Oleh :
Kelas G/6
Kelompok 5
1. Annisa Husninadiyah Susanto /1711031084/12
2. I Dewa Ayu Nyoman Putri Wangi /1711031127/16
3. I Gusti Agung Ayu Nopiantari /1711031184/31
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Ida Sang Hyang Widhi Wasa karena atas rahmat dan
karunia-Nya makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Makalah ini
disusun sebagai tugas dari mata kuliah Sosiologi Pendidikan. Penulisan makalah
ini tentunya tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Untuk itu penulis
menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang
telah membantu terselesaikannya makalah ini.
Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan,
petunjuk maupun pedoman bagi pembaca dalam memahami makna dari
manajemen berbasis sekolah dan menambah pengetahuan dan pengalaman bagi
para pembaca. Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah
isi makalah agar menjadi lebih baik lagi. Namun tidak lepas dari semua itu,
penulis menyadari sepenuhnya bahwa ada kekurangan baik dari segi penyusun
bahasanya maupun segi lainnya. Oleh kerena itu diharapkan kepada para pembaca
untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk
kesempurnaan makalah ini.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.........................................................................................ii
DAFTAR ISI .......................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1..........................................................................................................................La
tar Belakang..................................................................................................... 1
1.2..........................................................................................................................Ru
musan Masalah................................................................................................ 2
1.3..........................................................................................................................Tu
juan.................................................................................................................. 3
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Penggolongan Sosial....................................................................................... 4
2.2 Cara Menentukan Golongan Sosial ............................................................... 6
2.3 Golongan Sosial Sebagai Lingkungan Sosial ................................................. 9
2.4 Tingkat Pendidikan dan Tingkat Golongan Sosial..........................................10
2.5 Gologan Sosial dan Jenis Pendidikan .............................................................11
2.6 Bakat dan Golongan Sosial ............................................................................12
2.7 Sosiometri .......................................................................................................13
BAB II PENUTUP
3.1 Kesimpulan .....................................................................................................16
3.2 Saran................................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA
iii
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Setiap masyarakat senantiasa mempunyai penghargaan tertentu
terhadap hal-hal tertentu dalam masyarakat yang bersangkutan.
Penghargaan yang tinggi terhadap hal-hal tertentu, akan menempatkan hal
tersebut pada kedudukan yang lebih tinggi dari hal-hal lainnya. Misalnya
jika masyarakat menghargai kekayaan material dari pada kehormatan
maka mereka yang memiliki kekayaan tinggi akan menempati kedudukan
yang tinggi dibandingkan pihak-pihak lainnya. Gejala tersebut akan
menimbulkan lapisan masyarakat yang merupakan pembedaan posisi
seseorang atau suatu kelompok dalam kedudukan berbeda-beda secara
vertikal.
Bentuk-bentuk kongkrit lapisan-lapisan pada masyarkat sangatlah
berbeda dan banyak. Namun secara prinsipil bentuk-bentuk lapisan sosial
tersebut dapat diklasifikasikan ke dalam tiga kelas yaitu ekonomi, politis,
dan didasarkan pada jabatan-jabatan tertentu dalam masyarakat. Ketiga
bentuk pokok tadi memiliki keterkaitan yang erat satu sama lainnya,
dimana ketiganya saling mempengaruhi.
Secara teoritis, semua manusia dapat dianggap sederajat, namun dalam realitanya
hal tersebut tidak demikian adanya. Pembedaan atas lapisan merupakan gejala
universal yang merupakan bagian sistem sosial setiap masyarakat. Sistem lapisan
dengan sengaja dibentuk dan disusun untuk mengejar suatu tujuan bersama.
Sehingga suatu organisasi masyarakat tidak akan pernah lepas dari terbentuknya
lapisan sosial dalam masyarakat tersebut.
Filosofi Aristoteles (Soekanto, 2003:227) mengatakan bahwa
zaman dahulu di dalam negara terdapat tiga unsur, yaitu mereka yang kaya
sekali, yang melarat dan yang berada di tengah-tengah. Membuktikan
bahwa zaman itu dan sebelumnya orang telah mengakui adanya lapisan
masyarakat yang mempunyai kedudukan bertingkat-tingkat dari bawah ke
atas. Barang siapa yang mempunyai sesuatu yang berharga dalam jumlah
yang banyak, dianggap masyarakat berkedudukan dalam lapisan atas.
