Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH SOSIOLOGI PENDIDIKAN

PENDIDIKAN DAN STRATIFIKASI SOSIAL


Dosen Pengampu Mata Kuliah :

Drs. Ida Bagus Surya Manuaba, S.Pd., M.FOr.

Oleh :
Kelas G/6
Kelompok 5
1. Annisa Husninadiyah Susanto /1711031084/12
2. I Dewa Ayu Nyoman Putri Wangi /1711031127/16
3. I Gusti Agung Ayu Nopiantari /1711031184/31

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


JURUSAN PENDIDIKAN DASAR
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA
DENPASAR
2020

i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Ida Sang Hyang Widhi Wasa karena atas rahmat dan
karunia-Nya makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Makalah ini
disusun sebagai tugas dari mata kuliah Sosiologi Pendidikan. Penulisan makalah
ini tentunya tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Untuk itu penulis
menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang
telah membantu terselesaikannya makalah ini.
Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan,
petunjuk maupun pedoman bagi pembaca dalam memahami makna dari
manajemen berbasis sekolah dan menambah pengetahuan dan pengalaman bagi
para pembaca. Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah
isi makalah agar menjadi lebih baik lagi. Namun tidak lepas dari semua itu,
penulis menyadari sepenuhnya bahwa ada kekurangan baik dari segi penyusun
bahasanya maupun segi lainnya. Oleh kerena itu diharapkan kepada para pembaca
untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk
kesempurnaan makalah ini.

Denpasar, 22 Maret 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................................ii
DAFTAR ISI .......................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1..........................................................................................................................La
tar Belakang..................................................................................................... 1
1.2..........................................................................................................................Ru
musan Masalah................................................................................................ 2
1.3..........................................................................................................................Tu
juan.................................................................................................................. 3
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Penggolongan Sosial....................................................................................... 4
2.2 Cara Menentukan Golongan Sosial ............................................................... 6
2.3 Golongan Sosial Sebagai Lingkungan Sosial ................................................. 9
2.4 Tingkat Pendidikan dan Tingkat Golongan Sosial..........................................10
2.5 Gologan Sosial dan Jenis Pendidikan .............................................................11
2.6 Bakat dan Golongan Sosial ............................................................................12
2.7 Sosiometri .......................................................................................................13

BAB II PENUTUP
3.1 Kesimpulan .....................................................................................................16
3.2 Saran................................................................................................................16

DAFTAR PUSTAKA

iii
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Setiap masyarakat senantiasa mempunyai penghargaan tertentu
terhadap hal-hal tertentu dalam masyarakat yang bersangkutan.
Penghargaan yang tinggi terhadap hal-hal tertentu, akan menempatkan hal
tersebut pada kedudukan yang lebih tinggi dari hal-hal lainnya. Misalnya
jika masyarakat menghargai kekayaan material dari pada kehormatan
maka mereka yang memiliki kekayaan tinggi akan menempati kedudukan
yang tinggi dibandingkan pihak-pihak lainnya. Gejala tersebut akan
menimbulkan lapisan masyarakat yang merupakan pembedaan posisi
seseorang atau suatu kelompok dalam kedudukan berbeda-beda secara
vertikal.
Bentuk-bentuk kongkrit lapisan-lapisan pada masyarkat sangatlah
berbeda dan banyak. Namun secara prinsipil bentuk-bentuk lapisan sosial
tersebut dapat diklasifikasikan ke dalam tiga kelas yaitu ekonomi, politis,
dan didasarkan pada jabatan-jabatan tertentu dalam masyarakat. Ketiga
bentuk pokok tadi memiliki keterkaitan yang erat satu sama lainnya,
dimana ketiganya saling mempengaruhi.
Secara teoritis, semua manusia dapat dianggap sederajat, namun dalam realitanya
hal tersebut tidak demikian adanya. Pembedaan atas lapisan merupakan gejala
universal yang merupakan bagian sistem sosial setiap masyarakat. Sistem lapisan
dengan sengaja dibentuk dan disusun untuk mengejar suatu tujuan bersama.
Sehingga suatu organisasi masyarakat tidak akan pernah lepas dari terbentuknya
lapisan sosial dalam masyarakat tersebut.
Filosofi Aristoteles (Soekanto, 2003:227) mengatakan bahwa
zaman dahulu di dalam negara terdapat tiga unsur, yaitu mereka yang kaya
sekali, yang melarat dan yang berada di tengah-tengah. Membuktikan
bahwa zaman itu dan sebelumnya orang telah mengakui adanya lapisan
masyarakat yang mempunyai kedudukan bertingkat-tingkat dari bawah ke
atas. Barang siapa yang mempunyai sesuatu yang berharga dalam jumlah
yang banyak, dianggap masyarakat berkedudukan dalam lapisan atas.

