Anda di halaman 1dari 14

Konsep-Konsep Sosialisasi

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pengantar Sosiologi


Dosen Pengampu : Tasman, S.Ag., M.Si.

DISUSUN OLEH :
Kelompok 3
Kesejahteraan Sosial 2B

Lutfia Nuraeni 11220541000054


Muti’ah Hasanah 11220541000065
Arya Putra Pamungkas 11220541000070
Syakilatun Nisa 11220541000076

PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL


FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
TAHUN 2023
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah segala puji kami panjatkan kepada Allah SWT. yang telah memberikan
rahmat-Nya sehingga pemakalah dapat menyelesaikan tugas mata kuliah Pengantar Sosiologi ini
dengan tepat waktu. Terimakasih kami ucapkan kepada bapak Tasman, S.Ag., M.Si. selaku
dosen mata kuliah Pengantar Sosiologi yang sudah memberikan kami kesempatan untuk
membuat makalah ini.

Makalah yang berjudul Konsep-Konsep Sosialisasi ini dibuat secara berkelompok yang
terdiri dari empat anggota kelompok. Makalah ini dibuat dengan tujuan agar dapat menambah
ilmu dari para pembaca sekaligus dapat melengkapi nilai tugas pemakalah dalam mata kuliah
Pengantar Sosiologi.

Pemakalah menyadari bahwa masih banyak kesalahan serta kekurangan dalam penulisan
makalah ini. Oleh karena itu, pemakalah sangat terbuka dalam menerima saran serta kritik dari
pembaca. Saran serta kritik yang kami terima nantinya bisa menjadi pelajaran di masa depan
supaya dapat menjadi lebih baik lagi.

Jakarta, 02 April 2023

Kelompok 3

2
DAFTAR ISI


Kata Pengantar ............................................................................................................................. 2
Daftar Isi ........................................................................................................................................ 3
BAB I .............................................................................................................................................. 4
PENDAHULUAN ......................................................................................................................... 4
1.1. Latar Belakang ..................................................................................................................... 4
1.2. Rumusan Masalah ................................................................................................................ 4
1.3.Tujuan Makalah..................................................................................................................... 5
BAB II............................................................................................................................................. 6
PEMBAHASAN ............................................................................................................................ 6
2.1 Pengertian Sosialisasi ....................................................................................................... 6
2.2. Pemikiran Mead ............................................................................................................... 6
2.2.1 Tahapan Sosialisasi Menurut Mead ................................................................................ 7
2.3. Pemikiran Cooley ............................................................................................................. 7
2.3.1 Tahapan Sosialisasi Menurut Cooley ............................................................................. 8
2.4. Agen-Agen Sosiologi Serta Peran-Perannya........................................................................ 8
BAB III ......................................................................................................................................... 13
PENUTUP.................................................................................................................................... 13
3.1. Kesimpulan......................................................................................................................... 13
3.2. Saran ................................................................................................................................... 13
Daftar Pustaka ............................................................................................................................ 14