1
Mereka yang hanya sedikit sekali atau tidak memiliki sesuatu berharga
dalam pandangan masyarakat mempunyai kedudukan yang rendah.
Sistem lapisan dalam masyarakat dalam sosiologi dikenal dengan
sebutan stratifikasi sosial (social stratification). Ini merupakan pembedaan
masyarakat ke dalam kelas-kelas secara bertingkat. Kelas sosial tersebut
dibagi dalam tiga kelas yaitu kelas atas (upper class), kelas menengah
(middle class) dan kelas bawah (lower class).
Adanya lapisan masyarakat sangat berperan penting dalam
aktivitas sosial individu atau kelompok dalam suatu organisasi sosial.
Tanpa lapisan sosial dalam masyarakat maka masyarakat itu akan menarik
untuk dilihat, dikenal, dan dipelajari.
Lapisan masyarakat sudah ada sejak dulu, dimulai sejak manusia
itu mengenal adanya kehidupan bersama dalam suatu organisasi sosial.
Lapisan masyarakat mula-mula didasarkan pada perbedaan seks,
perbedaan antara yang pemimpin dan yang dipimpin, golongan budak dan
bukan budak, pembagian kerja bahkan pada pembedaan kekayaan.
Semakin maju dan rumit teknologi suatu masyarakat, maka semakin
kompleks sistem lapisan masyarakat.
Bentuk-bentuk kongkrit lapisan masyarkat berbeda-beda dan
sangat banyak. Namun secara prinsipil bentuk-bentuk lapisan sosial
tersebut dapat diklasifikasikan ke dalam tiga kelas yaitu ekonomi, politis,
dan didasarkan pada jabatan-jabatan tertentu dalam masyarakat. Ketiga
bentuk pokok tadi memiliki keterkaitan yang erat satu sama lainnya,
dimana ketiganya saling mempengaruhi.
Secara teoritis, semua manusia dapat dianggap sederajat, namun
dalam realitanya hal tersebut tidak demikian adanya. Pembedaan atas
lapisan merupakan gejala universal yang merupakan bagian sistem sosial
setiap masyarakat. Sistem lapisan dengan sengaja dibentuk dan disusun
untuk mengejar suatu tujuan bersama. Sehingga suatu organisasi
masyarakat tidak akan pernah lepas dari terbentuknya lapisan sosial dalam
masyarakat tersebut.
1.2 Rumusan Masalah
2
Berdasarkan dari latar belakang diatas, maka dapat dimunculkan
rumusan masalah sebagai berikut :
1. Apa yang dimaksud dengan penggolongan sosial?
2. Bagaimanakah cara menentukan golongan sosial?
3. Bagaimanakah golongan sosial sebagai lingkungan sosial?
4. Bagaimanakah tingkat pendidikan dan tingkat golongan sosial?
5. Bagaimanakah gologan sosial dan jenis pendidikan?
6. Bagaimanakah bakat dan golongan sosial?
7. Apa yang dimaksud dengan sosiometri?
1.3. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dipaparkan diatas, tujuan
dari pembuatan makalah ini yaitu :
1. Mengetahui apa yang dimaksud dengan penggolongan sosial
2. Mengetahui bagaimanakah cara menentukan golongan sosial?
3. Mengetahui bagaimanakah golongan sosial sebagai lingkungan sosial?
4. Mengetahui bagaimanakah tingkat pendidikan dan tingkat golongan
sosial?
5. Mengetahui bagaimanakah gologan sosial dan jenis pendidikan?
6. Mengetahui bagaimanakah bakat dan golongan sosial?
7. Mengetahui apa yang dimaksud dengan sosiometri?
3
BAB II
PEMBAHASAN
4
sebagai sistem sosial adalah pola-pola yang mengatur hubungan timbal-
balik antara individu dalam masyarakat dan tingkah laku individu-individu
tersebut.
a. Pitirim A. Sorokin
Mendefinisikan stratifikasi sosial sebagai perbedaan penduduk atau
masyarakat ke dalam kelas-kelas yang tersusun secara bertingkat.