1
Mereka yang hanya sedikit sekali atau tidak memiliki sesuatu berharga
dalam pandangan masyarakat mempunyai kedudukan yang rendah.
Sistem lapisan dalam masyarakat dalam sosiologi dikenal dengan
sebutan stratifikasi sosial (social stratification). Ini merupakan pembedaan
masyarakat ke dalam kelas-kelas secara bertingkat. Kelas sosial tersebut
dibagi dalam tiga kelas yaitu kelas atas (upper class), kelas menengah
(middle class) dan kelas bawah (lower class).
Adanya lapisan masyarakat sangat berperan penting dalam
aktivitas sosial individu atau kelompok dalam suatu organisasi sosial.
Tanpa lapisan sosial dalam masyarakat maka masyarakat itu akan menarik
untuk dilihat, dikenal, dan dipelajari.
Lapisan masyarakat sudah ada sejak dulu, dimulai sejak manusia
itu mengenal adanya kehidupan bersama dalam suatu organisasi sosial.
Lapisan masyarakat mula-mula didasarkan pada perbedaan seks,
perbedaan antara yang pemimpin dan yang dipimpin, golongan budak dan
bukan budak, pembagian kerja bahkan pada pembedaan kekayaan.
Semakin maju dan rumit teknologi suatu masyarakat, maka semakin
kompleks sistem lapisan masyarakat.
Bentuk-bentuk kongkrit lapisan masyarkat berbeda-beda dan
sangat banyak. Namun secara prinsipil bentuk-bentuk lapisan sosial
tersebut dapat diklasifikasikan ke dalam tiga kelas yaitu ekonomi, politis,
dan didasarkan pada jabatan-jabatan tertentu dalam masyarakat. Ketiga
bentuk pokok tadi memiliki keterkaitan yang erat satu sama lainnya,
dimana ketiganya saling mempengaruhi.
Secara teoritis, semua manusia dapat dianggap sederajat, namun
dalam realitanya hal tersebut tidak demikian adanya. Pembedaan atas
lapisan merupakan gejala universal yang merupakan bagian sistem sosial
setiap masyarakat. Sistem lapisan dengan sengaja dibentuk dan disusun
untuk mengejar suatu tujuan bersama. Sehingga suatu organisasi
masyarakat tidak akan pernah lepas dari terbentuknya lapisan sosial dalam
masyarakat tersebut.
1.2 Rumusan Masalah

2
Berdasarkan dari latar belakang diatas, maka dapat dimunculkan
rumusan masalah sebagai berikut :
1. Apa yang dimaksud dengan penggolongan sosial?
2. Bagaimanakah cara menentukan golongan sosial?
3. Bagaimanakah golongan sosial sebagai lingkungan sosial?
4. Bagaimanakah tingkat pendidikan dan tingkat golongan sosial?
5. Bagaimanakah gologan sosial dan jenis pendidikan?
6. Bagaimanakah bakat dan golongan sosial?
7. Apa yang dimaksud dengan sosiometri?

1.3. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dipaparkan diatas, tujuan
dari pembuatan makalah ini yaitu :
1. Mengetahui apa yang dimaksud dengan penggolongan sosial
2. Mengetahui bagaimanakah cara menentukan golongan sosial?
3. Mengetahui bagaimanakah golongan sosial sebagai lingkungan sosial?
4. Mengetahui bagaimanakah tingkat pendidikan dan tingkat golongan
sosial?
5. Mengetahui bagaimanakah gologan sosial dan jenis pendidikan?
6. Mengetahui bagaimanakah bakat dan golongan sosial?
7. Mengetahui apa yang dimaksud dengan sosiometri?

3
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Penggolongan Sosial

Penggolongan sosial adalah penggolongan masyarakat ke dalam


berbagai kategori dari lapisan teratas sampai lapisan paling bawah. Ada
penggolongan masyarakat yang sangat ketat dimana seseorang dari strata
bawah tidak bisa dengan mudah berpindah ke strata atas namun ada juga
penggolongan masyarakat yang fleksibel dimana orang dari golongan
strata bawah bisa saja kemudian meningkat menjadi golongan strata atas
demikian juga sebaliknya.

