Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

SOSIOLOGI DAN ANTROPOLOGI PENDIDIKAN

“Stratifikasi Sosial”

Dosen Pengampu: PRAYUGO, M.Si

Disusun Oleh:

ROHMAT FADILAH AMIN


BINTANG AL FAROQ YAZRI
MUHAMMAD HAIKAL SAPUTRA

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


JURUSAN TARBIYAH DAN KEGURUAN
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
BENGKALIS

2023

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada
waktunya. Adapun tujuan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah
Sosiologi dan Antropologi Pendidikan. Selain itu, makalah ini juga bertujuan
untuk menambah wawasan mahasiswa tentang gejala kognisi dan konasi.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini,
baik dalam pemaparan materi, maupun penulisannya. Oleh karena itu kritik dan
saran dari semua pihak amatlah penulis harapkan demi perbaikan kedepannya.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dalam memperkaya
khasanah ilmu pengetahuan.

Bengkalis, 6 September 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................ii
DAFTAR ISI......................................................................................................iii
BAB I..................................................................................................................1
PENDAHULUAN..............................................................................................1
A. Latar Belakang......................................................................................1
B. Rumusan Masalah................................................................................3
C. Tujuan...................................................................................................3
BAB II................................................................................................................3
PEMBAHASAN................................................................................................3
1. Pengertian Stratifikasi Sosial Secara Etimologis.................................3
2. Sebab-Sebab Terjadinya Stratifikasi Sosial..........................................5
3. Pendidikan Stratifikasi Sosial...............................................................8
4. Bentuk Intraksi Sosial Disasosiatif.......................................................11
BAB III...............................................................................................................19
PENUTUP..........................................................................................................19
1. Kesimpulan...........................................................................................19
2. Saran.....................................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................21

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A.Latar Belakang
Sosiologi dan antropologi merupakan disiplin keilmuan yang mempelajari
proses dan struktur sosial serta kebudayaan. Sosiologi dan antropologi memiliki
perbedaan fokus dan cara bekerja. Sosiologi lebih memandang masyarakat
sebagai sistem hubungan peranan (role relationship systems) dan antropologi
melihat sebagai sistem jaringan nilai (values network systems). Kedua perspektif
tersebut dapat saling mengisi dan melengkapi dalam menganalisis orang di dalam
masyarakat, sekaligus orang di dalam kebudayaan untuk memahami konteks
sosiokulturalnya. Masyarakat pendidikan dapat mengambil manfaat dan
menggunakan perspektif tersebut untuk menjelaskan dan menganalisis fenomena,
isu-isu, dan masalah sosial yang dihadapi dalam masyarakat majemuk
(multikultural).

Seorang antropolog pendidikan Theodore Bramled (Tilaar, 1999)


mengkaji keterkaitan yang erat antara pendidikan, masyarakat, dan kebudayaan.
Pendidikan dan kebudayaan memiliki hubungan yang erat karena keduanya sama-
sama berkenaan Sosiologi dan Antropologi Pendidikan 2 dengan nilai-nilai.
Pendidikan tidak dapat terlepas dari kebudayaan dan hanya dapat terlaksana
dalam suatu masyarakat. Tidak ada suatu proses pendidikan tanpa kebudayaan dan
tanpa masyarakat, demikian pula sebaliknya. Pendidikan hanya dapat berlangsung
dan terlaksana dalam hubungan antarmanusia di dalam suatu masyarakat tertentu. 1

Sosiologi secara etimologi berasal dari Bahasa latin yakni socius yang
berarti teman, dan logos Bahasa Yunani yang berarti ilmu. Jadi sosiologi adalah
ilmu tentang teman atau ilmu tentang masyarakat.

Istilah sosiologi pertama kali di perkenalkan oleh Auguste Comte (1789-


1857) Seorang filsuf berkebangsaan Prancis ketika menerbitkan buku keduanya
yang berjudul Course de Philosophie Positive yang di terbitkan pada tahun 1838.

1
S.W. Septiarti, M.Si. dkk, 2017. Sosiologi dan Antropologi Pendidikan, UNY Press, Karangmalang
Yogyakarta
Comte percaya bahwa ilmu sosiologi harus di dasarkan pada observasi dan
klasifikasi yang sistematis, bukan pada kekuasaan dan spekulasi.

Sedangkan istilah antropologi berasal dari bahasa Yunani, yakni dari kata
Antropos yang berarti manusia dan logos yang berarti ilmu atau studi. Secara
harfiah antropologi berarti ilmu atau studi tentang manusia.

Sosiologi dan antropologi adalah salah satu cabang ilmu sosial,


antropologi lebih menitik beratkan kajiannya pada budaya masyarakat pada etnis
tertentu. Sedangkan sosiologi juga menjadikan masyarakat sebagai objeknya,
sosiologi lebih menitik beratkan pada masyarakat dan kehidupan sosialnya.
Berbeda dengan sosiologi yang lebih focus terhadap masyarakat, maka
antropologi bergelut pada kebudayaan.2

Di dalam lingkungan sosial ada yang namanya Stratifikasi Sosial, Lalu apa
stratifikasi sosial itu? Stratifikasi sosial berasal dari istilah Social Stratification
yang berarti system berlapis-lapis di dalam masyarakat.

