Anda di halaman 1dari 11

Ikuti Wikipedia bahasa Indonesia di 

 Facebook,   Twitter,   Instagram,


dan   Telegram

Parmalim
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Loncat ke navigasiLoncat ke pencarian

Artikel ini adalah bagian dari seri


Agama asli Nusantara

Sumatra
Parmalim • Pemena • Arat
Sabulungan • Fanömba adu • Melayu
Jawa
Sunda Wiwitan • Kejawen • Hindu
Jawa • Saminisme
Nusa Tenggara
Hindu Bali • Wetu Telu • Marapu • Jingi Tiu
Kalimantan
Kaharingan • Momolianisme
Sulawesi
Aluk Todolo • Tolotang • Tonaas
Walian • Adat Musi • Masade
Maluku dan Papua
Naurus • Wor • Asmat
Organisasi
Portal «Agama»
 L
 B
 S

Parmalim atau malim adalah warga penganut atau penghayat


sistem religius ("agama") Batak asli, yang hingga kini masih
eksis, terutama tersebar di daerah Toba Sumatra Utara.
Meyakini Tuhan, yaitu Mulajadi Nabolon. ini telah lebih
dahulu dianut oleh masyarakat Batak Toba jauh sebelum
masuknya agama-agama Islam, Kristen, dan Katolik.
Munculnya aliran Malim tidak terlepas dari konteks sosial,
ekonomi, dan politik yang berkembang pada saat itu yang
kemudian menjadikan agama ini sebagai respon atas
fenomena tersebut.
Ugamo Malim adalah agama asli “lokal” di kalangan
masyarakat Batak Toba [1]. Umumnya, penganut Ugamo
Malim adalah masyarakat Batak yang berdomisili
di Kabupaten Toba Samosir, Tapanuli Utara, juga di daerah
lain seperti Kabupaten Simalungun, Kabupaten
Dairi, Kabupaten Tapanuli Tengah. Dewasa ini Parmalim
juga menyebar di berbagai daerah di Indonesia, tetapi
jumlahnya sangat sedikit. Saat ini, jumlah pengikut aliran ini
tidak memiliki data resmi, tetapi jumlahnya sekitar 5.000 atau
11.000 jiwa.