Stratifikasi sosial merupakan suatu konsep dalam sosiologi yang


melihat bagaimana anggota masyarakat dibedakan berdasarkan status yang
dimilikinya. Stratifikasi berasal dari kata stratum yang berarti strata atau
lapisan dalam bentuk jamak. Sebagaimana Pitirin A. Sorokin
mendefinisikan stratifikasi sebagai pembedaan penduduk atau anggota
masyarakat ke dalam kelas-kelas secara hierarkis. Sedangkan menurut
Bruce J. Cohen sistem stratifikasi akan menempatkan setiap individu pada
kelas sosial yang sesuai berdasarkan kualitas yang dimiliki. Sementara
Max Weber mendefinisikan stratifikasi sosial sebagai penggolongan
orang-orang yang termasuk dalam suatu sistem sosial tertentu ke dalam
lapisan-lapisan hierarki menurut dimensi kekuasaan, previllege dan
prestise.

Ukuran atau kriteria yang menonjol atau dominan sebagai dasar


pembentukan pelapisan sosial adalah kekayaan (materi atau kebendaan),
ukuran kekuasaan dan wewenang, ukuran kehormatan, dan ukuran ilmu
pengetahuan.

Hal yang mewujudkan unsur dalam teori sosiologi tentang sistem


lapisan sosial masyarakat adalah kedudukan (status) dan peranan (role).
Kedudukan dan peranan merupakan dua unsur baku dalam lapisan sosial
dan mempunyai arti penting dalam bagi sistem sosial. Yang diartikan

4
sebagai sistem sosial adalah pola-pola yang mengatur hubungan timbal-
balik antara individu dalam masyarakat dan tingkah laku individu-individu
tersebut.

Stratifikasi sosial (Social Stratification) berasal dari kata bahasa


latin “stratum” (tunggal) atau “strata” (jamak) yang berarti lapisan. Dalam
Sosiologi, stratifikasi sosial dapat diartikan sebagai pembedaan penduduk
atau masyarakat ke dalam kelas-kelas secara bertingkat. Beberapa defenisi
Stratifikasi Sosial menurut para ahli.

a. Pitirim A. Sorokin
Mendefinisikan stratifikasi sosial sebagai perbedaan penduduk atau
masyarakat ke dalam kelas-kelas yang tersusun secara bertingkat.
Perwujudannya adalah adanya kelas-kelas tinggi dan kelas-kelas yang
lebih rendah. Menurut Sorokin, dasar dan inti dari lapisan-lapisan dalam
masyarakat adalah tidak adanya keseimbangan dalam pembagian hak-hak
dan kewajiban-kewajiban, dan tanggung-jawab nilai-nilai sosial dan
pengaruhnya diantara anggota masyarakat.

b. Max Weber
Mendefinisikan stratifikasi sosial sebagai penggolongan orang-
orang yang termasuk dalam suatu sistem sosial tertentu ke dalam lapisan-
lapisan hierarki menurut dimensi kekuasaan, previllege dan prestise.

c. Cuber
Mendefinisikan stratifikasi sosial sebagai suatu pola yang
ditempatkan di atas kategori dari hak-hak yang berbeda

d. Drs. Robert. M.Z. Lawang


Sosial Stratifikasi adalah penggolongan orang-orang yang
termasuk dalam suatu sistem sosial tertentu ke dalam lapisan-lapisan
hirarkis menurut dimensi kekuasaan, privilese, dan prestise.

Pemahaman antara stratifikasi sosial dan kelas sosial sering kali di


samakan, padahal di sisi lain pengertian antara stratifikasi sosial dan kelas

5
sosial terdapat perbedaan. Penyamaan dua konsep pengertian stratifikasi
sosial dan kelas sosial akan melahirkan pemahaman yang rancu.
Stratifikasi sosial lebih merujuk pada pengelompokan orang kedalam
tingkatan atau strata dalam heirarki secara vertical. Membicarakan
stratifikasi sosial berarti mengkaji posisi atau kedudukan antar
orang/sekelompok orang dalam keadaan yang tidak sederajat. Adapun
pengertian kelas sosial sebenarnya berada dalam ruang lingkup kajian
yang lebih sempit, artinya kelas sosial lebih merujuk pada satu lapisan atau
strata tertentu dalam sebuah stratifikasi sosial. Kelas sosial cenderung
diartikan sebagai kelompok yang anggota-anggota memiliki orientasi
politik, nilai budaya, sikap dan prilaku sosial yang secara umum sama.

Dengan demikian, dapat saya simpulkan bahwa stratifikasi sosial


merupakan pembedaan masyarakat atau penduduk berdasarkan kelas-kelas
yang telah ditentukan secara bertingkat berdasarkan dimensi kekuasaan,
previllege (hak istimewa atau kehormatan) dan prestise (wibawa).

