ANATOMI
FISIOLOGI
Sebum
Pada sebum manusia yang dihasilkan dari kelenjar sebasea, mengandung
squalen, kolesterol, ester kolesterol, wax ester, dan trigliserida. Enzim dari
bakteri yang menghidrolisis trigliserida menghasilkan asam lemak bebas,
sehingga lemak yang keluar dari saluran folikel rambut memiliki komposisi
yang berbeda dengan kelenjar sebasea ( adanya tambahan monogliserida dan
digliserida ). Berikut kompisisi dari sebum :
Fungsi Sebum
Fungsi sebum pada manusia sendiri belum diketahui. Tapi dapat dipasikan
bahwa Sebum merupakan faktor utama dari penyebab akne. Beberapa ahli
berpendapat bahwa sebum mengurangi terjadinya proses hilangnya cairan
dari kulit dan menghaluskan dan melembutkan kulit. Sebum telah terbukti
dapat melindungi kulit dari infeksi seperti bakteri, jamur, karena
mengandung imunoglobulin A yang disekresi dari kebanyakan kelenjar
eksorkrin.
Sekresi sebum meningkat saat mencapai pubertas yan dipengaruhi oleh
androgen dan seiring dengan pembesaran kelenjar sebasea. Pada pria sekresi
sebum dapat mencapai usia 80 tahun, pada wanita hanya sampai 60 tahun (
setelah menopause). Pada orang tua, kelenjar sebasea mengalami hiperplasia
tetapi sekresi sebum tidak meningkat.
a. Faktor perangsang produksi Sebum
Androgen
Telah diketahui bahwa untuk produksi sebum, kelenjar
sebasea memerlukan hormon Androgen. Pasien yang
memiliki keadaan genetik pada androgen reseptor, tidak
mempunyai sebum dan akne.
Retinoid
Isotretinoin adalah zat kimia yang paling ampuh dalam
menginhibisi produksi dari sebum. Hal ini dapat terlihat
hasilnya dalam 2 minggu setelah pemakaian. Kelenjar
sebasea menjadi kecil, dan lemak yang dihasilkan dari
kelenjar sebasea pun berkurang.
Melanokortin
Pada binatang mencit melanokort meningkatkan produksi
sebum. Rekayasa genetik yang dilakukan pada tikus dengan
kekurangan reseptor melanokortin-5 mengalami hipoplasia
dari kelenjar sebasea sehingga produksi sebum berkurang.
Reseptor melanokortin-5 pada manusia telah teridentifikasi
pada kelenjar sebasea, dimana produksi sebum dapat
dimodulasi.
Peroxisom Proliferator-Activated Receptors (PPRAs)
PPRAs mirip dengan reseptor retinoid. Setiap resepetor
membentuk heterodimer dengan reseptor retinoid X untuk
mentranskiripsikan gen-gen yang bersangkutan metabolisme
lemak dan proliferasi dan diferensiasi seluler.
Fibroblast Growth Factor Receptors
FGFR 1 dan FGFR 2 terdapat di epidermis kulit dan jaringan
penyangga kulit. FGFR 2 memiliki peran penting dalam
embriogenesis pada formasi kulit. Mutasi pada FGFR 2
menyebabkan Apert syndrom yang biasanya disertai akne,
tetapi prosesnya sendiri masih tidak diketahui.
Estrogen
Estrogen dapat mengurangi proses lipogenesis. Estrogen
sendiri bekerja sebagai inhibitor Androgen dan gonad via
hipofisis. Pada Terapi Pengganti Hormon (TPH) dapat
meningkatkan produksi lemak pada kulit, dimana tergantung
Hormon dominan mana yang diberikan.
TPH ini dapat merefleksikan efek dari Progesteron, dimana
Esterogen itu sendiri menekan produksi sebum.
Progesteron
Efek progesteron terhadap produksi sebum masih
kontradiksi. Pada wanita menstruasi, peningkatan sekresi
sebum dianggap sebagai efek dari progesteron.
DEFINISI
Abses folikel rambut dan kelenjar sebasea yaitu suatu keadaan dimana
terdapatnya pus atau nanah pada folikel rambut dan kelenjar sebasea yang
disebabkan oleh proses perdangan atau inflamasi. Adanya beberapa
penyakit yang dapat menimbulkan abses pada foikel rambut dan kelenjar
sebasea yaitu folikulitis, furnkel dan karbunkel.
Folikulitis
1. Folikulitis superfisialis
Folikulitis Superfisialis adalah radang folikel rambut dengan pustul
berdinding tipis pada orifisium folikel yang terbatas pada
epidermis.
2. Folikulitis Profunda
Folikulitis Profunda adalah radang folikel rambut dengan pustul
perifolikular kronik yang di tandai dengan adanya papul, pustul dan
sering terjadi rekurensi, merupakan folikulitis piogenik dengn
infeksi yang meluas kedalam folikel rambut sampai subkutan
EPIDEMIOLOGI
ETIOLOGI
Folikulitis
Abses sebagian besar disebabkan oleh Staphylococcus aureus. Infeksi
dimulai dengan adanya peradangan pada folikel rambut di kulit (folikulitis),
kemudian menyebar kejaringan sekitarnya. Setiap rambut tumbuh dari
folikel, yang merupakan suatu kantung kecil di bawah kulit. Selain
menutupi seluruh kulit kepala, folikel juga terdapat pada seluruh tubuh
kecuali pada telapak tangan, telapak kaki dan membrane mukosa bibir.
Folikulitis bisa di sebabkan oleh karena minyak ataupun pelumas dan
keringat berlebihan yang menutupi dan menyumbat saluran folikel rambut.
Bisa juga di sebabkan oleh gesekan saat bercukur atau gesekan pakaian pada
folikel rambut maupun trauma atau luka pada kulit. Hal ini merupakan port
de entry dari berbagai mikroorganisme terutama staphylococcus aureus
sebagai penyebab folikulitis. Folikulitis, dapat disebabkan oleh berbagai
faktor antara lain akibat iritasi, kebersihan yang kurang, dan daya tahan
tubuh yang kurang.
Akne vulgaris
1. Penebalan pada lapisan keratin dan tersumbatnya duktus sebasea
yang menyebabkan terjadinya komedo tertutup (whiteheads) atau
terbuka (blackheads) (berikut akan dijelaskan mengenai komedo).
2. Meningkatnya sekresi sebum.
3. Meningkatnya pertumbuhan bakteri Propionibacterium acnes pada
saluran sebasea.
4. Peradangan pada sekitar kelenjar sebasea.
Faktor Pencetus
Banyak faktor pencetus yang menyebabkan akne yaitu :
Hormon
Hormon Androgen merupakan pencetus utama meningkatnya
sekresi sebum pada laki dan perempuan.
