Anda di halaman 1dari 12

5.Tanya: Siapa yang menjadi peserta ritual Sipaha Lima?

Jawab: Dalam pelaksanaan ritual Sipaha Lima, seluruh umat ugamo Malim mulai dari Anak
remaja hingga orang dewasa dapat mengikuti ritual Sipaha Lima ini, karena ritual Sipaha
Lima merupakan ritual yang besar bagi masyarakat Parmalim dan wajib hukumnya. Nah
dalam pelaksanaan ritual Sipaha Lima ini semua masyarakat Parmalim yang mengikuti
Sipaha Lima diwajibkan untuk memakai pakaian yang sopan, diantaranya Ihutan
pemimpin ritual Sipaha Lima memakai setelan jas dan memakai sarung, menggunakan
tali-tali (ikat kepala) berwarna hitam dan berambu merah, yang melambangkan
kepemimpinan dan rasa tanggung jawab. Kemudian Ulu Punguan mengenakan pakaian
yang sama dengan kaum ama (bapak) yaitu mengenakan jas berselempang ulos dari
jenis ragi hotang dan ulos sebagai sarung dari jenis bintang maratur dan menggunakan
tali-tali berwarna putih yang menandakan kesucian. Sementara untuk kaum ina (ibu)
diwajibkan memakai sarung dan menggunakan ulos berjenis runjat, memakai kebaya
dan selendang (hande-hande) dari jenis ulos sadum, bintang maratur dan mangiring,
kemudian rambutnya harus digulung kedalam berbentuk sanggul Toba. Kemudian anak
boru (remaja perempuan) memakai kemeja yang rapi, ulos sebagai selendang, kain
sarung, rambut berbentuk sanggul toba dan doli-doli (remaja laki-laki) memakai kemeja
yang rapi, ulos sebagai selendang dan memakai kain sarung. Biasanya ritual Sipaha Lima
ini tidak hanya diikuti oleh penganut ugamo Malim saja tetapi banyak masyarakat lain
yang ingin melihat dan menyaksikan sendiri bagaimana pelaksanaan ritual Sipaha Lima
ugamo Malim ini salah satunya adalah para mahasiswa seperti adek (sogon ho anggi).
Namun masyarakat yang bukan penganut ugamo Malim tidak dapat sembarangan
mengikuti ritual Sipaha Lima sehingga setiap peserta yang diluar masyarakat parmalim
harus melapor kepada ihutan sebelum ritual Sipaha Lima dilakukan dan wajib mematuhi
segala aturan dan tata cara yang telah dibuat oleh masyarakat Parmalim salah satunya
dilarang melakukan hal-hal yang mencolok saat ritual dilaksanakan seperti mondar-
mandir di hadapan peserta ritual Sipaha Lima serta memasuki lapangan Upacara untuk
mengambil gambar
6.Tanya: Apa yang menjadi dasar atau patokan ugamo Malim dalam melakukan ritual
Sipahalima?
Jawab:Putaha Habonaron sebagai kitab suci ugamo Malim inilah yang menjadi patokan
ugamo Malim
dalam melakukan rtitual Sipaha Lima, karena dalam Pustaha Habonaron tertulis satu
patik atau aturan “Oloan pasangapon raja” yang berarti raja harus dihormati. Oleh
karena itu, kami sebagai pengikut ugamo Malim berusaha untuk menghormati Tuhan
kami Debata Mulajadi Nabolon dan leluhur kami Raja Batak siraja Sisinga Mangaraja,
dengan memberikan pelean bolon pada Debata Mulajadi Nabolon dan leluhur kami
sebagai tanda rasa syukur kami masyarakat Parmalim atas segala berkat yang telah kami
terima tentunya dengan menggunakan upacara adat warisan leluhur kami yaitu dengan
melakukan ritual Sipaha Lima yang diiringi dengan kebudayaan Batak Toba seperti
mempersembahkan tortor, gondang dan umpasa.
