Anda di halaman 1dari 10

Pengobatan Jampi Beleq Pada Suku Sasak Desa Lengkok Dudu Kecamatan Labuhan Haji

Kabupaten Lombok Timur

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kesehatan menurut Kemenkes yang tertulis dalam UU No. 23 tahun 1992 merupakan


keadaan normal dan sejahtera anggota tubuh, sosial, dan jiwa pada seseorang untuk dapat
melakukan aktifitas tanpa gangguan, yang berarti dimana ada kesinambungan
antara kesehatan fisik, mental, dan sosial seseorang termasuk dalam melakukan interaksi dengan
lingkungan.

Sakit merupakan suatu kondisi yang pernah dirasakan oleh hampir seluruh masyarakat di
dunia. Hal ini membuat masyarakat mencari pengobatan untuk penyembuhan penyakit tersebut.
Ada berbagai macam pengobatan yang digunakan oleh masyarakat diantaranya pengobatan
medis modern dan sistem medis tradisional. Sistem medis modern berupa pelayanan kesehatan
yang mengalami pertumbuhan, perkembangan dan pelestariannya lewat pembuktian ilmiah yang
dikenal sebagai pengobatan formal atau moderen. Sedangkan pengobatan tradisional adalah
semua upaya pengobatan dengan cara lain di luar ilmu kedokteran berdasarkan pengetahuan
yang berakar pada tradisi tertentu (Sosrokusumo, 1989). Perbedaan kedua sistem medis moderen
dan sistem medis tradisional disebabkan metode, pendekatan dan kepercayaan dalam
mediaknosa penyakit serta pemilihan model penyembuhannya yang berbeda satu sama lainnya.
Pengobatan tradisional berdukun atau belian merupakan suatu sistem kepercayaan masyarakat
tradisional dalam menyembuhkan berbagai macam penyakit.

Sistem medis tradisional adalah teknik-teknik pengobatan lokal yang telah dikenal dan
digunakan sejak dahulu sebelum masuk sistem medis moderen.Teknik pengobatan ini bersumber
dari kebudayaan setempat secara turun-temurun yang timbul karena faktor kepercayaan
masyarakat terdahulu. Kepercayaan ini timbul karena pada saat itu masyarakat belum mengenal
adanya teknik medis dan didukung oleh kepercayaan yang dianut masyarakat saat itu, yaitu
kepercayaan animisme dan dinamisme. Sama halnya dengan yang terjadi di desa Lengkok Dudu,
kelurahan Suryawangi, kecamatan Labuhan Haji.

Ritual jampi beleq merupakan salah satu tradisi ritual turun temurun yang terdapat pada
masyarakat Desa Lengkok Dudu dan suatu bentuk metode pengobatan. Kegiatan ini di laksankan
ketika seseorang sedang sakit, dan menurut masyarakat setempat penyakit tersebut disebabkan
oleh roh-roh jahat yang menyapa orang tersebut atau dalam masyarakat Sasak disebut dengan
‘ketemuk’. Berdasarkan pengamatan awal penulis pada salah satu ritual jampi beleq masyarakat
Lengkok Dudu, bahwa dalam ritual tersebut harus ada uang logam pada zaman Belanda atau
Jepang yang biasa disebut dengan ‘kepeng tepong’. Dalam prosesi ritual jampi beleq terdapat
berbagai ungkapan serta simbol-simbol yang berbentuk lisan maupun yang berbentuk fisik,
ungkapan-ungkapan itu diungkapkan oleh seorang belian (dukun).

Ungkapan serta simbol- simbol tersebut mengandung nilai etis dan moral yang merupakan nilai -
nilai kearifan lokal budaya suatu daerah, seiring berjalannya waktu nilai-nilai itu akan punah. Salah satu
pemerhati budaya di Sulawesi Selatan, Prapanca (2012: 3) mengatakan bahwa nilai- nilai budaya lama
(tradisonal) tergusur oleh proses interaksi, adaptasi, dan bahkan oleh perkawinan berbagai unsur budaya.
Ia juga mengemukakan bahwa kebudayaan modern yang dibawa oleh Barat yang mengandalkan rasio
yang cenderung mengeksploitasi budaya Timur dan hanya dijadikan bentuk bukan kedalaman makna.

Pada pengkajian ini, penulis menfokuskan pada prosesi ritual jampi beleq sebagai objek
kajian berdasarkan penyebab kepercayaan dan ungkapan yang diungkapkan serta simbol-simbol
yang terdapat dalam ritual tersebut dalam bidang pengobatan, seperti inilah salah satu kerja keras
penulis untuk memperkenalkan salah satu budaya yang perlahan mulai punah di kalangan
pemiliknya yaitu masyarakat Lengkok Dudu.
Dengan demikian, penulis perlu mengangkat kembali tradisi-tradisi adat Sasak yang masih
ada dengan mendeskripsikan serta mengkaji lebih mendalam penyebab kepercayaan dan makna
yang tersimpan dibalik ungkapan (mantra) yang di ungkapkan serta simbol-simbol yang ada
dalam prosesi itu. Agar nantinya generasi muda dapat dengan mudah mempelajari serta
memahami tradisi-tradisi nenek moyang mereka terdahulu . Apabila tradisi ritual tidak dilakukan
pengkajian secara mendalam, maka seiring berjalannya waktu akan punah tanpa kesan, oleh
karena itu dapat dikatakan bahwa kebudayaan daerah itu perlu untuk dipahami, dikaji, diolah,
diinterpretasikan, dikembangkan, dan dilestarikan.
1.2.Rumusan Masalah

Berdasarkan masalah diatas ,penulis merumuskan masalah yang diteliti sebagai berikut:

a) Mengapa masyarakat desa Lengkok Dudu percaya terhadap tradisi jampi beleq untuk
menyembuhkan penyakit?
b) Bagaimana bentuk-bentuk, simbol-simbol dan makna dari prosesi serta simbol-simbol
dalam prosesi jampi beleq di desa Lengkok Dudu?

1.3.Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas tujuan utama yang hendak dicapai dalam penelitian
ini adalah untuk mendeskripsikan :

a) Alasan masyarakat Lengkok Dudu percayaan dengan tradisi Jampi Beleq


b) Bentuk-bentuk, simbol-simbol dan makna dari prosesi serta simbol-simbol dalam Jampi
Beleq

1.4. Manfaat Penelitian

Dalam penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik teoritis maupun praktis.
Adapun manfaat yang diharapkan:

a) Secara Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat menambah khazanah ilmu pengetahuan adat istiadat serta
kebudayaan masyarakat Sasak dalam bidang pengobatan dan sebagai bahan rujukan untuk
penelitian selanjutnya.

b) Secara Praktis

Secara praktis diharapkan penelitian ini memberikan manfaat yaitu:


1. Bagi pembaca secara umum, diharapkan penelitian ini dapat memberikan sumbangsih dalam
pelestarian kebudayaan di Lombok khususnya pada masyarakat Sasak.
2.Bagi peneliti lanjut, diharapkan penelitian ini dapat dijadikan sebagai referensi dalam melakukan
penelitian yang berkaitan dengan judul penelitian ini.
3.Bagi pengambil kebijakan, diharapkan penelitian ini dapat dijadikan sebagai fundasi dalam
membuat kebijakan-kebijakan tentang pelestarian kebudayaan khususnya di Lombok, Nusa
Tenggara Barat.
4. Bagi guru dan dosen secara umum, diharapkan penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan
pembelajaran di sekolah.
5.Bagi masyarakat suku Sasak, diharapkan dapat memberikan wawasan dan menambah ilmu
pengetahuan tentang budaya-budaya dan tradisi-tradisi daerah setempat.

BAB II

TINJAU PUSTAKA
2.1. Tinjauan Pustaka

Suatu penelitian yang dilakukan untuk membahas masalah tertentu guna mencapai suatu
tujuan, untuk mencapai tujuan itu tentu membutuhkan sejumlah teori yang kemunkinan menjadi
landasan dalam penelitian ini, yang meliputi:

(1) Pengobatan (2) Kepercayaan (3) Makna Simbol (4)Jampi(5) Dukun. Oleh karena itu perlu
dijelaskan terlebih dahulu kerangka teori tersebut.

1. Pengobatan
Menurut profesor Foster dan Anderson (1978:51) dalam masyarakat pedasaan konsep
penyakit dikenal dengan sistem personalitik dan naturalistik. Sistem personalitik adalah
sistem yang dipercaya disebabkan oleh sesuatu hal diluar si sakit seperti akibat gangguan
gaib seseorang (guna-guna), jin, makhluk halus, kutukan dan sebagainya; sistem
naturalistik adalah penyakit yang disebabkan oleh sebab alamiah seperti cuaca dan
keseimbangan tubuh .
2. Kepercayaan
Kepercayaan merupakan kesediaan (willingness) individu untuk mengantungkan dirinya
pada pihak lain yang terlibat pertukaran karena individu mempunyai keyakinan (confidence)
terhadap pihak lain.6 Sedangkan Krech dalam Sarwoto menyatakan bahwa kepercayaan
merupakan gambaran sikap untuk menerima suatu pernyataan atau pendirian tanpa menunjukkan
sikap pro atau kontra.7 Kepercayaan lebih mudah untuk tumbuh di antara orang-orang yang
memiliki kapentingan dan tujuan yang sama, sehingga lebih mudah untuk mengubah kepercayaan
individu dari pada mengubah kepercayaan suatu kelompok Kepercayaan, ide, dan konsep
terhadap sesuatu objek merupakan salah satu dari beberapa komponen utama sikap.8
Kepercayaan merupakan salah satu hal yang memiliki peranan penting dalam menentukan sikap.
Koentjaraningrat mengemukakan lima komponen tentang religi atau kepercayaan, yaitu:
1. emosi keagamaan yaitu bahwa manusia mempunyai sikap religi,
2. sistem keyakinan yaitu pikiran manusia yang sangat menyakini tentang konsepsi
manusia dengan sifat-sifat Tuhan, tentang wujud alam gaib,
3. sistem ritual atau upacara, yaitu sebagai wujud manusia melakukan aktivitas
pembaktian diri kepada Tuhan,
4. peralatan ritual yaitu alat-alat atau sarana yang mendukung aktivitas pembaktian
manusia kepada Tuhan,
5. kesatuan kelompok manusia yang menyakini upacara tersebut.