2.2 Cara-cara Menentukan Golongan Sosial

Konsep tentang golongan sosial bergantung pada cara seseorang


menentukan golongan sosial itu. Adanya golongan sosial timbul karena
adanya perbedaan status di kalangan anggota masyarakat. Untuk
menentukan stratifikasi sosial dapat diikuti tiga metode, yakni (1) metode
obyektif, (2) metode subyektif, dan (3) metode reputasi.

a.  Metode obyektif
Strategi ditentukan berdasarkan kriteria obyektif antara lain jumlah
pendapatan, lama atau tinggi pendidikan, dan jenis pekerjaan. Biasanya
keterangan demikian terkumpul sewaktu diadakan sensus. Menurut suatu
penelitian (1954) di Amerika Serikat dokter menempati urutan yang sangat
tinggi sama dengan gubernur negara bagian. Juga professor tinggi
kedudukannya sama dengan ilmuwan, anggota Kongres, Dewan
Perwakilan Rakyat. Guru sekolah menduduki tempat yang paling rendah
dari kapten tentara, permain orkes atau kontraktor, akan tetapi lebih tinggi
daripada penyiar radio, masnis dan polisi. Yang paling rendah
kedudukannya adalah tukang semir sepatu.

6
b. Metode subyektif
 Dalam metode ini golongan sosial dirumuskan menurut pandangan
anggota masyarakat menilai dirinya dalam hierarki kedudukan dalam
masyarakat itu. Kepada mereka diajukan pertanyaan: “Menurut pendapat
saudara termasuk golongan manakah saudara di negara ini? Golongan atas,
golongan menengah, atau golongan rendah?” Dalam penelitian tahun 1940
diperoleh golongan atas 6% golongan menengah 88% dan golongan rendah
6%. Golonga menengah sangat menonjol, mungkin karena istilah
“golongan rendah” agak menyinggung perasaan. Akan tetapi bila golongan
rendah dipecah menjadi “golongan pekerja” dan “golongan rendah” maka
hasilnya (194%) menjadi golongan atas 3%, golongan menengah 43%,
golongan pekerja 51%, golongan rendah 1% sedangkan selebihnya tidak
tahu (1%) dan tidak percaya akan adanya golongan sosial (1%).

c. Metode reputasi
Metode ini dikembangkan oleh W. Lloyd Warner cs. Dalam metode
ini golongan soisal dirumuskan menurut bagaimana anggota masyarakat
menempatkan masing-masing dalam stratifikasi masyarakt itu. Kesulitan
penggolongan obyejtif dan subyektif ialah bahwa penggolongan itu sering
tidak sesuai dengan tanggapan orang dalam kehidupan sehari-hari yang
nyata tentang golongan sosial masing-masing.

            Oleh sebab itu W. Lloyd Warner mengikuti suatu cara yang realistis yakni
memberi kesempatan kepada orang dalam masyarakat itu sendiri untuk
menentukan golongan-golongan mana yang terdapat dalam masyarakat itu lalu
mengidentifikasi anggota masing-masing golongan itu. Warner cs banyak
menggunakan teknik operasional ini tanpa sebenarnya merumuskan dasar-dasar
diferensiasi penggolongan itu. Metode ini tidak menghiraukan dasar teoritis bagi
penggolongan dan berusaha menentukan stratifikasi sosial seperti yang terdapat
dalam interaksi nyata di kalangan penduduk dengan dasar pikiran bahwa
merekalah yang sesungguhnya mengenal golongan itu dalam kenyataan. Metode
penggolongan ini tidak dimaksud untuk mencari perbedaan status atau kekuasaan.
Orang dalam masyarakat lain mungkin akan mengadakan stratifikasi sosial yang