7.Tanya: Bagaimana jika masyarakat Parmalim Batak Toba tidak mengikuti ritual Sipaha Lima
yang dilaksanakan di Bale Pasogit Hutatinggi?
Jawab: Setiap orang yang berugamo Malim wajib untuk mengamalkan ritual Sipaha Lima ini.
Jika orang Parmalin tidak mengikuti ritual Sipaha Lima ini, maka kami tidak
menyebutnya sebagai bagian dari kami dan juga tidak sah menjadi penganut ugamo
Malim karena ia tidak menegakkan dan melaksanakan aturan ugamo malim. Karena
masyarakat Parmalin tidak hanya asal beragama saja, tetapi juga benar-benar taat dan
patuh pada aturan yang terdapat dalam Ugamo Malim, salah satunya dengan mengikuti
ritual Sipaha Lima. Oleh karena itu, setiap komunitas Parmalin yang tidak dapat
mengikuti upacara Sipaha Lima harus memberikan alasan yang tepat kepada Ulu
Punguan sehingga mereka hanya diminta untuk untuk mendukung kelancaran ritual
Sipaha Lima dengan cara tidak bekerja atau bepergian selama upacara Sipaha Lima
dilakukan, sehingga mereka harus tetap melaksanakan upacara Sipaha Lima di rumah
bersama keluarga masing-masing.
8. Tanya: Apakah dalam pelaksanaan ritual Sipaha Lima masyarakat Parmalim Batak Toba
membentuk
panitia secara khusus?
Jawab: Saat melaksanakan ritual Sipaha Lima ini tidak dibentuk panitia secara khusus. Oleh
karena itu, keberhasilan ritual Sipaha Lima ini hanya mengandalkan kesadaran
masyarakat Parmalim saja. Untuk melaksanakan ritual Sipaha Lima, banyak hal yang
harus dipersiapakan sehingga masyarakat Parmalim berusaha menyiapkannya dengan
cara bergotong royong (marsiurupan). Dimana dalam pelaksanaan ritual Sipaha Lima ini
remaja laki-laki (naposo baoa), remaja perempuan (naposo boru), bapak-bapak (ama-
ama), dan ibu-ibu (ina-ina) akan bekerjasama atau bergotong royong (marsiurupan)
untuk mempersiapkan segala sesuatu yang diperlukan pada saat pelaksanaan ritual
Sipaha Lima tanpa harus diperintah terlebih dahulu, jika dalam bahasa sehari-hari kami
disebut lah ini “marsiurupan jala dos roha marhite holong dohot dame.
9. Tanya: Apa saja persiapan yang dilakukan masyarakaat Parmalim sebelum melaksanakan
ritual Sipaha
Lima?
Jawab: Untuk persiapan yang dilakukan oleh masyarakat Parmalim sebelum melaksanakan
ritual Sipaha
Lima lebih ke persiapan yang sangat penting diantaranya yaitu menentukan tanggal
pelaksanaan ritual, mengumpulkan ugasan natorop, dan mamona-mona. Untuk
penentuan tanggal pelaksanaan ritual Sipaha Lima, Ihutan Parmalim akan mengadakan
rapat untuk maniti ari untuk mengetahui hari baik dan hari buruk pelaksanaan ritual
Sipaha Lima, selain itu masyarakat Parmalim juga akan mengumpulkan ugasan natorop
atau hasil panen pertama masyarakat Parmalim sebanyak 2 kaleng padi atau semua
hasil panen yang setara dengan 2 kaleng padi dan untuk masyarakat Parmalim yang
tidak mempunyai sawah atau ladang dapat memberikan uang. Nantinya hasil ugasan
natorop akan diberikan kepada masyarakat yang kurang mampu seperti lanjut usia dan
yang menderita cacat fisik. Kemudian masyarakat Parmalim juga akan melakukan
mamona-mona yang berarti masyarakat Parmalim harus menyimpan semua hasil
panennya ke dalam lumbung padi setelah hasil penuaian panen pertama pada bulan tiga
(sipaha tolu) dan pada bulan empat (sipaha opat) yang nantinya akan dipersembahkan
terlebih dahulu kepada Tuhan (Debata Mulajadi Nabolon) agar pada musim panen
berikutnya melimpah.