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Lahirnya sosiologi disebabkan oleh banyaknya perubahan-perubahan yang terjadi dalam
masyarakat pada awal abad ke-18 dengan pengaruh kekuatan sosial. Terdapat juga
banyaknya pemikiran-pemikiran dari para founding fathers sosiologi yang menjadi pijakan
utama dalam perkembangan sosiologi. Pengembangan teorisasi sosiologi terus berkembang
sesuai fakta dan fenomena kehidupan kemasyarakatan. Perkembangan sosiologi harus
disertai dengan metodelogi yang kuat sebagai kaidah-kaidah saintifik, serta aplikasinya guna
memantapkan sosiologi baru di masa-masa yang akan datang.
Dalam terjadinya perkembangan sudah dipastikan terjadi pula berbagai macam
perubahan. Diperlukannya metode penyampaian informasi kepada masyarakat mengenai
perubahan-perubahan yang akan dilakukan. Selain dilakukannya penyampaian informasi,
agen-agen perubahan juga perlu melalukan promosi supaya masyarakat bisa menerima
rencana mereka dan rencana tersebut tidak bertentangan dengan norma serta nilai yang ada
dalam masyarakat selaku penerima perubahan. Dari situlah yang kemudian menimbulkan
metode cara penyampaian informasi sekaligus promosi oleh agen-agen perubahan. Hingga
kemudian munculah metode yang bernama sosialisasi.
Sosialisasi adalah suatu usaha untuk memberikan informasi tentang suatu kabar atau
berita. Sosialisasi bisa disebut juga sebagai kegiatan promosi. Dalam kegiatan sosialisasi
seseorang dapat memperoleh pengetahuan, keterampilan dan sikap yang diperlukannya agar
dirinya dapat menyesuaikan diri dengan keadaan. Sosialisasi juga merupakan suatu cara
untuk melakukan pengendalian sosial (social control) apabila suatu masyarakat ingin
berfungsi secara efektif. Dalam sosialisasi individu-individu yang menjadi anggota
masyarakat dikendalikan oleh nilai atau norma sehingga tidak melakukan perilaku
menyimpang.

1.2 Rumusan Masalah

Dari latar belakang yang tertara di atas, penulis dapat merumuskan masalah yang akan
dibahas dalam makalah ini. Rumusan masalah yang diperoleh, yakni:

4
1. Apa itu sosialisasi menurut George Hebert Mead dan Charles H. Cooley?
2. Apa saja tahap-tahap dalam sosialisasi?
3. Siapa saja yang termasuk dalam agen-agen sosiologi?
4. Apa saja peran dari agen-agen sosiologi?

1.3 Tujuan Makalah

Tujuan dari penulisan makalah ini, yaitu :


1. Mengetahui pengertian sosialisasi menurut George Hebert Mead dan Charles H. Cooley.
2. Memahami tahapan-tahapan yang ada di dalam sosialisasi.
3. Mengetahui agen-agen sosiologi.
4. Memahami peran dari agen-agen sosiologi.

5
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Sosialisasi


Kata sosialisasi didefinisikan oleh Berger sebagai “a process by which a child learns to
be a participant member of society” artinya proses di mana seorang anak belajar menjadi
seorang anggota yang berpartisipasi dalam masyarakat. Definisi ini disajikannya dalam
suatu pokok bahasan berjudul society in man dan tergambar pandangannya bahwa melalui
sosialisasi masyarakat dimasukkan ke dalam manusia. 1 Dengan demikian, kata sosialisasi
diartikan sebagai suatu proses menjadi seorang anggota dalam masyarakat.

2.2 Pemikiran Mead

Teori dari tokoh George Herbert Mead atau yang dikenal dengan pemikiran Mead
tercantum dalam buku Mind, Self, and Society (1972) menjelaskan tahap pengembangan
diri (self) manusia. Mead mengungkapkan bahwa seorang manusia yang baru lahir belum
mempunyai diri. Sehingga, diri manusia akan berkembang secara bertahap melalui
interaksi dengan anggota masyarakat lain. Adapun tahapan yang akan dilalui saat
pengembangan diri manusia yakni tahap play stage, tahap game stage, dan tahap
generalized other. 2

Sebelum melalui tahapan tersebut, menurut Mead setiap anggota baru masyarakat harus
mempelajari peran-peran yang ada dalam masyarakat. Proses pengambilan peran ini
disebut juga role taking dengan tujuan untuk mengetahui peran yang harus dijalankannya
serta peran yang harus dijalankan orang lain. Apabila peran yang ada di dalam suatu
masyarakat sudah dikuasai, maka seseorang dapat berinteraksi dengan orang lain.

