Anda di halaman 1dari 34

MAKALAH

Lapisan Sosial (Stratifikasi Sosial ) dan Perilaku Sosial

Disusun Oleh :

Wahyu Muryadi 19024099027

AKADEMIK KEPERAWATAN BAITUL HIKMAH

BANDAR LAMPUNG

2019/2020

1
Kata Pengantar

Puji Syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas
berkat rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Lapisan
Sosial dan Perilaku Sosial ini tanpa kendala apapun.

Terima kasih penulis ucapkan kepada dosen yang telah memberikan tugas ini
karena berkat beliau penulis menjadi pribadi yang lebih bertanggung jawab dalam
menyelesaikan tugas.

Terima kasih juga untuk kteman-teman penulis yang ikut ambil andil dalam
memberika penulis literatur yang tepat untuk menyelesaikan tugas ini.

Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih memiliki banyak


kekurangan terutama dari segi penulisan, kata-kata. Maka dari itu penulis sangat
mengharapkan kritik dan saran dari pembaca untuk penyempurnaan makalah ini.
Terima kasih.

Bandar Lampung, 31 Maret 2020

Penulis

2
Daftar Isi
Kata Pengantar ..................................................................................... 2
Daftar Isi ............................................................................................... 3
BAB I Pendahuluan ............................................................................. 4
A. Latar Belakang .............................................................. 4
BAB II Pembahasan ............................................................................. 5
A. Lapisan Sosial ............................................................... 5
B. Perilaku Sosial ............................................................... 20
BAB III Penutup
A. Kesmpulan ..................................................................... 32
Daftar Pustaka

3
BAB I
Pendahuluan
A.    Latar Belakang
Stratifikasi merupakan karakteristik universal masyarakat manusia. Dalam
kehidupan sosial masyarakat terdapat diferensiasi sosial dalam arti, bahwa dalam
masyarakat terdapat pembagian dan pembedaan atas berbagai peranan-peranan dan
fungsi-fungsi berdasarkan pembedaan perorangan karena dasar biologis ataupun adat.
Untuk lebih detailnya, pemakalah akan memaparkan beberapa definisi maupun
system, dampak dan lain sebagainya yang menguak apa yang ada dalam stratifikasi
sosial.
Menurut Ritzer,dalam ilmu pengetahuan sosiologi terdapat
tiga paradigma besar yang menjadi acuan berpikir para sosiolog.
Tiga paradigma tersebut adalah fakta sosial, definisi sosial dan
perilaku sosial. Ketiganya saling bersebrangan dan saling
menyerang satu sama lain. Paradigma fakta sosial memandang
bahwa tindakan individu ditentukan oleh norma-norma, nilai-nilai
dan struktur sosial. Sementara, paradigma definisi sosial
memandang bahwa suatu tindakan sosial justru ditentukan oleh
kehendak bebas manusia yang berupa tanggapan kreatif terhadap
suatu stimulus dari luar.
Paradigma perilaku sosial muncul sebagai kritik terhadap
kedua paradigma tersebut. Paradigma ini memandang bahwa
tindakan suatu individu dipengaruhi oleh lingkungannya baik sosial
maupun non-sosial. B.F. Skinner sebagai pelopor sosiologi behavior
mengkritik bahwa paradima fakta sosial dan definisi sosial sebagai
perspektif bersifat mistik.
Hal tersebut akan sangat menarik untuk dibahas,
berdasarkan uraian tersebut, maka materi yang akan dibahas pada
makalah ini.

4
BAB II
Pembahasan
A. Lapisan Sosial (Statifikasi)
1. Pengertian Stratifikasi
Stratifikasi sosial (Social Stratification) berasal dari kata bahasa latin “stratum”
(tunggal) atau “strata” (jamak) yang berarti lapisan. Dalam Sosiologi, stratifikasi
sosial dapat diartikan sebagai pembedaan penduduk atau masyarakat ke dalam kelas-
kelas secara bertingkat. Beberapa defenisi Stratifikasi Sosial menurut para ahli:
1) Pitirim A. Sorokin
Mendefinisikan stratifikasi sosial sebagai perbedaan penduduk atau
masyarakat ke dalam kelas-kelas yang tersusun secara bertingkat (hierarki)
2) Max Weber
Mendefinisikan stratifikasi sosial sebagai penggolongan orang-orang yang
termasuk dalam suatu sistem sosial tertentu ke dalam lapisan-lapisan hierarki
menurut dimensi kekuasaan, previllege dan prestise.
3) Cuber
Mendefinisikan stratifikasi sosial sebagai suatu pola yang ditempatkan di atas
kategori    dari hak-hak yang berbeda.
4) Drs. Robert. M.Z. Lawang
Sosial Stratification adalah penggolongan orang-orang yang termasuk
dalam suatu system social tertentu ke dalam lapisan-lapisan hirarkis menurut
dimensi kekuasaan, privilese, dan prestise.
Pemahaman antara stratifikasi sosial dan kelas sosial sering kali di
samakan, padahal di sisi lain pengertian antara stratifikasi sosial dan kelas
sosial terdapat perbedaan. Penyamaan dua konsep pengertian stratifikasi sosial
dan kelas sosial akan melahirkan pemahaman yang rancu. Stratifikasi sosial
lebih merujuk pada pengelompokan orang kedalam tingkatan atau strata
dalam heirarki secara vertical. Membicarakan stratifikasi sosial berarti
mengkaji posisi atau kedudukan antar orang/sekelompok orang dalam
keadaan yang tidak sederajat. Adapun pengertian kelas sosial sebenarnya

5
berada dalam ruang lingkup kajian yang lebih sempit, artinya kelas sosial
lebih merujuk pada satu lapisan atau strata tertentu dalam sebuah stratifikasi
sosial. Kelas sosial cenderung diartikan sebagai kelompok yang anggota-
anggota memiliki orientasi polititik, nilai budaya, sikap dan prilaku sosial
yang secara umum sama.
Dengan demikian, dapat saya simpulkan bahwa stratifikasi sosial merupakan
pembedaan masyarakat atau penduduk berdasarkan kelas-kelas yang telah ditentukan
secara bertingkat berdasarkan dimensi kekuasaan, previllege (hak istimewa atau
kehormatan) dan prestise (wibawa).

2. Konsep Stratifikasi
Anda tentunya pernah mendengar istilah S1, S2 dan S3 yang merupakan salah
satu jenjang pendidikan perguruan tunggi. nah, kali ini sedikit kami bahas mengenai
konsep tersebut.
Strata konsep dasarnya adalah lapisan. Stratifikasi sosial adalah
pembedaan/pengelompokan penduduk atau masyarakat ke dalam lapisan-lapisan
sosial secara bertingkat.
Perwujudan pelapisan sosial dalam masyarakat dikenal dengan istilah kelas-
kelas sosial yang terdiri atas :
1.      Kelas sosial tinggi (upper class)
2.      Kelas sosial menengah (middle class)
3.      Kelas sosial bawah (lower class)
Kelas sosial tinggi meliputi para pejabat atau penguasa dan pengusaha kaya.
Kelas sosial menengah meliputi kaum intelektual, seperti dosen, peneliti, mahasiswa,
pengusaha kecil, menengah dan pegawai negeri. Kelas sosial rendah merupakan
kelompok terbesar dalam masyarakat yang meliputi buruh dan pedagang kecil.
Pengelompokan semacam itu terdapat dalam segala bidang kehidupan dimana
manusia menjalankan aktivitasnya.
3. Proses terjadinya stratifikasi

