Anda di halaman 1dari 3

Kasus kelompok 2

Seorang ibu membawa anaknya yang masih duduk di bangku dasar kelas 2 ke
psikolog di biro psikologi YYY.sang ibu meminta kepada psikolog agar anaknya diperiksa
apakah anaknya termasuk anak autisme atau tidak. Sang ibu khawatir bahwa anaknya
menderita kelainan autism karena sang ibu melihat tingkah laku anaknya berbeda dengan
tingkah laku anak-anak seumurnya.Psikolog itu kemudian melakukan test terhadap anaknya.
Dan hasilnya sudah diberikan kepada sang ibu, tetapi sang ibu tersebut tidak memahami
istilah – istilah dalam ilmu psikologi. Ibu tersebut meminta hasil ulang test dengan bahasa
yang lebih mudah dipahami. Setelah dilakukan hasil tes ulang, ternyata anak tersebut
didiagnosa oleh psikolog yang ada di biro psikologi itu mengalami autis. Anak tersebut
akhirnya diterap. Setelah beberapa bulan tidak ada perkembangan dari hasil proses terapi. Ibu
tersebut membawa anaknya kembali ke biro psikologi yang berbeda di kota X, ternyata anak
tersebut tidak mengalami autis, tetapi slow learned. Padahal anak tersebut sudah
mengkonsumsi obat-obatan dan makanan bagi anak penyandang autis. Setelah diselediki
ternyata biro psikologi YYY tersebut tidak memiliki izin praktek dan yang menangani bukan
psikolog, hanyalah sarjana psikologi Strata 1. Ibu tersebut ingin melaporkan kepada pihak
yang berwajib, tetapi ibu tersebut dengan psikolog itu tidak melakukan draft kontrak dalam
proses terapi.

Data dan Fakta :

 Seorang ibu dan anaknya yang masih sekolah kelas 2 Sekolah Dasar.
 Di diagnosis oleh psikolog di salah satu biro psikologi.
 Di terapi dan tidak ada perkembangan.
 Ibu tersebut membawa anaknya ke psikolog lain.
 Menurut psikolog yang lain, anak tersebut tidak mengalami autis.
 Biro psikologi di psikolog yang pertama tidak memiliki izin praktek.
 Tidak adanya draft kontrak dalam proses terapi.
 Hasil langsung diberikan kepada klien.

Pasal yang terkait :

1.01 Penyalahgunaan dalam pekerjaan

2.01 (a) Psikolog menyediakan layanan dalam batas kompetensi mereka

2.04 Psikolog bekerja atas dasar pengetahuan ilmiah dan profesional dari disiplin hukum
profesional
3.10 (a) Psikolog melakukan konseling atau jasa konsultasi secara langsung harus mendapat
persetujuan klien dengan bahasa yang cukup dimengerti

9.03 (a) Psikolog memperoleh informed consent untuk evaluasi atau layanan diagnostik

9.03 (b) Psikolog memberikan informed consent memakai kata-kata umum

10.01 (a) Psikolog mengajukan informed consent dan menjelaskan segala hal yang terkait
dengan terapi

Hasil Analisis :

Dalam standard 1 yaitu 1.01 yang berbunyi mengenai penyalahgunaan dalam


pekerjaan dimana Psikolog mengambil langkah-langkah yang masuk akal. Jika dikaitkan
dengan kasus ini, dimana Psikolog melakukan test terhadap anaknya dan hasilnya diberikan
langsung kepada Ibunya dengan masih menggunakan istilah-istilah Psikologi. Ini termasuk
penyalahgunaan data, seharusnya Psikolog tersebut tidak boleh memberikan data secara
langsung harusnya Psikolog hanya memberikan informasi saja.

Dalam standard 2 mengenai kompetensi, Psikolog melakukan terapi dan konseling


kepada klien dimana Psikolog tersebut hanya lulusan Sarjana Psikologi Strata 1. Jika
dikaitkan dengan pasal ini, dimana pasal 2.01 berbunyi mengenai batasan-batasan kompetensi
seorang Psikolog, jelas Psikolog tersebut melakukan pelanggaran mengenai penyediaan
layanan dan jasa. Kemudian batasan untuk melakukan konseling dan terapi, karena
pendidikan Psikologi S1 tidak boleh melakuakn konseling dan terapi. Sementara dalam pasal
2.04, dalam kasus ini Psikolog tidak bekerja secara profesional dan tidak bekerja sesuai
dengan pengetahuan dan kompetensi yang dimilikinya. Disini Psikolog melakukan terapi
tidak berdasarkan dengan kaidah-kaidah Psikologi dengan melakukan terapi yang tidak sesuai
dengan prosedur.

Dalam standard 3 mengenai informed consent, yang mana ketika Psikolog akan
melakukan terapi atau jasa konsultasi secara langsung harus mendapatkan persetujuan
terlebih dahulu dari klien dan menggunakan bahasa yang dapat dimengerti klien. Pada kasus
ini, Psikolog tidak melakukan kesepakatan dari awal bersama dengan klien. Ketika terjadi
penyalahgunaan, klien tidak dapat melaporkan kepada pihak berwajib karena tidak adanya
bukti tertulis seperti informed consent.

Dalam standard 9, Psikolog harus memperoleh informed consent assessment untuk


penilaian atau layanan diagnostik yang meliputi penjelasan mengenai sifat, tujuan penilaian,
batas-batas kerahasiaan, dan kesempatan klien untuk mengajukan pertanyaan dan menerima
jawaban, dalam kasus ini juga Psikolog tidak mengajukan informed consent dalam proses
assessment tersebut dan harus menggunakan bahasa yang dapat dimengerti oleh klien.

Dalam standard 10 pasal 10.01 mengenai terapi, Psikolog dalam melakukan terapi
terhadap klien harus memberitahu segala informasi terkait dengan terapi yang akan
dijalankan seperti rangkaian terapi, biaya, dan batas-batas kerahasiaan. Dalam kasus ini,
Psikolog tidak melakukan kesepakatan berupa informed consent sebelum memulai terapi.
Kelompok 2

Nama anggota :

- Imelda Octavia
- Vrischa Ayu P
- Winda Karina W
- Dian Erlika W
- Mega Herlina
- Ervin Triza A

Anda mungkin juga menyukai