10.Tanya: Apa saja alat-alat dan bahan yang dipersiapkan masyarakata Parmalim sebelum
pelaksanaan
ritual Sipaha lima?
Jawab: Alat dan bahan yang harus dipersiapkan oleh masyaraakat Parmalim yaitu daupa
dohot aek
pangurason, ula-ula dan pelean. Daupa adalah kemenyan yang dibakar sedangkan aek
pangurason air yaitu air yang imasukkan ke cawan yang nantinya akan dipercikkan oleh
Ihutan Parmalim kepada seluruh jemaat ugamo Malim. Kemudian masyarakat Parmalim
juga akan membuat 3 langgatan (tempat pelean), dimana langgatan yang ada kiri adalah
tempat pelean untuk Raja Naopatpuluopat, Raja Sisingamangaraja dan Raja Nasiak Bagi.
Kemudian langgatan yang ditengah tempat pelean untuk Parbanua ginjang (Penghuni
benua atas, Debata Mulajadi Nabolon); dan langgatan yang dikiri tempat pelean untuk
Boru Saniang Naga, Patuan Raja Uti, dan Tuhan Simarimbulu Bosi. Dalam persiapannya
juga disiapkan hembang (bendera) 3 warna yaitu hitam, putih dan merah, hembang
hitam ini menunjukkan karya Debata Batara Guru yang memegang timbangan kerajaan.
Hembang putih menunjukkan karya Debata Harajaon Sori yang memegang timbangan
kesucian (hamalion). Dan hembang merah melambangkan karya Debata Balabulan, yang
memiliki kekuatan alam. Selain itu masyarakat Parmalim juga menyiapkan borotan yang
digunakan untuk mengikat kerbau (horbo) yangh disetiap rantingnya digantungkan
manuk-manuk (burung) Sisinga Mangaraja yang dipercaya oleh masyarakat Parmalim
dapat membawa rezeki. Kemudian ada juga mombang di jabu yang digantung di langit-
langit ruang tengah rumah sebagai tempat sesajian (pelean) untuk Habonaran ni
parbanua tonga (malaikat yang tinggal di benua tengah/dunia). Selain mombang jabu
ada juga mombang di alaman yang diletakkan di halaman rumah sebagai tempat
sesajian (pelean) yang dipersembahkan untuk Habonaran ni parbanua ginjang, yaitu
malaikat-malaikat dari benua atas. Hobak ni hambing puti (kulit kambing putih kering)
juga disipakan oleh masyarakat Parmalim karena nantinya akan digunakan sebagai
tempat duduk Ihutan Parmalim saat manonggohon (mendoakan) pelean (sesajian).
Amapng dan ensembel musik gondnag sabngunan juga disiapkan untuk mendukung
jalannya ritual Sipaha Lima.
Untuk bahan-bahan pelean yang disiapkan oleh masyarakat Parmalim diantaranya, yaitu
kerbau atau lembu yang dipilih dan diseleksi terlebih dahulu sehingga kerbau yang
terpilih adalah kerbau atau lembu yang memiliki kualitas yang baik. Syarat kerbau
pelean yaitu Sitiko Tanduk dan Siopat Pisoran sementara untuk lembu harus Lembu
Silintong yang memiliki bulu yang hitam alami. Selain itu masyarakat Parmalim juga
mempersiapkan ikan Batak (ihan Batak yang hidup di Danau Toba). Kemudian Kambing
Putih (Hambing Puti) yang benar-benar berwarna putih dan telah disucikan dan 3 ayam
berwarna merah, putih, dan hitam. Tidak kalah penting masyarakat Parmalim juga harus
menyiapkan tuhor-tuhor yang terdiri dari Openg-openg, Pisang toba, ansimun, pohul-
pohul, sitompion, gabur-gabur, napuran Martomu Uruk, daun baligas, itak gurgur, dan
rondang. Dan yang terakhir yaitu gajut pandan yaitu tas yang terbuat dari bahan pandan
yang berisi pirani manuk (telur ayam), gambiri (kemiri), napuran (daun sirih), demban
(beberapa helai daun sirih bertangkai), pinang tingkil-tingkilan, sanggul bane-bane
(tanaman kemangi), dan parbuesanti, yaitu beras putih.
