Anda di halaman 1dari 10

Analsis Kasus

Kasus
Seorang ibu membawa anaknya yang masih duduk di bangku dasar kelas 2 ke
psikolog di biro psikologi YYY. Sang ibu meminta kepada psikolog agar
anaknya diperiksa apakah anaknya termasuk anak autisme atau tidak. Sang ibu
khawatir bahwa anaknya menderita kelainan autism karena sang ibu melihat
tingkah laku anaknya berbeda dengan tingkah laku anak-anak
seumurnya.Psikolog itu kemudian melakukan test terhadap anaknya. Dan
hasilnya sudah diberikan kepada sang ibu, tetapi sang ibu tersebut tidak
memahami istilah – istilah dalam ilmu psikologi. Ibu tersebut meminta hasil
ulang test dengan bahasa yang lebih mudah dipahami. Setelah dilakukan hasil
tes ulang, ternyata anak tersebut didiagnosa oleh psikolog yang ada di biro
psikologi itu mengalami autis. Anak tersebut akhirnya diterap. Setelah
beberapa bulan tidak ada perkembangan dari hasil proses terapi. Ibu tersebut
membawa anaknya kembali ke biro psikologi yang berbeda di kota X, ternyata
anak tersebut tidak mengalami autis, tetapi slow learned. Padahal anak
tersebut sudah mengkonsumsi obat-obatan dan makanan bagi anak
penyandang autis. Setelah diselediki ternyata biro psikologi YYY tersebut tidak
memiliki izin praktek dan yang menangani bukan psikolog, hanyalah sarjana
psikologi Strata 1. Ibu tersebut ingin melaporkan kepada pihak yang berwajib,
tetapi ibu tersebut dengan psikolog itu tidak melakukan draft kontrak dalam
proses terapi.
Analisis kasus
• Pasal 4 tentang Penyalahgunaan di bidang
Psikologi (ayat 1)
• Pasal 7 tentang Ruang Lingkup Kompetensi
(ayat 1)
• Pasal 65 tentang Interpretasi Hasil Asesmen
• Pasal 66 tentang Penyampaian Data dan Hasil
Asesmen (ayat 2 dan 3)
• Pasal 73 tentang Informed Consent dalam
Konseling dan Terapi (ayat 1 dan 5)
• Pasal 4 tentang Penyalahgunaan di bidang
Psikologi (ayat 1)
“Setiap pelanggaran wewenang di bidang keahlian
psikologi dan setiap pelanggaran kode etik
psikologi indonesia dapat dikenakan sanski
oragaisasi sebagaimana diatur dalam anggran
dasar, angran rumah tangga himpunan psikologi
indonesi dan kode etik indonesia”
• Pasal 7 tentang Ruang Lingkup Kompetensi
(ayat 1)
“Ilmuwan psikologi memberikan layanan dalam
bentuk mengajar, melakukan penelitian dan / atau
intervensi sosial dalam area sebatas
kompetensinnya, berdasarkan pendidikan,
pelatihan atau pengalaman sesuai dengan kaidah-
kaidah ilmiah yang dapat dipertanggung
jawabkan”
menangani bukan psikolog, hanyalah
sarjana psikologi Strata 1
• Pasal 65 tentang Interpretasi Hasil Asesmen
“psikolog dalam menginterpretasi hasil asesmen
psikolog harus mempertimbangkan bebagai faktor
dari instrumen yang digunakan, karakteristik
peserta asesmen seperti keadan situasional yang
bersangkutan, bahasa dan perbedaa budaya yang
mungkin kesemua ini dapat mempengaruhi
ketepatan interpretasi sehingga dapat
mempengaruhi keputusan”
anak tersebut tidak mengalami autis,
tetapi slow learned
• Pasal 66 tentang Penyampaian Data dan Hasil Asesmen
(ayat 2 dan 3)

Ayat 2 “ hasil asesmen adalah rangkuman atau integrai


data dari seluruh proses pelaksanaan asesmen. Hasil
asesmen menjadi kewenangan Psikolog yang melakukan
pemeriksaan dan hasil dapat disampaikan kepada
pengguna layanan . Hasil ini juga dapat disampaikan pada
sesama profesi, profesi lain atau pihak lain sebagaimana
yang ditetapkan oleh hukum”

Ayat 3 “ psikolog harus memperhatikan kemampuan


pengguna layanan dalam menjelaskan hasil asesmen
psikologi. Hal yang harusdiperhatikan dalam kemampuan
bahasa dan istlah Psikologi yang dipahami pengguna jasa.
Hasilnya sudah diberikan kepada sang ibu,
tetapi sang ibu tersebut tidak memahami istilah –
istilah dalam ilmu psikologi. Ibu tersebut
meminta hasil ulang test dengan bahasa yang
lebih mudah dipahami.
• Pasal 73 tentang Informed Consent dalam Konseling dan
Terapi (ayat 1 dan 5)

Ayat 1 “ koselor/ psikoterapis wajib menghargai hak


pengguna layanan psiklogi untuk melibatkan diri atau
tidak melibatkan diri dalam proses konseling
psikologi/psikoterap sesuai denan azaz kesedian. Oleh
karena itu sebelum konseling /psikoterapi dilaksanaka,
konselor/psikoterapis perlu mendapatkan persetuuan
tertulis (Informed Consent) dari orang yang menjalani
layanan psikologis. Persetujuan tertulis ditandatangani
oleh klien setelah mendapatkan informasi yang perlu
diketahui terlebih dahulu”
Ayat 5 “ Jika konselor/ terapis masih dalam
pelatihan dan diabawah supervisi, hal ini perlu
diberitahukan kepada oran yang akan menjalani
konseling dan hal ini harus menjadi bagian dari
prosedur Informed Consent”

ibu tersebut dengan psikolog itu tidak


melakukan draft kontrak dalam proses terapi

Anda mungkin juga menyukai