Stratifikasi sosial adalah perbedaan individu atau kelompok dalam


masyarakat yang menempatkan seseorang pada kelas-kelas sosial yang berbeda-
beda pula antara individu pada suatu lapisan sosial lainnya. Stratifikasi sosial
merupakan konsep yang menunjukkan adanya pembedaan dan/atau
pengelompokan suatu kelompok sosial (komunitas) secara bertingkat. Misalnya,
dalam komunitas tersebut ada strata tertinggi, strata sedang dan strata rendah.
Pembedaan atau pengelompokkan ini di dasarkan pada adanya suatu simbol-
simbol tertentu yang di anggap berharga atau bernilai, baik berharga atau bernilai
secara sosial, ekonomi, politik, hukum, budaya maupun dimensi lainnya dalam
suatu kelompok sosial (komunitas).3

B. Rumusan Masalah
Adapun hal-hal yang akan di bahas pada pembahasan kali ini yaitu:

2
Dr. Amruddin, M.Pd., M.Si dkk. 2023, Pendekatan Sosiologi Dan Antropologi Dalam Pendidikan,
Yayasan Cendakia Mulia Mandiri, Batam.
3
Rizqon Halal Syah Aji, 2015, Stratifikasi Sosial Dan Kesadaran Kelas, Hal. 4

2
1. Pengertian Stratifikasi Sosial Secara Etimologis.
2. Sebab-sebab Terjadinya Stratifikasi Sosial.
3. Pendidikan Stratifikasi Sosial.
4. Bentuk Intraksi Sosial Disasosiatif.

C. Tujuan
Adapun Tujuan dari pembahasan kali ini adalah agar kita bisa lebih mengerti
tentang apa itu stratifikasi sosial dan juga pengelompokkannya di dalam
masyarakat sosial.

BAB II
PEMBAHASAN

1. Pengertian Stratifikasi Sosial Secara Etimologis


Secara etimologis, istilah stratifikasi atau stratification berasal dari kata strata
atau stratum yang berarti “lapisan”. Karena itu social stratification sering
diterjemahkan dengan istilah pelapisan masyarakat. Atau bermakna sejumlah
individu yang mempunyai kedudukan yang sama menurut ukuran
masyarakatnya, dikatakan berada dalam suatu lapisan atau startum.
Stratifikasi sosial adalah pelapisan sosial atau system hierarki kelompok didalam
masyarakat. Jadi stratifikasi sosial secara etimologi adalah pelapisan atau
penggolongan masyarakat secara hierarki yang dipengaruhi oleh beberapa
unsur.

Stratifikasi sosial merujuk kepada pembagian orang ke dalam tingkatan


atau strata yang dapat dipandang berbentuk secara vertikal seperti lapisan
bumi yang tersusun di atas, di tengah dan di bawah. Fuad Hasan
mendefinisikan stratifikasi sosial adalah tingkatan atau pelapisan orang-orang
yang berkedudukan sama dalam rangkaian kesatuan status sosial.

Para anggota kelas sosial tertentu biasanya memiliki pendapatan yang


relative sama. Namun yang lebih penting, mereka memiliki sikap, nilai dan gaya
hidup yang sama. Semakin rendah status seseorang dalam kelas sosial, biasanya

3
semakin sedikit koneksi dan relasi sosial. Misalnya, orang-orang dari kelas
sosial yang lebih rendah umumnya kurang berpartisipasi dalam jenis
organisasi apa pun. Ada kecenderungan kuat bahwa kelompok dari bawah
atau miskin biasanya akan lebih menarik diri dari tatanan umum. Mereka
mengembangkan subkultur dengan cara mereka sendiri, dan subkultur tersebut
biasanya berlawanan dengan subkultur kelas sosial diatasnya. Stratifikasi ternyata
tidak hanya terjadi di masa sekarang. Di masa kuno pun sudah terjadi.
Sehingga filosof Yunani, Aristoteles, mengatakan bahwa dalam Negara terdapat
tiga unsur, yaitu mereka yang kaya sekali, melarat, dan ada di tengah-tengah
antara kaya dan miskin. Salah satu elemen utama dari stratifikasi sosial yang
ada dalam masyarakat dan berperan dalam membangun struktur, stratifikasi
sosial adalah suatu sistem bertingkat yang membagi masyarakat menjadi
beberapa stratifikasi.

Menurut Bossard dan Bill bahwa stratifikasi sosial dapat dibedakan


menjadi tiga macam:

1.Upper Class, dalam kelas ini sikap terhadap anak adalah bangga dan
menaruh harapan. Anak diharapkan untuk membantu keluarganya, mereka
berjuang agar mereka dapat mendidik anak sebaik mungkin, baik secara jasmani,
sosial, maupun intelektual.

2.Middle Class, golongan masyarakat yang baik dari segi ekonomi,


pendidikan, dll berada di tengah antara upper class dan lower class, atau kita
biasa menyebutnya masyarakat menengah atas.

3.Lowwer Class, disini keinginan-keinginan seperti upper class itu kurang


karena alasan-alasan ekonomi dansosial.

Maka oleh sebab itu pada umumnya warga lapisan atas (Upper Class)
tidak terlalu banyak apabila dibandingkan dengan lapisan menengah (Middle
Class) dan lapisan bawah (Lowwer Class).4

4
Abdullah Chozin, Taufan Adi Prasetyo, 2021, Pendidikan Masyarakat dan Stratifikasi Sosial Dalam Perspektif Islam, Vol. 17,
No 2, Hal 65-66.

4
2. Sebab-Sebab Terjadinya Stratifikasi Sosial
Stratifikasi sosial atau sistem kasta bisa terbentuk secara sengaja dan
secara tidak sengaja. Stratifikasi yang dibentuk secara sengaja terjadi berdasarkan
kesepakatan masyarakat guna mencapai suatu tujuan bersama. Contoh stratifikasi
sosial yang dibentuk secara sengaja misalnya menyangkut wewenang dan
kekuasaan seseorang dalam organisasi formal, militer, pemerintahan, jabatan
seorang karyawan perusahaan dan sebagainya.
Stratifikasi sosial yang terbentuk secara tidak sengaja, misalnya
menyangkut usia dimana ada usia senior (sesepuh) yang dinilai lebih bijak dan
berpengalaman sehingga petuahnya patut dijadikan nasehat bagi yang usianya
lebih muda. Selain itu juga bisa menyangkut kepandaian seseorang misalnya
pemuka agama, guru dll. Bisa juga menyangkut harta kekayaan dimana pada
kehidupan masyarakat pada umumnya orang yang kaya akan lebih dihormati.
Dalam bukunya Sosiologi karya Budiyono dan buku berjudul Sosiologi:
Menyelami Fenomena Sosial di Masyarakat karya Bagja Waluya dijelaskan
bahwa pembentuk stratifikasi sosial itu bisa berupa uang, kehormatan, ilmu,
kepemilikan barang yang bernilai ekonomis, kekuasaan, keturunan, pekerjaan dan
kesalehan dalam beragama.
a) Uang, misalnya pembagian uang untuk anggota organisasi dimana
besarnya berbeda-beda tergantung jabatannya.
b) Kehormatan, misalnya orang yang dihormati di masyarakat biasanya
akan menempati lapisan tertinggi dalam masyarakat.
c) Ilmu, misalnya orang yang punya ilmu lebih dihormati daripada orang
yang tidak berilmu. Atau orang yang lebih berpengalaman lebih diikuti
nasehatnya daripada orang yang belum berpengalaman.
d) Barang bernilai ekonomis, misalnya orang yang memiliki tanah yang
luas akan menjadi orang terpandang.
e) Kekuasaan, misalnya keluarga kepala suku atau pejabat akan lebih
dihormati.
f) Keturunan, misalnya keturunan kerajaan akan dianggap sebagai darah
biru yang ekslusif atau isitiahnya kaluarga bangsawan.

5
Dalam buku Bondet Wrahatnala juga diterangkan bahwa menurut
Koentjaraningrat, stratifikasi sosial dapat disebabkan oleh tujuh hal yaitu kualitas
(kepandaian), kekuasaan (beserta pengaruhnya), pangkat (jabatan), kekayaan,
tingkat umur, sifat keaslian dan status keanggotaan keluarga di masyarakat. Setiap
masyarakat mempunyai sesuatu yang dihargai, bisa berupa kepandaian, kekayaan,
kekuasaan, profesi, keaslian keanggotaan masyarakat dan sebagainya. Selama
manusia membeda-bedakan penghargaan terhadap sesuatu yang dimiliki tersebut,
pasti akan menimbulkan lapisan-lapisan dalam masyarakat. Semakin banyak
kepemilikan, kecakapan seseorang terhadap sesuatu yang dihargai, semakin tinggi
kedudukan atau lapisannya. Sebaliknya bagi mereka yang hanya mempunyai
sedikit atau bahkan tidak memiliki sama sekali, maka mereka mempunyai
kedudukan dan lapisan yang rendah.
Seseorang yang mempunyai tugas sebagai pejabat atau ketua atau
pemimpin pasti menempati lapisan yang tinggi daripada sebagai anggota
masyarakat yang tidak mempunyai tugas apapun. Karena penghargaan terhadap
jasa atau pengabdiannya seseorang bisa pula ditempatkan pada posisi yang tinggi,
misalnya pahlawan, pelopor, penemu, dan sebagainya. Dapat juga karena keahlian
dan ketrampilan seseorang dalam pekerjaan tertentu dia menduduki posisi tinggi
jika dibandingkan dengan pekerja yang tidak mempunyai ketrampilan apapun.
Stratifikasi sosial terjadi melalui proses sebagai berikut :
a) Terjadinya secara otomatis, karena faktor-faktor yang dibawa individu
sejak lahir. Misalnya : Kepandaian, usia, jenis kelamin, keturunan, sifat keaslian
keanggotaan seseorang dalam masyarakat
b) Terjadinya dengan sengaja, untuk tujuan bersama dilakukan dalam
pembagian kekuasaan dan wewenang yang resmi dalam organisasi-organisasi
formal, Seperti Pemerintah, Partai politik, Perusahaan, Perkumpulan, Angkatan
Bersenjata.” (S. Nasution, 2011: 41)
Stratifikasi sosial biasanya dilatarbelakangi oleh Perbedaan ras dan
budaya, pembagian tugas/kerja yang terspesialisasi, kelangkaan sumber daya
maupun kekuasaan. Sedangkan ukuran atau kriteria yang dominan sebagai dasar
pembentukan stratifikasi sosial adalah sebagai berikut: (Fritz Hotman,8)

6
a) Ukuran kekayaan, Kekayaan dapat dijadikan ukuran penempatan
anggota masyarakat ke dalam lapisan-lapisan sosial yang ada, barang siapa
memiliki kekayaan paling banyak maka ia akan termasuk lapisan teratas dalam
sistem pelapisan sosial, demikian pula sebaliknya, barang siapa tidak mempunyai
kekayaan akan digolongkan ke dalam lapisan yang rendah.
b) Ukuran kekuasaan dan wewenang, Seseorang yang mempunyai
kekuasaan atau wewenang paling besar akan menempati lapisan teratas dalam
sistem pelapisan sosial dalam masyarakat yang bersangkutan. Ukuran kekuasaan
sering tidak lepas dari ukuran kekayaan, sebab orang yang kaya dalam masyarakat
biasanya dapat menguasai orang-orang lain yang tidak kaya, atau sebaliknya,
kekuasaan dan wewenang dapat mendatangkan kekayaan.
c) Ukuran kehormatan, Kehormatan dapat terlepas dari ukuran- ukuran
kekayaan atau kekuasaan. Orang-orang yang disegani atau dihormati akan
menempati lapisan atas dari sistempelapisan sosial masyarakatnya. Ukuran
kehormatan ini sangat terasa pada masyarakat tradisional, biasanya mereka sangat
menghormati orang-orang yang banyak jasanya kepada masyarakat, para orang
tua ataupun orang-orang yang berperilaku dan berbudi luhur.
d) Ukuran ilmu pengetahuan, Ilmu pengetahuan sering dipakai oleh
masyarakat yang menghargai ilmu pengetahuan. Seseorang yang paling
menguasai ilmu pengetahuan akan menempati lapisan tinggi dalam sistem
pelapisan sosial dimasyarakatnya. Penguasaan ilmu pengetahuan ini biasanya
terdapat dalamgelar-gelar akademik, profesi yang disandang oleh seseorang
misalnya dokter, insinyur, doktor ataupun profesor. Namun sering timbul akibat-
akibat negatif dari kondisi ini jika gelar- gelar yang disandang tersebut lebih
dinilai tinggi daripada ilmu yang dikuasainya, sehingga banyak orang yang
berusaha dengan cara-cara yang tidak benar untuk memperoleh gelar kesarjanaan,
misalnya dengan membeli skripsi, membuat ijazah palsu dan seterusnya. (Fritz
Hotman S. Damanik, 2009: 8)
Stratifikasi sosial dapat ditentukan dari tiga metode diatas, namun yang
paling mudah di identifikasi di dalam struktur sosial adalah didasarkan pada besar
kecilnya penghasilan dan kepemilikan benda-benda materi yang sering disebut