11. Tanya: Apakah terdapat larangan yang harus dipatuhi oleh masyarakat pengikut ugamo
Malim
(Parmalim) saat mengikuti ritual Sipahalima?
Jawab: ya, ada. Saat pelaksanaan ritual Sipaha Lima seluruh masyarakat Parmalim yang
datang untuk
mengikuti ritual Sipaha Lima dilarang memakai alas kaki. Hal ini dikarenakan Bale
Partonggoan sebagai tempat dilakukannya ritual Sipaha Lima dianggap sebagai tempat
yang suci dan keramat sehingga tidak sopan rasanya jika menggunakan alas kaki saat
memasuki Kawasan Bale Partonggoan atau Bale Pasogit.
12. Tanya: Bagaimana proses pelaksanaan ritual Sipaha Lima yang dilakukan masyarakat
Parmalim
Batak Toba di Hutatinggi?
Jawab: Untuk proses pelaksanaan ritual Sipaha Lima dilakukan selama tiga hari bertururt-
turut yang
dimulai dari hari pertama yaitu Parsahadaton, pada hari pertama seluruh umat ugamo
Malim akan menyerahkan diri sepenuhnya kepada Debata Mulajadi Nabolon serta
meminta kekuatan agar diberikan kesanggupan untuk mengikuti ritual dengan baik
mulai dari awal hingga ritual selesai dilakukan. Pada hari pertama, juga akan dilakukan
penebangan pohon yang nantinya akan dijadikan sebagai hau borotan. Oleh karena itu
beberapa orang laki-laki dewasa akan pergi ke hutan untuk bergotong royong
(marsiurupan) menebang pohon (hau) dan mereka diwajibkan untuk menggunakan
kain sarung dan ulos. Pohon yang ditebang adalah hau bintatar yang sudah besar dan
proses penebangannya pun tidak boleh asal-asalan, dimana sebelum menebang pohon
mereka harus marsantabi (permisi) terlebih dahulu yaitu dengan cara berdoa kepada
Debata Mulajadi Nabolon dan memberikan pelean berupa napuran dan itak gurgur
yang diletakkan di atas daun pisang. Marsantabi dilakukan agar seluruh mahluk yang
mendiami hutan (sude akka pangisi ni harangan) tidak marah. Pada saat menebang
pohon juga terdapat beberapa aturan yang harus ditaati oleh masyarakat Parmalim
yaitu selama proses menebang pohon tidak boleh menggunakan alat-alat yang canggih
yang diperbolehkan hanya menggunakan alat tradisional seperti kampak. Kemudian
pohon yang ditebang tidak boleh menyentuh tanah sehingga setiap menebang pohon
biasanya akan disiapkan tikar tujuh lapis (lage tiar sipitu lampis) sekaligus digunakan
untuk membungkus kayu tersebut hingga sampai di Bale Partonggoan. Setiap pohon
yang ditebang juga harus diganti lagi dengan menanam bibit pohon yang sama
disekitar pohon yang baru ditebang agar jumlah pohon (hau) bintatar di hutan dapat
terjaga. Setelah pohon ditebang, pohon tersebut akan dibawa ke Bale Pasogit dengan
manortor (mangurdot) saat membawa hau borotan ke Bale Partonggoan.