6
Robin William J.R. menyebutkan pokok pedoman tentang proses terjadinya
stratifikasi sosial pada masyarakat, yaitu sebagai berikut.
Pertama, Sistem stratifikasi sosial mungkin berpokok pada sistem pertentanganyang
terjadi pada masyarakat sehingga menjadi objek penyelidikan.
Kedua, Sistem stratifikasi sosial dapat dianalisis dalam ruang lingkup unsur-unsur,
yaitu sebagai berikut:
1) Distribusi hak-hak istimewa yang objektif, misalnya penghasilan,kekayaan,
keselamatan (kesehatan, laju angkakejahatan), wewenang.
2) Sistem pertentangan yang diciptakan masyarakat (prestisedan
penghargaan).
3) Kriteria sistem pertentangan yaitu apakah didapatkanberdasarkan kualitas
pribadi, keanggotaan kelompokkerabat, hak milik, wewenang, atau
kekuasaan.
4) Lambang-lambang kedudukan, misalnya tingkah laku,cara ber pakaian,
bentuk rumah, keanggotaan dalam suatuorganisasi formal.
5) Mudah sukarnya berubah kedudukan.
6) Solidaritas di antara individu atau kelompok sosial yang mendudukistatus
sosial yang sama dalam sistem sosial, seperti:a) pola-pola interaksi
(struktur clique dan anggota keluarga);b) kesamaan atau perbedaan sistem
kepercayaan, sikap,dan nilai;c) kesadaran akan status masing-masing;d)
aktivitas dalam organisasi secara kolektif.
Sedangkan dari sumber lain, proses terjadinya stratifikasi sosial, yaitu :
a) Terjadi secara Otomatis atau Alamiah
Biasanya proses ini terjadi karena faktor-faktor yang dibawa individu
sejak lahirnya. Contoh: kepandaian, usia, jenis kelamin, keturunan, dan sifat
keaslian keanggotaan seseorang dalam masyarakat.
b) Terjadi karena Bentukan untuk Mencapai Tujuan Bersama
Biasanya dilakukan dalam pembagian kekuasaan dan wewenang yang
resmi dalam organisasi formal seperti pemerintahan, partai politik,
perusahaan, perkumpulan, dan angkatan bersenjata. Dalam stratifikasi ini

7
biasanya dilakukan dengan berbagai cara, seperti upacara pelantikan,
pemberian tanda/ lambang kedudukan, pemberian wewenang, dan lain-lain.
Dilihat dari sifatnya, kita mengenal dua sistem stratifikasi sosial, yaitu
sistem stratifikasi sosial tertutup dan system stratifikasi sosial terbuka.
4. Sifat-sifat stratifikasi sosial
Menurut Soerjono Soekanto, dilihat dari sifatnya pelapisan sosial
dibedakan menjadi sistem pelapisan sosial tertutup, sistem pelapisan sosial
terbuka, dan sistem pelapisan sosial campuran.
1) Stratifikasi Sosial Tertutup (Closed Social Stratification) adalah stratifikasi
dimana anggota dari setiap strata sulit mengadakan mobilitas vertikal.
Walaupun ada mobilitas tetapi sangat terbatas pada mobilitas horisontal saja.
Contoh: 1. Sistem kasta ; Kaum Sudra tidak bisa pindah posisi naik di lapisan
Brahmana. 2. Rasialis ; Kulit hitam (negro) yang dianggap di posisi rendah
tidak bisa pindah kedudukan di posisi kulit putih. 3. Feodal ; Kaum buruh
tidak bisa pindah ke posisi juragan/majikan.2
2) Stratifikasi Sosial Terbuka (Opened Social Stratification) bersifat dinamis
karena mobilitasnya sangat besar. Setiap anggota strata dapat bebas
melakukan mobilitas sosial, baik vertikal maupun horisontal. Contoh: 1.
Seorang miskin karena usahanya bisa menjadi kaya, atau sebaliknya. 2.
Seorang yang tidak/kurang pendidikan akan dapat memperoleh pendidikan
asal ada niat dan usaha.
3) Stratifikasi Sosial Campuran merupakan kombinasi antara stratifikasi tertutup
dan terbuka. Misalnya, orang Bali berkasta Brahmana mempunyai kedudukan
terhormat di Bali, namun apabila ia pindah ke Jakarta menjadi buruh, ia
memperoleh kedudukan rendah. Maka, ia harus menyesuaikan diri dengan
aturan kelompok masyarakat di Jakarta.
Dan menurut saya sifat stratifikasi sosial yang sering digunakan di daerah-
daerah adalah stratifikasi sosial campuran. Faktor pendorong adanya sifat strtifikasi
sosial adalah adanya diferensiasi, ras, suku, budaya/adat istiadat serta keyakinan
daerah setempat dan faktor-faktor lain yang mungkin tidak disebutkan di atas.

8
Bagi setiap daerah pola stratifikasi sosial rata-rata sama, walaupun mungkin
ada sedikit perubahan sesuai gaya hidup, sikap dari orang-orang yang berada dalam
stratifikasi sosial tersebut.

5. Kelas-kelas dalam masyarakat


Dalam lingkungan masyarakat kita melihat bahwa ada pembeda-bedaan yang
berlaku dan diterima secara luas oleh masyarakat. Di sekitar kita ada orang yang
menempati jabatan tinggi seperti gubernur dan wali kota dan jabatan rendah seperti
camat dan lurah. Di sekolah ada kepala sekolah dan ada staf sekolah. Di rt atau rw
kita ada orang kaya, orang biasa saja dan ada orang miskin.
Perbedaan itu tidak hanya muncul dari sisi jabatan tanggung jawab sosial saja,
namun juga terjadi akibat perbedaan ciri fisik, keyakinan dan lain-lain. Perbedaan ras,
suku, agama, pendidikan, jenis kelamin, usia atau umur, kemampuan, tinggi badan,
cakep jelek, dan lain sebagainya juga membedakan manusia yang satu dengan yang
lain.
Beragamnya orang yang ada di suatu lingkungan akan memunculkan stratifikasi
sosial (pengkelas-kelasan) atau diferensiasi sosial (pembeda-bedaan).
Kelas sosial atau golongan sosial merujuk kepada perbedaan hierarkis (atau
stratifikasi) antara insan atau kelompok manusia dalam masyarakat atau budaya.
Biasanya kebanyakan masyarakat memiliki golongan sosial , namun tidak semua
masyarakat memiliki jenis-jenis kategori golongan sosial yang sama.
Berdasarkan karakteristik stratifikasi sosial, dapat kita temukan beberapa
pembagian kelas atau golongan dalam masyarakat. Beberapa masyarakat tradisional
pemburu-pengumpul, tidak memiliki golongan sosial dan seringkali tidak memiliki
pemimpin tetap pula. Oleh karena itu masyarakt seperti ini menghindari stratifikasi
sosial. Dalam masyarakat seperti ini, semua orang biasanya mengerjakan aktivitas
yang sama dan tidak ada pembagian pekerjaan.
Klasifikasi Kelas Sosial
Pembagian Kelas Sosial terdiri atas 3 bagian yaitu:

9
 Berdasarkan Status Ekonomi.
1). Aristoteles membagi masyarakat secara ekonomi menjadi kelas atau golongan:

– Golongan sangat kaya


– Golongan kaya
– Golongan miskin

Aristoteles menggambarkan ketiga kelas tersebut seperti piramida:


1. Golongan Sangat Kaya
2. Golongan Kaya
3. Golongan Miskin
Ket :
Golongan pertama : merupakan kelompok terkecil dalam masyarakat.
Mereka terdiri dari pengusaha, tuan tanah dan
bangsawan.
Golongan kedua : merupakan golongan yang cukup banyak terdapat di
dalam masyarakat. Mereka terdiri dari para pedagang, dsbnya.
Golongan Ketiga : merupakan golongan terbanyak dalam masyarakat.
Mereka kebanyakan rakyat biasa.
2). Karl Marx juga membagi masyarakat menjadi tiga golongan, yakni:

a). Golongan kapitalis atau borjuis : adalah mereka yang menguasai tanah dan

10
alat produksi.
b). Golongan menengah : terdiri dari para pegawai pemerintah.
c). Golongan proletar : adalah mereka yang tidak memiliki tanah dan alat
produksi. Termasuk didalamnya adalah kaum buruh atau pekerja pabrik.
Menurut Karl Marx golongan menengah cenderung dimasukkan ke golongan
kapatalis karena dalam kenyataannya golongan ini adalah pembela setia kaum
kapitalis. Dengan demikian, dalam kenyataannya hanya terdapat dua golongan
masyarakat, yakni golongan kapitalis atau borjuis dan golongan proletar.
3). Pada masyarakat Amerika Serikat, pelapisan masyarakat dibagi menjadi enam
kelas yakni:
a. Kelas sosial atas lapisan atas ( Upper-upper class)
b. Kelas sosial atas lapisan bawah ( Lower-upper class)
c. Kelas sosial menengah lapisan atas ( Upper-middle class)
d. Kelas sosial menengah lapisan bawah ( Lower-middle class)
e. Kelas sosial bawah lapisan atas ( Upper lower class)
f. Kelas sosial lapisan sosial bawah-lapisan bawah ( Lower-lower class)

Ket :
Kelas sosial pertama : keluarga-keluarga yang telah lama kaya.
Kelas sosial kedua : belum lama menjadi kaya
Kelas sosial ketiga : pengusaha, kaum profesional
Kelas sosial keempat : pegawai pemerintah, kaum semi profesional, supervisor,
pengrajin terkemuka
Kelas sosial kelima : pekerja tetap (golongan pekerja)
Kelas sosial keenam : para pekerja tidak tetap, pengangguran, buruh musiman, orang
bergantung pada tunjangan.

4). Dalam masyarakat Eropa dikenal 4 kelas, yakni:


1. Kelas puncak (top class)

11
2. Kelas menengah berpendidikan (academic middle class)
Kelas menengah ekonomi (economic middle class)
3. Kelas pekerja (workmen dan Formensclass)
4. Kelas bawah (underdog class)
 Berdasarkan Status Sosial
Kelas sosial timbul karena adanya perbedaan dalam penghormatan dan status
sosialnya. Misalnya, seorang anggota masyarakat dipandang terhormat karena
memiliki status sosial yang tinggi, dan seorang anggota masyarakat dipandang rendah
karena memiliki status sosial yang rendah.
Contoh :
Pada masyarakat Bali, masyarakatnya dibagi dalam empat kasta, yakni
Brahmana, Satria, Waisya dan Sudra. Ketiga kasta pertama disebut Triwangsa. Kasta
keempat disebut Jaba. Sebagai tanda pengenalannya dapat kita temukan dari gelar
seseorang. Gelar Ida Bagus dipakai oleh kasta Brahmana, gelar cokorda, Dewa,
Ngakan dipakai oleh kasta Satria. Gelar Bagus, I Gusti dan Gusti dipakai oleh kasta
Waisya, sedangkan gelar Pande, Khon, Pasek dipakai oleh kasta Sudra.

6. Dasar Lapisan Masyarakat


Di antara lapisan teratas dengan lapisan terendah, terdapat lapisan yang
jumlahnya relatif banyak. Biasanya lapisan teratas tidak hanya memiliki satu macam
saja dari apa yang di hargai oleh masyarakat. Akan tetapi, kedudukan yang tinggi itu
bersifat komulatif. Artinya mereka yang mempunyai banyak uang akan mudah sekali
dalam mendapatkan apa yang mereka inginkan, kekuasaan, dan mungkin juga
kehormatan.
Kriteria-kriteria yang biasa dipakai untuk menggolong-golongkan anggota
masyarakat ke dalam lapisan-lapisan adalah:
1. Ukuran kekayaan,
2. Ukuran kekuasaan,
3. Ukuran kehormatan,dan
4. Ukuran ilmu pengetahuan.

12
7. Unsur-unsur Lapisan Masyarakat
Hal yang mewujudkan unsur dalam teori sosiologi tentang sistem lapisan
masyarakat adalah kedudukan ( status ) dan peranan ( role ). Kedudukan dan peranan
merupakan unsur-unsur dalam sistem lapisan, dan mempunyai arti yang penting bagi
sistem sosial. Sistem sosial adalah pola-pola yang mengatur hubungan timbal balik
antar individu-individu tersebut. Dalam hubungan timbal balik tersebut, kedudukan
dan peranan individu mempunyai arti yang penting karena langgengnya masyarakat
tergantung pada keseimbangan kepentingan-kepentingan individu termaksut. Untuk
gambaran yang agak lebih mendalam, kedua hal tersebut akan dibicarakan.
1.  Kedudukan ( status )
Kadang-kadang di bedakan antara pengertian kedudukan ( status ) dengan
kedudukan sosial ( social status ). Kedudukan di artikan sebagai tempat atau posisi
seseorang dalam suatu kelompok sosial. Kedudukan sosial diartikan adalah tempat
seseorang secara umum dalam masyarakat sehubungan dengan orang-orang lain,
dalam arti lingkungan pergaulan, prestisenya, dan hak-hak serta kewajiban-
kewajibannya. Secara abstrak, kedudukan berarti tempat seseorang dalam suatu pola
tertentu.
Masyarakat pada umumnya mengembangkan dua macam kedudukan yaitu
sebagai berikut:
a) Ascribed Status, yaitu kedudukan seseorang dalam masyarakat tanpa memperhatikan
perbedaan-perbedaan rohaniah dan kemampuan. Kedudukan tersebut memperoleh
karena kelahiran. Pada umumnya ascribed status di jumpai pada masyarakat-
masyarakat dengan sistem lapisan yang tertutup, misalnya masyarakat fiodal, atau
masyarakat di mana sistem lapisan tergantung pada perbedaan rasial. Namun
demikian, ascribed status tak hanya dijumpai pada masyarakat-masyarakat dengan
sistem lapisan yang tertutup. Pada sistem lapisan terbuka juga ada.
b) Achieved status adalah kedudukan yang di capai oleh seseorang dengan usaha-usaha
yang di sengaja. Kedudukan ini tidak diproleh atas dasar kelahiran. Akan tetapi,