3. Makna Simbol
Simbol dapat berupa kata-kata verbal, perilaku nonverbal, dan objek yang maknanya
disepakati bersama, misalnya memasang bendera di depan rumah sebagai tanda cinta kepada
Negara. Bagi Peirce simbol merupakan salah satu jenis tanda ketiga dari indeks dan icon tentang
icon, pengertiannya relatif sama dengan istilah simbol dalam pemikiran Saussure. Diteruskan
pula oleh Spradley (1997: 134) bahwa semua makna budaya diciptakan menggunakan simbol-
simbol. Semua kata yang digunakan informan dalam menjawab pertanyaan Anda pada
wawancara yang pertama adalah simbol, sebagaimana juga ekspresi wajahnya serta gerakan
tangannya. Simbol adalah objek atau peristiwa yang menunjuk pada sesuatu. Semua simbol
melibatkan tiga unsur, yakni simbol itu sendiri, satu rujukan atau lebih, dan hubungan antara
simbol dengan rujukannya. Jadi simbol itu meliputi apapun yang kita rasakan atau
kita alami. Turner dalam (Endraswara, 2006:172-173) menambahkan bahwa simbol adalah unit
(bagian) terkecil dalam ritual yang mengandung makna dari tingkah laku ritual yang bersifat
khusus. Senada dengan ini, Radcliffe- Brown (Endraswara, 2006:172) juga berpendapat bahwa
tindakan ritual itu banyak mengungkapkan simbol.
Turner dalam (Endraswara, 2006:173) mengetengah ciri khas simbol,
yaitu;
a. Arti, merujuk pada banyak hal, pribadi dan fenomena
b. Polarisasi simbol, karena simbol memiliki banyak arti sering ada arti yang berentangan.
c. Unifikasi, memiliki arti terpisah.
Dalam menganalisis makna simbol dalam aktivitas ritual, digunakan teori penafsiran yang
dikemukakan Turner (dalam Endraswara, 2006:173) sebagai berikut:
(1)     Exegetical meaning, yaitu makna yang diperoleh dari informan warga setempat tentang
prilaku ritual yang diamati. Dalam hal ini, perlu dibedakan antara informasi yang diberikan oleh
informan awam dan pakar, antara interpretasi esoteric dan eksoterik. Peneliti juga harus tahu
pasti apakah penjelasan yang diberikan informan itu benar-benar representative atau hanya
penjelasan dari pandangan pribadi yang unik.
(2)      Operationai meaning, yaitu makna yang diperoleh tidak terbatas pada perkataan informan,
melainkan dari tindakan yang dilakukan dalam ritual. Dalam hal ini perlu diarahkan pada
informasi tingkat masalah dinamika sosial, pengamat seharusnya tidak mempertimbangkan simbol
tetapi sampai pada interpretasi struktur dan susunan masyarakat yang menjalankan ritual. (3) Positional
meaning, yaitu makna yang diperoleh melalui interpretasi terhadap simbol dalam hubunganya dengan
simbol lain secara totalitas. Tingkatan makna ini langsung dihubungkan pada pemilik simbol ritual.
Pendek kata makna suatu simbol ritual harus ditafsirkan ke dalam konteks simbol yang lain dan
pemiliknya.

Lebih jelas lagi ditegaskan oleh James & Geertz (Sobur, 2013: 177) yang mengatakan
bahwa semua makna budaya diciptakan dengan menggunakan simbol-simbol dan “makna hanya
dapat disimpan di dalam simbol. Berdasarkan dengan pernyataan tersebut, maka dapat diketahui
bahwa simbol merupakan bagian terkecil dari suatu ritual yang menyimpan sesuatu makna dari
tingkah laku atau kegiatan dalam upacara-upacara tertentu.

Sejalan dengan pemikiran yang telah diuraikan sebelumnya, Geertz (dalam Sobur, 2013:


178) mengemukakan bahwa kebudayaan adalah sebuah pola dari makna-makna yang tertuang
dalam simbol-simbol yang diwariskan
melalui sejarah. Oleh karena itu boleh dikatakan bahwa kebudayaan daerah itu perlu untuk
dipahami, dikaji serta di interpretasikan, diolah, dikembangkan, dan dilestarikan, penggalian,
pengembangan bahasa dan sastra daerah mempunyai arti bukan hanya dalam kepentingan
kebudayaan daerah melainkan pengembangan kebudayaan nasional. Simbol adalah gambar,
bentuk, atau benda yang mewakili suatu gagasan, benda, ataupun jumlah sesuatu.