Setelah hari pertama selesai dilaksanakan dilanjut dengan hari kedua yaitu pamelean
bolon. Ritual Sipaha Lima pada hari kedua diawali dengan penanaman hau borotan
dimana sebanyak 11 orang bapak-bapak (ama) akan membawa hau borotan
mengelilingi Bale Pasogit sebanyak satu kali dengan cara memundaknya dan diiringi
dengan bunyi gondang dan diakhiri dengan menanam kayu (hau) borotan ke lobang
yang telah dibuat sebelumnya. Pada hari kedua semua masyarakat Parmalim akan
terlihat sibuk karena banyak hal yang harus disiapkan, salah satunya adalah
menyiapkan ambu-ambuan pelean (bumbu persembahan). Biasanya yang menyiapkan
ambu-ambuan adalah kaum ibu (ina) dan naposo boru. Ambuan yang harus disiapkan
antara lain nasi putih, ihan batak, telur rebus, ayam (putih, hitam, dan merah),
kambing putih, parbuesanti (beras putih), bane-bane, baringin, sitompion, gabur-
gabur, napuran (daun sirih), daung maligas, pisang, dan pohul-pohul. Pada saat yang
sama kaum bapak (ama) dan naposo baoa memandikan pelean berupa ayam, karena
semua pelan yang akan dipersembahkan harus dalam keadaan bersih dan suci karena
kami sebagai masyarakat Parmalim percaya bahwa Debata Mulajadi Nabolon tidak
menyukai sesuatu yang kotor untuk dipersembahkan kepada-Nya. Kemudian dilanjut
dengan pemberian pelean kepada Parbanua ginjang yaitu Deabata Mulajadi Nabolon
yang diletakkan di mombang atau langgatan yang berada di tengah karena. Kemudian
pelean selanjutnya di berikan ke langgatan yang berada disebelah kanan yaitu pelean
untuk Parbanua tonga dan pelean selanjutnya diberikan ke Langgatan yang berada di
sebelah kiri yaitu pelean untuk pendiri ugamo Malim. Setelah pemberian pelean
selesai dilanjut dengan martonggo atau memanjatkan doa (tonggo-tonggo) kepada
Debata Mulajadi Nabolon beserta kepada para utusan Debata, disertai dengan
pemberian persembahan (pelean). Pada hari kedua pelaksanaan ritual Sipaha lima juga
dilakukan mangalahat horbo, untuk menggiring kerbau sebagai pelean utama keluar
dari kandangnya agar terlebih dahulu didoakan dan diikat ke hau borotan sebelum
disembelih. Penggiringan horbo pelean dilakukan oleh pangabara (parhobas) laki-laki,
biasanya parhobas ini berjumlah 13 orang. Saat penggiringan horbo dilakukan
dibunyikan juga gondang untuk mengiringi penggiringan horbo dan parhobas pun akan
manortor tujuannya adalah untuk membujuk kerbau agar mau diikat ke hau borotan.
Pada saat yang sama akan terdengar kata-kata “oloppon, oloppon, oloppon” yang
berarti “menerima dengan gembira”. Setelah proses penggiringan kerbau selesai,
dilanjutkan dengan tortor parhobas untuk meminta kekuatan dan petunjuk kepada
Debata Mulajadi Nabolon saat parhobas akan menyembelih horbo pelean. Ketika tor-
tor dimulai pemimpin tortor parhobas mengucapkan beberapa patah kata yang
mengawali tortor tersebut: “Terimakasih Debata Mulajadi Nabolon, semoga hewan
kurban yang kami sembelih dapat diterima sebagai bentuk pengorbanan kami”.
Setelah pelaksanaan tor-tor parhobas dilakukan, proses selanjutnya adalah melepas
ikatan horbo pelean dari borotan dan parhobas akan membawanya untuk disembelih.