1
Kamanto Sunarto. Pengantar Sosiologi. (Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
2004), hal. 21
2
Kamanto Sunarto. Pengantar Sosiologi. (Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
2004), hal. 22

6
2.2.1 Tahapan Sosialisasi Menurut Mead

Pada tahap pertama atau yang disebut play stage artinya seorang anak kecil mulai
belajar mengambil peran orang di sekitarnya. Ia juga mulai menirukan peran yang
dijalankan oleh orang tuanya. Akan tetapi, ia belum sepenuhnya memahami isi peran-peran
yang ditirunya. Misalnya, seorang anak kecil dapat meniru perbuatan dokter saat
menyuntik pasien. Namun, ia tidak mengetahui mengapa dokter tersebut menyuntik pasien.

Selanjutnya tahap kedua atau yang disebut game stage artinya seorang anak telah
mengetahui peran apa yang harus dijalankannya serta peran yang harus dijalankan oleh
orang lain juga dengan siapa ia berinteraksi. Contohnya adalah seorang anak yang
mengikuti pertandingan sepak bola berperan sebagai penjaga gawang dan ia juga
mengetahui peran dari pemain lain, wasit, penjaga garis, dan lain-lain.

Pada tahap ketiga atau yang disebut generalized other artinya seseorang mampu
mengambil peran-peran yang dijalankan orang lain dalam masyarakat. Ia juga mampu
berinteraksi dengan orang lain dalam masyarakat karena telah memahami perannya sendiri
serta peran orang lain dengan siapa ia berinteraksi. Misalnya, selaku anak ia telah
memahami peran yang dijalankan orang tua. Jadi, apabila seseorang telah mencapai tahap
ini maka orang tersebut telah mempunyai suatu diri.

Berdasarkan tahapan-tahapan tersebut dapat disimpulkan bahwa pemikiran Mead


mengenai sosialisasi dapat terbentuk melalui interaksi dengan orang lain.3

2.3 Pemikiran Cooley


Tokoh Charles H. Cooley mengemukakan pemikirannya terhadap peran interaksi dalam
proses sosialisasi. Menurut Cooley, konsep diri (self-concept) seseorang berkembang
melalui interaksi dengan orang lain. Selanjutnya, diri yang berkembang melalui interaksi
dengan orang lain disebut dengan looking-glass self karena ia melihat analogi antara
pembentukan diri seseorang dengan perilaku orang yang sedang becermin. Sebab, pada diri

3
Ibid

7
seseorang pun memantulkan apa yang dirasakannya sebagai tanggapan masyarakat
terhadapnya. 4

2.3.1 Tahapan Sosialisasi Menurut Cooley


Menurut Cooley, teori looking-glass self terbentuk melalui tiga tahapan. Pada tahap
pertama, seseorang mempunyai persepsi mengenai pandangan orang lain terhadapnya.
Selanjutnya, tahap kedua, seseorang mempunyai persepsi mengenai penilaian orang lain
terhadap penampilannya. Tahap ketiga, seseorang mempunyai perasaan terhadap apa yang
dirasakannya sebagai penilaian orang lain terhadapnya itu.

Berdasarkan tahapan-tahapan sosialisasi menurut Cooley dapat diambil contoh yaitu


seorang mahasiswa yang mendapat nilai rendah saat Ujian Akhir Semester (UAS) dan ia
pun merasa bahwa dosen tersebut menganggapnya bodoh dan kurang menghargainya.
Akhirnya, ia menjadi murung. Jadi, dapat disimpulkan bahwa pemikiran Cooley
menganggap perasaan seseorang mengenai penilaian orang lain terhadap dirinya
menentukan penilaiannya mengenai diri sendiri. Sebab, diri seseorang merupakan
pencerminan penilaian orang lain (looking-glass self).5

2.4 Agen-Agen Sosiologi Serta Peran-Perannya


Fuller dan Jacobs mengidentifikasikan empat agen sosialisasi utama, yaitu keluarga,
kelompok bermain, media massa, dan sistem pendidikan. Meskipun klasifikasi ini dibuat
untuk masyarakat Amerika, namun dapat diterapkan pula pada masyarakat kita.