7
harta benda. Indikator antara kaya dan miskin juga mudah sekali di identifikasi,
yaitu melalui pemilikan sarana hidup.
Stratifikasi sosial terjadi karena adanya sifat kebanggaan terhadap sesuatu
dalam benak masyarakat. Selama sifat ini ada, maka di kehidupan sosial manapun
pasti ada yang namanya stratifikasi. Hanya saja wujudnya berbeda. Mengapa?
karena yang dibanggakan oleh masyarakat tiap zaman dan tiap tempat bisa
berbeda. Stratifikasi di masyarakat perkotaan tentu berbeda dengan masyarakat di
desa dimana di kota stratifikasi sosialnya lebih kompleks dan banyak sedangkan
stratifikasi sosial di desa (kehidupan tradisional) lebih sederhana, sedikit dan
terbatas perbedaannya. Begitupun antara kota yang satu dengan yang lainnya atau
desa yang satu dengan yang lainnya tentu berbeda stratifikasi sosialnya.
Misalnya kehidupan tradisional masyarakat yang mata
pencahariannya dengan cara berburu, maka keluarga atau orang yang terampil
dalam berburu akan lebih disegani atau menempati lapisan yang tinggi dalam
masyarakat. Contoh lainnya, pada zaman dimana kehidupan masyarakat masih
hidup berpindah- pindah, maka pada saat itu orang yang mampu membuka lahan
baru untuk pemukiman (menetap) dan persawahan akan menempati stratifikasi
sosial yang lebih tinggi. Keluarga orang tersebut akan dianggap sebagai sesepuh
kampung yang dihormati5

3. Pendidikan Stratifikasi Sosial


Salah satu dasar pembentuk pelapisan sosial atau kriteria yang menonjol
atau dominan sebagai dasar pembentukan pelapisan sosial yaitu ilmu
pengetahuan. Ilmu pengetahuan ini erat hubungannya dengan pendidikan. Ukuran
ilmu pengetahuan sering dipakai oleh anggota-anggota masyarakat yang
menghargai ilmu pengetahuan. Pendidikan menengah pada dasarnya diadakan
sebagai persiapan untuk pendidikan tinggi. Karena biaya pendidikan tinggi pada
umumnya mahal, tidak semua orang tua mampu membiayai studi anaknya di
lembaga perguruan tinggi tersebut.

5
Taufik Mukmin, 2018, Hubungan Pendidikan Dan Stratifikasi Sosial, Vol. 15, No. 02, Hal 38-41.

8
Anak dari keluarga mampu, akan memilih sekolah menengah atas sebagai
persiapan untuk menempuh studi di universitas. Orang tua yang kemampuan
ekonominya terbatas akan cenderung memilih sekolah kejuruan bagi anaknya.
Dari fenomena tersebut dapat dimaknai bahwa sekolah kejuruan akan lebih
banyak mempunyai murid dari golongan ekonomi rendah ketimbang golongan
ekonomi atas. Sekolah menengah atas memiliki reputasi lebih tinggi daripada
sekolah kejuruan. Hubungan antara status sosial dengan pendidikan ini telah
banyak studi penelitian dilakukan terutama di Amerika Serikat. Pada dasarnya
banyak ditemukan perbedaan kedudukan dalam pelapisan sosial berkaitan dengan
perbedaan persepsi dan sikapsikap serta cita-cita dan rencana pendidikan,
perbedaan ini ada diantara kalangan orang tua dan remaja. Citra diri (self concept)
juga berbeda sesuai status dalam lapisan sosialnya. Hal ini amat besar
pengaruhnya terhadap keberhasilan belajar di sekolahnya. Tentu hal ini di dukung
oleh orang tuanya dengan penyediaan fasiitas dan sarana pendidikan yang
dibutuhkan, artinya banyak kalangan pemuda dari tingkat sosial tinggi akan
melakukan mobilitas secara tinggi pula. Demikian sebaliknya, pemuda dari desa
mobilitas sosial dan persepsi-persepsi hidupnya akan berpengaruh terhadap sikap
dan status sosialnya.

Perbedaan kualitas pendidikan juga nampak jelas antara lembaga yang


ada di pedesaan dengan yang diperkotaan. Dari fenomena ini dapat dilihat, bahwa
kualitas sekolah formal akan menentukan arus urbanisasi semakin kuat, karena
bagi orang tua yang memiliki kemampuan ekonomi baik akan menyekolahkan
anaknya di lembaga yang bagus meski harus membayar mahal. Maka
kemungkinan besar bagi rang tua yang secara ekonomi rendah akan mempengarui
tingkat mobilitas ke atas sangat rendah. Hal lain yang terkait dengan pelapisan
sosial juga adalah isyu mengenai materi pengajaran. Materi pengajaran temuat
dalam kurikulum dan buku pelajaran dan bahkan dalam kegiatan ekstrakurikuler
sekolah, telah melalui seleksi tertentu.Suatu analisis terhadap materi pengajaran
dan kegiatan ektrakurikuler sangat tergantung pada tingkatan sosial tertentu.
Sekolah yang mahal akan memiliki kemudahan-kemudahan dalam membedah
kualitas kurikulum pembelajaran. Karena kondisi keuangan sangat
memungkinkan sebuah lembaga sanggup membayar pakar dengan harga tinggi.