Dalam proses pemotongan horbo pelean, darahnya tidak dimasak atau dimakan
melainkan disampaikan kepada Debata Mulajadi Nabolon melalui doa sebagai jambar
yang diberikan kepada Debata. Sementara Horbo Pelean di potong dan dimasak di Bale
Parhobasan, pada saat yang sama semua pengikut ugamo Malim manortor yang
diiringi dengan gondang sabangunan yang bersuara lembut dan penuh kasih
menunjukkan persembahan yang penuh kesucian atau kesakralan. Pada saat manortor
semua wanita memegang demban na mauliate yang dilengkapi dengan kapur sirih,
pinang, beras dan uang menandakan penyampaian rasa terima kasih kepada orang
lain. Setelah Horbo Pelean siap dimasak, Horbo Pelean segera dibawa ke Bale
Partonggoan untuk dipersembahkan kembali pada Debata Mulajadi Na Bolon. Horbo
pelean tidak digunakan sebagai pelean sepenuhnya tetapi hanya beberapa bagian
tubuh horbo yang dijadikan sebagai pelean antara lain uluna himpal (kepala);
ransangan (rusuk); halimbagas pangamun (bagian rusuk sebelah kanan); sasap
pangamun, (bagian daging yang ada di antara bagian rusuk dan bagian belakang
sebelah kanan); ate-ate (hati); dan upasira (bagian belakang kerbau). Setelah Pelean
telah selesai dipersiapkan dalam Bale Partonggoan, seluruh masyarakat Parmalim
mulai bersiap-siap untuk memasuki Bale Partonggoan dengan tertib dan mengambil
tempat duduk masing-masing. Horbo Pelean pun telah disusun rapi di atas panggalan
lalu Ihutan memasuki Bale Partonggoan dan pelean siap di hantarkan ke ruangan
paraminan untuk di doakan oleh Ihutan yang dilanjut dengan pemberian pelean
kepada Debata Mulajadi Na Bolon dengan me. Setelah pelean diberikan masyarakat
Parmalim memanjatkan doa dengan iringan gondang Sabangunan kemudian diakhiri
dengan memercikkan aek Pangurasan oleh Ulu Punguan.
Panantion atau manatti adalah ritual terakhir dalam ritual Sipaha Lima, pada hari ini
Ihutan Parmalim akan membagikan sepotong daging hewan persembahan (jambar)
eapan kepada Ulu Punguan, yang nantinya akan diberikan kepada seluruh masyarakat
Parmalim dan harus dibawa pulang untuk dimakan seluruh anggota keluarga. Ihutan
Parmalim juga memberikan Parbuesanti kepada seluruh masyarakat Parmalim sebagai
pemberian berkat kepada masyarakat Parmalim agar memperoleh keselamatan,
kesehatan dan kesejahteraan Kemudian dilanjut dengan penyampaian ceramah atau
khotbah oleh ihutan yang membahas tentang masalah keimanan dan nasehat
(sipaingot). Setelah seluruh rangkaian ritual Sipaha Lima telah selesai dilakukan seluruh
peserta ritual Sipaha Lima berdoa bersama yang dipimpin oleh Ihutan Parmalim untuk
menyampaikan rasa terimakasih masyarakat Parmalim kepada Tuhan, karena
pelaksanaan ritual Sipaha Lima dapat berjalan dengan baik, serta memohon maaf atas
segala kekurangan yang terjadi pada pelaksanaan ritual Sipaha Lima. Setelah seluruh
rangkaian acara telah selesai dilaksanakan, gondang Sabangunan dibunyikan pada saat
yang sama seluruh masyarakat Parmalim manortor dan Ihutan Parmalim mengucapkan
Horas Horas Horas pertanda ritual Sipaha Lima telah selesai.
13.Tanya: Apa tujuan dari pelaksanaan ritual Sipaha Lima yang dilakukan oleh masyarakat
Parmalim
Batak Toba di desa Hutatinggi?
Jawab: Tujuan dilaksanakannya ritual Sipaha Lima adalah untuk mencapai kehidupan yang
penuh keberkahan dan bertujuan untuk membangun kepercayaan pada setiap
masyarakat penganut ugamo Malim bahwa tidak perlu merasa malu untuk mengakui
dirinya sebagai penganut ugamo Malim karena ugamo Malim itu pada dasarrnya adalah
agama asli di tanah Batak hanya saja telah menjadi minoritas di daerah sendiri. Ritual
Sipaha Lima juga dilakukan untuk melestarikan warisan leluhur masyarakat Parmalim
terdahulu yaitu warisan kebudayaan Batak Toba sebagai wujud ketaatan kami sebagai
masyarakat Parmalim pada adat istiadat leluhur kami.