Daftar isi
 1Pengertian Parmalim dan Ugamo Malim
 2Sejarahnya
 3Kepemimpinan (Pinisepuh)
 3.1Raja Mulia Naipospos
 3.2Raja Ungkap Naipospos
 3.3Raja Marnangkok Naipospos
 4Ajarannya
 5Jumlah Pengikut
 6Referensi
 7Lihat pula
Pengertian Parmalim dan Ugamo Malim[sunting | sunting
sumber]
Ugamo Malim adalah kepercayaan dan keyakinan terhadap
Pencipta alam semesta Tuhan Yang Maha Esa, Mulajadi
Nabolon, yang merupakan kelanjutan dari perkembangan
simultan sistem religius ke-Tuhanan yang dianut suku Batak
sejak dahulu kala. Orang Batak memahami dan memaknai
religiusitas dengan memperlakukan alam sebagai tumpuan
hidup dan merupakan anugrah Mulajadi Nabolon yang harus
dijaga, baik sebagai sumber kehidupan (keberadaan dirinya)
maupun sebagai sumber penghidupan (keberlangsungan dan
kepemilikan hidupnya). Spiritualitas memelihara alam
ciptaaan Mulajadi Nabolon, dipadukan dengan rasa syukur
dan berserah diri pada kuasa Sang Pencipta dipelihara dengan
rirual-ritual yang diselaraskan dengan kronologi
KEHIDUPAN dan PENGHIDUPAN. Beberapa ritual tersebut
dilaksanakan dalam bentuk upacara persembahan kepada sang
Pencipta. Aktivitas mempersiapkan perlengkapan upacara dan
perlengkapan “Pelean” (persembahan), dilakukan dengan
sangat hati-hati menurut tata laksana dan aturan ketentuan
yang telah menjadi “Patik” dalam upacara terkait. Kegiatan
menata persiapan upacara dan terutama menata “Pelean”
persembahan dinamakan “mang-UGAMO-hon”. Selaras
dengan itu orang-orang yang senantiasa melaksanakan ritual
persembahan, mendapat julukan “par-UGAMO” atau
“parugama” dalam bahasa Batak lama. Sebutan “parugamo”
itu kembali populer di Toba, ketika pengaruh “religiusitas –
asing” sudah marak di tanah Batak, menjadi entitas dan
identitas orang yang eksis dengan sistem keyakinan
religiusitas asli Batak. Ugamo artinya keberaturan, penataan
dengan benar. Orang sering juga menyebut atau
menuliskannya Agama Malim.
Dalam bahasa Batak, orang yang menganut dan mengikuti
serta menghayati ajaran Ugamo Malim disebut par-Ugamo
Malim, dan disingkatkan menjadi Parmalim. Namun dalam
sebutan populer saat ini, kata Parmalim sering digunakan
(pihak eksternal) juga untuk lembaga kepercayaan UGAMO
MALIM itu sendiri. Sekumpulan orang dalam melaksanakan
satu kegiatan dan satu tujuan dalam bahasa Batak disebut
Punguan. Punguan Parmalim dapat diartikan sebagai
perkumpulan penganut Ugamo Malim dan wadah maupun
sarana tempat perkumpulan Parmalim melakukan ritual
kepercayaanya. Punguan Parmalim (inganan parpunguan)
sebagai identitas tempat ibadah dan lembaga perkumpulan
parmalim. lazim digunakan sejak awal berdirinya Bale
Pasogit Partonggoan di Hutatinggi Laguboti, yang
diamanahkan Raja Sisingamangaraja – Raja Nasiakbagi –
Patuan Raja Malim kepada muridnya Raja Mulia Naipospos.
Ringkasnya dapat diterangkan: Ugamo Malim adalah ajararan
kepercayaan, Parmalim adalah orang penghayatnya, Bale
Pasogit Parmalim adalah Pusat peribadatan Ugamo Malim.
Sedangkan Punguan Parmalim memiliki dua maksud yang
sangat berbeda yaitu; 1). Tempat perhimpunan/perkumpulan
beribadah, unit warga parmalim bernaung dalam satu tempat
peribadatan/ Bale Parsantian yang dipimpin seorang Ulu
Punguan. Ulu Punguan menjalankan tugas dan fungsi yang
didelegasikan Ihutan Parmalim dari Bale Pasogit Parmalim.
Ulu Punguan mewakili Ihutan Parmalim memimpin
peribadatan dalam lingkup Punguan Parmalim yang
dipimpinnya. Dan 2) Organisasi Punguan Parmalim sebagai
wadah penghayat Ugamo Malim (parmalim) untuk urusan
non religiusitas (internal), dan dalam hubungan administratif
Ugamo Malim dengan pemerintah dan masyarakat
(eksternal).
Sejarahnya[sunting | sunting sumber]
Semasa eksistensi Dinasty Sisingamangaraja, Bale Pasogit
Pamujian ada di Bakkara, tetapi selama masa perang saat
“penjajah” membumi-hanguskan Bakkara juga termasuk Bale
Pasogit Sisingamngaraja ikut di bakar. Tatkala pengaruh
asing melanda tanah Batak, menimbulkan berbagai
guncangan sporadis pada tatanan kehidupan masyarakatnya
sebagai akibat penjajahan Belanda dan aktivitas penyebaran
agama kristen, Raja Sisingamangaraja mengamanatkan
kepada muridnya untuk mendirikan Bale Pasogit kelak,
sebagai wadah tempat “Pamujian Nabolon” menghimpun
kelak orang-orang yang setia dengan keyakinan
terhadap Mulajadi Nabolon. (Amanat tersebut kembali
diingatkan setelah peristiwa 17 Juni 1907, oleh sosok yang
menamakan diri Nasiakbagi seraya menunjuk tempat
“kedudukan” dan gambar rupa Bale Pasogit yang akan
didirikan kelak oleh Raja Mulia.)
Terkait amanah mendirikan Bale Pasogit, Raja Mulia melapor
dan menyampaikan maksudnya kepada pemerintah Belanda
melalui Kantor Demang di Balige sekitar tahun 1913.
Pemerintah Belanda mengadakan penyelidikan atas kegiatan
penyebaran ajaran Ugamo Malim selama beberapa tahun,
barulah tahu 1921 Belanda mengizinkan Raja Mulia
mendirikan Bale Pasogit di Hutatinggi Laguboti melalui Surat
Contoleur van Toba Nomor 1494/13 tanggal 25 Juni 1921.
Bermula dari sini, Ugamo Malim secara terbuka
melaksanakan upacara ritual, pengembangan ajaran secara
terpusat di Hutatinggi dibawah pimpinan Raja Mulia
Naipospos.
Kepemimpinan (Pinisepuh)[sunting | sunting sumber]
Raja Si Singamangaraja sebagai Malim dan Imam bagi orang
Batak, mengajarkan dan menegakkan titah menyembah dan
memuja Sang Pencipta, Tuhan Mulajadi Nabolon, dalam
ajarannya beliau menamakan diri Raja Nasiakbagi-Patuan