9
Penyediaan sarana dan prasarana penunjang kegiatan sekolah juga akan sangat
menentukan kualitas pembelajaran, seperti buku-buku, majalah, alatalat teknologi
pembelajaran, dll. Belum lagi biaya perjalanan studi ke tempat yang mendukung
proses pembelajaran berlangsung dengan baik dari study banding atar lembaga
dan antar wilayah.

Tesis Randall Collins dalam The Credential Society An


HistoricalSociology of Education and Stratification menunjukkan bahwa, sistem
persekolahan formal justru penyumbang terbesar muncunya proses pelapisan
sosial. Anak-anak keluarga kaya di Indonesia misalnya, lebih banyak menikmati
fasilitas pendidikan yang sangat baik. Bahkan mereka sempat untuk menambah
pengetahuan dengan les privat, bimbel, aneka buku, majalah, komputer, internet
dan sebagainya. Sebaliknya, anak-anak keluarga miskin harus memasuki sekolah
yang tidak bermutu baik faslitas maupun sistem pembelajarannya. Ujungujungnya
lingkungan sekolah buruk sehingga banyak memunculkan budaya kekerasan.
Anakanak dari keluarga miskin akan mudah emosi, cemburu, agresif dan frustrasi.
Dengan kata lain, pendidikan formal banyak memberikan sumangsih terhadap
munculnyastratifikasi sosial dan mempertajam kesenjangan. Misalnya,mahalnya
biaya sekolah, justru diikuti oleh kemerosotan duniaekonomi. Pengangguran
makin tinggi, ketidakadilan, keresahan sosial, dan memunculkan berbagai konflik
di sana sini.

Stratifikasi sosial dalam pendidikan adalah sesuatu yang tidak


dapat dihindari sebagai sebuah kenyataan dan terdapat dalammasyarakat.
Selanjutnya, persepsi mengenai pendidikan, kebutuhan terhadap pendidikan,
mahalnya pendidikan sertacita-cita terhadap kualitas pendidikan kesemuanya
tidaklah luputdari adanya stratifikasi sosial atau pelapisan sosial
dalammasyarakat. Masalah alokasi anggaran, distribusi, seleksi hinggake tingkat
kualitas pendidikan semua berakibat pada terbentuknyastratifikasi sosial. Jadi,
secara langsung ataupun tak langsung,sistem pendidikan bersama faktor-faktor
lain telah melestarikan adanya stratifikasi sosial atau pelapisan sosial. Dalam
kehidupan lain seperti ekonomi, politik, sosial, agama dan lain-lain juga ada
upaya-upaya untuk meminimalisir adanya stratifikasi sosial dengan

10
memberlakukan wajar 9 tahun, sekolah gratis, dll. Pendidikan adalah salah satu
system kelembagaan yang berfungsi sebagai agen bagi mobilitas sosial ke arah
yang berkeadilan. Lembaga pendidikan harus sanggup meminimalisir
kesenjangan, konflik dan sebagainya. Dan bukan malah mempertajam munculnya
pelapisan sosial yang kontras dengan cita-cita masyarakat.6

4. Bentuk Intraksi Sosial Disasosiatif.


Proses sosial disosiatif adalah interaksi sosial yang mengarah pada
perpecahan dan pertentangan. Namun pada dasarnya, proses sosial disosiatif
merujuk kepada berbagai upaya manusia untuk mempertahankan kelangsungan
hidup.
Menurut para ahli, manusia memiliki tiga perjuangan pokok dalam
mempertahankan kelangsungan hidup. Tiga hal tersebut mencakup perjuangan
melawan sesama, melawan makhluk lain, dan melawan alam. Dalam perjuangan
tersebut, proses sosial yang dilakukan meliputi persaingan, kontravensi, dan
pertentangan.
Ketidak tertiban sosial (social disorder) memunculkan disintegrasi sosial
akibat pertentangan antar-anggota masyarakat tersebut. Proses sosial disosiatif
juga disebut proses sosial disintegratif atau disjungtif. Meski proses ini
menghambat pertumbuhan dan perkembangan masyarakat, ketidakhadiran
disasosiatif berakibat stagnasi masyarakat.
Ringkasnya, pengertian disosiatif adalah interaksi sosial yang lebih
menjurus ke hal negatif atau konflik. Walaupun proses disosiatif ini bisa
menghambat perkembangan dan pertumbuhan masyarakat, tapi ada juga
manfaatnya. Salah satunya, dengan adanya disosiatif ini masyarakat akan bisa
berkembang karena memiliki keinginan untuk maju.
Seperti sudah disebutkan di atas, interaksi sosial disosiatif adalah bentuk
interaksi sosial yang lebih mengarah kepada konflik dan perpecahan, baik
individu maupun kelompok.

6
Abdullah Chozin, Taufan Adi Prasetyo, 2021, Pendidikan Masyarakat dan Stratifikasi Sosial Dalam Perspektif Islam, Vol. 17,
No 2, Hal 69-70

11
1. Kompetisi. Kompetisi atau persaingan adalah bentuk interaksi sosial disosiatif, di
mana orang-orang atau kelompok-kelompok berlomba meraih tujuan yang sama.
Persaingan dilakukan secara sportif sesuai aturan tanpa adanya benturan fisik.
Persaingan terjadi saat beberapa pihak menginginkan sesuatu yang jumlahnya
sangat terbatas atau sesuatu yang menjadi pusat perhatian umum.

