PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Masalah
Dunia pendidikan Indonesia, semakin hari semakin berkembang. Namun, seperti kita
ketahui, perkembangan ini tidak sepadan dengan kualitas pendidikan itu sendiri. Hal ini
mengakibatkan kesenjangan atau ketimpangan di dalam masyarakat Indonesia seperti kualitas
lulusan, kesenjangan antara pendidikan kota dan desa, dan sebagainya. Selain itu, didalam
pendidikan muncul masalah yang tidak dapat terpisahkan dari pendidikan itu sendiri yang tidak
lain adalah bahwa pendidikan cenderung menjadi sarana stratifikasi sosial.
Seperti yang kita ketahui, stratifikasi sosial merupakan pengelompokan terhadap suatu
masyarakat kedalam kelas-kelas tertentu. Dimana pengelompokan ini dapat memperlihatkan
perbedaan status yang ada didalam masyarakat. Scot (Saripudin, 2010: 41) menjelaskan bahwa
setiap sistem stratifikasi sosial akan melahirkan mitos dan rasionalnya sendiri untuk
menerangkan apa sebabnya masyarakat tertentu harus dianggap lebih tinggi kedudukannya
dibandingkan yang lain. Benarkah pendidikan cenderung menjadi sarana timbulnya srtatifikasi
sosial?
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka penyusun
mencoba mendalami dan mengkaji permasalahan tersebut dalam makalah yang berjudul
“Pendidikan dan Stratifikasi Sosial”.
BAB II
Kehidupan manusia tidak terlepas dari adanya lapisan dalam masayarakat atau yang
sering disebut dengan stratifikasi sosial. Keadaan masyarakat yang majemuk memungkinkan
terjadinya perbedaan-perbedaan dalam mayarakat karena faktor-faktor tertentu. Sistem lapisan
sosial dalam masyarakat dapat terjadi dengan sendirinya atau sengaja disusun untuk mengejar
tujuan bersama. Menurut Soekanto (1982: 199-200) alasan terbentuknya lapisan masyarakat
yang terjadi dengan sendirinya adalah kepandaian, tingkat umur, sifat keaslian keanggotaan
kerabat seorang kepala masyarakat, dan mungkin juga harta dalam batas-batas tertentu. Pelapisan
sosial ini terjadi karena adanya perkembangan dan perubahan dalam masyarakat tersebut. Hal ini
dapat dilihat pada masyarakat Batak dimana marga tanah, yaitu marga pertama-tama membuka
tanah dianggap mempunyai kedudukan yang tinggi. Demikian pula dengan golongan pembuka
tanah kalangan orang Jawa di Desa dianggap sebagai pembuka tanah dan pendidri desa yang
bersangkutan. Sedangkan tipe sistem lapisan sosial yang sengaja disusun untuk mengejar tujuan
bersama atau tertentu menurut Saripudin (2010: 48) terjadi pada organisasi-organisasi formal
seperti partai politik, pemerintahan, perusahaan, dan angkatan bersenjata. Hal-hal tersebut
berkaitan dengan pembagian kekuasaan dan wewenang resmi yang merupakan unsur khusus
dalam sistem lapisan.
Soekanto (1989: 200-201) mengatakan untuk meneliti terjadinya proses-proses lapisan
masyarakat dapat berpedoman pada hal-hal berikut, yaitu:
“Pertama, sistem lapisan mungkin berpokok pada sistem bertentangan dalam masyarakat. Sistem
demikian hanya mempunyai arti yang khusus bagi masyarakat-masyarakat tertentu yang menjadi
objek penelitian. Kedua, sistem lapisan dapat dianalisis dalam ruang lingkup unsure-unsur antara
lain: distribusi hak-hak istimewa yang objektif seperti penghasilan, kekayaan, keselamatan, dan
wewenang; sistem pertentangan yang diciptakan para warga masyarakat; kriteria sistem
pertentangan, yaitu apakah didapat berdasarkan kualitas pribadi, keanggotaan kelompok kerabat
tertentu, milik, wewenang atau kekeuasaan; lambing-lambang kedudukan seperti tingkah laku
hidup, cara berpakaian, perumahan, dan keanggotaan pada suatu organisasi; mudah atau sukar
bertukar kedudukan; solidaritas diantara individu-individu atau kelompok-kelompok yang
menduduki kedudukan yang sama dalam sistem sosial masyarakat.”
Pembedaan atas lapisan merupakan gejala universal yang merupakan bagian sistem sosial
setiap masyarakat. Walaupun secara teoritis seluruh manusia dapat dianggap sederajat. Namun
tidak demikian, sesuai dengan kenyataan hidup kelompok-kelompok sosial manusia dalam
masyarakat terbentuk lapisan-lapisan dengan manusia lainnya sebagai suatu makhluk sosial.
Ada beberapa kondisi sosial yang menyebabkan munculnya stratifikasi sosial menurut
Saripudin (2010: 48) antara lain perbedaan ras dan budaya, pembagian tugas atau spesialisasi
dalam tugas, dan adanya kelangkaan. Perbedaan warna kulit, lata belakang etnik dan suku akan
menyebabkan terjadinya pelapisan sosial, jika hala itu diiringi denga proses penjajahan. Adanya
kelangkaan sebagai kondisi yang menyebabkan munculnya startifikasi sosial dapat diartikan
sebagai suatau kondisi yang mengandung perbedaan hak dan kesempatan para anggota yang
akhirnya menimbulkan stratifikasi sosial.
Pelapisan sosial atau stratifikai sosial merupakan pembedaan penduduk atau masyarakat
kedalam kelas-kelas secara bertingkat (secara hierarkis). Munculnya lapisan sosial dalam
masyarakat merupakan gejala umum dalam kehidupan masyarakat. Beberapa hal yang
menyebabkan munculnya stratifikasi sosial menurut Saripudin (2010: 47) antara lain:
“Pertama, munculnya lapisan sosial dalam masyarakt didasarkan pada adanya pertentangan dan
pembedaan. Kedua, tidak adanya keseimbangan dalam pembagian atau distribusi hak dan
kewajiban, hak-hak istimewa (penghasilan, kekayaan, ilmu) dimiliki oleh hanya segelintir orang
atau kelompok tertentu. Ketiga, kelompok-kelompok yang memiliki hak-hak istimewa tersebut
biasanya menggunakan lambang-lambang yang menjadi symbol kedudukan, lambing tersebut
baik berupa pakaian, tingkah laku, rumah, dan keanggotaan pada suatu organisasi (2010, 47)”.
Selain membedakan seperti adanya pembedaan dalam masyarakat anatara yang kaya
dengan yang miskin, penajabat dengan rakyat biasa, masyarakat cenderung
mempertentangkannya. Adanya polarisasi hak-hak istimewa pada oaring atau kelompok tertentu
akan memeunculkan penghargaan kelompok masyarakat yang lebih pada individu atau kelompok
yang memiliki berbagai hak istimewa tersebut. Sehingga kelompok tersebut berada pada posisi
lapisan yang lebih tinggi dari pada masyarakat lain dengan prestise yang lebih. Dan mereka
cenderung bergul dengan sesamanya yang memiliki keduduka tinggi diantara masyarakat lain.
D. Pengaruh Stratifikasi Sosial
Dalam kehidupan bermasyarakat, stratifikasi sosial sangatlah berpengaruh. Stratifikasi
sosial (Pelapisan sosial) sudah mulai dikenal sejak manusia menjalin kehidupan bersama.
Terbentuknya pelapisan sosial merupakan hasil dari kebiasaan manusia berhubungan antara satu
dengan yang lain secara teratur dan tersusun, baik secara perorangan maupun kelompok. Pada
masyarakat yang taraf kebudayaannya masih sederhana, maka pelapisan yang terbentuk masih
sedikit dan terbatas, sedangkan masyarakat modern memiliki pelapisan sosial yang kompleks dan
tajam perbedaannya.
Stratifikasi sosial akan selalu ditemukan dalam masyarakat selama di dalam masyarakat
tersebut terdapat sesuatu yang dihargai. Mungkin berupa uang atau benda-benda bernilai
ekonomis, atau tanah, kekuasaan, ilmu pengetahuan, kesalehan agama, atau keturunan keluarga
terhormat. Seseorang yang banyak memiliki sesuatu yang dihargai akan dianggap sebagai orang
yang menduduki pelapisan atas. Sebaliknya mereka yang hanya sedikit memiliki atau bahkan
sama sekali tidak memiliki sesuatu yang dihargai tersebut, mereka akan dianggap oleh
masyarakat sebagai orang-orang yang menempati pelapisan bawah atau berkedudukan rendah.
Stratifikasi sosial akan membedakan warga masyarakat menurut kekuasaan
dan pemilikan materi. Kriteria ekonomi selalu berkaitan dengan aktivitas pekerjaan, kepemilikan
kekayaan, atau kedua-duanya. Dengan begitu, pendapatan, kekayaan, dan pekerjaan akan
membagi anggota masyarakat ke dalam beberapa stratifikasi atau kelasekonomi.
Dalam stratifikasi sosial terdapat tiga kelas sosial, yaitu: Masyarakat yang terdiri dari
kelas atas (upper class), Masyarakat yang terdiri kelas menengah (middle class) dan kelas bawah
(lower class). Orang-orang yang berada pada kelas bawah (lower) biasanya lebih banyak dari
pada di kelas menengah apalagi pada kelas atas. Semakin keatas semakin sedikit jumlah orang
yang berada pada posisi kelas atas.
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa dalam kehidupan masyarakat terdapat
kriteria yang dipakai untuk menggolongkan orang dalam pelapisan sosial dilihat dari ukuran
kekayaan, kekuasaan, kehormatan, dan ukuran ilmu pengetahuan yang dimiliki.dilihat dari
ukuran itu, dapat disimpulkan bahwa pelapisan sosial dapat mempengaruhi kehidupan
masyarakat, seperti adanya perbedaan gaya hidup dan perlakuan dari masyarakat terhadap orang-
orang yang menduduki pelapisan tertentu. Stratifikasi sosial juga menyebabkan adanya
perbedaan sikap dari orang-orang yang berada dalam strata sosial tertentu berdasarkan
kekuasaan, privilese dan prestise. Dalam lingkungan masyarakat dapat terlihat perbedaan antara
individu, atau satu keluarga lain, yang dapatdidasarkan pada ukuran kekayaan yang dimiliki.
Yang kaya ditempatkan pada lapisan atas dan miskin pada lapisan bawah. Atau mereka yang
berpendidikan tinggi berada dilapisan atas sedangkan yang tidak sekolah pada lapisan bawah.
Dari perbedaan lapisan sosial ini terlihat adanya kesenjangan sosial. Hal ini tentu merupakan
masalah sosial dalam masyarakat.
Perbedaan sikap tersebut tercermin dari gaya hidup seseorang sesuai dengan strata
sosialnya. Pola gaya hidup tersebut dapat dilihat dari cara berpakaian, tempat tinggal, cara
berbicara, pemilihan tempat pendidikan, hobi dan tempat rekreasi. Jika dilihat dari cara
berpakaian, seseorang yang tergolong dalam strata sosial atas dapat dilihat dari gaya busananya.
Biasanya orang-orang kelas atas menggunakan busana dan aksesoris lain, seperti sepatu,tas, jam
tangan yang bermerek dan dari luar negeri. Sedangkan mereka yang termasuk strata sosial
menengah ke bawah, lebih memilih menggunakan barang-barang produksi dalam negeri.
Begitupun dengan tempat tinggal dan gaya berbicara. Pada umumya masyarakat kelas atas akan
membangun rumah yang besar dan mewah dengan gaya arsitektur yang indah. Masyarakat kelas
atas lebih menyukai tinggal dikawasan elite dan apartemen mewah yang dilengkapi dengan
fasilitas modern. Sedangkan masyarakat yang tergolong strata menengah lebih memilih bentuk
dan tipe rumah yang sederhana bahkan ada juga yang tinggal di rumah susun. Cara berbicara pun
akan berbeda. Orang-orang yang tergolong strata atas akan berbeda dengan orang-orang yang
berada dalam strata bawah. Mereka yang termasuk dalam golongan strata atas memiliki gaya
berbicara yang beradaptasi dengan istilah-istilah asing serta penuh dengan kesopanan.
Sedangkan orang-orang yang berada dalam strata bawah terkadang suka berbicara yang tidak
terlalu memperhatikan etika.
Dikarenakan Indonesia tidak bisa lepas dari kecenderungan stratifikasi sosial yang
memunculkan berbagai macam dampak terhadap kehidupan masyarakat dimana memiliki nilai
positif maupun nilai negatif dalam perkembangan pandanan hidup. Kembali dalam penegasan
pengertian stratifikasi sosial yaitu pembedaan masyarakat ke dalam kelas-kelas secara vertikal
(bertingkat), yang di wujudkan dengan adanya tingkatan masyarakat dari yang paling tinggi
sampai yang paling rendah.