7
berbeda dengan menggunakan dasar yang berlainan. Dengan sendirinya sukarlah
mengadakan perbandingan stratifikasi sosial antara berbagai macam masyarakat.
            Peneliti lain menggunakan berbagai kriteria sosial ekonomi untuk
membedakan berbagai golongan sosial seperti jabatan, jumlah dan sumber
pendapatan, tingkat pendidikan, agama, jenis dan luas rumah, lokasi rumah, asal
keturunan, partisipasi dalam kegiatan organisasi, dan hal-hal lain yang berkaitan
dengan status sosial seseorang. Tidak ada satu metode yang secara umum berlaku
untuk menentukan golongan sosial dalam berbagai masyarakat di dunia ini.
Mungkin juga tak ada kriteria yang sama yang berlaku bagi masyarakat yang
berbeda-beda. Rumah yang bagus, pendapatan yang banyak bagi prang desa
belum tentu dianggap rumah bagus atau pendapatan banyak bagi orang desa
belum tentu dianggap rumah bagus atau pendapatan banyak di kota, dan
sebagainya. Dalam masyarakat pedesaan sering sukar menentukan stratifikasi
sosial yang jelas. Dalam masyarakat lain dapat dibedakan dua golongan atau lebih
yang jelas perbedaannya. Mungkin juga akan diperoleh penggolongan sosial yang
berbeda-beda dalam masyarakat yang sama bila digumakan kriteria yang
berlainan.
            Dalam menganalisis masyarakat arner menemukan enam golongan yakni
golongan “upper-upper, lower-upper, upper-middle, lower-middle, upper-lower,
lower-lower”. Jadi dapat dibedakan golongan atas, menengah, dan bawah dan tiap
golongan terbagi pula dalam dua bagian yakni bagian atas dan bawah sehingga
terdapat enam golongan. Besar tiap kelompok tidak sama. Biasanya golongan
golongan paling atas kecil jumlah anggotanya, misalnya terdiri atas keturunan
feudal atau yang kaya-raya, yang sangat dihormati, sedangkan golongan rendah
pada umumnya besar jumlahnya dan lazim disebut “orang kebanyakan”.
            Stratifikasi sosial dalam masyarakat kita di Indonesia jelas tampak pada
zaman feudal dan colonial, antara lain berdasarkan keturunan. Seterlah kita
merdeka terbentuk stratifikasi lain berdasarkan kedudukan, sumber pendapatan,
pendidikan, dan lain-lain. keberatan yang diajukan terhadap metode yang
digunakan oleh Warner antara lain
(1) metode itu hanya dapat digunakan bila masyarakat itu kecil
sehingga masing-masing saling mengenal. Di kota yang besar dengan

8
penduduk yang banyak di mana orang tidak kenal-mengenal, metodeini
tidak berlaku.
(2) dianggap bahwa metode ini tidak menggambarkan struktur
stratifikasi sosial yang sebenarnya dalam masyarakat kecil akan tetapi
menurut pandangan golongan menengah dan atas yang digunakan sebagai
informan utama. Apakah golongan rendah akan mengetahui adanya enam
lapisan sosial dan bukan hnya tiga atau empat?
(3) ialah bahwa metode ini tidak cermat dan tidak akan
memberikan hasil yang sama bila diterapkan oleh peneliti lain.

2.3 Golongan Sosial Sebagai Lingkungan Sosial


Setiap masyarakat mempunyai sesuatu yang dihargai, bisa berupa
kepandaian, kekayaan, kekuasaan, profesi, keaslian keanggotaan masyarakat dan
sebagainya. Selama manusia membeda-bedakan penghargaan terhadap sesuatu
yang dimiliki tersebut, pasti akan menimbulkan lapisan-lapisan dalam masyarakat.
Semakin banyak kepemilikan, kecakapan masyarakat/seseorang terhadap sesuatu
yang dihargai, semakin tinggi kedudukan atau lapisannya. Sebaliknya bagi mereka
yang hanya mempunyai sedikit atau bahkan tidak memiliki sama sekali, maka
mereka mempunyai kedudukan dan lapisan yang rendah. Seseorang yang
mempunyai tugas sebagai pejabat/ketua atau pemimpin pasti menempati lapisan
yang tinggi daripada sebagai anggota masyarakat yang tidak mempunyai tugas
apa-apa. Karena penghargaan terhadap jasa atau pengabdiannya seseorang bisa
pula ditempatkan pada posisi yang tinggi, misalnya pahlawan, pelopor, penemu,
dan sebagainya. Dapat juga karena keahlian dan ketrampilan seseorang dalam
pekerjaan tertentu dia menduduki posisi tinggi jika dibandingkan dengan pekerja
yang tidak mempunyai ketrampilan apapun.
Golongan sosial sangat menentukan lingkungan sosial seorang individu.
Pengetahuan, kebutuhan, tujuan, sikap, watak sesorang sangat dipengaruhi oleh
lingkungan sosial dimana individu tersebut tinggal. Individu mempelajari suatu
kebudayaan yang telah ada dan diturunkan dari generasi satu ke generasi
berikutnya yang terdapat di lingkungan individu tersebut tinggal. Maka individu
dalam golongan sosial tertentu akan menjadi individu yang sesuai dengan

