Ngaben juga diramaikan dengan berbagai acara kebudayaan.
Pada hari besar, semua orang akan berkumpul untuk beramai-ramai mengantarkan mendiang.
Acara ini juga diramaikan dengan tarian adat tradisional yang cukup meriah dan penuh
sukacita.

Perlu diketahui, Ngaben harus dirayakan dengan perasaan suka dan bahagia, Moms. Tidak
boleh ada unsur kesedihan di dalamnya, orang Bali percaya bahwa itu akan menghambat
semangat kehidupan mendiang selanjutnya.

5. Perlu Dilakukan Segera

Sebenarnya, upacara Ngaben bisa dilakukan kapanpun hingga persiapan telah lengkap.
Namun, jika Ngaben ditunda terlalu lama, rohnya dipercaya akan gentayangan dan menjadi
bhuta cuwil. Demikian pula pada yang orang meninggal dunia dikubur di tanah tanpa
melakukan ritual upacara. Hal itu disebabkan karena roh-roh tersebut belum melepaskan

3
Mengenal Upacara Ngaben

keterikatannya dengan alam kehidupan di dunia. Maka dari itu, perlu diadakan Ngaben
sebagai prosesi lengkap saat kematian terjadi.

Jenis Upacara Ngaben

Dan perlu diketahui juga bahwa Upacara Ngaben sendiri memiliki beberapa jenis berbeda.
Perbedaan ini dilandasi dari beberapa hal, mulai dari usia orang yang meninggal atau situasi
orang yang sudah meninggal. Perbedaan-perbedaan ini nantinya akan mempengaruhi tata
cara Upacara Ngaben.

Setidaknya, ada 5 jenis Upacara Ngaben yang bisa Grameds pelajari. Pada sesi singkat ini,
kita akan membahas apa saja 5 Upacara Ngaben yang biasa dilakukan oleh masyarakat Pulau
Dewata, serta kapan mereka akan melaksanakan upacara jenis ini.

Ngaben Sawa Wedana

Istilah Upacara Ngaben yang pertama mungkin menjadi istilah paling umum dibandingkan
dengan istilah lainnya. Ini dikarenakan Ngaben Sawa Wedana merupakan jenis Upacara
Ngaben di mana seseorang yang nantinya akan dikremasi masih memiliki tubuh fisik. Sampai
Upacara Ngaben dimulai, tubuh jenazah akan diusahakan agar tidak membusuk.

Ngaben Asti Wedana

Berbeda dengan Ngaben Sawa Wedana sebelumnya, Ngaben Asti Wedana merupakan jenis
Upacara Ngaben yang dilakukan setelah jenazah dikubur. Biasanya, jenazah yang akan
dikremasi hanya berupa tulang-belulang yang tersisa pasca digali dari makam dia berada.

Swasta

Swasta artinya Upacara Ngaben yang dilakukan tanpa ada adanya jenazah untuk dikremasi.
Hal ini tidak jarang terjadi, mengingat ada sejumlah peristiwa di mana jenazah bisa
menghilang atau tidak ditemukan seperti adanya kecelakaan pesawat atau peristiwa
terorisme. Jenazah ini nantinya akan diganti berupa lukisan atau foto jenazah dengan kayu
cendana replika jenazah.

Ngelungah

Ngelungah merupakan jenis Upacara Ngaben pertama yang didasarkan oleh kategori usia
seseorang. Pada Ngelungah, Upacara Ngaben berarti diadakan untuk anak-anak yang belum
tanggal gigi atau berganti gigi susu. Dengan ini, bisa disimpulkan bahwa jenazah anak yang
akan dikremasi biasanya berkisar usia 5-6 tahun.

4
Mengenal Upacara Ngaben

Warak Kruron

Jenis Upacara Ngaben terakhir yang akan kita bahas adalah Warak Kruron. Jika Ngelungah di
atas akan mengkremasi anak-anak berusia sekitar 5-6 tahun, Warak Kruron akan
mengkremasi anak-anak yang masih berusia 3-12 bulan, atau masuk ke dalam kategori bayi.

Swasta

Swasta artinya Upacara Ngaben yang dilakukan tanpa ada adanya jenazah untuk dikremasi.
Hal ini tidak jarang terjadi, mengingat ada sejumlah peristiwa di mana jenazah bisa
menghilang atau tidak ditemukan seperti adanya kecelakaan pesawat atau peristiwa
terorisme. Jenazah ini nantinya akan diganti berupa lukisan atau foto jenazah dengan kayu
cendana replika jenazah.

Ngelungah

Ngelungah merupakan jenis Upacara Ngaben pertama yang didasarkan oleh kategori usia
seseorang. Pada Ngelungah, Upacara Ngaben berarti diadakan untuk anak-anak yang belum
tanggal gigi atau berganti gigi susu. Dengan ini, bisa disimpulkan bahwa jenazah anak yang
akan dikremasi biasanya berkisar usia 5-6 tahun.

Warak Kruron

Jenis Upacara Ngaben terakhir yang akan kita bahas adalah Warak Kruron. Jika Ngelungah di
atas akan mengkremasi anak-anak berusia sekitar 5-6 tahun, Warak Kruron akan
mengkremasi anak-anak yang masih berusia 3-12 bulan, atau masuk ke dalam kategori bayi.

Selain itu, biaya dari Upacara Ngaben juga tidak bisa dikatakan murah, sehingga hanya
beberapa golongan masyarakat saja yang bisa mengadakan ritual ini. Namuni, tentunya
banyak umat Hindu di Bali yang ingin mengupayakan untuk melakukan Upacara Ngaben
terlepas dari biayanya.

Agar Grameds bisa mengetahui alasan di balik panjangnya Upacara Ngaben, kita akan
mempelajari bersama-sama terkait prosedur dan tata cara Upacara Ngaben. Setidaknya, ada
10 langkah atau prosedur yang Grameds perlu ketahui mengenai Upacara Ngaben.

10 rangkaian Upacara Ngaben ini yaitu Ngulapin, Nyiramin atau Ngemandusin, Ngajum
Kajang, Ngaskara, Mameras, Papegatan, Pakiriman Ngutang, Ngeseng, Nganyud, dan
terakhir Mangelud atau Mangoras. Penjelasan lebih detail akan ada dipaparkan di bawah
sebagai berikut.

5
Mengenal Upacara Ngaben

Ngulapin

Ngulapin merupakan langkah awal dalam tata cara Upacara Ngaben, di mana seseorang
memanggil Sang Atma atau roh dari jenazah yang sudah meninggal. Ngulapin bisa dilakukan
di berbagai macam lokasi sesuai dengan kebutuhan, dan memiliki prosedur berbeda sesuai
dengan tradisi dan kepercayaan keluarga.

Nyiramin atau Ngemandusin

Selanjutnya, jenazah akan dimandikan disertai dengan berbagai simbolisme seperti bunga
melati di rongga hidung, pecahan kaca di atas alis dan sebagainya. Proses ini dinamakan
sebagai nyiramin atau ngemandusin dan bertujuan agar reinkarnasi dari jenazah bisa lahir
dengan kondisi tubuh baik tanpa adanya kecacatan.

Ngajum Kajang

Pada prosedur ini, akan ada sebuah kertas putih, atau disebut juga dengan istilah “kajang”,
yang akan ditulis oleh aksara-aksara hindu. Keluarga dan kerabat dari orang yang meninggal
ini nantinya akan menekan kertas atau kajang ini sebanyak 3 kali, menunjukan bahwa mereka
siap melepas kepergian jenazah.

Ngaskara

Ngaskara memiliki arti sebagai “penyucian roh”. Maksudnya, roh dari orang yang sudah
meninggal ini akan disucikan sesuai dengan kepercayaan dari masing-masing penyelenggara
Upacara Ngaben. Ngaskara dilakukan agar nantinya roh atau Atma bisa kembali kepada
Yang Maha Esa dan suatu saat bisa dipertemukan lagi dengan keluarga dan kerabatnya.

Mameras

Prosedur mameras hanya akan dilaksanakan jika orang yang meninggal sudah memiliki cucu.
Mameras sendiri berasal dari kata “peras” yang dalam kepercayaan sana dapat diartikan
sebagai “sukses”, “berhasil”, atau “selesai”. Cucu dari orang yang meninggal diharapkan bisa
menuntun orang ini ke jalan yang benar.

Papegatan

Papegatan memiliki kata dasar pegat, yang artinya “putus”. Dalam prosedur papegatan,
tandanya keluarga dan kerabat sudah mengikhlaskan kepergian dari orang yang meninggal
ini. Papegatan biasanya disertai dengan sarana sesaji sebagai katalisnya, dan bertujuan agar
keluarga dan kerabat tidak menghalangi roh untuk kembali ke Yang Maha Esa karena ketidak
ikhlasan mereka dalam melepas jenazah.

6
Mengenal Upacara Ngaben

Pakiriman Ngutang

Setelah Papegatan, proses selanjutnya bernama Pakiriman Ngutang, yaitu pengiriman jenazah
ke makam. Prosedur ini akan dilakukan dengan cukup meriah, di mana jenazah akan dibawa
di dalam keranda dan diiringi musik gamelan khas Bali. Keranda juga akan diputar-putar
sebanyak 3 kali di sejumlah lokasi sebagai simbol perpisahan.

Ngeseng

Setelah seluruh prosedur di atas dilakukan, tiba saatnya bagi anggota keluarga dan kerabat
untuk melakukan ngeseng, yaitu membakar jenazah dari orang yang sudah meninggal.
Ngeseng sendiri dipimpin oleh pemuka agama atau pendeta, dan nantinya abu serta tulang
yang tersisa dari orang ini dikumpulkan, digilas, dan dimasukkan ke dalam buah kelapa.

Nganyud

Nganyud adalah istilah yang digunakan di mana anggota keluarga dan kerabat dari orang
yang sudah meninggal akan menghanyutkan abu jenazah ke laut atau sungai. Nganyud
dilakukan dengan tujuan agar kotoran atau ketidaksucian dari jenazah bisa “hanyut” atau
hilang dari dunia ini, dan pergi ke alam lain.

Mangelud atau Mangoras

Biasanya, 12 hari pasca meninggalnya seseorang, akan dilakukan prosedur bernama


mangelud atau mangoras, di mana keluarga akan menyucikan serta membersihkan
lingkungan rumah mereka yang bisa saja masih dipenuhi kesedihan dan rasa duka setelah
meninggalnya anggota keluarga.

Anda mungkin juga menyukai