Pengaruh/nilai baik yang akan dibawa dari adanya sistem stratifikasi sosial ini adalah
motivasi, yaitu adanya dorongan baik dari dalam maupun dari luar diri seseorang untuk mengejar
ketinggalan, untuk melakukan mobilitas sosial sehingga dia bisa menduduk status sosial yang
pantas. Selain itu pengaruh baik dari stratifikasi sosial adalah perubahan sosial menuju arah yang
lebih baik dapat berlangsung lebih cepat dikarenakan telah adanya motivasi untuk memperbaiki
hidup. dimana akan semakin tercipta sumber daya manusia yang berkualitas kemudian dengan
adanya strafikasi sosial maka setiap orang telah memiliki peranan sendiri sehingga sudah sadar
akan hak dan kewajiban masing-masing sehingga tidak terjadi pencampuran peranan sosial dan
terciptanya ketertiban sosial.
Sedangkan pengaruh buruk dari stratifikasi sosial ini adalah munculnya eksklusivitas
dimana eksklusivitas adalah cara pandang yang menganggap diri sendiri sebagai sosok yang
terbaik dan spesial sehingga cenderung menganggap remeh orang lain, sikap ini dapat kita lihat
dimana muculnya golongan elit. Pengaruh buruk lainnya dari stratifikasi sosial ini adalah
munculnya sikap etnosentrisme yang dipahami sebagai mengagungkan kelompok sendiri dapat
terjadi dalam stratifikasi sosial yang ada dalam masyarakat. Mereka yang berada dalam
stratifikasi sosial atas akan menganggap dirinya adalah kelompok yang paling baik dan
menganggap rendah dan kurang bermartabat kepada mereka yang berada pada stratifikasi sosial
rendah. Sehingga, hal ini dapat menimbulkan konflik yang bisa dibagi menjadi konflik antar
kelas sosial, konflik antar kelompok sosial, serta konflik antar generasi.
Pada hakikatnya tidak ada masyarakat tanpa kelas. Definisi sistematik antara lain
dikemukakan oleh Pitirim A.Sorokin bahwa pelapisan sosial merupakan pembedaan penduduk
atau masyarakat ke dalam kelas-kelas secara bertingkat (hierarkis). Perwujudan dari stratifikasi
sosial adalah adanya lapisan-lapisan di dalam masyarakat, ada lapisan yang tinggi dan ada
lapisan-lapisan di bawahnya. Setiap lapisan tersebut disebut strata sosial. P.J. Bouman
menggunakan istilah tingkatan atau dalam bahasa belanda disebut stand, yaitu golongan manusia
yang ditandai dengan suatu cara hidup dalam kesadaran akan beberapa hak istimewa tertentu dan
menurut gengsi kemasyarakatan.
Salah satu dasar pembentuk pelapisan sosial atau kriteria yang menonjol atau dominan
sebagai dasar pembentukan pelapisan sosial yaitu ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan ini erat
hubungannya dengan pendidikan. Ukuran ilmu pengetahuan sering dipakai oleh anggota-
anggota masyarakat yang menghargai ilmu pengetahuan. Seseorang yang paling menguasai ilmu
pengetahuan akan menempati lapisan tinggi dalam sistem pelapisan sosial masyarakat yang
bersangkutan. Penguasaan ilmu pengetahuan ini biasanya terdapat dalam gelar-gelar akademik
(kesarjanaan), atau profesi yang disandang oleh seseorang, misalnya dokter, insinyur,
doktorandus, doktor ataupun gelar profesional seperti profesor.
Dalam berbagai studi, disebutkan tingkat pendidikan tertinggi yang didapatkan seseorang
digunakan sebagai indeks kedudukan sosialnya di dalam masyarakat. Menurut penelitian
memang terdapat korelasi yang tinggi antara kedudukan sosial yang seseorang dengan tingkat
pendidikan yang telah ditempuhnya, meski demikian pendidikan yang tinggi tidak dengan
sendirinya menjamin kedudukan sosial yang tinggi. Korelasi antara pendidikan dan golongan
sosial antara lain terjadi karena anak dari golongan rendah kebanyakan tidak melanjutkan
pelajarannya sampai perguruan tinggi. Sementara orang yang termasuk golongan atas beraspirasi
agar anaknya menyelesaikan pendidikan sampai perguruan tinggi. Orang yang berkedudukan
tinggi, bergelar akademis, yang mempunyai penapatan besar tinggal dirumah elite dan merasa
termasuk golongan atas akan mengusahakan anknya masuk universitas dan memperoleh gelar
akademis. Sebaliknya anak yang orangtuanya buta huruf mencari nafkahnya dengan
mengumpulkan puntung rokok,ting gal digubuk kecil, tak dapat diharapkan akan mengusahakan
anaknya menikmati perguruan tinggi.
Ada 3 faktor yang mempengaruhi tingkat pendidikan seorang anak, Yaitu:
1.Pendapatan orangtua.
2.Kurangnya perhatian akan pendidikan dikalangan orangtua.
