Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

STRATIFIKASI SOSIAL

NAMA : CITRA APRIANITA

DELLA SELVIANA

WIKA SAFTARI

ABEL ABIYYU

INDRA WIJAYA

Dosen pembimbing : AMALUDIN ,S.IP.MM

SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI


(STIE)
SERELO LAHAT
Kampus: Jalan Ribang Kemambang Bandar Agung Lahat
Telp. 0731-323278 Email: info@stieserelo.ac.id
DAFTAR ISI

Kata pengantar.......................................................................
Daftar isi..................................................................................
BAB 1
Latar belakang....................................................................
Rumusan masalah...............................................................
Tujuan..................................................................................
Manfaat.................................................................................
BAB 2
1.pengertian stratifikasi sosial...........................................
2.cara mempelajari stratifikasi sosial...............................
3.sifat dari stratfikasi sosial................................................
4.unsur-unsur stratifikasi sosial........................................
5.mobilitas sosial.................................................................
6.pandangan terhadap stratifikasi sosial ........................
7.stratifikasi sosial dalam kehidupan...............................
8.hubungan pendidikan dengan stratifikasi sosial........
BAB 3
Kesimpulan.........................................................................
Saran...................................................................................
Daftar pustaka.......................................................................
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, berkat
rahmat dan karunia-Nya saya dapat menyelesaikan makalah ini tepat waktu sesuai
dengan waktu yang ditentukan.
Adapun yang menjadi judul makalah adalah Stratifikasi Sosial dalam
makalah ini membahas tentang pengertian stratifikasi sosial, bentuk-bentuk
stratifikasi sosial, faktor-faktor pembentuk stratifikasi sosial, ukuran stratifikasi
sosial, unsur-unsur dalam stratifikasi sosial, dan dampak stratifikasi sosial.
Semoga makalah ini bermanfaat, khususnya bagi mahasiswa yang mengikuti
perkuliahan Ilmu Sosial Dasar dan umumnya bagi masyarakat.
Tujuan saya menulis makalah ini yang utama untuk memenuhi tugas dari
dosen yang membimbing saya dalam mata kuliah Ilmu Sosial Dasar.
Dalam makalah ini saya juga menyadari masih banyak kekurangan
yang menyebabkan makalah ini menjadi tidak sempurna, baik dalam penulisan
maupun isinya, untuk ini dengan hati yang terbuka saya menerima kritik dan
saran yang bersifat membangun.
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sejak kelahirannya, ilmu-ilmu sosial tidak memiliki batasan atau definisi pokok
bahasan yang bersifat eksak/pasti. Artinya berbeda dengan ilmu eksakta (bidang
ilmu tentang hal-hal yang bersifat konkret yang dapat diketahui dan diselidiki
berdasarkan percobaan serta dapat dibuktikan dengan pasti), rumusan dalam ilmu
sosial bersifat tidak pasti karena titik beratnya pada perilaku manusia yang dinamis,
selalu berubah-ubah dari waktu ke waktu. Akan tetapi kajian tentang perilaku
manusia tetaplah ilmu sosial, sebab kajian tentang perilaku manusia di dalam
kehidupan sosial telah dikaji berdasarkan metodologi ilmiah dan memenuhi
persyaratan sebagai kajian ilmu pengetahuan.

Manusia, masyarakat dan lingkungan merupakan fokus kajian sosiologi yang


dituangkan dalam kepingan tema utama sosiologi dari masa kemasa. Mengungkap
hubungan luar biasa antara keseharian yang dijalani oleh seseorang dan perubahan
serta pengaruh yang ditimbulkannya pada masyarakat tempat dia hidup, dan bahkan
kepada dunia secara global. Banyak sekali sub kajian dan istilah dlam sosiologi yang
membahas perihal tentang, manusia, masyarakat dan lingkungan, salah satunya
adalah stratifikasi sosial.

Dalam makalah ini penulis akan mencoba menjelaskan apakah itu stratifikasi sosial
beserta pembahasannya.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:

1. Apakah yang dimaksud dengan stratifikasi sosial?

2. Bagaimana caranya mempelajari stratifikasi sosial?

3. Bagaimana sifat dari stratifikasi sosial itu?

4. Apa unsur-unsur stratifikasi sosial?

5. Apakah yang dimaksud dengan mobilitas sosial?

6. Bagaimanakah pandangan terhadap stratifikasi sosial?

7. Bentuk-bentuk stratifikasi sosial dalam kehidupan sehari-hari?

8. Bagaimanakah hubungan pendidikan dengan stratifikasi sosial?


C. Tujuan

Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui yang dimaksud dengan stratifikasi sosial.

2. Untuk mengetahui caranya mempelajari stratifikasi sosial.

3. Untuk mengetahui sifat dari stratifikasi sosial itu.

4. Untuk mengetahui unsur-unsur stratifikasi sosial.

5. Untuk mengetahui yang dimaksud dengan mobilitas sosial.

6. Untuk mengetahui pandangan terhadap stratifikasi sosial.

7. Untuk mengetahui bentuk-bentuk stratifikasi sosial dalam kehidupan sehari-hari.

8. Untuk mengetahui hubungan pendidikan dengan stratifikasi sosial.

D. Manfaat

Adapun manfaat dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis

Dengan mempelajari stratifikasi sosial, maka kita dapat mengetahui tingkatan-


tingkatan yang ada di masyarakat beserta dengan unsur-unsur yang ada di
dalamnya.

2. Manfaat Praktis

Untuk mahasiswa:

a. Mahasiswa dapat mengetahui tingkatan sosial yang ada di masyarakat.


BAB II
PEMBAHASAN

1. Pengertian Stratifikasi Sosial

Pemahaman antara stratifikasi sosial dan kelas sosial sering kali di samakan,
padahal di sisi lain pengertian antara stratifikasi sosial dan kelas sosial terdapat
perbedaan. Penyamaan dua konsep pengertian stratifikasi sosial dan kelas sosial
akan melahirkan pemahaman yang rancu. Stratifikasi sosial lebih merujuk pada
pengelompokan orang kedalam tingkatan atau strata dalam hirarki secara vertikal.
Membicarakan stratifikasi sosial berarti mengkaji posisi atau kedudukan antar
orang/sekelompok orang dalam keadaan yang tidak sederajat. Adapun pengertian
kelas sosial sebenarnya berada dalam ruang lingkup kajian yang lebih sempit,
artinya kelas sosial lebih merujuk pada satu lapisan atau strata tertentu dalam
sebuah stratifikasi sosial. Kelas sosial cenderung diartikan sebagai kelompok yang
anggota-anggota memiliki orientasi polititik, nilai budaya, sikap dan prilaku sosial
yang secara umum sama.

Paul B. Horton dan Chester L. Hunt mengatakan bahwa terbentuknya stratifikasi dan
kelas sosial di dalammnya sesungguhnya tidak hanya berkaitan dengan uang.
Stratifikasi sosial adalah strata atau pelapisan orang-orang yang berkedudukan
sama dalam rangkaian kesatuan status sosial. Namun lebih penting dari itu, mereka
memiliki sikap, nilai-nilai dan gaya hidup yang sama. Semakin rendah kedudukan
seseorang di dalam pelapisan sosial, biasanya semakin sedikit pula perkumpulan
dan kedudukan sosialnya. Sebab asasi mengapa ada pelapisan sosial dalam
masyarakat bukan saja karena ada perbedaan, tetapi karena kemampuan manusia
menilai perbedaan itu dengan menerapkan berbagai kriteria. Artinya menganggap
ada sesuatu yang dihargai, maka sesuatu itu (dihargai) menjadi bibit yang
menumpuhkan adanya system berlapis-lapis dalam masyarakat.

Elly M. Setiadi dan Usman Kolip, Pengantar Sosiologi (Jakarta: Kencana, 2011),
Sesuatu yang dihargai dapat berupa uang atau benda-benda bernilai ekonomis,
kekuasaan, ilmu pengetahuan, kesalehan dalam agama atau keturunan keluarga
yang terhormat. Tingkat kemampuan memiliki sesuatu yang dihargai tersebut akan
melahirkan lapisan sosial yang mempunyai kedudukan atas dan rendah. Proses
terjadinya sistem lapisan-lapisan dalam masyarakat dapat terjadi dengan sendirinya,
atau sengaja disusun untuk mengejar tujuan bersama.

Proses pelapisan sosial dalam masyarakat dengan sendirinya berangkat dari kondisi
perbedaan kemampuan antar individu-individu atau anatar kelompok sosial,
contohnya sekelompok orang yang memiliki kemampuan lebih dalam memenuhi
kebutuhan hidupnya, tentunya akan menempati strata sosial yang lebih tinggi dari
pada kelompok yang memiliki sedikit kemampuan. Adapun proses pelapisan sosial
yang disengaja disusun biasanya mengacu kepada pembagian kekuasaan dan
wewenang yang resmi dalam organisasi formal. Agar dalam masyarakat manusia
hidup dengan teratur, maka kekuasaan dan wewenang yang ada harus dibagi-bagi
dalam suatu organisasi.
Sifat dari sistem berlapis-lapis dalam masyarakat ada yang tertutup dan ada yang
terbuka. Yang bersifat tertutup tidak mungkin pindahnya seorang dan lapisan ke
lapisan lain, baik gerak pindahnya ke atas maupun ke bawah.
Keanggotaan lapisan tertutup diperoleh dari kelahiran, sistem ini dapat dilihat pada
masyarakat yang berkasta, dalam masyarakat yang feodal atau pada masyarakat
yang sistem pelapisannya ditentukan oleh perbedaan rasial. Pada masyarakat yang
lapisannya bersifat terbuka, setiap anggota mempunyai kesempatan berusaha
dengan kecakapannya sendiri untuk naik lapisan sosial atau jika tidak beruntung
dapat terjatuh kelapisan bawahnya.

2. Cara Mempelajari Stratifikasi Sosial

Menurut Zarden, di dalam sosiologi dikenal tiga pendekatan untuk mempelajari


stratifikasi sosial, yaitu;

a. Pendekatan Objektif

Pendekatan objektif artinya, usaha untuk memilah-milah masyarakat kedalam


beberapa lapisan dilakukan menurut ukuran-ukuran yang objektif berupa variable
yang mudah diukur secara kuantitatif , contohnya tingkat pendidikan dan perbedaan
penghasilan

b. Pendekatan Subjektif

Pendekatan subjektif artinya munculnya pelapisan sosial dalam masyrakat tidak


diukur dengan kriteria-kriteria yang objektif, melainkan dipilih menurut kesadaran
subjektif warga itu sendiri, contonya seseorang yang menurut kriteria objektif
termasuk miskin, menurut pendekatan subjektif ini bisa saja dianggap tidak miskin,
kalau ia sendiri memang merasa bukan termasuk kelompok masyarakat miskin.

c. Pendekatan Reputasional

Pendekatan reputasional artinya pelapisan social disusun dengan cara subjek


penelitian diminta menilai setatus orang lain dengan jalan menempatkan orang lain
tersebut ke dalam sekala tertentu. Untuk mecari siapakah didesa tertentu yang
termasuk kelas atas, peneliti yang menggunakan pendekatan reputasional bisa
melakukannya dengan cara cara menanyakan kepada warga didesa tersebut
siapakah warga desa setempat yang paling kaya atau menyakan siapakah warga
desa setempat yang paling mungkin diminta pertolongan meminjamkan uang dan
sebagainya.

3. Sifat Stratifikasi Sosial

Menurut Soerjono Soekanto, dilihat dari sifatnya pelapisan sosial dibedakan menjadi
sistem pelapisan sosial tertutup, sistem pelapisan sosial terbuka, dan sistem
pelapisan sosial campuran.

a. Stratifikasi Sosial Tertutup (Closed Social Stratification)


Stratifikasi ini adalah stratifikasi dimana anggota dari setiap strata sulit mengadakan
mobilitas vertikal. Walaupun ada mobilitas tetapi sangat terbatas pada mobilitas
horisontal saja. Contoh:
1) Sistem kasta ; Kaum Sudra tidak bisa pindah posisi naik di lapisan Brahmana.

2) Rasialis ; Kulit hitam (negro) yang dianggap di posisi rendah tidak bisa pindah
kedudukan di posisi kulit putih.

3) Feodal ; Kaum buruh tidak bisa pindah ke posisi juragan/majikan.

b. Stratifikasi Sosial Terbuka (Opened Social Stratification)


Stratifikasi ini bersifat dinamis karena mobilitasnya sangat besar. Setiap anggota
strata dapat bebas melakukan mobilitas sosial, baik vertikal maupun horisontal.
Contoh:

1) Seorang miskin karena usahanya bisa menjadi kaya, atau sebaliknya.

2) Seorang yang tidak/kurang pendidikan akan dapat memperoleh pendidikan asal


ada niat dan usaha.

c. Stratifikasi Sosial Campuran

Stratifikasi sosial campuran merupakan kombinasi antara stratifikasi tertutup dan


terbuka. Misalnya, orang Bali berkasta Brahmana mempunyai kedudukan terhormat
di Bali, namun apabila ia pindah ke Jakarta menjadi buruh, ia memperoleh
kedudukan rendah. Maka, ia harus menyesuaikan diri dengan aturan kelompok
masyarakat di Jakarta.

4. Unsur-Unsur Stratifikasi Sosial

Stratifikasi sosial terdiri dari dua unsur, yaitu kedudukan (status) dan peranan (role).
Kedudukan dan peranan merupakan dua unsur yang memiliki arti penting bagi
sistem sosial.

1) Kedudukan (Status)

Status sosial menurut Ralph Linton adalah sekumpulan hak dan kewajiban yang
dimiliki seseorang dalam masyarakatnya. Orang yang memiliki status sosial yang
tinggi akan ditempatkan lebih tinggi dalam struktur masyarakat dibandingkan dengan
orang yang status sosialnya rendah.

Ada tiga macam status sosial dalam masyarakat:

a. Ascribed Status

Ascribed Status merupakan status yang diperoleh seseorang secara alamiah,


artinya posisi yang melekat dalam diri seseorang diperoleh tanpa melalui
serangkaian usaha. Beberapa status sosial yang melekat pada seseorang yang
diperoleh secara otomatis adalah;
1) Status perbedaan usia

Umumnya dalam masyarakat Indonesia terdapat pembagian antara hak dan


kewajiban antara orang-orang yang lebih tua dan yang lebih muda. Misalnya dalam
suatu kehidupan rumah tangga, anak yang usia lebih tua memiliki strata lebih tinggi
di bandingkan dengan anak yang lebih muda, dalam ritual keagamaan islam dimana
membaca doa selalu mengutamakan yang lebih tua. Bentuk lain penghormatan yang
lebih tua adalah dengan mempersilahkan mereka untuk duduk di barisan depan.

2) Stratifikasi berdasarkan jenis kelamin (gender sex stratification)


Penstrataan sosial berdasarkan jenis kelamin ini dipengaruhi oleh adat tradisi dan
ada ajaran agama yang membedakan antara hak dan kwajiban berdasarkan jenis
kelamin. Akan tetapi pergeseran sosial budaya juga berpengaruh pada pergeseran
peran wanita dimana kaum wanita terkadang memiliki status sosial yang lebih tinggi
disbanding dengan kaum laki-laki.

3) Status di dasarkan pada system kekerabatan

Fenomena ini dapat dilihat berbagai peran yang harus diperankan oleh masing-
masing anggota keluarga dalam suatu rumah tangga. Munculnya kedudukan kepala
keluarga, ibu rumah tangga dan anak-anak berimplikasi pada status dan peran yang
harus diperankan oleh masing-masing orang dalam rumah tangga. Seorang istri
harus berbakti kepada suami dan suami juga harus menghormati istri karena
perannya sebagai pengasuh anak, pendidik anak, dan sebagainya, sedangkan
anak-anak harus menaati nasehat orang tua dan dari orangtuanya ia berhak
mendapatkan kasih sayang.

4) Stratifikasi berdasarkan kelahiran (born stratification)


Seorang anak yang dilahirkan akan memiliki status sosial yang mengekor pada
status orang tuanya. Tinggi rendahnya seorang anak biasanya mengikuti status
orang tuanya.

5) Stratifikasi berdasarkan kelompok tertentu (grouping stratification)


Perbedaan ras yang sering kali menimbulkan pemahaman sekelompok manusia
tertentu memiliki kedudukan lebih tinggi dibandingkan manusia lain. Pemahaman
sebagian orang bahwa ras kulit putih lebih superior dibandingkan ras kulit hitam,
merupakan salah satu contohnya.

b. Achieved Status

Achieved Status merupakan status sosial yang disandang melalui perjuangan. Pola-
pola ini biasanya banyak terjadi distruktur sosial yang telah mengalami perubahan
dari pola-pola tradisional kearah modern. Lebih-lebih dalam struktur masyarakat
kapitalis liberal dengan menekan pada kebebasan individu untuk mencapai tujuan
masing-masing yang sarat dengan persaingan, dalam struktur seperti itu, biasanya
struktur sosial lebih terbuka sehingga membuka peluang bagi siapa saja untuk
meraih status sosial ekonomi sesuai dengan tujuan masing-masing, beberapa
contoh model ini adalah:
1) Stratifikasi berdasarkan Jenjang Pendidikan (education stratification)
Jenjang seseorang biasanya memperngaruhi setatus sosial seseorang di dalam
struktur sisialnya. Seseorang yang berpendidikan tinggi hingga bergelar Doktor
tentunya akan bersetatus lebih tinggi dibandingkan dengan seorang yang lulusan
SD.

2) Stratifikasi di bidang Senioritas

Gejala ini biasanya di kaitkan dengan profesi atau perkerjaan yang dimiliki
seseorang. Tingkat senioritas dalam berbagai lembaga perkerjaan biasanya di
tentukan berdasarkan tingkat tenggang waktu berkeja dan jenjang kepangkatan atau
golongan yang lazi sering disebut dengan jabatan. Biasanya jabatan seseorang
dalam suatu lembaga perkerjaan ditentukan oleh tingkat keahlian dan tingkat
pendidikannya, artinya semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang dan keahlian
seseorang, maka akan semakin tinggi juga jabatan yang disandangnya. Karena
system lapisan sosial seperti ini bersifat terbuka, maka bagi siapa saja bisa
menempati status sosial yang relative dianggap lebih mapan asal mereka
mempunyai kemampuan dan usaha yang gigih.

3) Stratifikasi di bidang Perkerjaan.

Berbagai jenis perkerjaan juga berpengaruh pada system pelapisan sosial. Anda
tuntu sering memiliki penilaian bahwa orang yang berprofesi sebagai panrik becak,
kuli bangunan, buruh pabrik dan para pekerja kantoran yang berpakaian bersih,
berpenampilan rapi, berdasi dan mengendari mobil, selalu membawa Hp tentu
memiliki perbedaan status sosial dalam masyarakat. Para pekerja kantoran akan
memiliki status sosial yang relative lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok yang
berprofesi sebagai penarik becak. Pola seperti ini juga bersifat terbuka artinya
system pelapisan sosial seperti ini membuka peluang bagi siapa saja yang memiliki
kegigihan dalam usaha untuk meraihnya termasuk anda.

4) Stratifikasi di bidang Ekonomi

Gejala ini hampir ada diseluruh penjuru dunia. Yang paling mudah di identifikasi di
dalam struktur sosial adalah didasarkan pada besar kecilnya penghasilan dan
kepemilikan benda-benda materi yang sering disebut harta benda. Indikator antara
kaya dan miskin juga mudah sekali di identifikasi, yaitu melalui pemilikan sarana
hidup. Orang kaya perkotaan dapat dilihat dari tempat tinggalnya seperti di kawasan
real estate elite dengan rumah mewahnya yang dilengkapi dengan taman, kolam
renang, memiliki mobil mewah dan benda-benda berharga lainnya. Sedangkan
kelompok masyarakat miskin berada dikawasan marginal (pinggiran), hidup di
pemukiman kumuh, tidak sehat, kotor, dan sebagainya. Adapun orang kaya
perdesaan biasanya diidentifikasi dengan kepemilikan jumlah lahan pertanian,
binatang ternak, kebun yang luas dan sebagainya.
c. Assigned Status

Assigned Status adalah status sosial yang diperoleh seseorang atau kelompok
orang dari pemberian. Akan tetapi status sosial yang berasal dari pemberian ini
sebenarnya juga tak luput dari usaha-usaha seseorang atau sekelompok orang
sehingga dengan usaha-usaha tersebut ia memperoleh penghargaan.

2) Peranan (Role)

Sedangkan peran sosial merupakan aspek yang lebih dinamis dibandingkan dengan
kedudukan. Status sosial merupakan unsur statis yang menunjukkan tempat individu
dalam organisasi masyarakat. Peran lebih menjurus pada fungsi seseorang dalam
masyarakat. Meskipun demikian, keduanya tak dapat dipisahkan karena satu
dengan yang lainnya saling berhubungan.

Berdasarkan cara memperolehnya, peranan dibedakan menjadi dua, yaitu:

a) Peranan bawaan (ascribed roles), yaitu peranan yang diperoleh secara otomatis,
bukan karena usaha, misalnya peranan sebagai nenek, anak, ketua RT, dan
sebagainya.

b) Peranan pilihan (achieve roles), yaitu peranan yang diperoleh atas keputusannya
sendiri, misalnya seseorang memutuskan untuk memilih Fakultas Tarbiyah UIN
Maulana Malik Ibrahim Malang.

Berdasarkan pelaksanaannya, peranan sosial dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:

a) Peranan yang diharapkan (expected roles), yaitu cara ideal dalam pelaksanaan
peranan menurut penilaian masyarakat. Masyarakat menghendaki peranan tersebut
dilaksanakan secernat-cermatnya dan tidak dapat ditawar dan harus dilaksanakan
seperti yang telah ditentukan. Misalnya, peranan hakim, diplomatik, dan sebagainya.

b) Peranan yang disesuaikan (actual roles), yaitu cara bagaimana sebenarnya


peranan tersebut dijalankan. Peranan ini pelaksanaannya lebih dinamis, dapat
disesuaikan dengan situasi dan kondisi tertentu.

Suatu peranan dapat membimbing seseorang dalam berperilaku, karena peran


dapat berfungsi sebagai, pertama, memberi arah pada proses sosialisasi. Kedua,
pewarisan tradisi, kepercayaan, nilai, norma, dan pengetahuan. Ketiga, dapat
mempersatukan kelompok atau masyarakat. Keempat, menghidupkan sistem
pengendali dan kontrol sehingga dapat melestarikan kehidupan masyarakat.

5. Mobilitas Sosial

Dalam sosiologi, mobilitas sosial berarti perpindahan status dalam stratifikasi sosial.
Menurut Haditono, yang dimaksud mobilitas sosial ialah perpindahan seseorang
atau sekelompok orang dari kedudukan satu ke kedudukan yang lain. Mobilitas
vertikal mengacu pada mobilitas ke atas atau ke bawah dalam stratifikasi sosial.
Contoh mengenai mobilitas sosial individu ialah perubahan status seseorang dari
seorang tukang menjadi seorang dokter.
Pitirim A. Sorokin menyatakan bahwa mobilitas sosial secara vertikal dapat
dilakukan melalui beberapa hal, yaitu angkatan bersenjata, lembaga pendidikan,
lembaga keagamaan, organisasi politik, dan organisasi ekonomi.

Dalam keadaan perang di mana setiap negara menghendaki kemenangan maka


jasa seorang prajurit akan dihargai dalam masyarakat. Bisa jadi status prajurit
tersebut naik, bahkan memperoleh kekuasaan dan wewenang.

Melalui lembaga pendidikan seseorang dapat mengubah statusnya menjadi status


yang lebih tinggi. Sedangkan melalui lembaga keagamaan, seseorang yang memiliki
kedalaman agama dinilai lebih tinggi statusnya daripada yang tidak. Seseorang yang
pandai berorganisasi dalam dunia politik dapat menaikkan statusnya melalui
partisipasinya sebagai anggota DPR. Adapun melalui organisasi ekonomi,
perusahaan barang maupun jasa memberikan kesempatan seluas-luasnya untuk
menaikkan statusnya, karena organisasi ini sifatnya relatif terbuka.

6. Pandangan tentang Stratifikasi Sosial

Ada dua pendapat mengenai pentingnya keberadaan stratifikasi sosial. Para


penganut pendekatan fungsionalis biasanya menganggap bahwa stratifikasi sosial
merupakan hal yang penting bagi kelangsungan sistem sosial. Hal tersebut bertolak
belakang dengan penganut pendekatan konflik yang menyatakan bahwa timbulnya
pelapisan sosial merupakan ulah kelompok elit masyarakat atas yang berusaha
mempertahankan dominasinya.

Kingsley Davis dan Wilbert Moore, pelopor pendekatan fungsionalis menyatakan


bahwa stratifikasi dibutuhkan demi kelangsungan hidup masyarakat yang
membutuhkan berbagai jenis pekerjaan. Tanpa adanya stratifikasi ini, masyarakat
tidak akan terangsang untuk menekuni pekerjaan-pekerjaan sulit atau pekerjaan-
pekerjaan yang membutuhkan proses yang lama dan mahal.

Sedangkan pendekatan konflik yang dipelopori Karl Marx berpandangan bahwa


adanya pelapisan sosial bukan sebagai hasil dari konsensus (semua anggota
masyarakat menyetujui dan membutuhkan hal itu), melainkan karena mereka
masyarakat terpaksa menerima perbedaan karena mereka tidak memiliki
kemampuan untuk menentangnya.

Marx sering mengungkapkan bahwa stratifikasi sosial merupakan bentuk


penindasan suatu kelas tinggi kepada kelas yang lebih rendah. Menurutnya, di
dalam masyarakat kapitalis, para pemiliki sarana produksi (kelas atas) melakukan
tekanan dan pemaksaan kontrol kepada kelas buruh yang posisinya lebih rendah.
7. Bentuk-bentuk Stratifikasi Sosial Dalam Kehidupan Sehari-hari

Untuk membuat skala pengukuran yang menjadi indicator penentu kelompok


golongan kelas atas, menengah, dan golongan kelas bawah dalam kehidupan
sehari-hari bukan sesuatu yang sulit. Sebab prilaku masing-masing kelas dapat
diindentifikasi melalui berbagai ukuran, mulai tingkat penghasilan, benda-benda
berharga yang dimiliki hingga pada acara berpakaian yang disebut gaya hidup (life
skyle).

Perbedaan dalam Kesanggupan dan Kemampuan


Anggota masyarakat yang menduduki strata tertinggi, tentu memiliki kesanggupan
dan kemampuan yang lebih besar dibandingkan masyarakat yang ada di posisi
bawahnya, contoh PNS golongan IV kebanyakan mampu membeli mobil,
sedangakan PNS yang bergolongan I dan II tentu hanya sanggup untuk membeli
sepeda motor. Tingkat kesanggupan dapat dilihat dari:

1) Perlengkapan rumah tangga dan barang-barang konsumsi sehari-hari.

2) Perbedaan dalam berbusana.

3) Tipe tempat tinggal dan lokasinya.

4) Menu makanan.

Perbedaan gaya hidup dapat dilihat dari:

1) Perbedaan pakaian yang dikenakan.

2) Gaya berbicara.

3) Sebutan gelar, baik gelar bangsawan feodalisme, maupun gelar-gelar akademis.

4) Jenis kegiatan dan kegemaran.

Perbedaan dalam hal hak dan akses memanfaatkan sumber daya. Seorang yang
menduduki jabatan tinggi biasanya akan semakin banyak hak dan fasilitas yang
diperolehnya, sementara itu seseorang yang tidak menduduki jabatan yang strategis
apa pun tentu hak dan fasilitas yang mampu dinikmati akan semakin kecil.
8. Dimensi stratifikasi sosial
Diantara lapisan atasan dengan yang terendah, terdapat lapisan yang
jumlahnya relatif banyak. Biasanya lapisan atasan tidak hanya memiliki satu macam
saja dari apa yang dihargai oleh masyarakat. Akan tetapi, kedudukannya yang tinggi
itu bersifat kumulatif. Artinya, mereka yang mempunyai uang banyak akan mudah
sekali mendapatkan tanah, kekuasaan dan juga mungkin kehormatan. Ukuran atau
kriteria yang bisa dipakai untuk menggolong-golongkan anggota-anggota
masyarakat ke dalam suatu lapisan adalah sebagai berikut:
1. Ukuran Kekayaan
siapa yang memiliki kekayaan paling banyak termasuk dalam lapisan teratas.
Kekayaan tersebut misalnya, dapat dilihat pada bentuk rumah yang bersangkutan,
mobil pribadinya, cara-caranya mempergunakan pakaian serta bahan pakaian yang
dipakainya., kebiasaan untuk berbelanja barang-barang mahal dan seterusnya.
2. Ukuran Kekuasaan
Barang siapa yang memiliki kekuasaan atau yang mempunyai wewenang
terbesar menempati lapisan atasan.
3. Ukuran Kehormatan
kehoramatan tersebut mungkin terlepas dari ukuran-ukuran kekayaan dan
kekuasaan. Orang yang paling disegani dan dihormati, mendapat tempat yang
teratas. Ukuran semacam ini, banyak dijumpai pada masyarakat-masyarakat
tradisional. Biasanya mereka adalah golongan tua atau mereka yang pernah
berjasa.
4. Ukuran Ilmu Pengetahuan
Ilmu pengetahuan sebagai ukuran dipakai oleh masyarakat yang menghargai
ilmu pengetahuan. Akan tetapi, ukuran tersebut kadang-kadang menyebabkan
terjadinya akibat-akibat yang negatif kerana ternyata bahwa bukan mutu ilmu
pengetahuan yang dijadikan ukuran, tetapi gelar kesarjanaanya. Sudah tentu hak
yang demikian memacu segala macam usaha untuk mendapatkan gelar, walaupun
tidak halal.
Ada empat yang mendorong seseorang untuk disegani maupun dihormati
dalam konteks stratifikasi sosial. Yang pertama adalah kekayaan. Dengan adanya
suatu kekayaan, orang akan membeli apa saja yang dia mau. Yang kedua adalah
kekuasaan. Kekuasaan akan digunakan sebagai penundukan seseorang yang
berada dibawahnya. Yang ketiga adalah kehormatan, dimana seseorang akan
disegani oleh masyarakat jika ia adalah tokoh utama dan yang di sepuhkan di
masyarakat itu. Yang keempat adalah ilmu pengetahuan, jika seseorang
pendidikannya tinggi dan dia sudah mendapatkan gelar doktor maupun magister,
secara tidak langsung akan ada rasa sistem kelas terhadap seseorang yang tidak
pernah sama sekali menduduki bangku sekolah.
9. Hubungan Pendidikan dengan Stratifikasi Sosial

a. Golongan Sosial dan Tingkat Pendidikan

Menurut penelitian, terdapat korelasi yang tinggi antara kedudukan sosial seseorang
dengan tingkat pendidikan yang ditempuhnya. Meskipun tingkat pendidikan sosial
seseorang tidak bisa sepenuhnya diramalkan melalui kedudukan sosialnya, namun
pendidikan sosial yang tinggi sejalan dengan kedudukan sosial yang tinggi pula.

Anak golongan rendah kebanyakan tidak melanjutkan studinya hingga ke perguruan


tinggi. Sedangkan orang golongan tinggi cenderung menginginkan anaknya untuk
menyelesaikan pendidikan tinggi. Hal tersebut terjadi karena faktor biaya pendidikan
yang tergolong mahal.

b. Golongan Sosial dan Jenis Pendidikan

Golongan sosial juga menentukan jenis pendidikan yang dipilih oleh orang tua siswa.
Umumnya, anak-anak yang orang tuanya mampu, cenderung menyekolahkan
anaknya di sekolah menengah umum sebagai persiapan studi di universitas.
Sedangkan orang tua yang memiliki keterbatasan keuangan, cenderung memilih
sekolah kejuruan bagi anaknya. Dapat diduga bahwa sekolah kejuruan lebih banyak
menampung siswa golongan rendah daripada golongan tinggi. Karena itulah dapat
timbul pendapat bahwasanya status sekolah umum lebih tinggi daripada sekolah
kejuruan. Siswa sendiri cenderung lebih memilih sekolah menengah umum daripada
sekolah kejuruan. Sekalipun sekolah kejuruan dapat memberikan jaminan yang lebih
baik untuk langsung terjun di lapangan pekerjaan.

c. Mobilitas Sosial dan Pendidikan

Dalam sistem stratifikasi sosial terbuka (opened social stratification), seseorang


dapat melakukan perpindahan dari status rendah ke status tinggi maupun
sebaliknya. Perpindahan status ini disebut dengan mobilitas sosial.