2.4.1 Keluarga
Pada awal kehidupan manusia biasanya agen sosialisi terdiri atas orang tua dan
saudara kandung. Pada masyarakat yang mengenai sistem keluarga luas (extended
family) agen sosialisasi bisa berjumlah lebih banyak dan dapat mencakup pula nenek,
kakek, paman, bibi dan sebagainya. Pada sistem komun yang dijumpai di Republik
Rakyat Tiongkok atau berbagai negara Eropa Timur Sebelum runtuhnya Uni Soviet,
pada sistem Kibbutz di Israel, atau pada sistem penitipan anak dalam hal kedua orang
tua bekerja, soslalisasi terhadap anak di bawah usia lima tahun mungkin dilakukan pula

4
Kamanto Sunarto. Pengantar Sosiologi. (Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
2004), hal. 23
5
Ibid

8
oleh orang lain yang sama sekali bukan kerabat seperti tetangga, babysitter, pekerja
sosial, petugas tempat penitipan anak dan sebagainya. Di kalangan lapisan menengah
dan atas dalam masyarakat perkotaan, seringkali pembantu rumah tangga pun sering
memegang peran penting sebagal agen sosialisasi anak, setidak-tidaknya pada tahap-
tahap awal.
Gertrude Jaeger (1977) mengemukakan bahwa peran, para agen sosialisasi pada
tahap awal ini terutama orang tua, sangat penting. Sang anak (khususnya pada
masyarakat modern barat) sangat tergentung pada orang tua dan apa yang terjadi antara
orang tua dan anak pada tahap ini jarang diketahui orang luar. Dengan demikian anak
tidak terlindung terhadap penyalahgunaan kekuasaan yang sering dilakukan orang tua
terhadap mereka seperti penganiayaan (child abuse), perkosaan dan sebagainya. Dalam
media massa kita pun berulang kali membaca mengenai kesewenang-wenangan yang
dilakukan orang tua masyarakat kita terhadap anak-anak mereka, yang dalam beberapa
kasus mengakibatkan kematian si anak.
Arti penting agen sosialisasi pertama pun terletak pada pentingnya kemampuan
yang diajarkan pada tahap ini. Untuk dapat berinteraksi dengan significant others pada
tahap ini seorang bayi belajar berkomunikasi secara verbal dan nonverbal. la mulai
berkomunikasi bukan saja melalui pendengaran dan penglihatan tetapi juga melalui
panca indra lain terutama sentuhan fisik.
Kemampuan berbahasa ditanamkan pada tahap ini. Sang anak mulai mempunyai
diri mulai memasuki play stage dalam proses pengambilan peran orang lain. la mulai
mengidentikasikan diri sebagai anak lakt-laki atau anak perempuan. Banyak ahli
berpendapat balwa kemampuan-kemampuan tertentu hanya dapat diajarkan pada
periode tertentu saja dalam perkembangan fisik seseorang artinya, proses sosialisasi
akan gagal bilamana dilaksanakan terlambat atau terlalu dini.
2.4.2 Teman Bermain
Setelah mulai dapat bepergian, seorang anak memperoleh agen sosialisasi lain
teman bermain, baik yang terdiri atas kerabat maupun tetangga dan teman sekolah. Di
sini seorang anak mempelajari berbagai kemampuan baru. Jika dalam keluarga
interaksi yang dipelajarinya di rumah melibatkan hubungan yang tidak sederajat
(seperti antara kakek atau nenek dengan cucu, orang tua dengan anak, paman atau bibi

