Disusun oleh:
Risya Destriana Putri
(11220541000061)
2B
B. Pembahasan
1. Hadits
Prawi Pertama
Matan
الَ يُؤْ ِم ُن أ َ َحدُكُ ْم َحتَّى يُحِ بَّ ألَخِ ْي ِه َما يُحِ بُّ ِلنَ ْفسِه
Prawi Terakhir
2. Terjemahan
Artinya : dari Anas ra. Dari Nabi saw. Ia bersabda : tidak beriman seorang salah seorang
daintara kamu sehingga ia mencintai saudaranya seperti mencintai dirinya sendiri(HR.
Bukhari, Muslim Ahmad dan Nasai).
3. Kosa Kata
NO. ARAB INDONESIA
1. La Tidak
2. Yauman Beriman
3. Ahadukum Salah seorang diantara kamu
4. Hatta Sehingga
5. Yuhibbu Mencintai
6. Akhihi Saudaranya
9. Linafsih Dirinya Sendiri
4. Kandungan Hadits
Hadits ini menjelaskan bahwa saling mencintai antar sesama merupakan implementasi
dari iman yang ada dalam diri seseorang, agar mencintai saudara sesama muslim harus sama
dengan mencintai diri sendiri. Bentuk aplikasi dari hal ini adalah adanya perasaan at takaaful
(merasa senasib sepenanggungan) dengan saudaranya. Kita ikut sakit jika saudara kita disakiti,
dan kita ikut berbahagia dengan kebahagiaan mereka. Sebagian ulama menjelaskan bahwa
secara zahir, hadits ini menuntut adanya kesetaraan antara mencintai diri sendiri dan saudara
kita. Tetapi, kenyataannya itu tidak terjadi, kebanyakan manusia lebih mementingkan dirinya
dibanding orang lain.
Kedua, hadits ini secara tidak langsung mengajarkan kita untuk membersihkan hati kita
dari berbagai macam penyakit hati terhadap saudara sesama muslim. Baik berupa iri, dengki,
dan lainnya. Yaitu seperti cintanya dia jika kebaikan juga dia peroleh. Maka, jika kita bahagia
karena sesuatu hal, maka bahagiakanlah dia dengan hal itu. Jika kita tidak menyukai satu hal,
maka jauhilah dia dari hal itu. Kita tidak suka dihina, dibohongi, difitnah, dan digunjing, maka
saudara kita juga demikian, maka jangan menghina, membohongi, memfitnah, dan
menggunjing mereka. Kita suka jika manusia tersenyum, sopan, ramah, menyapa, dermawan
terhadap diri kita, maka demikian pula mereka juga menyukai hal-hal ini.
5. Ayat A-Qur’an
QS. AN-Nisa: 36
ِ ُار ْال ُجن
ب ِ ار ذِى ْالقُ ْر ٰبى َو ْال َج
ِ سانًا َّوبِذِى ْالقُ ْر ٰبى َو ْاليَ ٰتمٰ ى َو ْال َمسٰ ِكي ِْن َو ْال َج َ شيْـًٔا َّوبِ ْال َوا ِلدَي ِْن اِ ْح
َ ّٰللا َو َال ت ُ ْش ِركُ ْوا بِ ٖهَ َوا ْعبُد ُوا ه
ّٰللا َال يُحِ بُّ َم ْن َكانَ ُم ْخت ًَاال فَ ُخ ْو ًرا ْ سبِ ْي ِل َو َما َملَك
َ َت ا َ ْي َمانُكُ ْم ۗ ا َِّن ه َّ ب َواب ِْن ال ِ ب بِ ْال َج ْۢ ْن ِ َِوالصَّاح
C. Penutup
1. Kesimpulan
Seorang muslim wajib merasa senang jika saudaranya memiliki agama yang
baik. Dia senang jika saudaranya memiliki aqidah yang benar, tutur kata yang bagus
dan perbuatan yang baik. Sebaliknya dia merasa benci jika keadaan saudaranya tersebut
justru sebaliknya. Seorang muslim disunahkan untuk senang jika saudaranya
mendapatkan kebaikan-kebaikan duniawi. Dia merasa senang jika saudaranya berharta,
sejahtera, sehat, berkedudukan dan lain-lain dari kenikmatan duniawi, dan dia tidak
senang jika saudaranya miskin, sengsara, dan menderita.
Jika dalam urusan dunia, mendahulukan kepentingan saudaranya termaksud
perbuatan yang terpuji dan disunahkan, namun jika dalam urusan akhirat,
mendahulukan saudaranya termasuk perbuatan yang makruh.
2. . Sumber
HR. Bukhary, Allu’lu wal Marjan, hadis no. 28, hal. 33.
3. Kitab
Terlampir
Lampiran
Kitab Terjemahan:
Kitab Asli: