PROV.SULAWESI UTARA
DIBAWAKAN OLEH : 1.
2.
HARI/TANGGAL :
OM SWASTYASTU
1. Pembawa acara menyapa dan memperkenalkan Narasumber
2. Pembawa acara menanyakan apa pengertian ngaben?
Ngaben adalah upacara pitra Yadnya yaitu korban atau persembahan suci kepada para orang tua
atau leluhur kita yang telah meninggal dunia. Ngaben berasal dari kata ngabuin yang berarti
menjadikan abu. Dalam hal ini Ngaben berarti pengembalian unsur panca maha bhuta sebagai
unsur pambentuk tubuh manusia melalui proses pembakaran(menjadikan abu). Namun ada juga
yang menyatakan bahwa ngaben berasal dari kata ngabehin yang berarti banyak karena mungkin
mereka beranggapan kalau ngaben membutuhkan biaya yang banyak,padahal ngaben tidak harus
banyak mengeluarkan biaya yang besar. Biaya ngaben tergantung dari kemampuan seseorang.
Dalam upacara ngaben yang paling diperlukan adalah ketulusan dan keyakinan dari
pelaksananya.
7. Banyak orang beranggapan kalau membakar mayat itu sadis? Apakah memang
demikian dalam ngaben?
Pemikiran yang seperti itu salah besar. Dalam pengabenan yang dibakar adalah badan kasarnya
saja sedangkan sang roh telah lepas dari badan. Hal ini dapat dijelaskan dengan contoh: kalau
baju kita sudah tidak muat di badan maka kita akan menggantinya dengan baju yang baru.
Seandainya baju yang bekas itu kita bakar apakah akan terasa panas dibadan? Seperti itulah
ngaben dalam ajaran agama hindu, badan wadag yang akan dibakar sudah dipisah dengan sang
roh jadi sang roh tidak akan merasakan panasnya api ketika api itu membakar habis badan kasar.
Jadi jelas tidak ada sadisme dalam upacara ngaben karena dalam upacara ngaben mayat tidak
serta merta dibakar seperti membakar sampah tetapi ada tata cara khusus perlakuan terhadap
mayat, yaitu mayat dimandikan terlebih dahulu,di rias sedemikian rupa sesuai tata cara ajaran
Hindu,dibawa ke kuburan(setra),disembahyangkan,diadakan ritual yang dimaksudkan untuk
memisahkan antara badan kasar dan roh agar proses pengembalian unsur Panca Maha Bhuta
melalui proses pembakaran dapat dilakukan.
Setiap upacara agama didalam ajarah Hindu tidak harus dengan biaya yang besar. Pelaksanaan
upacara tergantung dari Desa,Kala,Patra yaitu tempat,waktu dan keadaan. Oleh sebab itulah
sering kita lihat adanya perbedaan dalam upakara tetapi memiliki makna yang sama. Setiap
upacara agama juga Disesuaikan dengan kemampuan masing-masing. Yang kaya membuat
upacara yang lebih besar,sedangkan yang hidup pas-pasan melaksanakan upacara yang
sederhana. Tuhan tidak memandang dari besar kecilnya upacara tetapi dari kualitas yadnya.
Apakah didasari perasaan yang tulus ikhlas atau tidak.
11. adakah cerita yang mendukung apa yang bapak sampaikan tentang ketulusikhlasan
dalam beryadnya?
Hal ini terdapat dalam Aswameda Parwa dimana ada sebuah cerita Tikus dan Yudistira. Setelah
yudistira selesai melakukan upacara Aswameda datanglah seekor tikus yang berbulu aneh karena
sebagian bulunya berwarna keemasan. Tikus berkata hai Yudistira yadnya yang kau lakukan ini
masih kalah dengan yadnya dari keluarga Brahmana yabg miskin! Semua yang mendengar jadi
bingung kenapa yadnya yang demikian megah masih kalah dari yadnya yang dilakukan oleh
Brahmana yang miskin? Sang yudistira bertanya yadnya apa gerangan yang bisa menandingi
upacara Aswameda? Begini yang milia; di sebuah bukit hidup keluarga Brahmana yang miskin
dengan seorang anak dan menantunya. Mereka sangat kelaparan karena berbulan-bulan musim
kemarau sehingga tak mendapat makanan. Hingga suatu hari mereka mendapat derma dari
seseorang yang kemudian dibagi empat. Tiba-tiba mereka kedatangan tamu yang sangat
kelaparan dan sang tamu meminta makanan mereka .menjadi tuan rumah sudah menjadi
kewajiban melayani tamu dengan baik. Sang ayah memberi bagiannya,karena terlihat masih
lapar ibu memberikan bagiannya,begitu selanjutnya hingga bagian anak dan menantunyapun
diberikan kepada sang tamu. Akhirnya keluarga Brahmana meninggal karena menahan lapar.
Karena keikhlasan dari kelurga Brahmana mereka seketika meninngal langsung mendapat Surga.
Ditempat piring makan itu aku mengguling-gulingkan badan,tetapi aneh badanku yang setengah
yang terkena bekas makanan menjadi emas. Aku ingin semua badanku menjadi emas. Karena itu
aku berkeliling mencari yadnya yang setara dengan apa yang dipersembahkan oleh keluarga
Brahmana. Ketika hamba mendengar kalau Sang Raja Bijaksana menggelar upacara megah
hamba langsung datang kemari dengan harapan badanku berubah tetapi nyatanya tidak. Oleh
karena itu aku sang tikus berani mengatakan yadnya yang tuanku lakukan masih kalah dengan
yadnya yang dilakukan oleh keluarga Brahmana.
12. Pembawa acara menyimpulkan pembicaraan tadi dan akhirnya menutup dengan
parama santih