9
dengan keponakan, kakak dengan adik, atau pengasuh dengan anak asuh) maka dalam
kelompok bermain seorang anak belajar berinteraksi dengan orang yang sederajat
karena sebaya. Pada tahap inilah seorang anak memasuki game stage, mempelajari
aturan yang mengatur peran orang yang kedudukannya sederajat. Dalam kelompok
bermain pulalah seorang anak mulai belajar nilai-nilai keadilan.
2.4.3 Sekolah
Agen sosialisasi berikut tentunya dalam masyarakat yang telah mengenalnya
adalah sistem pendidikan formal. Di sini seseorang mempelajari hal baru yang belum
dipelajarinya dalam keluarga ataupun kelompok bermain. Pendidikan formal
mempersiapkannya untuk penguasaan peran-peran baru di kemudian hari, di kala
seseorang tidak tergantung lagi pada orang tuanya.
Menurut Dreeben di sekolah seorang anak harus belajar untuk mandiri. Kalau di
rumah seorang anak dapat mengharapkan bantuan orang tuanya dalam melaksanakan
berbagai pekerjaan, maka di sekolah sebagian besar tugas sekolah harus dilakukan
sendiri dengan penuh rasa tanggung jawab. Ketergantungan pada orang tua yang
dijumpai di rumah tidak terdapat di sekolah, guru menuntut kemandirian dan tanggung
jawab pribadi bagi tugas-tugas sekolah. Kerja sama dalam kelas hanya dibenarkan bila
tidak melibatkan penipuan atau kecurangan.
Aturan kedua yang dipelajari anak melibat prestasi. Di rumah peran seorang anak
terkait dengan askipsi-peran-peran yang dimilkinya, seperti peran sebagai anak laki-
laki atau anak perempuan, sebagai adik atau sebagai kakak merupakan peran yang
dibawa sejak lahir. Di sekolah, dipihak lain, peran yang diraih dengan prestasi
merupakan peran yang menonjol. Kedudukan anak di suatu jenjang pendidikan
tertentu, atau peringkatnya dalam jenjang prestasi di dalam kelas, misalnya, hanya
dapat diraih melalui prestasi, meskipun orang tua pun berperan dalam mendorong anak
untuk berprestasi, namun menurut Dreeben peran sekolah masih lebih besar.
Aturan ketiga yang dipelajari anak ialah aturan mengenal universalisme. Aturan
mengenai universalisme merupakan lawan aturan mengenai partikularisme. Dalam
keluarga seorang anak cenderung mendapat perlakuan khusus dari orang tuanya karena
ia adalat anak mereka. Anak orang lain biasanya tidak mendapat perlakuan sama. Di
sekolah, di pihak lain, setiap siswa mendapat perlakuan sama. Perlakuan berbeda hanya

10
dibenarkan bila didasarkan pada kelakuan siswa di sekolah, apakah ia berkemampuan,
bersikap dan bertindak sesuai dengan apa yang diharapkan sekolah.
Spesifisitas merupakan aturan keempat dan merupakan kebalikan dari kekaburan
(diffuseness). Di sekolah kegiatan siswa serta penilaian terhadap kelakuan mereka
dibatasi secara spesifik. Kekeliruan yang dilakukan seorang siswa dalam mata
pelajaran matematika, misalnya, sama sekali tidak mempengaruhi penilaian gurunya
terhadap prestasinya dalam mata pelajaran bahasa Indonesia. la dapat memperoleh
kegagalan yang disertai kritik dalam satu jam pelajaran tetapi meraih keberhasilan dan
memperoleh pujian dalam jam pelajaran berikutnya. Dalam keluarga, di pihak lain,
kegiatan anak serta penilalan terhadapnya tidak dibatasi sespesifik itu. Seorang anak
yang dihukum oleh orang tuanya karena melakukan kesalahan di suatu bidang tertentu
(seperti misalnya memecahkan piring di kala makan, pergi tanpa izin, berkelahi di jalan
atau pulang terlambat) mungkin mengalami bahwa hukuman yang diterimanya itu
diberlakukan pula di bidang-bidang lain yang sebenarnya tidak ada sangkut pautnya
dengan pelanggaran yang telah dilakukannya.
2.4.4 Media Massa
Light, Keller dan Calhoun (1989) mengemukakan bahwa media massa yang
terdiri atas media cetak (surat kabar, majalah) maupun elektronik (radio, televisi, film,
internet) merupakan bentuk komunikasi yang menjangkau sejumlah besar orang. Media
massa diidentifkasikan sebagai suatu agen sosialisasi yang berpengaruh pula terhadap
perilaku khalayaknya. Peningkatan teknologi yang memungkinkan peningkatan
kualitas pesan serta peningkatan frekuensi sosialisasi yang semakin penting.
Kesadaran akan arti penting media massa bagi sosialisasi pun telah mendorong
para pendidik untuk memanfaatkan media massa. Di banyak negara, misalnya, televisi
digunakan untuk menayangkan siaran-siaran pendidikan yang bertujuan mempengaruhi
pengetahuan, keterampilan dan sikap khalayaknya. Dalam masyarakat kita TVRI serta
stasiun televisi swasta pun secara teratur menayangkan acara-acara pendidikan.
Dari data yang ada Fuller dan Jacobs menyimpulkan bahwa di Amerika Serikat
televisi menyita sejumlah besar waktu anak-anak lebih banyak waktu daripada waktu
yang diluangkannya di sekolah dan bahwa banyak di antara acara-acara televisi yang
ditonton anak merupakan acara-acara yang ditujukan bagi orang dewasa (40% di kala

11
seorang anak berada di kelas 1 sekolah dasar, dan 80% di kala anak sudah berada di
kelas 6 sekolah dasar). Dikala membahas dampak siaran televisi, Fuller dan Jacobs
antara lain mengemukakan bahwa menurut studi Bandura dan Walters sejumlah anak
yang teterpa acara televisi yang mengandung kekerasan dapat menampilkan perilaku
keras dan agresif.
Fuller dan Jacobs (1973) mengemukakan bahwa dampak televisl sebagai agen
sosialisasi belum diketahul dengan pasti. Urle Bronfenbrenner (1970), setelah
mempelajari berbagai data penelitian terhadap dampak televisi terhadap perilaku anak,
merasa yakin bahwa media massa ini memberikan sumbangan berarti bagi tumbuh dan
dipertahankannya suatu tingkat kekerasan tinggi dalam masyarakat Amerika. Light,
Keller dan Calhoun, di pihak lain, mengemukakan bahwa menurut penelitian Robert
Hodge dan David Tripp pada tahun 1966 televisi tidak memberikan pesan tunggal yang
sederhana melainkan menyajikan berbagai pesan yang rancu dan saling bertentangan
dan bahwa pesan televisi membawa banyak dampak positilf seperti merangsang
interaksi, eksperimen dan pertumbuhan mental serta sosial anak.

12
BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Sosialisasi berarti sebagai proses pengembangan diri individu sejak individu tersebut baru
lahir. Dari adanya sosialisasi seorang idividu dapat mengetahui peranan dirinya dalam
menjadi anggota msyarakat. Sosialisasi memiliki berbagai macam tahapan dimana bahwa
setiap individu yang lahir pasti mengalami tahapan-tahapan tersebut. Mulai dari tahapan
play stage kemudian ke tahapan game stage dan terakhir tahapan generalized other.

Dalam kegiatan sosialisasi pada individu diperlukan agen sebagai pembimbing yang bisa
disebut sebagai agen sosiologi. Terdapat empat agen utama sosiologi yang berperan penting
dalam proses sosialisasi individu, yaitu; keluarga, taman bermain, sekolah dan media massa.
Ke-empat agem sosiologi tersebut mempunyai peran masing-masing dalam tiap-tiap tahapan
sosialisasi.

3.2. Saran

Demikian adalah materi mengenai sosialisasi dan agen-agen sosiologi. Pemakalah


berharap para pembaca dapat memahami materi yang disampaikan, namun apabila terdapat
materi yang kurang dipahami pembaca dapat memberikan pertanyaan kepada pemakalah.
Apabila terdapat kekurangan serta kesalahan dalam penulisan pemakalah sangat terbuka
dalam menerima saran dari para pembaca demi kebaikan pemakalah di masa depan.

13
Daftar Pustaka

Sunarto, Kamanto. (2004). Pengantar Sosiologi. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas


Ekonomi Universitas Indonesia.

14

Anda mungkin juga menyukai