13
bersifat terbuka bagi siapa saja, tergantung pada kemampuan masing-masing dalam
mengejar serta mencapai tujuan-tujuannya. Misalnya, setiap orang dapat menjadi
hakim asalkan memenuhi persyaratan tertentu.
c) Kadang-kadang dibedakan lagi satu macam kedudukan, yaitu assigned status, yang
merupakan kedudukan yang di berikan. Assigne-status tersebut sering mempunyai
hubungan yang erat dengan achieved status, dalam arti bahwa suatu kelompok atau
golongan memberikan kedudukan yang lebih tinggi kepada seseorang yang berjasa,
yang telah memperjuangkan sesuatu untuk memenuhi kebutuhan dan kepentingan
masyarakat.
2.  Peranan ( role )
peranan ( role ) merupakan aspek dinamis kedudukan ( status). Apabila
seseorang meleksanakan hak dan kewajibanya sesuai dengan kedudukanya, dia
menjankan suatu peranan. Pembeda antara kedudukan dengan peranan adalah untuk
kepentingan ilmu pengetahuan.keduanya tidak dapat di pisah-pisahkan karena yyang
satu tergantung pada yang lain dan sebaliknya. Tak ada peranan tanpa kedudukan
atau kedudukan tanpa peranan. Sabagai mana halnya dalam kedudukan, peranan juga
mempunyai dua arti. Setiap orang mempunyai macam-macam peranan yang berasal
dari pola-pola pergaulan hidupnya. Hal itu sekaligus berarti bahwa peranan
menentukan apa yang perbuatnya bagi masyarakat serta kesempata-kesempatan apa
yang di berikan oleh masyarakat kepadanya. Pentingnya peranan adalah karna ia
mengatur prilaku seseorang. Peranan menyebabkan seseorang pada batass-batas
tertentu dapat meramalkan perbuatan-perbutan orang lain hubungan-hubungan sosial
yang ada dalam masyarakat merupakan hubungan antara peranan-peranan individu
dalam masyarakat. Peranan juga di atur oleh norma-norma yang berlaku.
Peranan yang melekat pada seseorang harus di bedakan dengan posisi dalam
pergaulan kemasyarakatan. Posisi seseorang dalam masyarakat yaitu social position
merupakan unsur statis yang menunjukan tepat individu pada organisasi masyarakat.
Peranan mencakup tiga hal, yaitu nsebagai berikut;

14
a) Peranan meliputi norma-norma yang di hubungkan dengan posisi atau tempat
seseorang dalam masyarakat. Peranan dalam arti ini merupakan rangkaian peraturan-
peraturan yang membimbing seseorang dalam kehidupan kemasyarakatan.
b) Peranan merupakan suatu konsep tentang apa yang dapat di lakukan oleh individu
dalam masyarakat sebagai organisasi.
c) Peranan juga dapat di katakan sebagai prilaku individu yang penting bagi struktur
sosial masyarakat.
8. Lapisan yang Sengaja Disusun
Di mana telah diterangkan bahwa ada lapisan yang sengaja disusun, dalam
suatu organisasi formal oleh mereka yang berwenang untuk itu. Secara panjang lebar
hal itu disusun oleh Chester F. Barnard dalam karangannya yang berjudul The
Function of Status Sistem. Menurut Barnard, sistem pembagian kedudukan pada
pokoknya diperlukan secara mutlak agar organisasi dapat bergerak secara teratur
untuk mencapai tujuan yang di niatkan oleh para penciptanya.
Sistem kedudukan dalam organisasi formal timbul karena perbedaan-perbedaan
kebutuhan, kepentingan, dan kemampuan individual yang mencakup hal-hal sebagai
berikut:
1) Perbedaan kemampuan individu. Kemampuan khusus yang di miliki seseorang dan di
akui oleh masyarakat menyebabkan yang bersangkutan memiliki kedudukan tertentu.
2) Perbedaan-perbedaan yang menyangkut kesukaran-kesukaran untuk melakukan
bermacam-macam jenis pekerjaan.
3) Perbedaan kepentingan masing-masing jenis pekerjaan.
4) Keinginan pada kedudukan yang formal sebagai alat sosial atau alat organisasi.
5) Kebutuhan akan perlindungan bagi seseorang.

9. Mobilitas Sosial ( Social Mobility )


1) Pengertian Umum dan jenis-jenis Gerak Sosial
Gerak sosial atau social mobility adalah suatu gerak dalam struktur sosial ( social
strukture ) yaitu pola-pola tertentu yang mengatur organisasi suatu kelompok sosial.

15
Struktur sosial mencangkup sifat-sifat hubungan antara individu dalam kelompok dan
hubungan antara individu dengan kelompoknya.
Tipe-tipe gerak sosial yang prinsipil ada dua yaitu, gerak sosial horizontal dan
gerak sosial vertikal. Gerak sosial harizontal merupakan peraliahan individu atau
objek-objek sosial lainnya yang sederajat. Contohnya adalah seseorang yang beralih
kewarganegaraan beralih pekerjaan yang sederajat atau mungkin juga peralihan, atau
gerak objek-objek sosial. Gerak sosial vertikal adalah sebagai perpidahan individu
atau objek sosial dari suatu kedudukan sosial ke kedudukan yang lainnya, yang tidak
sederajat. Sesuai dengan arahnya, maka terdapat dua jenis gerak sosial yang vertikal,
yaitu yang naik ( social climbing ) dan yang turun ( social sinking ).

 Gerak sosial vertikal naik mempunyai dua bentuk utama yaitu:


a. Masuknya individu-individu yang mempunyai kedudukan rendah ke dalam
kedudukan yang lebih tinggi dari kedudukan tersebut telah ada.
b. Pembentukan suatu kelompok baru, yang kemudian di tempatkan pada derajat yang
lebih tinggi, dari kedudukan individu-individu pembentuk kelompok tersebut.
 Gerak sosial vertikal yang menurun mempunyai dua bentuk utama yaitu:
a. Turunnya kedudukan individu ke kedudukan yang lebih rendah derajatnya.
b. Turunnya derajat sekelompok individu yang dapat berupa disintegrasi kelompok
sebagai kesatuan.

2) Tujuan Penelitian Gerak Sosial


Para sosiologi meneliti gerak sosial untuk mendapatkan keterangan-
keterangan perihal keteraturan dan kekuasaan struktur sosial. Para sosiologi
mempunyai perhatian yang khusus terhadap kesulitan-kesulitan yang secara relatif di
dalami oleh individu-individu dan kelompok-kelompok sosial dalam mendapatkan
kedudukan yang terpandang oleh masyarakat dan yang merupakan objek dari suatu
persaingan.
Dalam sistem lapisan terbuka, kedudukan yang hendak di capai, tergantung pada
usaha dan kemampuan si individu. Memang benar bahwa anak seorang pengusaha

16
misalnya mempunyai peluang yang lebih baik dan lebih besar dari pada anak seorang
tukang sapu jalan. Akan tetapi, kedudukan dalam masyarakat tidak menutup
kemungkinan bagi anak tukang sapu untuk memperoleh kedudukan yang lebih tinggi
dari kedudukan yang semula di punyainya. Bahkan sebaliknya, sifat terbuka dalam
sistem lapisan dapat mendorong dirinya untuk mencapai kedudukan yang lebih tinggi
dan lebih terpandang dalam masyarakat,. Namun, kenyataanya tidak seideal itu.
Dalam masyarakat selalu ada hambatan dan kesulitan-kesulitan, misalnya birokrasi,
biaya, kepentingan-kepentingan yang tertanam dengan kuat,dan lain sebagainya.
3) Beberapa Prinsip Umum Gerak Sosial Yang Vertikal
Gerak sosial horizontal seperti pindah pekerjaan yang sederajat, perpindahan
penduduk ( urbanisasi, transmigrasi, dan lain sebagainya ), bukan di bicarakan
dengan panjang lebar. Bukan karena sengaja terebut tidak penting, tetapi karena
gerak sosial vertikal lebih penting untuk dijadikan landasan bagi pembangunan.
Prinsip-prinsip umum yang sangat penting bagi gerak sosial vertikal adalah sebagai
berikut:
a. Hampir tak ada masyarakat yang sifat sistem lapisan mutlak tertutup, dimana sama
sekali tak ada gerak sosial yang vertikal.
b. Berapapun terbukanya sistem lapisan dalam suatu masyarakat, tak mungkin gerak
sosial yang vertikal dilakukan dengan yang sebebas-bebasnya. Paling tidak banyak
akan ada hambatan-hambatan. Apabila proses gerak sosial termasuk dapat dilakukan
dengan sebebas-bebasnya, tak mungkin ada stratifikasi sosial yang menjadi ciri tetap
dan umum dari setiap masyarakat.
c. Gerak sosial vertikal yang umum berlaku bagi semua masyarakat tak ada. Setiap
masyarakat mempunyai ciri-ciri sendiri bagi gerak sosialnya yang vertikal.
d. Laju gerak sosial vertikal yang di sebabkan oleh faktor-faktor ekonomi, politik, serta
pekerjaan berbeda.
e. Berdasarkan bahan-bahan sejarah, khususnya dalam gerak sosial vertikal yang di
bedakan faktor-faktor ekonomis, politik dan pekerjaan, tak ada kecendrungan yang
kontinu perihal bertambah atau berkurangnya laju gerak sosial

17
4) Saluran Gerak Sosial Vertikal
Menurut Paritim A. Sorokin, gerak sosial vertikal mempunyai saluran-saluran
dalam masyarakat. Proses gerak sosial vertikal melalui saluran tadi disebut social
circulation. Saluran yang terpenting adalah angkatan bersenjata, lembaga keagamaan,
pendidikan, organisasi politik, ekonomi dan keahlian.
Angkatan bersenjata memainkan peranan penting dalam masyarakat dengan
sistem militerisme, atau yang berada dalam keadaan perang, baik melawan musuh
dari luar maupun perang saudara.
Lembaga keagamaan merupakan salah satu saluran penting dalam gerak sosial
vertikal. Setiap ajaran agama menganggap manusia mempunyai keadaan sederajat.
Untuk mencapai tujuan tersebut, pemuka-pemuka agama bekerja keras untuk
menaikan kedudukan orang-orang dari lapisan rendah dalam masyarakat.
Lembaga pendidikan seperti sekolah, pada umumnya merupakan saluran
kongkrit gerak sosial yang vertikal. Bahkan sekolah-sekolah dapat di anggap sebagai
social elevator yang bergerak dari kedudukan-kedudukan yang paling rendah ke
kedudukan yang paling tinggi. Kadang-kadang di jumpai dimana sekolah-sekolah
tertentu hanya dapat di masuki oleh golongan-golongan masyarakat yang tertentu,
misalnya dari lapisan atas, atau dari suatu ras tertentu. Sekolah-sekolah yang
demikian bila dapat di masuki oleh lapisan yang rendah akan menjadi saluran gerak
sosial yang vertikal.
Organisasi politik seperti partai politik dapat memberi peluang besar bagi para
anggotanya untuk naik dalam pertanggaan kedudukan. Apabila ia mempunyai
kemampuan beragitasi, berorganisasi, dan sebagainya. Pada masyarakat yang
demokratis dimana lembaga pemilihan umum memegang peranan penting dalam
pembentukan kepemimpinan, organisasi-organisasi politik mempunyai peranan yang
sama, walaupun dalam bentuk yang lain.
Bagaimana juga dengan wujudnya suatu organisasi ekonomi umpamanya perusahaan
mobil, perusahaan impor ekspor, dan lain-lainnya. Organisasi-organisasi tersebut
memegang peranan sebagai saluran gerak sosial yang vertikal. Betapapun ukuran-

18
ukuran yang menjadi dasar sistem lapisan dalam masyarakat biasanya orang-orang
kayalah yang menduduki lapisan tinggi. Gejala ini juga di jumpai pada masyarakat
tradisional, yang sering di hubungkan dengan upacara-upacara adat yang harus di
lakukan.
10. Perlunya Sistem Lapisan Masyarakat
Manusia pada umumnya bercita-cita agar ada perbedaan kedudukan dan
peranan dalam masyarakat itu tidak ada. Akan tetapi, cita- cita tersebut selalu akan
tertumbuk pada kenyataan yang berlainan. Setiap masyarakat harus menempatkan
individu-individu pada tempat-tempat tertentu dalam struktur sosial dan mendorong
mereka untuk melaksanakan kewajiban-kewajibannya sebagai akibat penempatan
tersebut. Dengan demikian, masyarakat menghadapi dua persoalan. yaitu,
menempatkan individu-indiiduu tersebut, dan mendorong agar mereka melaksanakan
kewajibannya.
Apabila semua kewajiban selalu sesuai dengan keinginan si individu, dan
sesuai pula dengan kemampuan-kemampuannya dan seterusnya, persoalannya tak
akan selalu sulit untuk di laksanakan. Akan tetapi kenyataan bukanlah demikian.
Kedudukan dan peranan tertentu sering memerlukan kemampuan dan latihan-latihan
tertentu. Pentingnya kedudukann dan peranan tersebut juga tidak selalu sama. Maka,
tak akan dihindarkan bahwa masyarakat harus menyediakan beberapa macam sistem
pembalasan jasa sebagai pendorong agar individu mau melaksanakan kewajiban-
kewajjibannya yang sesuai dengan posisinya dalam masyarakat.
Dengan demikian, mau tidak mau ada sistem lapisan masyarakat karena gejala
tersebut sekaligus memecahkan persoalan yang di hadapi masyarakat yaitu
penempatan individu dalam tempat-tempat yang tersedia dalam struktur sosial dan
mendorongnya agar melaksanakan kewajiban yang sesuai dengan kedudukan serta
dengan peranannya. Pengisian tempat-tempat tersebut merupakan daya pendorong
agar masyarakat bergerak sesuai dengan fungsinya. Akan tetapi, wujudnya dalam
setiap masyarakat juga berlainan karena tergantung pada bentuk dan kebutuhan
masing-masing masyarakat. Jelas bahwa kedudukan dan peranan yang di anggap

19
tertinggi oleh setiap masyarakat adalah kedudukan dan peranan yang di anggap
terpenting secara memerlukan kemampuan dan latihan-latihan yang maksimal.

20
B. Perilaku Sosial
I. Perilaku Sosial
Pengertian Perilaku Sosial
Perilaku sosial adalah suasana saling ketergantungan yang merupakan
keharusan untuk menjamin keberadaan manusia (Rusli Ibrahim, 2001).
Sebagai bukti bahwa manusia dalam memnuhi kebutuhan hidup sebagai
diri pribadi tidak dapat melakukannya sendiri melainkan memerlukan
bantuan dari orang lain.Ada ikatan saling ketergantungan diantara satu
orang dengan yang lainnya. Artinya bahwa kelangsungan hidup
manusia berlangsung dalam suasana saling mendukung dalam
kebersamaan. Untuk itu manusia dituntut mampu bekerja sama, saling
menghormati, tidak menggangu hak orang lain, toleran dalam hidup
bermasyarakat.

Menurut Krech, Crutchfield dan Ballachey (1982) dalam Rusli


Ibrahim (2001), perilaku sosial seseorang itu tampak dalam pola respons
antar orang yang dinyatakan dengan hubungan timbal balik antar pribadi.
Perilaku sosial juga identik dengan reaksi seseorang terhadap orang lain
(Baron & Byrne, 1991 dalam Rusli Ibrahim, 2001). Perilaku itu
ditunjukkan dengan perasaan, tindakan, sikap keyakinan, kenangan, atau
rasa hormat terhadap orang lain. Perilaku sosial seseorang merupakan sifat
relatif untuk menanggapi orang lain dengan cara-cara yang berbeda-beda.
Misalnya dalam melakukan kerja sama, ada orang yang melakukannya
dengan tekun, sabar dan selalu mementingkan kepentingan bersama
diatas kepentingan pribadinya. Sementara di pihak lain, ada orang yang
bermalas-malasan, tidak sabaran dan hanya ingin mencari untung sendiri.

Sesungguhnya yang menjadi dasar dari uraian di atas adalah bahwa


pada hakikatnya manusia adalah makhluk sosial (W.A. Gerungan,
1978:28). Sejak dilahirkan manusia membutuhkan pergaulan dengan

21
orang lain untuk memuhi kebutuhan biologisnya. Pada perkembangan
menuju kedewasaan, interaksi social diantara manusia dapat
merealisasikan kehidupannya secara individual. Hal ini dikarenakan jika
tidak ada timbal balik dari interaksi sosial maka manusia tidak dapat
merealisasikan potensi-potensinya sebagai sosok individu yang utuh
sebagai hasil interaksi sosial. Potensi-potensi itu pada awalnya dapat
diketahui dari perilaku kesehariannya. Pada saat bersosialisasi maka yang
ditunjukkannya adalah perilaku sosial. Pembentukan perialku sosial
seseorang dipengaruhi oleh berbagai faktor baik yang bersifat internal
maupun yang bersifat eksternal. Pada aspek eksternal situasi sosial
memegang pernana yang cukup penting. Situasi sosial diartikan sebagai
tiap-tiap situasi di mana terdapat saling hubungan antara manusia yang
satu dengan yang lain (W.A. Gerungan,1978:77). Dengan kata lain setiap
situasi yang menyebabkan terjadinya interaksi social dapatlah dikatakan
sebagai situasi sosial. Contoh situasi sosial misalnya di lingkungan
pasar, pada saat rapat, atau dalam lingkungan pembelajaran pendidikan
jasmani.

Faktor-Faktor Pembentuk Perilaku Sosial


Baron dan Byrne berpendapat bahwa ada empat kategori utama yang
dapat membentuk perilaku sosial seseorang, yaitu :
a. Perilaku dan karakteristik orang lain
Jika seseorang lebih sering bergaul dengan orang-orang yang memiliki
karakter santun, ada kemungkinan besar ia akan berperilaku seperti
kebanyakan orang-orang berkarakter santun dalam lingkungan
pergaulannya. Sebaliknya, jika ia bergaul dengan orang-orang berkarakter
sombong, maka ia akan terpengaruh oleh perilaku seperti itu. Pada aspek
ini guru memegang peranan penting sebagai sosok yang akan dapat
mempengaruhi pembentukan perilaku sosial siswa karena ia akan

22
emberikan pengaruh yang cukup besar dalam mengarahkan siswa untuk
melakukan sesuatu perbuatan.
b. Proses kognitif
Ingatan dan pikiran yang memuat ide-ide, keyakinan dan pertimbangan
yang menjadi dasar kesadaran sosial seseorang akan berpengaruh terhadap
perilaku sosialnya. Misalnya seorang calon pelatih yang terus berpikir
agar kelak dikemudian hari menjadi pelatih yang baik, menjadi idola bagi
atletnya dan orang lain akan terus berupaya dan berproses
mengembangkan dan memperbaiki dirinya dalam perilaku sosialnya.
Contoh lain misalnya seorang siswa karena selalu memperoleh tantangan
dan pengalaman sukses dalam pembelajaran penjas maka ia memiliki
sikap positif terhadap aktivitas jasmani yang ditunjukkan oleh perilaku
sosialnya yang akan mendukung teman-temannya untuk beraktivitas
jasmani dengan benar.
c. Faktor lingkungan
Lingkungan alam terkadang dapat mempengaruhi perilaku sosial
seseorang.Misalnya orang yang berasal dari daerah pantai atau
pegunungan yang terbiasa berkata dengan keras, maka perilaku sosialnya
seolah keras pula, ketika berada di lingkungan masyarakat yang terbiasa
lembut dan halus dalambertutur kata.
d. Latar Budaya sebagai tempat perilaku dan pemikiran sosial itu terjadi
Misalnya, seseorang yang berasal dari etnis budaya tertentu mungkin
akanterasa berperilaku sosial aneh ketika berada dalam lingkungan
masyarakat yang beretnis budaya lain atau berbeda. Dalam konteks
pembelajaran pendidikan jasmani yang terpenting adalah untuk saling
menghargai perbedaan yang dimiliki oleh setiap anak.
Bentuk dan Jenis Perilaku Sosial
Bentuk dan perilaku sosial seseorang dapat pula ditunjukkan oleh
sikap sosialnya. Sikap menurut Akyas Azhari (2004:161) adalah “suatu
cara bereaksiterhadap suatu perangsang tertentu. Sedangkan sikap sosial

23
dinyatakan oleh cara-cara kegiatan yang sama dan berulang-ulang
terhadap obyek sosial yang menyebabkan terjadinya cara-cara tingkah
laku yang dinyatakan berulang-ulang terhadap salah satu obyek sosial
(W.A. Gerungan, 1978:151-152).
Berbagai bentuk dan jenis perilaku sosial seseorang pada dasarnya
merupakan karakter atau ciri kepribadian yang dapat teramati ketika
seseorang berinteraksi dengan orang lain. Seperti dalam kehidupan
berkelompok, kecenderungan perilaku sosial seseorang yang menjadi
anggota kelompok akanakan terlihat jelas diantara anggota kelompok yang
lainnya. Perilaku sosial dapat dilihat melalui sifat-sifat dan pola respon
antarpribadi, yaitu :
1. Kecenderungan Perilaku Peran
a. Sifat pemberani dan pengecut secara sosial
Orang yang memiliki sifat pemberani secara sosial, biasanya dia
sukamempertahankan dan membela haknya, tidak malu-malu atau tidak
seganmelakukan sesuatu perbuatan yang sesuai norma di masyarakat
dalam mengedepankan kepentingan diri sendiri sekuat tenaga. Sedangkan
sifatpengecut menunjukkan perilaku atau keadaan sebaliknya, seperti
kurang suka mempertahankan haknya, malu dan segan berbuat
untukmengedepankan kepentingannya.
b. Sifat berkuasa dan sifat patuh
Orang yang memiliki sifat sok berkuasa dalam perilaku sosial biasanya
ditunjukkan oleh perilaku seperti bertindak tegas, berorientasi kepada
kekuatan, percaya diri, berkemauan keras, suka memberi perintah dan
memimpin langsung. Sedangkan sifat yang patuh atau penyerah
menunjukkan perilaku sosial yang sebaliknya, misalnya kurang tegas
dalam bertindak, tidak suka memberi perintah dan tidak
berorientasikepada kekuatan dan kekerasan.
c. Sifat inisiatif secara sosial dan pasif