4. Jampi
Menurut KBBI jampi merupakan kata-kata atau kalimat yang dibaca atau diucapkan, dapat
mendatangkan daya gaib (untuk mengobati penyakit dan sebagainya); mantra.
5. Dukun

Dukun atau "orang pintar" adalah sebuah istilah yang secara umum dipahami dalam pengertian orang
yang memiliki kelebihan dalam hal kemampuan supranatural yang menyebabkannya dapat memahami hal
tidak kasat mata serta mampu berkomunikasi dengan arwah dan alam gaib, yang dipergunakan untuk
membantu menyelesaikan masalah di masyarakat, seperti penyakit, gangguan sihir, kehilangan barang,
kesialan, dan lain-lain.[1]
Istilah dukun biasanya digunakan di daerah pedesaan, sedangkan “orang pintar” atau paranormal,
untuk menyatakan hal yang sama, digunakan lebih umum di antara populasi perkotaan. Penerimaan sosial
terhadap istilah “orang pintar” pun biasanya lebih positif dibandingkan penggunaan istilah dukun. Sebab,
meskipun memiliki persamaan karakteristik dengan dukun dalam hal bantuan yang diberikan, merujuk
pada penggunaan istilah “orang pintar” biasanya tidak meminta imbalan atas jasa yang diberikan, dan
tidak seperti tipikal dukun dalam penggunaannya secara istilah, keberadaan “orang pintar” di dalam
masyarakat, tidak berbeda dengan anggota komunitas lainnya.[1] Selain menarik bayaran untuk keuntungan
pribadi serta kurang berinteraksi dan berbaur dengan komunitas masyarakat, konotasi negatif yang muncul
apabila istilah dukun yang digunakan, yaitu cenderung bersifat oportunistik dan menjalani praktik-praktik
tidak bermoral, dengan dalih sebagai bagian dari “treatment”.[2]

Dukun dalam pengertiannya yang asli dan tidak dibedakan dari istilah “orang pintar”, mempunyai
peranan signifikan dalam masyarakat.[1] Adanya pengobatan medis moderen dan asuransi kesehatan,
terutama di daerah pelosok, tidak dapat menyingkirkan eksistensi pengobatan alternatif melalui dukun.
Penyembuhan penyakit secara non-medis tersebut masih dipraktikkan dan masih menjadi pilihan utama
masyarakat karena lebih murah dan lebih mudah. Di Kediri, dukun yang membantu menyembuhkan
penyakit sangat dibutuhkan dan dihormati di masyarakat, sehingga mereka memegang peranan sosial yang
cukup penting. Para pasien yang datang untuk berobat ke sana tidak hanya terbatas dari dalam Kediri saja,
tetapi juga dari luar Kediri, hingga luar provinsi, bahkan luar pulau Jawa.[3]
BAB III

3.1.Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian lapangan yang dikaji dengan pensekatan kualitatif
tentang kepercayaan , bentuk-bentuk, simbol dan makna prosesi serta makna simbol dalam prosesi
ritual Jampi Beleq.

3.2.Jenis Penelitian

Penelitian kualitatif

3.3.Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu, observasi, wawancara,
pencatatan dan dokumentasi.

1. Observasi

Observasi dilakukan dengan cara memperoleh data yang berhubungan dengan untuk memperoleh data
yang berhubungan dengan: (1)

2.     Wawancara

Wawancara dilakukan dalam rangka mendapatkan data yang berkaitan dengan permasalahan yang
akan diteliti, Wawancara dilakukan berupa tanya jawab dengan beberapa tokoh adat yang telah ditentukan
sebelumnya .

3.     Pencatatan
Dalam pencatatan, peneliti mencatat semua hal-hal yang berhubungan dengan prosesi ritual jampi
beleq, baik yang diperoleh dari informan maupun pustaka-pustaka terkait Jika terdapat hal-hal yang
belum jelas maka peneliti akan melakukan wawancara kembali dengan informan.

4.     Dokumentasi

Dokumentasi dalam hal ini merujuk pada bahan berupa dokumen, seperti teks berupa bacaan dan teks
berupa rekaman audio atau video visual, serta alat-alat yang dianggap penting dalam mengingat kembali
prosesi-prosesi ritual yang telah berlangsung.

3.4.Waktu Penelitian

3.5.Lokasi Pengumpulan Data

Desa Lengkok Dudu.

Anda mungkin juga menyukai