14.Tanya: Apa makna simbolik dari ritual Sipahalima yang dilakukan ugamo Malim pada
masyarakat
Parmalim BatakToba?
Jawab: Makna simbolik ritual Sipaha Lima yang dilakukan oleh masyarakat Parmalim di desa
Pardomuan Nauli Hutatinggi, kecamatan Laguboti, kabupaten Toba Samosir adalah
pertanda kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat Parmalim dalam kehidupan
sehari-hari terlihat dari berhasilnya ritual Sipaha Lima dilaksanakan setiap tahunnya.
Krena dalam pelaksanaan ritual Sipaha Lima membutuhkan biaya yang sangat besar dan
seluruh biaya atau dana dari pelaksanaan ritual Sipaha Lima berasal dari seluruh
masyarakat Parmalim. Kemudian makna yang terkandung dalam ritual Sipaha Lima
yaitu sebagai bentuk ungkapan rasa syukur masyarakat Parmalim kepada Debata
Mulajadi Nabolon atas kebahagian yang diberikan Debata kepada masyarakat Parmalim
baik dalam Kesehatan jasmani dunia (ngolu pardagingon) dan kehidupan rohani (ngolu
partondion). Khususnya (tarlumobi) dalam kehidupan jasmani, Debata Mulajadi
Nabolon melimpahkan berkah yang luar biasa kepada masyarakat Parmalim sehingga
masyarakat Parmalim mendapatkan hasil panen yang melimpah. Dengan demikian
kehidupan masyarakat Parmalim tidak akan kekurangan makanan. Bentuk perwujudan
ungkapan rasa syukur masyarakat Parmalim terhadap Debata Mulajadi Nabolon yaitu
dengan memberikan pelean bolon berupa sesajian yang terdiri dari Lembu atau Kerbau
(horbo) sebagai pelan utama, kemudian dekke Batak (ihan), ayam (manuk), dan pelean
lainnya.
Ritual Sipaha Lima ini juga mengandung banyak makna simbolik yang terdapat dalam
proses persiapan, dan pelaksanaan, serta alat dan bahan yang digunakan dalam ritual Sipaha
Lima diantaranya yaitu anggir bermakna makna kesucian dan kemakmuran, beras bermakna
penguat roh atau jiwa, kemenyan yang dibakar (daupa) bermakna memanggil arwah lehur
masyarakat Parmalim dan sarana untuk bertemu dengan Debata Mula Jadi Na Bolon, kerbau
bermakna pemersatu kekerabatan dalam masyarakat Parmalim Batak Toba, daun kemangi
bermakna berkah (berkat), hobak ni Hambing puti (Kulit kambing putih kering) bermakna benda
yang sakral, air bermakna kesucian, tali-tali hitam yang digunakan Ihutan Parmalim memiliki
makna hahomion, dan rambu merah pada tali-tali Ihutan Parmalim memiliki makna harajaon
(kerajaan), tali-tali putih yang digunakan oleh Ulu Punguan dan seluruh kaum bapak (ama)
bermakna kesucian hati (iasni roha), ulos bermakna penyatuan antara manusia dengan Debata
Mulajadi Nabolon, hembang (bendera) hitam bermakna pekerjaan Debata Batara Guru yang
memegang timbangan kerajaan; hembang putih bermakna pekerjaan Debata Harajaon Sori
yang memegang timbangan kesucian, manuk-manuk (burung) Raja Sisinga Mangaraja
bermakna pembawa rezeki, ampang bermakna keberadaan ataupun tingkat sosial masyarkat
Parmalim, seperti miskin, dan kaya, gondang hasapai bermakna parhinaloan (permohonan),
gondang Sabangunan memiliki makna sebagai persembahan penuh kesakralan dan penghantar
serta penyempurna doa masyarakat Parmalim dalam ritual Sipaha Lima, seluruh rangkaian dari
tonggo-tonggo kepada Raja Naga Padohaniaji memiliki makna agar tanaman yang ditanam di
tanah yang di kuasai Naga Padohaniaji akan tumbuh subur, tortor memiliki makna
penyampaian niat dan suara hati masyarakat Parmalim kepada Debata Mulajadi Nabolon. Dari
gerak tortor, dapat dilihat suasana hati masyarakat Parmalim saat mengikuti ritual Sipaha Lima.