Raja Malim. Hal ini seturut dengan pahit getirnya hidup
beliau selama menegakkan Ugamo Malim sebagai perintah
Tuhan. Dan agar kelak pengikutnya mengenang dan
meneladani pengorbanan dan penderitaan menjalankan
Ugamo Malim.Raja Mulia Naipospos merupakan salah satu
muridnya.
Raja Mulia Naipospos[sunting | sunting sumber]
Raja Nasiakbagi menunjuk dan mengamanahkan kepada
muridnya Raja Mulia Naipospos untuk memimpin
pengikutnya dan menyebarkan Ugamo Malim disebut Ihutan
Bolon Par-Malim disebut juga Induk bolon (Pemimpin
Besar), setelah diangkat dan ditabalkan oleh sang malim Raja
Nasiakbagi sebagai generasi I pemimpin Parmalim.
Raja Ungkap Naipospos[sunting | sunting sumber]
Selanjutanya putera tunggal dari Raja Mulia Naipospos yang
bernama Raja Ungkap Naipospos, meneruskan kepemimpinan
pada tahun 1956 sebagai Ihutan Parmalim generasi ke II. Pada
masa sebelumnya, tahun 1939 beliau telah mendirikan
Parmalim School bertempat di Bale Pasogit Parmalim dan
mendapat dukungan penuh dari Raja Mulia. Di sekolah ini
anak-anak Parmalim dari semua pelosok bisa sekolah, agar
tidak ketinggalan dengan sekolah zending Kristen. Setelah
Indonesia merdeka tahun 1945, sekolah ini ditutup karena
anak-anak Parmalim sudah diterima pada sekolah pemerintah
di tempat tinggal masing-masing.Selama kepemimpinannya,
beliau melakukan terobosan dalam pola pembinaan
pengajaran Parmalim. Beliau menulis ajaran dan
menyebarkannya kepada seluruh Parmalim. Juga
membuat ajaran-ajaran tertulis yang disimpan secara rapi,
yang sebelumnya hanya bersifat lisan. Pengorganisasian
Parmalim secara administratif pun dimulai di masa ini, yang
dilaksanakan beliau sendiri. Menjelang akhir hayat Raja
Ungkap Naipospos, Ugamo Malim Hutatinggi-Laguboti,
terdaftar pada inventarisasi Penghayat Kepercayaan Terhadap
Tuhan Yang Maha Esa, yang dilaksanakan pemerintah
(Depdikbud) pada tahun 1980 yaitu keputusan Depdikbud RI
No. I.136/F.3/N.1.1/1980. Raja Ungkap wafat pada hari Senin
tanggal 16 Pebruari 1981.
Raja Marnangkok Naipospos[sunting | sunting sumber]
Setelah Raja Ungkap wafat, kepemimpinannya diteruskan
putera sulungnya Raja Marnangkok Naipospos sebagai Ihutan
Parmalim generasi ketiga. Raja Marnangkok Naipospos yang
lahir pada tanggal 18 Juli 1939, meneruskan pekerjaan Ihutan
Parmalim. Melakukan pemeliharaan dan renovasi bangunan
fisik Bale Pasogit dan menambah bangunan pendukungnya
dengan melibatkan swadaya umat Parmalim, Dalam upaya
meningkatkan pembinaan Parmalim, Raja Marnangkok
mengumpulkan dan membukukan ajaran dan bimbingan
tertulis yang pernah dibuat Raja Ungkap, kemudian
membukukan dan mencetaknya untuk disebarluaskan di
kalangan parmalim yang jumlahnya semakin banyak.
Ajarannya[sunting | sunting sumber]
Ugamo Malim memiliki ajaran sujud dan berserah diri pada
Tuhan, Patik berupa ajaran tentang Perintah dan Larangan
sesuai kehendak Tuhan, Poda Hamalimon sebagai anutan
berpikir bertindak dan berperilaku terhadap sesama dan alam,
serta "Tona" sebagai amanah Tuhan yang disampaikan
kepada Manusia.
Parmalim melaksanakan ritual peribadatan rutin setiap hari
Sabtu (Marari Sabtu) sebagai wujud rasa syukur, pemujaan
dan memuliakan Mulajadi Nabolon sang pencipta langit dan
bumi. Selain Maraisabtu Parmalim juga melaksanakan
berbagai aturan peribadatan Ugamo Malim antara lain
"Pameleon Bolon" sebagai ibadah ritual syukuran kehidupan
yang dilaksanakan pada bulan ke-Lima (sipaha lima), ritual
pengampunan dosa "Mangan Napaet" pada bulan ke-12 dan
mensyukuri memperingati lahirnya utuan Tuhan kepada
manusia yang dirayakan pada hari kedua dan ketiga bulan ke-
satu "sipaha sada" sesuai kalender Batak.
Jumlah Pengikut[sunting | sunting sumber]
Tidak ada data pasti yang menyebutkan berapa banyak jumlah
pengikut dari Parmalim ini. Namun pada dasarnya, pengikut
aliran ini hampir semuanya berdomisili di provinsi Sumatra
Utara. Berdasarkan hasil Sensus Penduduk tahun 2010, selain
6 agama resmi yang diakui pemerintah Republik Indonesia,
aliran kepercayaan dimasukkan dalam kolom Lainnya
(Jumlah penganut agama), termasuk Parmalim. Bila dihitung
dari hasil Sensus 2010, maka jumlah pengikut aliran ini
sekitar 5.000 jiwa (dihitung dari jumlah yang ada di Sumatra
Utara) atau sekitar 0.04% dari 13 juta penduduk Sumatra
Utara (2010).[1] Akan tetapi, sesuai dengan sementara
perkiraan ilmiah, jumlah mereka 11.000 jiwa.[2]
Mayoritas pemeluk Parmalim ada di Kabupaten Toba
Samosir. Masih dari data BPS Sumatra Utara, jumlah
pengikutnya mencapai 1.816 jiwa (1.04%) dari sekitar
140.000 jiwa penduduk Toba Samosir tahun 2010.[1]
Referensi[sunting | sunting sumber]
1. ^ a b "Penduduk Menurut Agama yang Dianut Wilayah
Kabupaten Toba Samosir". www.bps.go.id. Diakses
tanggal 26 Juni 2018.
2. ^ Siregar, Rospita Adelina (2018). "Kebijakan Publik
bila Mencantumkan Aliran Kepercayaan dalam
Admininistrasi Kependudukan sebagai Bentuk
Revitalisasi Pancasila" (PDF). Dalam Dr. Lamhot
Naibaho, S.Pd, M.Hum; Dr. Demsy Jura,
M.Th. Seminar Nasional "Revitalisasi Indonesia
melalui Identitas Kemajemukan Berdasarkan
Pancasila", diselenggarakan oleh Pusat Sudi Lintas
Agama dan Budaya — Lembaga Penelitian dan
Pengabdian kepada Masyarakat Universitas Kristen
Indonesia. Jakarta, 22 November 2018. Jakarta: UKI
Press. hlm. 173–77. ISBN 978-979-8148-96-5.
Lihat pula[sunting | sunting sumber]
 Golongan Si Raja Batak
Kembangkan
AGAMA DAN KEPERCAYAAN DI INDONESIA
Ciutkan