9
kebudayaan dalam golongan itu dan dengan sendiri mengalami kesulitan untuk
memasuki lingkungan sosial lain. Oleh karena itu, golongan sosial membatasi dan
menentukan lingkungan belajar anak. Orang golongan atas akan tinggal ditempat
yang elit karena anggota golongan rendah tidak mampu untuk tinggal disana.
Orang akan mencari pergaulan dikalangan yang dianggap sama golongan
sosialnya. Meskipun demikian ada kemungkinan terjadi perpindahan golongan
sosial.
2.4 Tingkat Pendidikan dan Tingkat Golongan Sosial
Dalam berbagai studi, disebutkan tingkat pendidikan tertinggi yang
didapatkan seseorang digunakan sebagai indeks kedudukan sosialnya di
dalam masyarakat. Menurut penelitian memang terdapat korelasi yang
tinggi antara kedudukan sosial seseorang dengan tingkat pendidikan yang
telah ditempuhnya, meski demikian pendidikan yang tinggi tidak dengan
sendirinya menjamin kedudukan sosial yang tinggi.
Korelasi antara pendidikan dan golongan sosial antara lain terjadi
karena anak dari golongan rendah kebanyakan tidak melanjutkan
pelajarannya sampai perguruan tinggi. Sementara orang yang termasuk
golongan atas beraspirasi agar anaknya menyelesaikan pendidikan sampai
perguruan tinggi. Orang yang berkedudukan tinggi, bergelar akademis,
yang mempunyai pendapatan besar tinggal dirumah elite dan merasa
termasuk golongan atas akan mengusahakan anaknya masuk universitas
dan memperoleh gelar akademis. Sebaliknya anak yang orangtuanya buta
huruf mencari nafkahnya dengan mengumpulkan puntung rokok,tinggal
digubuk kecil, tak dapat diharapkan akan mengusahakan anaknya
menikmati perguruan tinggi.
Ada 3 faktor yang mempengaruhi tingkat pendidikan seorang anak, Yaitu:
1. Pendapatan orang tua. 
Perbedaan sumber pendapatan juga mempengaruhi harapan orangtua
tentang pendidikan anaknya. Sudah selayaknya orang tua vang berada
mengharapkan agar anaknya kelak memasuki perguruan Tinggi. Soalnya
hanya universitas mana dan jurusan apa disamping tentunya kemampuan dan
kemauan anak. Sebaliknya orang tua yang tidak mampu tidak akan

10
mengharapkan pendidikan yang demikian tinggi. Cukuplah bila anak itu
menyelesaikan SD, paling-paling SM (sekolah menengah). Ada kalanya anak
itu sendiri mempunyai kemauan keras untuk melepaskan diri dari pendirian
lingkungan dan berusaha sendiri dengan segenap tenaga untuk melanjutkan
pelajarannya ke Perguruan Tinggi. Syukur bila ia berbakat, sanggup kerja
sambil belajar dan dapat memperoleh beasiswa.

2. Kurangnya perhatian akan pendidikan dikalangan orang tua.


Faktor lain yang menghambat anak-anak golongan rendah memasuki
Perguruan Tinggi ialah kurangnya perhatian akan pendidikan di kalangan
orangtua. Banyak anak-anak golongan ini berhasrat untuk memperoleh
pendidikan yang lebih tinggi akan tetapi dihalangi oleh ketiadaan biaya.
Banyak pula anak-anak yang putus sekolahnya karena alasan finansial.
Pendidikan memerlukan uang, tidak hanya untuk uang sekolah akan tetapi
juga untuk pakaian, buku, transport, kegiatan ekstra-kurikuler, dan lain-lain.
3. Kurangnya minat si anak untuk melanjutkan ke perguruan tinggi.
Kurangnya minat anak untuk melanjutkan ke perguruan tinggi
dipengaruhi oleh perbedaan golongan sosial. Pada tingkat SD belum tampak
pengaruh perbedaan golongan sosial, apalagi kalau kewajiban belajar
mengharuskan semua anak memasukinya, akan tetapi pada tingkat Sekolah
Menengah, apalagi pada tingkat Pendidikan Tinggi lebih jelas tampak
pengaruh perbedaan golongan sosial itu. Perbedaan persentase anak-anak
golongan yang berada atau berpangkat makin meningkat dengan bertambah
tingginya taraf pendidikan dan usia pelajar. Sebagian besar dari mahasiswa
yang memasuki ITB anak pegawai dan ABRI

Golongan sosial tidak hanya berpengaruh terhadap tingginya


jenjang pendidikan anak tetapi juga berpengaruh terhadap jenis pendidikan
yang dipilih. Tidak semua orangtua mampu membiayai studi anaknya
diperguruan tinggi. Pada umumnya anak-anak yang orangtuanya mampu,
akan memilih sekolah menengah umum sebagai persiapan untuk belajar di
perguruan tinggi. Sementara orangtua yang mengetahui batas kemampuan

11
keuangannya akan cenderung memilih sekolah kejuruan bagi anaknya,
dengan pertimbangan setelah lulus dari kejuruan bisa langsung bekerja
sesuai dengan keahliannya.