24
Orang yang memiliki sifat inisiatif biasanya suka mengorganisasi
kelompok, tidak sauka mempersoalkan latar belakang, suka memberi
masukan atau saran-saran dalam berbagai pertemuan, dan biasanya suka
mengambil alih kepemimpinan. Sedangkan sifat orang yang pasif secara
sosial ditunjukkan oleh perilaku yang bertentangan dengan sifat orang
yang aktif, misalnya perilakunya yang dominan diam, kurang berinisiatif,
tidak suka memberi saran atau masukan.
d. Sifat mandiri dan tergantung

Orang yang memiliki sifat mandiri biasanya membuat segala sesuatunya


dilakukan oleh dirinya sendiri, seperti membuat rencana sendiri,
melakukan sesuatu dengan cara-cara sendiri, tidak suak berusaha mencari
nasihat atau dukungan dari orang lain, dan secara emosiaonal cukup
stabil. Sedangkan sifat orang yang ketergantungan cenderung
menunjukkan perilaku sosial sebaliknya dari sifat orang mandiri,
misalnya membuat rencana dan melakukan segala sesuatu harus selalu
mendapat saran dan dukungan orang lain, dan keadaan emosionalnya
relatif labil.
2. Kecenderungan perilaku dalam hubungan sosial
a. Dapat diterima atau ditolak oleh orang lain
Orang yang memiliki sifat dapat diterima oleh orang lain biasanya tidak
berprasangka buruk terhadap orang lain, loyal, dipercaya, pemaaf dan
tulus menghargai kelebihan orang lain. Sementara sifat orang yang
ditolak biasanya suak mencari kesalahan dan tidak mengakui kelebihan
orang lain.
b. Suka bergaul dan tidak suka bergaul
Orang yang suka bergaul biasanya memiliki hubungan sosial yang baik,
senang bersama dengan yang lain dan senang bepergian. Sedangkan orang
yang tidak suak bergaul menunjukkan sifat dan perilaku yang sebaliknya.
c. Sifat ramah dan tidak ramah

25
Orang yang ramah biasanya periang, hangat, terbuka, mudah didekati
orang,dan suka bersosialisasi. Sedang orang yang tidak ramah cenderung
bersifat sebaliknya.
d. Simpatik atau tidak simpatik
Orang yang memiliki sifat simpatik biasanya peduli terhadap perasaan dan
keinginan orang lain, murah hati dan suka membela orang
tertindas.Sedangkan orang yang tidak simpatik menunjukkna sifat-sifat
yang sebaliknya.
3. Kecenderungan perilaku ekspresif
a. Sifat suka bersaing (tidak kooperatif) dan tidak suka bersaing (suka
bekerjasama)
Orang yang suka bersaing biasanya menganggap hubungan sosial
sebagai perlombaan, lawan adalah saingan yang harus dikalahkan,
memperkaya dirisendiri. Sedangkan orang yang tidak suka bersaing
menunjukkan sifat-sifatyang sebaliknya

b. Sifat agresif dan tidak agresif


Orang yang agresif biasanya suka menyerang orang lain baik
langsungataupun tidak langsung, pendendam, menentang atau tidak
patuh padapenguasa, suka bertengkar dan suka menyangkal. Sifat orang
yang tidak agresif menunjukkan perilaku yang sebaliknya.
c. Sifat kalem atau tenang secara sosial
Orang yang kalem biasanya tidak nyaman jika berbeda dengan orang
lain, mengalami kegugupan, malu, ragu-ragu, dan merasa terganggu jika
ditontonorang.
d. Sifat suka pamer atau menonjolkan diri
Orang yang suka pamer biasanya berperilaku berlebihan, suka mencari
pengakuan, berperilaku aneh untuk mencari perhatian orang lain

II. Interaksi Sosial

26
Interaksi sosial ialah hubungan-hubungan sosial yang dinamis dan
bersifat timbal balik antara individu dengan individu, kelompok dengan
kelompok, maupun individu dengan kelompok. Apabila dua orang
bertemu, interaksi sosial dimulai pada saat itu. Walaupun orang-orang
yang bertemu muka tidak saling berbicara atau menukar tanda-tanda,
interaksi sosial telah terjadi sebab masing-masing sadar akan adanya
pihak lain yang menyebabkan perubahan-perubahan dalam perasaan
maupun syaraf orang-orang yang bersangkutan. Interaksi sosial antar
kelompok manusia terjadi antara kelompok tersebut sebagai kesatuan dan
biasanya tidak menyangkut pribadi anggota-anggotanya. Proses interaksi
berlangsung karena adanya berbagai faktor, yaitu faktor imitasi, sugesti,
identifikasi, dan simpati. Faktor-faktor tersebut dapat bergerak secara
sendiri-sendiri dalam keadaan terpisah maupun dalam keadaan tergabung.
Interaksi sosial pun terjadi apabila memenuhi syarat adanya kontak sosial
dan komunikasi. Bentuk-bentuk interaksi sosial pun beermacam-macam,
terbagi dua yaitu proses yang sifatnya asosiatif dan proses yang sifatnya
disosiatif.
III. Pengaruh Sosial dan Kontrol Personal
IV. Teori-Teori Perilaku Sosial
a. Teori konformitas: Konformitas adalah Suatu jenis pengaruh sosial di
mana individu mengubah sikap dan tingkah laku mereka agar sesuai
dengan norma sosial yang ada.Faktor-faktor yang mempengaruhi
konformitas (Sarwono, 2005) :
• Besarnya kelompok
• Banyaknya suara
• Keterpaduan (kohesivitas)
Contoh : remaja akan lebih mendengarkan mendengarkan perkataan
teman sekelompoknya dibanding orang tuanya.
• Status

27
Contoh : Model rambut tertentu pada selebriti akan lebih banyak
diikuti orang lain dibanding orang biasa dengan model rambut yang
sama.
• Tanggapan umum
Contoh : seseorang akan lebih bebas menjawab dalam kuesioner jika
tidak diberi nama.
• Komitmen umum
Contoh : individu individu akan mengikuti mengikuti/bertingkah
bertingkah laku sesuai dengan apa yang telah ia katakan.
b. Teori kepatuhan: Kepatuhan merupakan suatu bentuk pengaruh sosial
dimana seseorang hanya perlu memerintahkan satu orang lain atau
lebih untuk melakukan satu atau beberapa tindakan.
c. Teori learned helplessness: menjelaskan bahwa ketika seseorang
dihadapkan pada tantangan hidup ada banyak orang yang menyerah
atau gagal. Learned helplessnesstersebut dapat menghilangkan
kemampuan seseorang untuk mengendalikan peristiwa-peristiwa yang
sulit, dan memberikan keyakinan bahwa segala usaha itu tidak berguna
dalam menghadapi permasalahan (Stoltz, 2000). Menurut Stoltz
(2000), learned helplessness (ketidakberdayaan yang dipelajari)
berhubungan secara negatif dengan pemberdayaan diri. Individu yang
tidak dapat diberdayakan secara optimal (individu yang
mengalami learned helplessness) tidak dapat mengaktualisasikan diri
secara optimal pula. Oleh karena itu ketidakberdayaan yang dipelajari
merupakan hambatan tetap bagi pemberdayaan (Stoltz, 2000).
Meskipun begitu menurut Stoltz (2000), beberapa orang dapat saja
kebal terhadap ketidakberdayaan. Berdasarkan penelitian Seligman
(Stoltz, 2000) individu yang menjadi kebal terhadap ketidakberdayaan
dan keputusasaan telah diajarkan sebelumnya tentang tindakan-
tindakan “untuk terus berusaha” (imunisasi terhadap ketidakberdayaan

28
dan keputusasaan), yang merupakan karakteristik seorang climber,
yang dapat membentengi dari ketidakberdayaan dan keputusasaan.
d. Teori self-fulfilling prophecy: prediksi yang secara langsung atau tidak
langsung membuatnya terwujud sendiri akibat umpan balik positif
antara keyakinan dan kelakuan. Sebagai contoh, kalau kita
memberikan optimisme kepada orang lain, kinerjanya akan melebihi
kapasitas biasanya. Sementara kalau kita memberikan pesimisme,
yang terjadi memang akan lebih buruk dari yang seharusnya
V. Perilaku Prososial
Perilaku prososial didefinisikan sebagai tindakan yang dimaksudkan
untuk memberikan keuntungan atau manfaat kepada individu atau
sekelompok individu (Eisenberg, 1989). Dalam hal ini, perilaku prososial
bertujuan untuk membantu meningkatkan well being orang lain. Meskipun
tindakan prososial dimaksudkan untuk memberi manfaat kepada orang
lain, namun perilaku ini dilakukan dengan berbagai alasan. Misalnya,
ingin mendapat keuntungan juga berupa imbalan, agar dapat diterima
orang lain, sayang dengan seseorang, atau karena memang dengan tulus
membantu.

Perilaku prososial ini sering disamakan dengan altruisme, padahal


berbeda. Perilaku prososial mempunyai motif-motif tertentu di balik
tindakannya. Di dalamnya terdapat altruisme yang merupakan tindakan
sukarela yang dilakukan individu atau sekelompok orang untuk menolong
orang lain dengan simpati tinggi tanpa mengharapkan imbalan apapun.
Jadi altruisme adalah salah satu motif spesifik dari perilaku prososial.

Faktor-faktor yang menentukan perilaku prososial:

Sarwono dan Meinarno (2009) mengungkapkan bahwa faktor-faktor


yang mempengaruhi perilaku prososial adalah sebagai berikut:

a. Pengaruh faktor situasional

29
1. Bystander
Orang-orang yang ada di sekitar kejadian berperan penting
dalam menentukan sikap seseorang untuk menolong ketika
dihadapkan pada situasi darurat.
2. Daya tarik
Seseorang mengevaluasi korban secara positif (memiliki
daya tarik) akan memengaruhi kesediaan orang untuk membantu.
3. Atribusi terhadap korban
Seseorang akan termotivasi untuk memberikan bantuan
pada orang lain bila ia mengasumsikan bahwa ketidakberuntungan
korban adalah di luar kendali korban.
4. Ada model
Adanya model yang melakukan tindakan menolong dapat
mendorong seseorang untuk menolong orang lain.
5. Desakan waktu
Orang yang sedang sibuk atau tergesa-gesa biasanya
cenderung sungkan untuk menolong, sedangkan orang yang
memiliki waktu luang cenderung dapat memberika pertolongan
pada orang yang membutuhkan pada saat itu.
6. Sifat kebutuhan korban
Kesediaan untuk menolong dipengaruhi oleh kejelasan dari
korban apakah benar-benar membutuhkan pertolongan atau tidak.
b. Pengaruh faktor dalam diri
1. Suasana hati
Emosi positif dan negatif memengaruhi kemunculan niat untuk
memberikan pertolongan kepada orang lain.
2. Sifat
Karakterikstik orang dapat mempengaruhi kecenderungan
menolong orang lain.
3. Jenis kelamin

30
Peranan gender terhadap kecenderungan seseorang untuk
menolong sangat bergantung pada situasi dan bentuk
pertolongan yang dibutuhkan.

4. Tempat tinggal
Orang yang tinggal di pedesaan cenderung lebih penolong
daripada orang yang tinggal di perkotaan.
5. Pola asuh
Pola asuh yang demokratis secara signifikan memfasilitasi
adanya kecenderungan anak untuk tumbuh menjadi seorang
yang penolong.

Indikator Perilaku Prososial

Eissenberg dan Mussen (dalam Dayakisni, 2009)


mengemukakan bahwa perilaku prososial mencakup pada tindakan
sebagai berikut:

1. Membagi (sharing)
Memberikan kesempatan kepada orang lain untuk dapat merasakan sesuatu
yang dimilikinya. Misalnya keahlian dan pengetahuan.
2. Kerjasama (cooperative)
Melakukan kegiatan bersama dengan orang lain untuk mencapai tujuan
bersama, termasuk mempertimbangkan dan menghargai pendapat orang lain
dalam berdiskusi.
3. Menyumbang (donating)
Memberikan secara materil kepada seseorang atau kelompok untuk
kepentingan umum yang berdasarkan pada permintaan, kejadian dan kegiatan.
4. Menolong (helping)
Membantu orang lain secara fisik untuk mengurangi beban yang sedang
dikerjakan.
5. Kejujuran (honesty)

31
Tindakan dan ucapan yang sesuai dengan keadaan yang sebenarnya.
6. Kedermawanan (generousity)
Memberikan sesuatu (biasanya berupa uang dan barang) kepada orang lain
atas dasar kesadaran diri.
7. Mempertimbangkan hak dan kesejahteraan orang lain
Melakukan suatu hal untuk kepentingan pribadi yang berhubungan dengan
orang lain tanpa mengganggu dan melanggar hak dan kesejahteraan orang
lain.

32
BAB III
Penutup
A. Kesimpulan
Stratifikasi sosial (Social Stratification) berasal dari kata bahasa latin
“stratum” (tunggal) atau “strata” (jamak) yang berarti lapisan. Dalam
Sosiologi, stratifikasi sosial dapat diartikan sebagai pembedaan penduduk
atau masyarakat ke dalam kelas-kelas secara bertingkat
Perilaku sosial adalah suasana saling ketergantungan yang merupakan
keharusan untuk menjamin keberadaan manusia (Rusli Ibrahim, 2001).
Sebagai bukti bahwa manusia dalam memnuhi kebutuhan hidup sebagai
diri pribadi tidak dapat melakukannya sendiri melainkan memerlukan
bantuan dari orang lain.Ada ikatan saling ketergantungan diantara satu
orang dengan yang lainnya. Artinya bahwa kelangsungan hidup
manusia berlangsung dalam suasana saling mendukung dalam
kebersamaan. Untuk itu manusia dituntut mampu bekerja sama, saling
menghormati, tidak menggangu hak orang lain, toleran dalam hidup
bermasyarakat.

33
Daftar Pustaka
Abin, Syamsuddin Makmun. 2003. Psikologi Pendidikan. Bandung : PT Rosda Karya
Remaja.
Atkinson, Rita L., dkk. 1983. Pengantar Psikologi Edisi Kedelapan. Jakarta:
Erlangga.
Baron, R.A., & Byrne, D. (2005). Psikologi sosial, jilid dua (edisi ke sepuluh). Alih
Bahasa: Ratna Djuwita, Melania Meitty Parman, Dyah Yasmina, Lita P. Lunanta.
Jakarta: Erlangga.
Merton, Robert K (1968). Social Theory and Social Structure. New York: Free Press.
Soekanto, Soejono. 1982. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Rajagrafindo Persada.

Soekanto soerjono. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali Pers, 1990.


http://ssbelajar.blogspot.com/2013/02/sifat-sifat-stratifikasi-sosial.html
http://suparman11.wordpress.com/2013/11/17/kelas-sosial-dalam-masyarakat/
http://kedie-rambung.blogspot.com/2011/12/contoh-makalahlapisan.html

34

Anda mungkin juga menyukai