Persaingan dapat terjadi di lingkup sekolah hingga pekerjaan. Contoh,


siswa bersaing dengan teman-teman sekolah untuk meraih prestasi. Dalam kasus
yang lebih luas, persaingan dapat muncul dalam aspek yang lebih jauh, seperti
persaingan ekonomi, persaingan budaya, persaingan kedudukan dan peran, bahkan
juga ras.

Persaingan bisa dikatakan berfungsi sebagai alat pengadaan seleksi sosial.


Jika persaingan yang terjadi antar pihak dapat disadari dengan pemikiran-
pemikiran sehat, persaingan yang terjadi akan berperan sebagai alat penyeleksi
antara individu maupun kelompok yang mempunyai kualitas lebih baik. Hal ini
dikarenakan dalam dunia marketing sendiri, yang mampu bertahan ialah produk-
produk dengan kualitas terbaik dan harganya paling terjangkau. Ini bisa kita lihat
berdasarkan kemenangan dari produk-produk impor yang berasal dari Korea dan
Tiongkok.

Ada beberapa fungsi persaingan, antara lain:

 Menyalurkan keinginan individu atau kelompok yang sama-sama


menuntut dipenuhi, padahal sulit dipenuhi semuanya secara serentak.
 Menyalurkan kepentingan serta nilai-nilai dalam masyarakat, terutama
kepentingan dan nilai yang menimbulkan konflik.
 Menyeleksi individu yang pantas memperoleh kedudukan serta peranan
yang sesuai dengan kemampuannya.
 Sebagai jalan di mana keinginan, kepentingan serta nilai-nilai yang ada
pada suatu masa menjadi pusat perhatian tersalurkan dengan sebaik-
baiknya.

12
 Sebagai alat untuk mengadalan seleksi atas dasar seks dan seleksi sosial.
 Sebagai alat untuk menyaring warga golongan-golongan karya untuk
mengadakan pembagian kerja.

Hasil suatu persaingan, antara lain:

 Perubahan kepribadian seseorang.


 Kemajuan.
 Solidaritas kelompok.
 Disorganisasi.

2. Kontravensi. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) kontravensi berarti


proses persaingan yang ditandai oleh gejala ketidakpastian mengenai pribadi
seseorang dan perasaan tidak suka yang disembunyikan terhadap kepribadian
seseorang.

Secara umum, kontravensi adalah interaksi sosial yang berada di antara


persaingan dan pertentangan atau konflik. Kontravensi merupakan bentuk
interaksi sosial disosiatif berupa sikap menentang dengan tersembunyi agar tidak
adanya perselisihan atau konflik terbuka. Selain itu, kontravensi juga merupakan
proses sosial dengan tanda ketidakpastian, keraguan, penolakan, dan
penyangkalan yang tidak diungkapkan secara terbuka.

Menurut Leopold von Wise dan Howard Becker, bentuk kontravensi antara lain:

 Kontravensi umum, misal penolakan, mengancam pihak lain, dan


perlawanan.
 Kontravensi sederhana, misal menyangkal pernyataan orang di depan
umum.
 Kontravensi intensif, misal penghasutan atau penyebaran isu.
 Kontravensi rahasia, misal pembocoran rahasia.
 Kontravensi taktis, mengejutkan pihak lain, provokasi, dan intimidasi.

13
Contoh dari intravensi secara umum adalah ketika seseorang menyadari
adanya perbedaan dengan pihak lain seperti budaya, pendapat, kepintaran, dan
pola perilaku. Jika perbedaan tersebut tidak disertai dengan hati yang lapang, akan
jadi pemicu pertentangan atau konflik.

Contoh mengenai adanya kontravensi dalam masyarakat, misalnya saja adanya


peristiwa yang dilakukan melalui unjuk rasa oleh para buruh di salah satu pabrik.
Unjuk rasa dilakukan dalam upaya meluruskan kebijakan pemerintah yang tidak
sesuai harapan para buruh. Penyebab adanya kontravensi ini lebih didorong
kepada kebijakan dan bisa dengan mudah untuk mengakomodir jumlah massa.

Contoh lain mengenai kejadian yang termasuk dalam kontravensi di sekolah


sebagai lembaga pendidikan. Misalnya saja dengan adanya perbedaan pendapat
yang terjadi ketika sama-sama pelajar melakukan tugas diskusi. Pelaksanaan
diskusi yang dilakukan oleh para pelajar tersebut pada umumnya akan
memberikan perbedaan yang cukup sengit, meskipun begitu cakupan kontravensi
ini tergolong dalam kontravensi positif, karena memberikan stimulus kepercayaan
diri dalam pelajar itu sendiri.

Contoh berikutnya mengenai kontravensi dalam agama. Misalnya saja


mengenai kejadian penetapan Hari Raya Idul Fitri dan pada penatapan di Bulan
Syawal, banyak di antara sesama umat Islam terjadi perbedaan. Kondisi ini dapat
dikatakan sebagai contoh kontravensi dalam agama.

Contoh kontravensi dalam lembaga politik, misalnya saja mengenai adanya


pertikaian yang dilakukan anggota DPR di gedung MPR/DPR. Pertikaian tersebut
bisa didasari pada perbedaan koalisasi partai atau dalam perbedaan pandangan
untuk mencapai tujuan.

Secara sadar atau tidak disadari, pada hakikatnya dalam keseharian yang
dijalani seringkali juga mengenai kontravensi, misalnya saja sesama tetangga atau
sudara, dalam bergaul memberikan kabar yang tidak benar (memfitnah), fitnah

14
dalam kondisi ini dinamakan dengan kontravensi, oleh karena itulah sebisa
mungkin finah dapat dihindari, karena hal ini tergolong dalam contoh kontravensi
intensif.