2.5 Golongan Sosial dan Jenis Pendidikan

Golongan sosial juga menentukan jenis pendidikan yang dipilih


oleh orang tua siswa. Umumnya, anak-anak yang orang tuanya mampu,
cenderung menyekolahkan anaknya di sekolah menengah umum sebagai
persiapan studi di universitas.
Sedangkan orang tua yang memiliki keterbatasan keuangan,
cenderung memilih sekolah kejuruan bagi anaknya. Dapat diduga bahwa
sekolah kejuruan lebih banyak menampung siswa golongan rendah
daripada golongan tinggi. Karena itulah dapat timbul pendapat
bahwasanya status sekolah umum lebih tinggi daripada sekolah kejuruan.
Siswa sendiri cenderung lebih memilih sekolah menengah umum daripada
sekolah kejuruan. Sekalipun sekolah kejuruan dapat memberikan jaminan
yang lebih baik untuk langsung terjun di lapangan pekerjaan.
Demikian pula dengan mata pelajaran atau bidang studi yang
berkaitan dengan perguruan tinggi mempunyai status yang lebih tinggi,
misalnya dalam perguruan tinggi jurusan matematika dan fisika dipandang
lebih tinggi daripada jurusan pertanian atau peternakan. Ataupun jurusan
kedokteran dipandang lebih tinggi daripada jurusan keguruan. Sikap
demikian bukan hanya terdapat dikalangan siswa, tapi juga dikalangan
orang tua dan guru yang dengan sengaja atau tidak sengaja menyampaikan
sikap itu kepada anak – anak. Orang tua dan guru mempunyai pandangan
yang lebih tinggi terhadap mata pelajaran atau kurikulum yang
mempersiapkan murid untuk perguruan tinggi daripada yang tidak
memberi persiapan itu. Mendapat angka rendah misalnya untuk
Pendidikan Jasmani tidak dianggap serius olrh orang tua asal anak itu
mendapat angka tinggi untuk matematika atau fisika. Mau tak mau guru
matematika, fisika, atau kimia dipandang atau memandang diri lebih tinggi
daripada misalnya guru olahraga, atau guru lainnya.

12
2.6 Bakat dan Golongan Sosial

Ada pendapat bahwa pada umumnya anak golongan rendah


dianggap kurang sanggup mengikuti pelajaran akademis di tingkat sekolah
menengah. Penelitian tentang angka – angka murid menunjukkan bahwa
angka – angka yang lebih tinggi lebih banyak diperoleh murid – murid dari
golongan sosial yang tinggi. Kegagalan dalam pelajaran lebih banyak
terdapat di kalangan murid dari golongan sosial rendah. Walaupun dalam
tes intelegensi ternyata kelebihan IQ anak – anak golongan atas, namun
tak seluruh kegagalan dan angka – angka rendah yang kebanyakan
terdapat di kalangan anak – anak dari golongan sosiall rendah, dapat
dijelaskan berdasarkan IQ itu.

Namun pada umumnya dapat diduga terdapat adanya perbedaan


bakat atau pembawaan di antara anak – anak dari berbagai golongan
sosial. disamping itu terdapat pula perbedaan minat mereka terhadap
kurikulum yang berlaku dan motivasi untuk mencapai angka yang tinggi.
Guru – guru dapat memperhatikan bahwa banyak anak – anak golongan
rendah mempunyai perhatian yang kurang terhadap pelajaran akademik di
sekolah walaupun mereka memiliki IQ yang tinggi. Oleh sebab itu hanya
sebagian saja dari anak- anak golongan rendah mau memasuki perguruan
tinggi andaikan mereka diberi bantuan finansial. Kurikulum yang bersifat
akademis kurang menarik bagi anak – anak golongan rendah.

Anak – anak golongan rendah yang hidup dalam kemiskinan sering


harus turut mencari nafkah. Sehingga, bolos dari sekolah tidak dianggap
sebagai pelanggaran yang serius. Guru sendiri cenderung secara tidak
sadar lebih memperhatikan anak – anak dari golongan menengah dan
golongan atas.

Ada pula kemungkinan terdapatnya perbedaan tentang partisipasi


anak –anak dari berbagai golongan sosial dalam berbagai kegiatan ekstra –
kurikuler yang memerlukan waktu dan biaya, seperti kegiatan olah raga,

13
camping, music, seni lukis, kepramukaan dan sebagainya, kecuali bila
diharuskan bagi semua anak.

2.7 Sosiometri

Pengertian Sosiometri 

Sosiometri adalah suatu tehnik untuk mengumpulkan data tentang


hubungan sosial seorang individu dengan individu lain, struktur hubungan
individu dan arah hubungan sosialnya dalam suatu kelompok.