Pendidikan merupakan salah satu jalan untuk melakukan mobilitas sosial tersebut.
Pendidikan dipandang sebagai sebuah kesempatan untuk beralih dari suatu
golongan ke golongan yang lebih tinggi. Pendidikan secara merata memberi
kesamaan dasar pendidikan dan mengurangi perbedaan antara golongan tinggi dan
rendah.

Menurut Beteille, pendidikan merupakan sesuatu hal yang sangat berharga karena
dapat memberikan akses untuk jabatan dengan bayaran yang lebih baik. Banyak
contoh yang dapat diamati tentang seseorang yang statusnya meningkat berkat
pendidikan yang ditempuhnya. Pada jaman penjajahan Belanda misalnya, orang
yang mampu menyelesaikan pendidikannya di HIS (Hollands-Indlandsche
School) mempunyai harapan untuk menjadi pegawai dan mendapat kedudukan
sosial yang terhormat. Terlebih jika ia berhasil lulus MULO (Meer Uitgebreid Lager
Oderwijs), AMS (Algemene Middlebare School), atau perguruan tinggi, maka
semakin besar peluangnya mendapatkan kedudukan yang baik dan masuk golongan
sosial menengah atas.

Di samping itu, ada juga beberapa faktor lain yang mempengaruhi mobilitas sosial di
bidang pendidikan.

1) Faktor guru. Para guru dapat mendorong anak didiknya untuk meningkatkan
status sosialnya melalui prestasi yang tinggi. Guru tersebut juga dapat menjadi
model mobilitas sosial berkat usahanya belajar sungguh-sungguh sehingga
kedudukannya meningkat. Sebaliknya, guru juga dapat menghambat proses
mobilitas sosial apabila guru memandang rendah dan tidak yakin akan kemampuan
anak-anak golongan bawah.

2) Faktor sekolah. Sekolah dapat membuka kesempatan untuk meningkatkan status


sosial anak-anak golongan bawah. Di sekolah memiliki hak yang sama dalam
memperoleh pendidikan yang sama, mempelajari buku yang sama, diajar oleh guru
yang sama, bahkan berpakaian seragam yang sama dengan anak golongan tinggi.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Stratifikasi sosial adalah adanya lapisan-lapisan, penggolongan-penggolongan,


pengelompokkan-pengelompokkan dalam masyarakat, karena adanya perbedaan
kriteria/ukuran tertentuyang menjadi dasar terjadinya stratifikasi sosial. Terjadinya
stratifikasi sosial itu lebih banyak tidak sengaja dibentuk oleh individu-individu yang
bersangkutan, akan tetapi timbul dengan sendirinya dalam proses pertumbuhan
masyarakat itu, namun kendatinya ada juga yang sengaja dibentuk. Hingga saat ini
ukuran determinasi untuk mengukur posisi atau kedudukan seseorang dalam
struktur sosial belum memiliki patokan yang pasti.

Hanya saja secara umum determinasi dari stratifikasi sosial dapat dilihat dari
dimensi usia, jenis kelamin, agama kelompok etnis atau ras tertentu, tingkat
pendidikan formal yang diraihnya, tingkat perkerjaan, besarnya kekuasaan dan
kewenangan, status sosial, tempat tinggal, dan dimensi ekonomi. Berbagai dimensi
strata sosial tersebut tentunya memiliki perbedaan pengaruhnya didalam
masyarakat. Hal itu sangat tergantung pada perkembangan masyarakat dan konteks
sosial yang berlaku dalam suatu daerah.

B. Saran

Masyarakat diharapkan tidak bersifat tertutup, namun lebih bersifat terbuka dalam
melakukan gerak sosial agar tercipta kehidupan sosial yang selaras tanpa adanya
diskriminasi.
DAFTAR PUSTAKA

Setiadi, Elly M dan Kolip Usman.2011.Pengantar Sosiologi.Jakarta; Kencana.

Suharto.1986.Stratifikasi Sosial.Yogyakarta; Tarbiyah IAIN Sunan Kalijaga.

Salim, Agus.2006.Stratifikasi Etnik.Semarang; FIP UNNES dan Tiara Wacana.

Anda mungkin juga menyukai