Dari penjelasan di atas, dapat dikatakan bahwa penyebab kontravensi antara


lain perbedaan pendirian antara kalangan tertentu dengan kalangan lain dalam
masyarakat, atau bisa juga dan pendirian masyarakat sau dan lainnya berbeda.
Namun, yang pasti dalam kontravensi bila tidak diberikan arahan yang baik akan
mendorong terjadinya pertikaian dalam kehidupan masyarakat.

Dampak negatif dari kontravensi adalah terjadinya perpecahan dalam suatu


hubungan masyarakat. Ketika perselisihan dan pertikaian tidak dapat dikontrol,
sudah dapat dipastikan terjadinya adalah perpecahan. Akan muncul berbagai
konflik sosial yang akan mengganggu sistem tata kehidupan bermasyarakat dan
proses mobilitas dalam menjalankan tugas dan fungsi masyarakat.

Selain itu, kontravensi juga memiliki dampak positif yang tidak bisa
diabaikan. Kontravensi dalam artian perbedaan pendapat dalam berbagai diskusi
justru sangat diperlukan. Masyarakat akan menyadari keberadaan berbagai
perbedaan yang ada sehinga rasa cinta atas indentitas diri akan semakin kuat.

3. Konflik Sosial. Konflik sosial atau pertikaian, yakni bentuk interaksi sosial
disosiatif yang terjadi karena perbedaan paham dan kepentingan antarindividu
atau kelompok. Adanya konflik ditandai dengan ancaman, kekerasan dan kontak
fisik antar pihak-pihak yang bertentangan.

Pertentangan atau konflik adalah bentuk proses sosial antarperorangan atau


kelompok tertentu akibat adanya perbedaan paham dan kepentingan. Pertentangan
menimbulkan jurang pemisah yang dapat mengganggu interaksi sosial.
Umumnya, sebuah upaya dilakukan oleh masing-masing pihak dengan cara yang
tidak wajar, sehingga menimbulkan pertikaian baik benturan fisik dan maupun
kepentingan yang saling menjatuhkan.

15
Sebagai salah satu bentuk interaksi sosial, pertentangan lebih mengarah
kepada kekerasan. Sebab, tujuan pertentangan yaitu untuk menentang pihak lawan
yang disertai ancaman dan kekerasan. Penyebab terjadinya pertentangan di
masyarakat antara lain:

 Adanya perbedaan antar individu.


 Adanya perbedaan kebudayaan.
 Adanya perbedaan kepentingan.
 Adanya perubahan sosial.
Beberapa bentuk pertentangan yang sering dijumpai di kehidupan
masyarakat antara lain:

 Pertentangan pribadi.
 Pertentangan rasial.
 Pertentangan antara kelas-kelas sosial.
 Pertentangan politik.
Akibat-akibat dari bentuk pertentangan antara lain:

 Tambahnya solidaritas “in-group”.


 Goyah atau retaknya persatuan kelompok.
 Perubahan kepribadian.
 Akomodasi, dominasi, dan takluknya satu pihak tertentu.

Perlu digarisbawahi, pertentangan tidak selalu berbentuk dan berdampak


negatif. Contohnya adalah pada sebuah diskusi, pertentangan diharapkan
membawa tiap pihak mencapai titik temu mengenai suatu fenomena sosial.
Selama pertentangan itu tidak berlawanan dengan pola hubungan sosial yang
sudah baku dalam struktur sosial tertentu, pertentangan dapat bermakna positif.

4. Pertikaian. Pertikaian merupakan bentuk lanjut kontravensi, artinya perselisihan


sudah bersifat terbuka. Hal ini dapat terjadi karena perbedaan antara kalangan
tertentu dalam masyarakat semakin tajam. Pertikaian bisa muncul bila individu

16
atau kelompok berusaha memenuhi kebutuhan atau tujuannya dengan jalan
menentang pihak lain dengan cara ancaman atau kekerasan.

Istilah pertikaian sejatinya termasuk dalam bagian daripada konflik sosial


yang terjadi lantaran adanya perbedaan antara kepentingan dalam pemenuhan arti
kebutuhan dalam masyarakat, sehingga realitas sosial ini dianggap merugikan
secara langsung, bahkan memiliki dampak psikologis yang mendalam. Oleh
karena itulah, setidaknya untuk mengindarinya diperlukan upaya penyelesaian
konflik dalam masyarakat dengan tindakan preventif maupun represif.

Adapun definisi pertikaian menurut para ahli antara lain:

 Asep Mulyana (2017), pertikaian adalah bagian daripada proses sosial yang
terjadi dengan cara menjatuhkan dengan disertai tindakan kekerasan
maupun ancaman.
 Sri Sudarmi (2009), pertikaian adalah terjadinya perselisihan dengan sifat
terbuka dengan diseratai kekerasan dan ancaman guna memenuhi kebutuhan
serta keinginan yang didapatkan.
 Mahmud (2010), pertikaian adalah adanya ketegangan yang terjadi antara
individu dan kelompok dengan langkah menentang yang disertai dengan
ancaman maupun kekerasan.

Adapun untuk jenis pertikaian sendiri terbagi menjadi dua macam, yaitu:

a. Pertikaian Individu
Pertikaian ini dilakukan secara individu yang berarti didasarkan atas
masalah pribadi dan dalam ruang lingkup kecil, sehingga pertikaian seperti ini
jarang terjadi. Tentu saja terjadinya pertikaian tersebut lebih dekat masalah-
masalah keluarga yang menyebabkan disorganisasi keluarga.

Adapun untuk contoh adanya pertikaian individu misalnya saja antara adik
dan kakak dalam satu anggota keluarga berebut untuk mempergunakan mobil.

17
Dimana pada saat terjadi perebutan tersebut adik maupun kakaknya saling
memukul yang menyebabkan orang tuanya menjadi marah sekaligus menengahi.

b. Pertikaian Kelompok
Pertikaian kelompok ruang lingkupnya cukup besar dibandingkan dengan
pertikaian lainnya. Pertikaian kelompok biasanya dipicu oleh masalah sara,
masalah sara ini termasuk agama, budaya, ras, atau adat istiadat yang riskan
kepada perpecahan masyarakat.