Tujuan Sosiometri

Dengan mempelajari data sosiometri seorang konselor dapat :

1. Menemukan murid mana yang ternyata mempunyai masalah penyesuaian


diri dalam kelompoknya.
2. Membantu meningkatkan partisipasi sosial diantara murid-murid dengan
penerimaan sosialnya.
3. Membantu meningkatkan pemahaman dan pengertian murid terhadap
masalah pergaulan yang sedang dialami oleh individu tertentu.
4. Merencanakan program yang konstruktif untuk menciptakan iklim sosial
yang lebih baik dan sekaligus membantu mengatasi masalah penyesuaian
di kelas tertentu.

Manfaat Sosiometri

Dengan mempelajari data sosiometri seorang konselor dapat :

1. Memperbaiki struktur hubungan sosial para siswa di dalam kelasnya.


2. Memperbaiki penyesuaian hubungan sosial siswa secara individual.
3. Mempelajari akibat-akibat praktik-praktik sekolah terhadap hubungan
sosial di kalangan siswa.
4. Mempelajari mutu kepemimpinan dalam stuasi yang bermacam-macam.
5. Menemukan norma-norma pergaulan antarsiswa yang diinginkan dalam
kelompok / kelas bersangkutan.

Sosiometri sebagai alat penilaian nontes sangat berguna bagi guru


dalam beberapa hal, antara lain:

1. Untuk pembentukan kelompok dalam menentukan kelompok kerja


(pembagian tugas)
2. Untuk pengarahan dinamika kelompok
3. Untuk memperbaiki hubungan individu dalam kelompok dan memberi
bimbingan kepada setiap anak.

14
Biasanya metode sosiometri dilakukan sebagai berikut :

Tiap anak dalam kelas harus menulis pada secarik kertas namanya
sendiri dan nama teman yang paling disenanginya. Dapat juga kita minta
nama dua orang menurut prioritas anak itu, atau bahkan ditambah dengan
nama anak yang paling tidak disukainya. Dengan keterangn yang kita
peroleh dari semua anak, kita dapat mengolahnya menjadi sosiogram yang
menun jukkan pada gambar diagram hubungan sosial dalam kelas itu.

Anak yang paling banyak dipilih adalah anak yang paling popular atau
“bintang”. Sebaliknya anak yang tidak dipilih oleh siapapun disebut
“isolate”. Dua orang yang saling memilih disebut “pair” atau pasangan.
Bila tiga orang saling memilih mereka membentuk “triangle”. Bila
jumlahnya lebih dari tiga orang maka mereka membentuk “klik”. Dalam
setiap sekolah banyak terdapat “klik”. Klik ini sering berpusat pada salah
seorang yang dominan yang mempunyai suatu kelebihan. Mereka saling
percaya dan saling mengungkapkan buah pikiran, perasaan, bahkan rahasia
pribadi.

15
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Penggolongan sosial adalah penggolongan masyarakat ke dalam


berbagai kategori dari lapisan teratas sampai lapisan paling bawah. Untuk
menentukan stratifikasi sosial dapat diikuti tiga metode, yakni (1) metode
obyektif, (2) metode subyektif, dan (3) metode reputasi. Golongan sosial
sangat menentukan lingkungan sosial seorang individu. Menurut penelitian
memang terdapat korelasi yang tinggi antara kedudukan sosial seseorang
dengan tingkat pendidikan yang telah ditempuhnya, meski demikian
pendidikan yang tinggi tidak dengan sendirinya menjamin kedudukan
sosial yang tinggi.
Golongan sosial juga menentukan jenis pendidikan yang dipilih
oleh orang tua siswa. Umumnya, anak-anak yang orang tuanya mampu,
cenderung menyekolahkan anaknya di sekolah menengah umum sebagai
persiapan studi di universitas. Sedangkan orang tua yang memiliki
keterbatasan keuangan, cenderung memilih sekolah kejuruan bagi
anaknya. Pada umumnya dapat diduga terdapat adanya perbedaan bakat
atau pembawaan di antara anak – anak dari berbagai golongan sosial.

Adapun tehnik untuk mengumpulkan data tentang hubungan sosial


seorang individu dengan individu lain, struktur hubungan individu dan
arah hubungan sosialnya dalam suatu kelompok disebut sosiometri.

3.2 Saran

Saran bagi semua guru untuk tidak membedakan perilaku dan pelayanan nya
kepada siswa baik dari yang dari golongan tinggi maupun golongan rendah .

16
DAFTAR PUSTAKA

Nasution. 2009. Sosiologi Pendidikan. Jakarta : Bumi Aksara


Damsar. 2012. Pengantar Sosiologi Pendidikan. Jakarta : Kencana

17

Anda mungkin juga menyukai