BATAK TOBA

ang
ung

ir
upaten Dairi

Kategori: 
 Agama Malim
 Kepercayaan tradisional Indonesia
 Budaya Batak
 Sejarah Batak
 Agama di Indonesia
Menu navigasi

 Belum masuk log


 Pembicaraan
 Kontribusi
 Buat akun baru
 Masuk log
 Halaman
 Pembicaraan
 Baca
 Perubahan tertunda
 Sunting
 Sunting sumber
 Versi terdahulu

Pencarian

窗体顶端

窗体底端

 Halaman Utama
 Daftar isi
 Perubahan terbaru
 Artikel pilihan
 Peristiwa terkini
 Halaman baru
 Halaman sembarang
Komunitas
 Warung Kopi
 Portal komunitas
 Bantuan
Wikipedia
 Tentang Wikipedia
 Pancapilar
 Kebijakan
 Menyumbang
 Hubungi kami
 Bak pasir
Bagikan
 Facebook
 Twitter
Perkakas
 Pranala balik
 Perubahan terkait
 Halaman istimewa
 Pranala permanen
 Informasi halaman
 Kutip halaman ini
 Butir di Wikidata
 Pranala menurut ID
Cetak/ekspor
 Buat buku
 Unduh versi PDF
 Versi cetak
Bahasa lain
 English
 Minangkabau
 Bahasa Melayu
Sunting interwiki
 Halaman ini terakhir diubah pada 5 April 2020, pukul 08.48.
 Teks tersedia di bawah Lisensi Atribusi-BerbagiSerupa Creative Commons;
ketentuan tambahan mungkin berlaku. Dengan menggunakan situs ini, anda
menyetujui Ketentuan Penggunaan dan Kebijakan Privasi. Wikipedia® adalah merek
dagang terdaftar dari Wikimedia Foundation, Inc., sebuah organisasi nirlaba.
 Kebijakan privasi
 Tentang Wikipedia
 Penyangkalan
 Tampilan seluler
 Pengembang
 Statistik
 Pernyataan kuki

Anda mungkin juga menyukai