Perwujudannya adalah adanya kelas-kelas tinggi dan kelas-kelas yang
lebih rendah. Menurut Sorokin, dasar dan inti dari lapisan-lapisan dalam
masyarakat adalah tidak adanya keseimbangan dalam pembagian hak-hak
dan kewajiban-kewajiban, dan tanggung-jawab nilai-nilai sosial dan
pengaruhnya diantara anggota masyarakat.
b. Max Weber
Mendefinisikan stratifikasi sosial sebagai penggolongan orang-
orang yang termasuk dalam suatu sistem sosial tertentu ke dalam lapisan-
lapisan hierarki menurut dimensi kekuasaan, previllege dan prestise.
c. Cuber
Mendefinisikan stratifikasi sosial sebagai suatu pola yang
ditempatkan di atas kategori dari hak-hak yang berbeda
5
sosial terdapat perbedaan. Penyamaan dua konsep pengertian stratifikasi
sosial dan kelas sosial akan melahirkan pemahaman yang rancu.
Stratifikasi sosial lebih merujuk pada pengelompokan orang kedalam
tingkatan atau strata dalam heirarki secara vertical. Membicarakan
stratifikasi sosial berarti mengkaji posisi atau kedudukan antar
orang/sekelompok orang dalam keadaan yang tidak sederajat. Adapun
pengertian kelas sosial sebenarnya berada dalam ruang lingkup kajian
yang lebih sempit, artinya kelas sosial lebih merujuk pada satu lapisan atau
strata tertentu dalam sebuah stratifikasi sosial. Kelas sosial cenderung
diartikan sebagai kelompok yang anggota-anggota memiliki orientasi
politik, nilai budaya, sikap dan prilaku sosial yang secara umum sama.
a. Metode obyektif
Strategi ditentukan berdasarkan kriteria obyektif antara lain jumlah
pendapatan, lama atau tinggi pendidikan, dan jenis pekerjaan. Biasanya
keterangan demikian terkumpul sewaktu diadakan sensus. Menurut suatu
penelitian (1954) di Amerika Serikat dokter menempati urutan yang sangat
tinggi sama dengan gubernur negara bagian. Juga professor tinggi
kedudukannya sama dengan ilmuwan, anggota Kongres, Dewan
Perwakilan Rakyat. Guru sekolah menduduki tempat yang paling rendah
dari kapten tentara, permain orkes atau kontraktor, akan tetapi lebih tinggi
daripada penyiar radio, masnis dan polisi. Yang paling rendah
kedudukannya adalah tukang semir sepatu.
6
b. Metode subyektif
Dalam metode ini golongan sosial dirumuskan menurut pandangan
anggota masyarakat menilai dirinya dalam hierarki kedudukan dalam
masyarakat itu. Kepada mereka diajukan pertanyaan: “Menurut pendapat
saudara termasuk golongan manakah saudara di negara ini? Golongan atas,
golongan menengah, atau golongan rendah?” Dalam penelitian tahun 1940
diperoleh golongan atas 6% golongan menengah 88% dan golongan rendah
6%. Golonga menengah sangat menonjol, mungkin karena istilah
“golongan rendah” agak menyinggung perasaan. Akan tetapi bila golongan
rendah dipecah menjadi “golongan pekerja” dan “golongan rendah” maka
hasilnya (194%) menjadi golongan atas 3%, golongan menengah 43%,
golongan pekerja 51%, golongan rendah 1% sedangkan selebihnya tidak
tahu (1%) dan tidak percaya akan adanya golongan sosial (1%).
c. Metode reputasi
Metode ini dikembangkan oleh W. Lloyd Warner cs. Dalam metode
ini golongan soisal dirumuskan menurut bagaimana anggota masyarakat
menempatkan masing-masing dalam stratifikasi masyarakt itu. Kesulitan
penggolongan obyejtif dan subyektif ialah bahwa penggolongan itu sering
tidak sesuai dengan tanggapan orang dalam kehidupan sehari-hari yang
nyata tentang golongan sosial masing-masing.
Oleh sebab itu W. Lloyd Warner mengikuti suatu cara yang realistis yakni
memberi kesempatan kepada orang dalam masyarakat itu sendiri untuk
menentukan golongan-golongan mana yang terdapat dalam masyarakat itu lalu
mengidentifikasi anggota masing-masing golongan itu. Warner cs banyak
menggunakan teknik operasional ini tanpa sebenarnya merumuskan dasar-dasar
diferensiasi penggolongan itu. Metode ini tidak menghiraukan dasar teoritis bagi
penggolongan dan berusaha menentukan stratifikasi sosial seperti yang terdapat
dalam interaksi nyata di kalangan penduduk dengan dasar pikiran bahwa
merekalah yang sesungguhnya mengenal golongan itu dalam kenyataan. Metode
penggolongan ini tidak dimaksud untuk mencari perbedaan status atau kekuasaan.