Jika masyarakat Parmalim tidak bersemangat manortor, jiwanya penuh dengan arsak
(kesusahan hati). Hal ini bermakna bahwa kekuatan batin dan kesungguhan hatinnya mengikuti
ritual Sipaha Lima tidak mantap. Berbeda dengan masyarakat Parmalim yang bersemangat saat
manortor, yang bermakna bahwa ia telah mempersiapkan dirinya secara fisik dan mental
termasuk kesabaran. marsantabi (meminta izin) memiliki makna masyarakat Parmalim sebagai
makhluk ciptaan Debata Mulajadi Nabolon tidak dapat bergerak bebas, dan harus menjalani
kehidupannya dengan mengutamakan pelayanan spiritual kepada Tuhan dan roh-roh
leluhurnya. Menyerahkan hasil panen kepada Tuhan terlebih dahulu memiliki makna bahwa
hasil panen yang diperoleh adalah pemberian Tuhan maka hasil panen tersebut harus
dipersembahkan terlebih dahulu kepada Tuhan. Pengunaan pakaian yang sopan dan rapi pada
saat pelaksanaan ritual Sipaha Lima memiliki makna kedekatan antara manusia dengan Debata
Mulajadi Nabolon. Mangalahat Horbo memiliki makna permohonan kepada Debata Mula Jadi
Na Bolon agar pelean dapat memberikan manfaat dan mewujudkan niat diadakannya ritual
Sipaha Lima dan dijauhkan dari derita hidup. Penggunaan kampak saat menebang pohon (hau
bintatar) memiliki makna kerja keras. Karena dengan menggunakan kampak, masyarakat
Parmalim akan menyadari bahwa dalam kehidupannya, masyarakat Parmalim harus bekerja
keras dan berusaha memenuhi setiap kebutuhannya, tetapi tidak merusak alam. Menebang dan
menanam pohon baru pada saat hari pertama ritual Sipaha Lima memiliki makna menghargai
alam. Pemberian parbuesanti kepada pengikut ugamo Malim pada ritual Sipaha Lima memiliki
makna memberi berkat agar seluruh masyarakat Parmalim memperoleh keselamatan,
kesehatan dan kesejahteraan. Pemberian khotbah oleh Ihutan Parmalim kepada masyarakat
Parmalim memiliki makna pendekatan dengan Debata Mulajadi Nabolon, karena melalui
khotbah masyarakat Parmalim akan memiliki pemahaman yang lebih mendalam tentang ibdah
ugamo Malim. Tonggo-tonggo “Mulakma nasa hosa ni pinahan on tu ho ale Debata, sahat ma
jambar-Mu mudar ni pinahan on tu ho ale nagapadohaniaji”. Memiliki makna penyampaian
darah hewan kepada Nagapadohaniaji. Ungkapan “Mauliate pande nami baen ma gondang si
tio-tio i hasahatanni tortor nami. Sai asi ma rohana, sai martamba ma pasu-pasu sian Debata
Mulajadi Nabolon”. Memiliki makna sebagai ungkapan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha
Esa melalui suara gondang sebagai penyampaian gerak tari yang dilakukan, agar Debata
Mulajadi Nabolon senantiasa memberikan rahmatnya kepada seluruh masyarakat Parmalim.

Anda mungkin juga menyukai