3.Kurangnya minat si anak untuk melanjutkan ke perguruan tinggi.
Golongan sosial tidak hanya berpengaruh terhadap tingginya jenjang pendidikan anak
tetapi juga berpengaruh terhadap jenis pendidikan yang dipilih. Tidak semua orangtua mampu
membiayai studi anaknya diperguruan tinggi. Pada umumnya anak-anak yang orangtuanya
mampu, akan memilih sekolah menengah umum sebagai persiapan untuk belajar di perguruan
tinggi. Sementara orangtua yang mengetahui batas kemampuan keuangannya akan cenderung
memilih sekolah kejuruan bagi anaknya, dengan pertimbangan setelah lulus dari kejuruan bisa
langsung bekerja sesuai dengan keahliannya. Dapat diduga sekolah kejuruan akan lebih banyak
mempunyai murid dari golongan rendah daripada yang berasal dari golongan atas. Karena itu
sekolah menengah dipandang lebih tinggi statusnya daripada sekolah kejuruan. Demikian pula
dengan mata pelajaran atau bidang studi yang berkaitan dengan perguruan tinggi dipandang
mempunyai status yang lebih tinggi , misal matematika, fisika dipandang lebih tinggi dari pada
tata buku. Sikap demikian bukan hanya terdapat dikalangan siswa tetapi juga dikalangan
orangtua dan guru yang dengan sengaja atau tidak sengaja menyampaikan sikap itu kepada anak-
anaknya.
Kesimpulannya bahwa pendidikan dengan stratifikasi sosial sangat erat hubungannya.
Pada stratifikasi sosial terbuka pendidikan dapat menjadi alat untuk mobilisasi sosial. Pendidikan
sebagai salah satu dasar penentu kelas sosial dapat merubah kelas seseorang.
BAB III
KESIMPULAN
Dari pembahasan makalah ini dapat disimpulkan bahwa, pertama kita dapat melihat
bahwa pendidikan merupakan hal penting dalam masyarakat. Seperti yang kita tahu bahwa
pendidikan dapat menjadi alat untuk meningkatkan status sosial masyarakat. Namun pendidikan
sendiri dapat menyebabkan stratifikasi sosial dan membuat kesenjangan didalam dunia
pendidikan semakin jelas terlihat. Seperti kasus timbulnya label sekolah favorit dan tidak favorit.
disini jelas terlihat bahwa sekolah yang berlabel sekolah favorit cenderung dimasuki oleh orang-
orang yang berstatus sosial tinggi dan ini menunjukan bahwa peddikan yang bermutu hanya
dapat dijangkau oleh orang-orang berkelas tinggi. Sedangkan sebaliknya, orang yang berada
didalam kelas bawah mereka harus menikmati pendidikan seadanya.
Disatu sisi kita dapat melihat bahwa pendidikan merupakan sesuatu yang penting untuk
masyarakat, namun kondisi dari pendidikan itu sendirilah justru yang memperlihatkan
bagaimana stratifikasi sosial yang ada dimasyarakat dimana dalam hal ini hanya orang-orang
yang berstatus sosial tinggilah yang dapat menikmati pendidikan.
DAFTAR PUSTAKA
Sumber Buku:
Saripudin, Didin. (2010). Interpretasi Sosiologis dalam Pendidikan. Bandung: Karya Putra Darwati
Soekanto, Soerjono. (1989). Sosiologi Sebagai Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali Press
Sumber Internet:
Bening, Banyu. (2010). Pendidikan dan Stratifikasi Sosial. Tersedia: [online] http://makalah-
bening.blogspot.com/2010/03/pendidikan-dan-stratifikasi-sosial.html [28 Maret 2012]
Gudarma. (2012) . Lapisan-Lapisan Dalam Masyarakat. Tersedia: [online]
http://elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/pengantar_sosiologi_dan_ilmu_sosial_dasar/bab6_la
pisan-lapisan_dalam_masyarakat_(stratifikas_sosial).pdf [Maret 2012]
Suhardi, Jamiyas. (2010). Hubungan Antara Stratifikasi Sosial dan Pendidikan. Tersedia: [Online]
http://mrjamyas.blogspot.com/2010/04/hubungan-antara-pendidikan-dengan.html [28 Maret
2012]
Suyadna, I Wayan. (2009). Stratifikasi Sosial: Sebuah Catatan Awal. Tersedia: [online]
http://nyanyoataraxis.wordpress.com/2009/03/30/stratifikasi-sosial-sebuah-catatan-awal/
[28 Maret 2012]