Orang dalam masyarakat lain mungkin akan mengadakan stratifikasi sosial yang
7
berbeda dengan menggunakan dasar yang berlainan. Dengan sendirinya sukarlah
mengadakan perbandingan stratifikasi sosial antara berbagai macam masyarakat.
Peneliti lain menggunakan berbagai kriteria sosial ekonomi untuk
membedakan berbagai golongan sosial seperti jabatan, jumlah dan sumber
pendapatan, tingkat pendidikan, agama, jenis dan luas rumah, lokasi rumah, asal
keturunan, partisipasi dalam kegiatan organisasi, dan hal-hal lain yang berkaitan
dengan status sosial seseorang. Tidak ada satu metode yang secara umum berlaku
untuk menentukan golongan sosial dalam berbagai masyarakat di dunia ini.
Mungkin juga tak ada kriteria yang sama yang berlaku bagi masyarakat yang
berbeda-beda. Rumah yang bagus, pendapatan yang banyak bagi prang desa
belum tentu dianggap rumah bagus atau pendapatan banyak bagi orang desa
belum tentu dianggap rumah bagus atau pendapatan banyak di kota, dan
sebagainya. Dalam masyarakat pedesaan sering sukar menentukan stratifikasi
sosial yang jelas. Dalam masyarakat lain dapat dibedakan dua golongan atau lebih
yang jelas perbedaannya. Mungkin juga akan diperoleh penggolongan sosial yang
berbeda-beda dalam masyarakat yang sama bila digumakan kriteria yang
berlainan.
Dalam menganalisis masyarakat arner menemukan enam golongan yakni
golongan “upper-upper, lower-upper, upper-middle, lower-middle, upper-lower,
lower-lower”. Jadi dapat dibedakan golongan atas, menengah, dan bawah dan tiap
golongan terbagi pula dalam dua bagian yakni bagian atas dan bawah sehingga
terdapat enam golongan. Besar tiap kelompok tidak sama. Biasanya golongan
golongan paling atas kecil jumlah anggotanya, misalnya terdiri atas keturunan
feudal atau yang kaya-raya, yang sangat dihormati, sedangkan golongan rendah
pada umumnya besar jumlahnya dan lazim disebut “orang kebanyakan”.
Stratifikasi sosial dalam masyarakat kita di Indonesia jelas tampak pada
zaman feudal dan colonial, antara lain berdasarkan keturunan. Seterlah kita
merdeka terbentuk stratifikasi lain berdasarkan kedudukan, sumber pendapatan,
pendidikan, dan lain-lain. keberatan yang diajukan terhadap metode yang
digunakan oleh Warner antara lain
(1) metode itu hanya dapat digunakan bila masyarakat itu kecil
sehingga masing-masing saling mengenal. Di kota yang besar dengan
8
penduduk yang banyak di mana orang tidak kenal-mengenal, metodeini
tidak berlaku.
(2) dianggap bahwa metode ini tidak menggambarkan struktur
stratifikasi sosial yang sebenarnya dalam masyarakat kecil akan tetapi
menurut pandangan golongan menengah dan atas yang digunakan sebagai
informan utama. Apakah golongan rendah akan mengetahui adanya enam
lapisan sosial dan bukan hnya tiga atau empat?
(3) ialah bahwa metode ini tidak cermat dan tidak akan
memberikan hasil yang sama bila diterapkan oleh peneliti lain.
9
kebudayaan dalam golongan itu dan dengan sendiri mengalami kesulitan untuk
memasuki lingkungan sosial lain. Oleh karena itu, golongan sosial membatasi dan
menentukan lingkungan belajar anak. Orang golongan atas akan tinggal ditempat
yang elit karena anggota golongan rendah tidak mampu untuk tinggal disana.
Orang akan mencari pergaulan dikalangan yang dianggap sama golongan
sosialnya. Meskipun demikian ada kemungkinan terjadi perpindahan golongan
sosial.