Contoh pertikaian kelompok adalah kasus mengenai adanya persaingan


yang sangat tajam antara anak-anak geng motor satu dengan anak-anak geng
motor lainnya. Dalam hal ini, pertikaian terjadi atas landasan untuk mendapat
eksistensi lebih di dalam masyarakat.

Pertikaian jenis ini biasanya terjadi karena ada beberapa faktor yang
menjadi pendorong, antara lain:

 Adanya perbedaan kepentingan, pendapat, maupun tujuan yang tidak


disertai dengan sikap penghormatan atas perbedaan yang ada.
 Terjadinya bentuk perubahan sosial secara cepat karena pergeseran
nilai sosial dan norma sosial yang tidak diterima kelompok atau
inidvidu lainnya. Oleh karena itu, kondisi ini dapat menimbulkan
dampak negatif dibandingkan dengan dampak postif yang
didapatkanya.
 Terdapatnya perbedaan dalam sifat kebudayaan yang tidak disertai
dengan adanya arti tolerasi, sehingga pada akhirnya mengarah pada
disintegrasi antarindividu ataupun kelompok
Akibat adanya pertikaian memberikan dampak negatif dalam menjalankan
kehidupan. yaitu:

 Merusak kerukunan antar hidup manusia.


 Mendorong adanya konflik dalam kehidupan masyarakat.

18
 Merugikan kedua belah pihak, baik secara material ataupun non
material.
 Memicu terjadinya disintegrasi masyarakat.7

BAB III

PENUTUP

1. Kesimpulan
Dari pembahasan di atas, maka dapat di simpulkan bahwa stratifikasi
sosial adalah perbedaan individu atau kelompok dalam masyarakat yang
menempatkan seseorang pada kelas-kelas sosial yang berbeda-beda pula antara
individu pada suatu lapisan sosial lainnya.

Dalam bukunya Sosiologi karya Budiyono dan buku berjudul Sosiologi:


Menyelami Fenomena Sosial di Masyarakat karya Bagja Waluya dijelaskan
bahwa pembentuk stratifikasi sosial itu bisa berupa uang, kehormatan, ilmu,
kepemilikan barang yang bernilai ekonomis, kekuasaan, keturunan, pekerjaan dan
kesalehan dalam beragama.
a) Uang, misalnya pembagian uang untuk anggota organisasi dimana
besarnya berbeda-beda tergantung jabatannya.
b) Kehormatan, misalnya orang yang dihormati di masyarakat biasanya
akan menempati lapisan tertinggi dalam masyarakat.
c) Ilmu, misalnya orang yang punya ilmu lebih dihormati daripada orang
yang tidak berilmu. Atau orang yang lebih berpengalaman lebih diikuti
nasehatnya daripada orang yang belum berpengalaman.
d) Barang bernilai ekonomis, misalnya orang yang memiliki tanah yang luas
akan menjadi orang terpandang.
e) Kekuasaan, misalnya keluarga kepala suku atau pejabat akan lebih
dihormati.

7
Aris, 2021, Pengertian Disosiatif Dan Bentuk-Bentuknya, Gramedia blog.

19
f) Keturunan, misalnya keturunan kerajaan akan dianggap sebagai darah
biru yang ekslusif atau isitiahnya kaluarga bangsawan.

Stratifikasi sosial terjadi melalui proses sebagai berikut :


a) Terjadinya secara otomatis, karena faktor-faktor yang dibawa individu
sejak lahir. Misalnya : Kepandaian, usia, jenis kelamin, keturunan, sifat
keaslian keanggotaan seseorang dalam masyarakat
b) Terjadinya dengan sengaja, untuk tujuan bersama dilakukan dalam
pembagian kekuasaan dan wewenang yang resmi dalam organisasi-
organisasi formal, Seperti Pemerintah, Partai politik, Perusahaan,
Perkumpulan, Angkatan Bersenjata.

2. Saran
Walaupun di dalam kehidupan bersosial ada yang namanya stratifikasi
sosial yang mana pada kasus ini masyarakat di bagi dalam beberapa tingkat dari
kalangan bawah hingga atas, di sini penulis berharap agar tidak ada terjadinya
yang namanya sifat sombong, yang mana itu akan menimbulkan pemikiran bahwa
orang yang dari kalangan atas tidak pantas bergaul dengan kalangan bawah dan
juga menganggap bahwa diri yang paling hebat dan kalangan bawah tidak ada
apa-apanya di bandingkan dengan dirinya, karena sejatinya manusia adalah
makhluk sosial yang saling membutuhkan satu sama lain.

DAFTAR PUSTAKA

20
Dr. Amruddin, M.Pd., M.Si dkk. 2023, Pendekatan Sosiologi Dan Antropologi
Dalam Pendidikan, Yayasan Cendakia Mulia Mandiri, Batam.

Rizqon Halal Syah Aji, 2015, Stratifikasi Sosial Dan Kesadaran Kelas, Hal. 4.

Abdullah Chozin, Taufan Adi Prasetyo, 2021, Pendidikan Masyarakat dan


Stratifikasi Sosial Dalam Perspektif Islam, Vol. 17, No 2, Hal 65-66.

Taufik Mukmin, 2018, Hubungan Pendidikan Dan Stratifikasi Sosial, Vol. 15,
No. 02, Hal 38-41.

Abdullah Chozin, Taufan Adi Prasetyo, 2021, Pendidikan Masyarakat dan


Stratifikasi Sosial Dalam Perspektif Islam, Vol. 17, No 2, Hal 69-70.

Aris, 2021, Pengertian Disosiatif Dan Bentuk-Bentuknya, Gramedia blog.

21

Anda mungkin juga menyukai