2.4 Tingkat Pendidikan dan Tingkat Golongan Sosial
Dalam berbagai studi, disebutkan tingkat pendidikan tertinggi yang
didapatkan seseorang digunakan sebagai indeks kedudukan sosialnya di
dalam masyarakat. Menurut penelitian memang terdapat korelasi yang
tinggi antara kedudukan sosial seseorang dengan tingkat pendidikan yang
telah ditempuhnya, meski demikian pendidikan yang tinggi tidak dengan
sendirinya menjamin kedudukan sosial yang tinggi.
Korelasi antara pendidikan dan golongan sosial antara lain terjadi
karena anak dari golongan rendah kebanyakan tidak melanjutkan
pelajarannya sampai perguruan tinggi. Sementara orang yang termasuk
golongan atas beraspirasi agar anaknya menyelesaikan pendidikan sampai
perguruan tinggi. Orang yang berkedudukan tinggi, bergelar akademis,
yang mempunyai pendapatan besar tinggal dirumah elite dan merasa
termasuk golongan atas akan mengusahakan anaknya masuk universitas
dan memperoleh gelar akademis. Sebaliknya anak yang orangtuanya buta
huruf mencari nafkahnya dengan mengumpulkan puntung rokok,tinggal
digubuk kecil, tak dapat diharapkan akan mengusahakan anaknya
menikmati perguruan tinggi.
Ada 3 faktor yang mempengaruhi tingkat pendidikan seorang anak, Yaitu:
1. Pendapatan orang tua.
Perbedaan sumber pendapatan juga mempengaruhi harapan orangtua
tentang pendidikan anaknya. Sudah selayaknya orang tua vang berada
mengharapkan agar anaknya kelak memasuki perguruan Tinggi. Soalnya
hanya universitas mana dan jurusan apa disamping tentunya kemampuan dan
kemauan anak. Sebaliknya orang tua yang tidak mampu tidak akan
10
mengharapkan pendidikan yang demikian tinggi. Cukuplah bila anak itu
menyelesaikan SD, paling-paling SM (sekolah menengah). Ada kalanya anak
itu sendiri mempunyai kemauan keras untuk melepaskan diri dari pendirian
lingkungan dan berusaha sendiri dengan segenap tenaga untuk melanjutkan
pelajarannya ke Perguruan Tinggi. Syukur bila ia berbakat, sanggup kerja
sambil belajar dan dapat memperoleh beasiswa.
11
keuangannya akan cenderung memilih sekolah kejuruan bagi anaknya,
dengan pertimbangan setelah lulus dari kejuruan bisa langsung bekerja
sesuai dengan keahliannya.
12
2.6 Bakat dan Golongan Sosial
13
camping, music, seni lukis, kepramukaan dan sebagainya, kecuali bila
diharuskan bagi semua anak.
2.7 Sosiometri
Pengertian Sosiometri
Tujuan Sosiometri
Manfaat Sosiometri
14
Biasanya metode sosiometri dilakukan sebagai berikut :
Tiap anak dalam kelas harus menulis pada secarik kertas namanya
sendiri dan nama teman yang paling disenanginya. Dapat juga kita minta
nama dua orang menurut prioritas anak itu, atau bahkan ditambah dengan
nama anak yang paling tidak disukainya. Dengan keterangn yang kita
peroleh dari semua anak, kita dapat mengolahnya menjadi sosiogram yang
menun jukkan pada gambar diagram hubungan sosial dalam kelas itu.
Anak yang paling banyak dipilih adalah anak yang paling popular atau
“bintang”. Sebaliknya anak yang tidak dipilih oleh siapapun disebut
“isolate”. Dua orang yang saling memilih disebut “pair” atau pasangan.
Bila tiga orang saling memilih mereka membentuk “triangle”. Bila
jumlahnya lebih dari tiga orang maka mereka membentuk “klik”. Dalam
setiap sekolah banyak terdapat “klik”. Klik ini sering berpusat pada salah
seorang yang dominan yang mempunyai suatu kelebihan. Mereka saling
percaya dan saling mengungkapkan buah pikiran, perasaan, bahkan rahasia
pribadi.
15
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
Saran bagi semua guru untuk tidak membedakan perilaku dan pelayanan nya
kepada siswa baik dari yang dari golongan tinggi maupun golongan rendah .
16
DAFTAR PUSTAKA
17