Diet
Faktor makanan terutama makanan yang manis seperti
permen, coklat, dianggap oleh beberapa dokter dan pasien
sebgai pencetus terjadinya AV. Tetapi berdasarkan penelitian
tidak ada korelasi yang bermakna antara AV dan diet.
Menurut penelitian, coklat bukan sebagai faktor pencetus
AV. Studi lain mengatakan bahwa ada hubungan antara intak
susu dan AV.
Berkeringat
Sampai 15% pada pasien dengan AV memiliki riwayat
bekeringat yang banyak terutama di tempat panasdan
pekerjaan; seperti koki.
Faktor eksternal
Oil, seperti minyak sayur atau minyak oli yang dapat
menyebabkan terjadinya folikulitis oil. Menyebabkan
terjadinya lesi seperti AV. Ter, DDT, Kosmetik yang
mengandung komedogenik oil.
Iatrogenik
Kortikosteroid, baik topikal maupun sistemik, dapat
menyebabkan hiperkeratosis pada pilosebaseus yang
akhirnya menyebabkan AV.
Stress
Menurut hasil penelitian, sebanyak 55% dari pasien yang
datang dengan keadaan dermatologi, mengeluhkan adanya
AV yang meluas di wajah mereka yang berkaitan dengan
stress. Tidak ditemukannya adanya korelasi antara stress
dengan AV. Hasil data terbaru mengatakan bahwa kelenjar
sebasea memiliki reseptor neuropeptida, dimana reseptor ini
bertanggung jawab atas terjadinya inflamasi, proliferasi, dan
produksi dari sebum.
Merokok
Beberapa Inverstigasi mengemukakan bahwa asap rokok
mengandung asam arakidonat yang tinggi dan aromatik
hidrokarbon polisiklik yang menginduksi jalur inflamasi
fosfolipase A2. Efek lebih lanjut dapat merangsang sintesis
asam arakidonat.
Radiasi UV
Beberapa Inverstigasi mengemukakan bahwa asap rokok
mengandung asam arakidonat yang tinggi dan aromatik
hidrokarbon polisiklik yang menginduksi jalur inflamasi
fosfolipase A2. Efek lebih lanjut dapat merangsang sintesis
asam arakidonat.
PATOFISIOLOGI
Folikulitis
Secara umum, hampir 20% populasi manusia membawa bakteri
Staphylococcus aureus dalam tubuh mereka. Lokasi yang paling sering
adalah hidung, aksila dan perineum. Staphylococcus aureus memproduksi
beberapa toksin yang dapat meningkatkan kontribusi untuk invasi dan
membantu mempertahankan kehidupan stafilokokus dalam jaringan.
Produk-produk yang dihasilkan di dinding sel bakteri ini menimbulkan
berbagai efek pada sistem kekebalan tubuh penderita.
Produk-produk yang dihasilkan pada dinding sel ini adalah asam teichoic,
peptidoglycan dan protein A. Protein A ini membantu pelekatan bakteri
pada sel host. Selanjutnya, bakteri akan terikat pada porsi Fc dari IgG
sebagai tambahan pada fragmen Fab pada IgE. Pada follikulitis superfisial,
populasi sel neutrofil dapat memfiltrasi pada bagian infundibulum pada
folikel rambut dan mencetuskan suatu infeksi. Ini merupakan satu contoh
yang disebut sebagai suatu invasi secara langsung.
Gambar 3. Folikulitis
Akne Vulgaris
Kelenjar Sebasa mengandung sel holokrin yang menghasilkan sebum.
Patogenis utama terjadinya AV adalah :
a. Penebalan pada lapisan keratin dan tersumbatnya duktus sebasea yang
menyebabkan terjadinya komedo tertutup (whiteheads) atau terbuka
(blackheads) (berikut akan dijelaskan mengenai komedo).
b. Meningkatnya sekresi sebum.
c. Meningkatnya pertumbuhan bakteri Propionibacterium acnes pada
saluran sebasea.
d. Peradangan pada sekitar kelenjar sebasea.
PEMBENTUKAN KOMEDO
Peristiwa yang pertama kali muncul pada jerawat adalah
pembentukan komedo, teradapatnya sumbatan pada folikel, dimana disebut
terbuka bila terlihat bintik putih di folikuler orifisea dan tertutup bila tidak
terlihat bintik hitam.
Gmb 6 : komedo hitam dan putih.
Komedo hitam sering disangka sebagai partikel debu oleh orang awam,
melainkan melanin yang teroksidasi. Pembentukan komedo dimulai dari
deskuamasi yang abnormal dari lapisan folikel. Epitel tidak rontok sebagai
partikel halus, melainkan terlepas dalam bentuk lembaran yang tidak bisa keluar
melalui lubang pada folikel, maka itu terjadi sumbatan. Penyebab terjadinya
deskuamasi epitel yang abnormal masih belum diketahui. Sekresi sebum bukan
faktor dari pembentukan komedo. Terdapat beberapa faktor yang diduga sebagai
pencetus komedo, yaitu agen fisik contohnya sinar matahari yang pernah di teliti
pada kuping kelinci;sunblock;cocoa powder, infeksi dari bakteri yang
menyebabkan inflamasi.
Gmb 6 : Deskuamasi yang abnormal dari lapisan folikel
BAKTERI
Mikroflora tergantung dari masa pubertas. Sebelum meningkatnya
produksi hormon kelenjar sebasea belum aktif dan populasi bakteri di kulit
masih rendah. Folikel yang steril menjadi tempat perkembangan dari dari
Propionibacterium acnes, anaerob, dan memetabolisme trigliserida yang
merupakan fraksi dari gliserol. Trigliserida merupakan sumber makanan
untuk populasi bakteri ini. P. Acnes ini tidak ditemukan pada hewan, karena
sebum pada hewan tidak mengandung Trigliserida.
P. acnes menimbulkan peradangan pada kulit yang merupakan
faktor terjadinya AV. Predileksi tempat dengan kelenjar sebasea yang
terbanyak dan paling aktif terletak di wajah, tubuh bagian atas, dan lengan.
Aktifitas kelenjar sebasea di extermenitas bawah sangat sedikit, sehingga
sangat sedikit sekali populasi dari P.acnes dan terjadinya AV, tidak ada.
Folikulitis
Secara umum folikulitis menimmbulkan rasa gatal seperti terbakar pada daerah
rambut. Gejala konstitusional yang sedang juga dapat muncul pada folikulitis
seperti badan panas, malaise dan mual. Pada folikulitis superfisialis gambaran
klinisnya di tandai dengan timbulnya rasa gatal dan agak nyeri, tetapi biasanya
tidak terlalu menyakitkan hanya seperti gigitan serangga, tergores atau akibat
garukan dan trauma kulit lainnya. Kelainan di kulitnya dapat berupa papul atau
pustul yang erimatosa yang dan di tengahnya terdapat rambut dan biasanya
multiple serta adanya krusta di sekitar daerah inflamasi. Tempat predileksi
biasanya pada tungkai bawah. Folikulitis superfisialis ini dapat sembuh sendiri
setelah beberapa hari tanpa meninggalkan jaringan parut. Pada folikulitis
profunda gambaran klinisnya hampir sama seperti folikulitis superfisialis.
Folikulitis profunda ini terasa sangat gatal yang di sertai rasa terbakar serta
teraba infiltrat di subkutan yang akhirnya dapat meninggalkan jaringan parut
apabila taelah sembuh.
Gambar 7. Efloresensi folikulitis
Kebanyakan pasien dengan AV datang dengan lesi onset yang bertahap saat
memasuki masa puber. Beberapa kasus dapat ditemukan pada neonatus atau
bayi. Karena AV lesinya yang bertahap, onset yang tiba-tiba, praktisi harus
mencari dasar etiologi tersebut.
Lokasi
Tempat predileksi AV adalah di muka, bahu, dada bagian atas. Lokasi kulit
lain, misalnya leher, lengan atas, dan glutea kadang terkena. AV memiliki
lesi polimorfik. Lesi bisa inflamasi dan non inflamasi. Lesi Non-inflamasi
adalah komedo, dimana bisa terbuka (komedo hitam) atau yang tertutup
(komedo putih). Lesi Inflamasi yaitu papulopustular, papulonodular,
nodulokistik, Akne Konglobata. Komedo hitam tampak sebagai lesi yang
datar atau sedikit menonjol dengan bagian tengahnya hitam. Komedo putih
mungkin tampak sukar untuk dapat dilihat karena letaknya lebih dalam dan
tidak mengandung unsur melanin. Gambarannya bisa pucat, sedikit
menimbul, papul-papul kecil. Peregangan kulit dapat membantu untuk
mendeteksi lesi.
Pemeriksaan lab
Pemeriksaan yang dapat dilakukan yaitu pewarnaan Gram, preparat KOH, dan
kultur. Pada pewarnaan Gram didapatkan coccus gram positif. Preparat KOH
digunakan untuk mengidentifikasi spesies jamur. Golongan dermatofit dapat
diidentifikasi dari gambaran hifa dan spora, M. furfur diidentifikasi dengan
adanya bentuk ragi multipel dan Candida dengan bentuk miselial. Kultur
digunakan untuk menentukan organisme penyakit, yaitu bakteri, jamur atau pun
virus. Untuk kasus folikulitis relaps yang kronis, perlu dilakukan kultur dari
swab hidung dan perianal untuk mengidentifikasi adanya S. aureus.
Pemeriksaan histopatologi
Secara histologis, pada kasus folikulitis superficial terdapat infiltrasi sel-sel
inflamasi di ostium folikuler dan di daerah folikel bagian atas. Dalam
kebanyakan kasus, peradangan awalnya terdiri dari neutrofil dan kemudian
menjadi lebih beragam dengan penambahan limfosit dan makrofag. Apabila
infeksi adalah penyebab terjadinya folikulitis, maka berbagai organisme dapat
diidentifikasi dalam folikel.
Gambar 10. Folikulitis Superficial dengan neutrofil terkonsentrasi pada bagian
atas folikel.
Gambar 8. Furunkel pada bibir atas. Lesinya nodular dan sumbatan nekrotik pusat
ditutupi oleh kerak purulen. Beberapa pustul kecil terlihat di lateral pusat lesi
tersebut.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan untuk menegakkan diagnosis furunkel dan karbunkel ialah
dermapatologi, pewarnaan Gram, kultur bakteri, dan sensitivitas
antibiotik.Furunkolosis dan karbunkel yang tidakbisamembaik di hubungkan
dengan penyakit leukositosis.
a) Furunkel
Terlihat abses perifolikuler setempat. Pembuluh darah setempat
mengalami dilatasi dan tempat terinfeksi diserang oleh leukosit
polimorfonuklear. Terjadi nekrosis kelenjar dan jaringan sekitar,
membentuk inti yang di kelilingi oleh daerah dilatasi vaskuler, leukosit,
dan limfosit.
b) Karbunkel
Terdapat abses folikuler dan perifolikuler multipel yang kemudian
membentuk massa nekrotik yang luas, terjadi reaksi radang yang jelas di
sekitar intinekrotik di dalam jaringan ikat yang mendasarinya dan di dalam
lemak subkutan.
Akne Vulgaris
Diagnosa akne vulgaris ditegakkan atas dasar klinis dan
pemeriksaan ekskohlesasi sebum, yaitu pengeluaran sumbatan sebum
dengan ekstraktor komedo (sendok Unna). Sebum dapat tampak sebagai
massa padat seperti lilin atau massa lunak seperti nasi yang ujungnya
kadang berwarna hitam. Pemeriksaan histopatologis tidak
memperlihatkan gambaran yang spesifik berupa sebukan sel radang
pada pilosebasea. Pemeriksaan mikrobiologi terhadap jasad renik yang
memiliki peran pada etiologi dan patogenesis penyakit dapat dilakukan
di laboratorium mikrobiologi. Namun hasilnya sering tidak
memuaskan.
Pemeriksaan susunan dan kadar lipid permukaan kulit dapat pula
dilakukan untuk tujuan serupa. Pada akne vulgaris kadar asam lemak
bebas meningkat dan oleh karena itu pada pencegahan dan pengobatan
digunakan cara untuk menurunkannya.
2.4 PENATALAKSANAAN
Folikulitis
Folikulitis kadang dapat sembuh sendiri setelah dua atau tiga hari, tetapi
pada beberapa kasus yang persisten dan rekuren perlu penanganan.
1. Umum
Cukup dengan menjaga kebersihan diri terutama kulit,
menghindari garukan dan faktor pencetus seperti gesekan pakaian
atau mencukur dan luka atau trauma.
2. Khusus, terbagi 2 yaitu secara tropikal dan secara sistemik :
Topikal, dapat di berikan antibiotik misalnya (2) :
1. Kemicetin salap 2 %
2. Kompres PK 1/ 5000 solusio sodium chloride 0,9 %( jika
ada eksudasi)
3. Salep natrium fusidat.
2. Farmakologis
a) Topikal:
Mupirocin
Asam Fusidat
b) Sistemik:
Ampisilin 4x500 mg/hari
Bila lesi besar, nyeri dan fluktuasi, insisi dan drainase diperlukan.
Bila infeksi terjadi berulang atau memiliki komplikasi dengan
komordibitas, kultur dapat dilakukan. Terapi anti mikrobial harus
dilanjutkan sampai semua bukti inflamasi berkurang dan berubah
apalagi ketika hasil kultur tersedia. Lesi yang di drainase harus ditutupi
untuk mencegah autoinokulasi dan mencuci tangan harus sering
dilakukan. Pasien dengan furunkolosis atau karbunkel berulang
memberikan masalah yang spesial dan sering menyulitkan.
Akne vulgaris
Terapi Lokal :
Cleansing atau membersihkan wajah dengan sabun antibakterial
yang tidak menganggu pH kulit seperti bahan yang mengandung
triclosan.
Benzoil peroxida merupakan preparat yang sering digunakan
dalam pengobatan topikal AV. Benzosil merupakan
antimikroba yang kuat dan menganggu proses hidrolisis
trigliserida.
Topikal Antibiotik
Eritromisin dan Klindamisin merupakan antibiotik topikal yang
sering digunakan, dan biasanya merupakan kombinasi dengan
Benzosil peroxida. Tetapi akibat dari seringnya penggunaan
regimen ini, P. acne mulai resisten.
Retinoid
Retinoid merupakan pengobatan topikal terpenting untuk akne.
Sekarang banyak tersedia preparat topikal dengan efek iritasi
yang rendah. Contohnya adapalene (Differin), tazarotene,
tretinoin (Retin-A, retin-A micro). Penggunaan selama 12
minggu untuk hasil yang maksimal. Retinoid merupakan obat
topikal yang satu-satunya dapat menormalkan keratinisasi
dalam infundibulum folikel dan mencegah terjadinya
pembentukan komedo.
P. akne menstimulasi reaksi peradangan pada kulit, tetapi
dengan retinoid reaksi peradangan tersebut dapat ditekan.
Terapi akne akan lebih baik bila dikombinasikan dengan obat
lainnya, contohnya Benzosil peroxida, atau topical antibiotik
lainnya.
Terapi Sistemik :
Tetrasiklin merupakan antibiotik spektrum luas yang sering
digunakan dalam pengobatan akne. Walaupun tidak
mengurangi produksi sebum, tetapi mengurangi proses
terbentuknya asam lemak bebas yang merupakan indikator
aktifitas dari P. acne.
Eritromisin, Clindamisin, dan Dapson.
Terapi Hormonal
Tujuan utama dari pengobatan ini adalah untuk meniadakan
efek androgen pada kelenjar sebasea. Hal ini dapat dicapai dengan anti-
androgen, atau agen-agen yang dapat mengruangi produksi dari hormon
androgen melalui indung telur, atau kelenjar adrenal.
Agen yang memblok reseptor androgen
- Spironolakton.
- Ciproterone asetat.
- Flutamide.
Inhibitor produksi androgen
- Glukokortikoid
Inhibitor produksi androgen ovarium
Agonis Gonadotropin-releasing hormon. Seperti leuprolide
yang bekerja pada hipofise untuk mengganggu proses siklus
gonadotropin. Obat ini efektif untuk mengatasi akne dan
hirsutisme. Tetapi akibatnya pembentukan estrogen pun
terganggu, sehingga dapat menyebabkan gejala menopause
lebih awal. Obat kontrasespsi. Mengandung estrogen yang
dapat mensupresi produksi sebum.
Isotretinoin
Isotretinoin merupakan retinoid yang digunakan untuk
pengobatan akne yang parah. Isotretinoin merupakan indikasi
untuk akne yang parah, bernodul, skar, dan untuk pengobatan
akne yang sebelumnya gagal. Isotretinoin juga efektif untuk
terapi pasien dengan hidradenitis supurativa, rosasea, dan akne
gram-negatif yang tidak respon terhadap terapi sebelumnya.
Isotretinoin merupakan bahan teratogen. Pada kehamilan
yang menggunakan isotretinoin, dapat mengalami keguguran
spontan, malformasi pada fetus. Efek samping lainnya adalah
keringnya pada kulit, bibir, dan mata, mukosa, malaise,
hipertrigliseridemia, dan depresi bahkan sampai bunuh diri.
Fototerapi dan Laser
Dari berbagai macam fototerapi sedang dalam penilitan yang
lebih lanjut. Sampai 70% pasien dengan akne yang terekspos dengan
sinar matahari mengalami perbaikan.
Sasaran dari penggunaan fototerapi ini adalah :
Propionibacterium acnes jelas merupakan target dari
penggunaan fototerapi karena merupakan sumber reaksi
peradangan pada kelenjar sebasea. Organisme ini membentuk
porfirin, yang teradapat di folikel. Komponen fotoaktif ini dapat
diaktifkan dengan cahaya untuk mengaktifkan oksigen, dimana
sangat toxic untuk P. acne. Terapi harus dilakukan sesering
mungkin. Ada yang penelitian yang mengatakan bahwa
diperlukan waktu 30 menit.
Produksi sebum. Sebum, dalam arti, merupakan faktor utama
dalam menyebabkan akne. Tanpa sebum, P.acnes tidak dapat
berploriferasi dan akne tidak akan terjadi. Isotetrionin
merupakan obat yang paling efektif dalam menurunkan sekresi
sebum. Terapi berbasis cahaya dengan sasaran produksi
kelenjar sebum memiliki potensi dalam menyembuhkan akne.
Modulasi Keratinisasi. Sampai saat ini belum ada bukti
fototerapi dapat memodulasi keratin.
Modulasi respon imun. TLRs telah terbukti ikut peran dalam
terbentuknya jerawat. Mungkinkah fototerapi ini dapat
memodulasi imunitas kulit Beberapa hasil penelitian bisa
terjadi. Hal ini juga dapat dijelaskan dengan sinar matahari dan
fototerapi yang mengurangi aktivasi dari sel Langerhans di
kulit.
Operasi pada akne
Operasi pada akne dilakukan untuk ekstraksi komedo, dan pustul
superfisial. Dahulu, tindakan ini sering dilakukan, tetapi dengan
perkembangan dalam pengobatan akne jarang dilakukan. Tindakan
ini dilakukan apabila penghilangan komedo tidak dapat dilakukan
oleh pengobatan sebelumnya. Kepatuhan pasien terhadap
pengobatan akne merupakan salah satu faktor penting dalam
penyembuhan akne. Beberapa hasil studi mengemukakan bahwa
pada pasien yang tidak kontrol dalam pengobatan akne diakibatkan
karena tidak mengertinya pasien tentang akne, cara pengobatan, atau
harapan pasien yang tidak realistis. Biasanya pasien akan lepas
kontrol setelah kunjungan 1 kali, dan juga setelah kunjungan yang
ke tiga kalinya. Kepatuhan pasien dengan tidak kontrol merupakan
hal yang berbeda. Banyak pasien yang tidak kontrol tetap
menggunakan obat yang telah diberikan, karena pengobatan yang
didapat efektif dan kulit mereka menjadi lebih bersih.
DAFTAR PUSTAKA
DEFINISI
Infeksi Payudara (Mastitis) adalah suatu infeksi pada jaringan payudara.
Biasanya terjadi karena adanya bakteri jenis staphylococcus aureus. Bakteri
biasanya masuk melalui puting susu yang pecah-pecah atau terluka.
Pada infeksi yang berat atau tidak diobati, dapat terbentuk abses payudara
(penimbunan nanah di dalam payudara). Mastitis adalah reaksi sistematik seperti
demam, terjadi 1-3 minggu setelah melahirkan sebagai komplikasi sumbatan
saluran air susu.
Mastitis adalah peradangan payudara yang dapat disertai atau tidak disertai
infeksi.Penyakit ini biasanya menyertai laktasi, sehingga disebut juga mastitis
laktasional atau mastitis puerperalis.Kadang-kadang keadaan ini dapat menjadi
fatal bila tidak diberikan tindakan yang adekuat.Abses payudara, pengumpulan
nanah lokal di dalam payudara, merupakan komplikasi berat dari mastitis. Keadaan
inilah yang menyebabkan beban penyakit bertambah berat.
Sumber lain menyebutkan bahwa mastitis adalah infeksi dan peradangan pada
payudara yang terjadi melalui luka pada puting, dapat berasal dari peredaran darah.
Tandatanda mastitis yang dirasakan ibu adalah rasa panas dingin disertai kenaikan
suhu, ibu merasa lesu, tidak nafsu makan, payudara membesar, nyeri perabaan,
mengkilat dan kemerahan pada payudara, dan terjadi pada 34 minggu masa nifas.
Hal ini dapat diatasi dengan membersihkan puting sebelum dan sesudah menyusui;
menyusui pada payudara yang tidak sakit; kompres dingin sebelum
menyusui;menggunakan BH untuk menyokong payudara, berikan antibiotik dan
analgetik, istirahat yang cukup dan banyak minum (USU, tanpa tahun).
Mastitis adalah infeksi yang disebabkan karena adanya sumbatan pada duktus
hingga puting susu mengalami sumbatan. Mastitis paling sering terjadi pada
minggu kedua dan ketiga pasca kelahiran.Penyebab penting dari mastitis ini adalah
pengeluaran ASI yang tidak efisien akibat teknik menyusui yang buruk.Untuk
menghambat terjadinya mastitis ini dianjurkan untuk menggunakan bra atau
pakaian dalam yang memiliki penyangga yang baik pada payudaranya.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas maka dapat di tarik suatu kesimpulan
mastitis adalah suatu infeksi atau peradangan pada jaringan payudara yang
diakibatkan karena adanya bakteri (staphylococcus aureus) yang masuk melalui
puting susu yang pecah-pecah atau terluka.
Mastitis diklasifikasikan menjadi4 jenis, yaitu: mastitis puerparalis epidemic,
mastitis aninfeksosa, mastitis subklinis dan mastitis infeksiosa. Dimana keempat
jenis tersebut muncul dalam kondisi yang berbeda-beda. Diantaranya adalah
sebagai berikut.
1. Mastitis Puerparalis Epidemik
Mastitis puerparalis epidemic ini biasanya timbul apabila pertama kali bayi
dan ibunya terpajan pada organisme yang tidak dikenal atau verulen. Masalah
ini paling sering terjadi di rumah sakit, yaitu dari infeksi silang atau
bekesinambungan strain resisten.
2. Mastitis Noninfesiosa
Mastitis moninfeksiosa terjadi apabila ASI tidak keluar dari sebagian atau
seluruh payudara, produksi ASI melambat dan aliran terhenti.Namun proses ini
membutuhkan waktu beberapa hari dan tidak akan selesai dalam 23 minggu.
Untuk sementara waktu, akumulasi ASI dapat menyebabkan respons
peradangan.
3. Mastitis Subklinis
Mastitis subklinis telah diuraikan sebagai sebuah kondisi yang dapat disertai
dengan pengeluaran ASI yang tidak adekuat, sehingga produksi ASI sangat
berkurang yaitu kira-kira hanya sampai di bawah 400 ml/hari (<400 ml/hari).
4. Mastitis Infeksiosa
Mastitis infeksiosa terjadi apabila siasis ASI tidak sembuh dan proteksi oleh
faktor imun dalam ASI dan oleh responrespon inflamasi. Secara normal, ASI
segar bukan merupakan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri.
FAKTOR RISIKO
2.2Faktor Resiko
Beberapa faktor yang diduga dapat meningkatkan risiko mastitis yaitu:
a. Umur
Wanita berumur 21-35 tahun lebih sering menderita mastitis dari pada wanita
di bawah usia 21 tahun atau di atas 35 tahun.
b. Serangan sebelumnya
Serangan mastitis pertama cenderung berulang, hal ini merupakan akibat
teknik menyusui yang buruk yang tidak diperbaiki.
c. Melahirkan
Komplikasi melahirkan dapat meningkatkan risiko mastitis, walupun
penggunaan oksitosin tidak meningkatkan resiko.
d. Gizi
Asupan garam dan lemak tinggi serta anemia menjadi faktor predisposisi
terjadinya mastitis. Wanita yang mengalami anemia akan beresiko mengalami
mastitis karena kurangnya zat besi dalam tubuh, sehingga hal itu akan
memudahkan tubuh mengalami infeksi (mastitis). Antioksidan dari vitamin E,
vitamin A dan selenium dapat mengurangi resiko mastitis.
e. Faktor kekebalan dalam ASI
Faktor kekebalan dalam ASI dapat memberikan mekanisme pertahanan
dalam payudara.
f. Pekerjaan di luar rumah
Interval antar menyusui yang panjang dan kekurangan waktu dalam
pengeluaran ASI yang adekuat sehingga akan memicu terjadinya statis ASI.
g. Trauma
Trauma pada payudara yang disebabkan oleh apapun dapat merusak jaringan
kelenjar dan saluran susu dan haltersebut dapat menyebabkan mastitis.
ETIOPTOGENESIS
Infeksi payudara biasanya disebabkan oleh bakteri yang banyak ditemukan
pada kulit yang normal yaitu Staphylococcus aureus. Bakteri ini seringkali berasal
dari mulut bayi yang masuk ke dalam saluran air susu melalui sobekan atau retakan
di kulit pada puting susu.Mastitis biasanya terjadi pada wanita yang menyusui dan
paling sering terjadi dalam waktu 1-3 bulan setelah melahirkan.Sekitar 1-3% wanita
menyusui mengalami mastitis pada beberapa minggu pertama setelah melahirkan.
Peradangan pada payudara (Mastitis) di sebabkan oleh hal-hal sebagai
berikut:
a. Payudara bengkak yang tidak disusu secara adekuat, akhirnya tejadi mastitis.
b. Puting lecet akan memudahkan masuknya kuman dan terjadi payudara bengkak.
c. Penyangga payudara yang terlalu ketat, mengakibatkan segmental engorgement
sehingga jika tidak disusu secara adekuat bisa erjadi mastitis.
d. Ibu yang memiliki diet jelek, kurang istirahat, anemia akan mempermudah
terkena infeksi.
Pada wanita pasca menopause, infeksi payudara berhubungan dengan
peradangan menahun dari saluran air susu yang terletak di bawah puting susu.
Perubahan hormonal di dalam tubuh wanita menyebabkan penyumbatan saluran air
susu oleh sel-sel kulit yang mati. Saluran yang tersumbat ini menyebabkan
payudara lebih mudah mengalami infeksi.Dua penyebab utama mastitis adalah
stasis ASI dan infeksi.Stasis ASI biasanya merupakan penyebab primer yang dapat
disertai atau berkembang menuju infeksi. Mastitis diakibatkan oleh stagnasi ASI di
dalam payudara, dan bahwa pengeluaran ASI yang efisien dapat mencegah keadaan
tersebut.Ia menyatakan bahwa bila terjadi infeksi, bukan primer, tetapi diakibatkan
oleh stagnasi sebagai media pertumbuhan bakteri.
Secara garis besar, mastitis atau peradangan pada payudara dapat terjadi
karena proses infeksi ataupun noninfeksi. Namun semuanya bermuara pada proses
infeksi. Mastitis akibat proses noninfeksi berawal dari proses laktasi yang normal.
Namun karena sebab-sebab tertentu maka dapat menyebabkan terjadinya gangguan
pengeluaran ASI atau yang biasa disebut sebagai stasis ASI.Hal ini membuat ASI
terperangkap di dalam ductus dan tidak dapat keluar dengan lancar.Akibatnya
mammae menjadi tegang.Sehingga sel epitel yang memproduksi ASI menjadi datar
dan tertekan.permeabilitas jaringan ikat meningkat, beberapa komponen(terutama
protein dan kekebalan tubuh dan natrium) dari plasma masuk ke dalam ASI dan
jaringan sekitar sel memicu respon imun. Terjadi inflmasi hingga sehingga
mempermudah terjadinya infeksi.Kondisi ini membuat lubang duktus laktiferus
menjadi port de entry bakteri, terutama bakteri Staphylococcus aureus dan
Strepcococcus sp.
Hampir sama dengan kejadian pada mastitis noninfeksi, mastitis yang terjadi
akibat proses infeksi terjadi secara langsung, yaitu saat timbul
fisura/robekan/perlukaan pada puting yang terbentuk saat awal laktasi akan
menjadikanport de entry/tempat masuknya bakteri. Proses selanjutnya adalah
infeksi pada jaringan mammae.
Tanda klinis mastitis dan klasifikasi mastitis adalah sebagai berikut, yaitu:
a. Stasis ASI
Statis ASI terjadi jika ASI tidak dikeluarkan dengan efisien dari payudara.
Hal ini terjadi jika payudara terbendung segera setelah melahirkan, atau setiap
saat jika bayi tidak mengisap ASI, kenyutan bayi yang buruk pada payudara,
pengisapan yang tidak efektif, pembatasan frekuensi/durasi menyusui, sumbatan
pada saluran ASI, suplai ASI yang sangat berlebihan dan menyusui untuk
kembar dua/lebih. Statis ASI dapat membaik hanya dengan terus menyusui,
tentunya dengan teknik yang benar.
b. Inflamasi non infeksiosa (atau mastitis noninfeksiosa)
Mastitis jenis ini biasanya ditandai dengan gejala sebagai berikut:Adanya
bercak panas/nyeri tekan yang akut, bercak kecil keras yang nyeri tekan, dan
tidak terjadi demam dan ibu masih merasa baik-baik saja.Mastitis non infeksiosa
membutuhkan tindakan pemerasan ASI setelah menyusui.
c. Mastitis infeksiosa
Mastitis jenis ini biasanya ditandai dengan gejala sebagai berikut: lemah,
nyeri kepala seperti gejala flu, demam suhu > 38,5 derajat celcius, ada luka pada
puting payudara, kulit payudara tampak menjadi kemerahan atau mengkilat,
terasa keras dan tegang, payudara membengkak, mengeras, dan teraba hangat,
dan terjadi peningkatan kadar natrium sehingga bayi tidak mau menyusu karena
ASI yang terasa asin. Mastitis infeksiosa hanya dapat diobati dengan pemerasan
ASI dan antibiotik sistemik. Tanpa pengeluaran ASI yang efektif, mastitis
sistemik. Tanpa pengeluaran ASI yang efektif, mastitis non infeksiosa sering
berkembang menjadi mastitis infeksiosa, dan mastitis infeksiosa menjadi
pembentukan abses.
MENIFESTASI KLINIS
Tanda dan Gejala dari mastitis ini biasanya berupa:
a. Payudara yang terbendung membesar, membengkak, keras dan kadang terasa
nyeri.
b. Payudara dapat terlihat merah, mengkilat dan puting teregang menjadi rata.
c. ASI tidak mengalir dengan mudah, dan bayi sulit mengenyut untuk menghisap
ASI sampai pembengkakan berkurang.
d. Ibu akan tampak seperti sedang mengalami flu, dengan gejala demam, rasa
dingin dan tubuh terasa pegal dan sakit.
e. Terjadi pembesaran kelenjar getah bening ketiak pada sisi yang sama dengan
payudara yang terkena.
Gejala yang muncul juga hampir sama dengan payudara yang membengkak
karena sumbatan saluran ASI antara lain :
a. Payudara terasa nyeri
b. Teraba keras
c. Tampak kemerahan
d. Permukaan kulit dari payudara yang terkena infeksi juga tampak seperti pecah
pecah, dan badan terasa demam seperti hendak flu, bila terkena sumbatan tanpa
infeksi, biasanya di badan tidak terasa nyeri dan tidak demam. Pada payudara
juga tidak teraba bagian keras dan nyeri serta merah.
Namun terkadang dua hal tersebut sulit untuk dibedakan, gampangnya bila didapat
sumbatan pada saluran ASI, namun tidak terasa nyeri pada payudara, dan
permukaan kulit tidak pecah pecah maka hal itu bukan mastitis. Bila terasa sakit
pada payudara namun tidak disertai adanya bagian payudara yang mengeras, maka
hal tersebut bukan mastitis
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang biasanya tidak diperlukan, namun ntuk mengetahui
jenis infeksi jamur atau bakteri sebagai penyebab dari mastitis perlu dilakukan
pemeriksaan KOH dan darah lengkap. Biasanya pada infeksibakteri, pada
pemeriksaan darah lengkap terlihat adanya peningkatan leukosit dn LED. Pada
infeksi yang disebabkan oleh jamur, pemeriksaan KOH hasilnya positif.
DIAGNOSIS:
Diagnosis mastitis ditegakkan berdasarkan kumpulan gejala sebagai berikut:
Demam dengan suhu lebih dari 38,50C
Menggigil
DIAGNOSIS BANDING
Cracked Nipple
Abses nipple
PENATALAKSANAAN
Untuk menangani setiap kondisi yang telah didiskusikan, penting untuk:
1. Menganamnesis ibu, untuk mempelajari adanya penyebab nyata untuk kesulitan
ibu, atau faktor predisposisi.
2. Mengamati cara menyusui, dan mengkaji apakah teknik ibu menyusui dan
isapan bayi pada payudara memuaskan, dan bagaimana hal itu dapat diperbaiki.
Sumbatan saluran payudara
Penanganan dilakukan dengan memperbaiki pengeluaran ASI, dan
mencegah obstruksi aliran ASI.
Pastikan bahwa bayi mempunyai posisi dan isapan yang baik. Menggendong
bayi dengan dagu mendekati bagian payudara yang terkena, untuk
mempermudah pengeluaran ASI dari bagian tersebut, sedangkan yang lain
secara umum mempertimbangkan perbaikan pengisapan yang adekuat.
Jelaskan perlunya menghindari semua yang dapat menyumbat aliran ASI,
seperti pakaian yang ketat, dan yang menyangga payudara terlalu dekat dengan
puting susu.
Mendorong ibu untuk menyusui sesering dan selama bayi menghendaki, tanpa
pembatasan.
Menyarankan ibu untuk menggunakan panas basah (misalnya, kompres hangat
atau pancuran hangat)
b. Mastitis
Jika dengan semua usaha pencegahan, mastitis tetap terjadi, maka ia harus
ditangani dengan cepat dan adekuat. Bila penanganan ditunda, penyembuhan
kurang memuaskan. Terdapat peningkatan risiko abses payudara dan kekambuhan.
Prinsip-prinsip utama penanganan mastitis adalah:
1. Konseling suportif
Mastitis merupakan pengalaman yang sangat nyeri dan membuat frustrasi,
dan membuat banyak wanita merasa sangat sakit. Selain dengan penanganan yang
efektif dan pengendalian nyeri, wanita membutuhkan dukungan emosional. Ia
mungkin telah mendapat nasihat yang membingungkan dari petugas kesehatan,
mungkin disarankan untuk berhenti menyusui, atau tidak diberi petunjuk apapun.
Ia dapat menjadi bingung dan cemas, dan tidak ingin terus menyusui. Ibu harus
diyakinkan kembali tentang nilai menyusui yang aman untuk diteruskan, bahwa
ASI dari payudara yang terkena tidak akan membahayakan bayinya, dan bahwa
payudaranya akan pulih baik bentuk maupun fungsinya. Ia memerlukan dukungan
bahwa perlu sekali untuk berusaha melampaui kesulitan ini. Ia membutuhkan
bimbingan yang jelas tentang semua tindakan yang dibutuhkan untuk penanganan,
dan bagaimana meneruskan menyusui atau memeras ASI dari payudara yang
terkena. Ia akan membutuhkan tindak lanjut untuk mendapat dukungan terus-
menerus dan bimbingan sampai ia benar-benar pulih.
Terapi antibiotik
Terapi antibiotik diindikasikan pada:
a. Hitung sel dan koloni bakteri dan biakan yang ada serta menunjukkan infeksi
b. Gejala berat sejak awal
c. Terlihat puting pecah-pecah
d. Gejala tidak membaik setelah 12-24 jam setelah pengeluaran ASI diperbaiki
maka Laktamase harus ditambahkan agar efektif terhadap Staphylococcus
aureus. Untuk organisme gram negatif, sefaleksin/amoksisillin mungkin
paling tepat. Jika mungkin, ASI dari payudara yang sakit sebaiknya dikultur
dan sensivitas bakteri antibiotik ditentukan.
Antibiotik Dosis
Eritromisin 250-500 mg setiap 6 jam
Terapi simtomatik
Nyeri sebaiknya diterapi dengan analgesik. Ibuprofen dipertimbangkan
sebagai obat yang paling efektif dan dapat membantu mengurangi inflamasi dan
nyeri. Parasetamol merupakan alternatif yang paling tepat. Istirahat sangat
penting, karena tirah baring dengan bayinya dapat meningkatkan frekuensi
menyusui, sehingga dapat memperbaiki pengeluaran susu. Tindakan lain yang
dianjurkan adalah penggunaan kompres hangat pada payudara yang akan
menghilangkan nyeri dan membantu aliran ASI, dan yakinkan bahwa ibu cukup
minum cairan. Dilakukan pengompresan hangat pada payudara selama 15-20
menit, 4 kali/hari. Diberikan antibiotik dan untuk mencegah pembengkakan,
sebaiknya dilakukan pemijatan dan pemompaan air susu pada payudara yang
terkena.
a. Mastitis (Payudara tegang / indurasi dan kemerahan)
Berikan klosasilin 500 mg setiap 6 jam selama 10 hari. Bila diberikan
sebelum terbentuk abses biasanya keluhannya akan berkurang.
Sangga payudara.
Kompres dingin.
Insisi radial dari tengah dekat pinggir aerola, ke pinggir supaya tidak
mendorong saluran ASI.
Pecahkan kantung PUS dengan klem jaringan (pean) atau jari tangan.
Kompres dingin.
PENCEGAHAN
Mastitis dan abses payudara sangat mudah dicegah, bila menyusui
dilakukan dengan baik sejak awal untuk mencegah keadaan yang meningkatkan
stasis ASI, dan bila tanda dini seperti bendungan, sumbatan saluran payudara, dan
nyeri puting susu diobati dengan cepat. Hal ini dibutuhkan sebagai bagian dari
perawatan kehamilan dan sebagai bagian yang berkelanjutan pada fasi1itas
perawatan berbasis komunitas untuk ibu dan anak.
a. Perbaikan pemahaman penatalaksanaan menyusui
Wanita dan siapa saja yang merawat mereka perlu mengetahui tentang
penatalaksanaan menyusui yang efektif, pemberian makan bayi dengan adekuat dan
tentang pemeliharaan kesehatan payudara. Butir-butir penting adalah :
mulai menyusui dalam satu jam atau lebih setelah melahirkan
memastikan bahwa bayi mengisap payudara dengan baik;
menyusui tanpa batas, dalam hal frekuensi atau durasi, dan membiarkan bayi
selesai menyusui satu payudara dulu, sebelum memberikan yang lain;
menyusui secara eksklusif selama minimal 4 bulan dan bila mungkin 6 bulan.
Wanita dan orang yang merawatnya juga perlu memahami bahwa hal hal
berikut ini dapat mengganggu, membatasi, atau mengurangi jumlah isapan dalam
proses menyusui, dan meningkatkan risiko stasis ASI, yaitu :
Penggunaan dot
Pemberian makanan dan minuman lain pada bayi pada bulan-bulan pertama,
terutama dari botol susu.
Tindakan melepaskan bayi dari payudara pertama sebelum ia siap untuk
mengisap payudara yang lain.
Beban kerja yang berat atau penuh tekanan.
Tidak menyusui, termasuk bila bayi mulai tidur sepanjang malam.
Trauma pada payudara, karena kekerasan atau penyebab lain,
Hal-hal tersebut harus dihindari atau sedapat mungkin ibu dilindungi dari
hal-hal tersebut, tetapi bila tak terhindarkan, ibu dapat mencegah mastitis bila ia
melakukan perawatan ekstra pada payudaranya.
b. Tindakan rutin sebagai bagian perawatan kehamilan
Praktik berikut ini penting untuk mencegah stasis ASI dan mastitis. Mereka
harus dilakukan secara rutin pada semua tempat di mana ibu melahirkan atau
dirawat sebelum dan setelah persalinan, yaitu rumah sakit bersalin, fasilitas
kesehatan yang lebih kecil seperti pusat kesehatan, atau di rumah bila ibu
melahirkan di sana, atau bila ibu kembali setelah melahirkan. Praktik tersebut
adalah sebagai berikut :
Bayi harus mendapat kontak dini dengan ibunya, dan mulai menyusui segera
setelah tampak tanda-tanda kesiapan, biasanya dalam jam pertama atau lebih.
Bayi harus tidur di tempat tidur yang sama dengan ibunya, atau di dekatnya
pada kamar yang sama.
Semua ibu harus mendapat bantuan dan dukungan yang terlatih dalam teknik
menyusui, baik sudah maupun belum pernah menyusui sebelumnya, untuk
menjamin pengisapan yang baik pada payudara, pengisapan yang efektif, dan
pengeluaran ASI yang efisien.
Setiap ibu harus didorong untuk menyusui on demand, kapan saja bayi
menunjukkan tanda-tanda siap menyusui, seperti membuka mulut dan mencari
payudara.
Setiap ibu harus memahami pentingnya menyusui tanpa batas dan eksklusif,
dan menghindari penggunaan makanan tambahan, botol, dan dot.
Ibu harus menerima bantuan yang terlatih untuk mempertahankan laktasi bila
bayinya terlalu kecil atau lemah untuk mengisap dengan efektif.
Bila ibu dirawat di rumah sakit, ia memerlukan bantuan yang terlatih saat
menyusui pertama kali dan sebanyak yang diperlukan pada saat mcnyusui
berikutnya.
c. Penatalaksanaan yang efektif pada payudara yang penuh dan kencang
Bila payudara ibu menjadi sangat penuh atau terbendung selama minggu
pertama, bila ASI ada, penting untuk memastikan bahwa ASI dikeluarkan dan
kondisi tersebut diatasi.
Ibu harus dibantu untuk memperbaiki isapan pada payudara oleh bayinya, untuk
memperbaiki pengeluaran ASI, dan untuk mencegah luka pada puting susu.
Ibu harus didorong untuk menyusui sesering mungkin dan selama bayi
menghendaki, tanpa batas.
Bila isapan bayi tidak cukup mengurangi rasa penuh dan kencang pada
payudara, atau bila puting susunya tertarik sampai rata sehingga bayi sulit
mengisap, ibu harus memeras ASI-nya.
Pemerasan dapat dilakukan dengan tangan atau dengan pompa. Bila payudara
sangat nyeri, jalan lain untuk memeras ASI adalah dengan menggunakan
metode botol
d. Perhatian dini terhadap semua tanda stasis ASI
Seorang ibu perlu mengetahui bagaimana merawat payudaranya, dan
tentang tanda dini stasis ASI atau mastitis sehingga ia dapat mengobati dirinya
sendiri di rumah dan mencari pertolongan secepatnya bila keadaan tersebut tidak
menghilang. Ia harus memeriksa payudaranya untuk melihat adanya benjolan,
nyeri, atau panas, atau kemerahan:
Bila ibu mempunyai salah satu faktor risiko, seperti kealpaan menyusui;
Bila ibu mengalami demam atau merasa sakit, contohnya sakit kepala. Bila ibu
mempunyai satu dan tanda-tanda tersebut, ibu perlu untuk:
1. beristirahat, di tempat tidur bila mungkin
2. sering menyusui pada payudara yang terkena
3. mengompres panas pada payudara yang terkena, berendam dengan air
hangat, atau pancuran hangat;
4. memijat dengan lembut setiap daerah benjolan saat bayi menyusu untuk
membantu ASI mengalir dari daerah tersebut;
5. mencari pertolongan dan petugas kesehatan bila ibu tidak merasa lebih baik
pada keesokan harinya.
e. Perhatian dini pada kesulitan menyusui lain
Ibu membutuhkan bantuan terlatih dalam menyusui setiap saat ibu menemui
kesulitan yang dapat menyebabkan stasis ASI, seperti:
nyeri atau puting pecah-pecah;
ketidaknyamanan payudara setelah menyusui;
kompresi nipple
bayi yang tidak puas seperti menyusu sangat sering, jarang, atau lama
kehilangan percaya diri pada suplai ASI sendiri, menganggap ASI yang
dihasilkan tidak cukup
pengenalan makanan lain secara dini
menggunakan dot
f. Pengendalian infeksi
Karena penatalaksanaan menyusui yang sesuai merupakan dasar
pencegahan mastitis, pengurangan risiko infeksi juga penting, terutama dirumah
sakit. Petugas kesehatan dan ibu perlu mencuci tangan secara menyeluruh dan
sering. Petugas kesehatan harus mencuci tangannya setiap kali setelah kontak
dengan ibu atau bayi, atau dengan semua kemungkinan sumber organisme patogen.
Sabun biasa adekuat untuk menyingkirkan organisme permukaan, tetapi untuk
petugas kesehatan yang sering kontak dengan cairan tubuh, produk pencuci tangan
antimikroba lebih efektif, asalkan sabun kontak dengan kulit minimal 10 detik tiap
pencucian. Paters menunjukkan bahwa desinfeksi tangan tambahan pada sisi tempat
tidur ibu menyusui di rumah sakit mengurangi insiden mastitis dari 2,8% sampai
0,66%. Kontak kulit dini, diikuti dengan rawat gabung bayi dengan ibu juga
merupakan jalan yang penting untuk mengurangi infeksi rumah sakit.
KOMPLIKASI
Berikut beberapa komplikasi yang dapat muncul karena mastitis.
a. Abses payudara
Abses payudaramerupakan komplikasi mastitis yang biasanya terjadi
karena pengobatan terlambat atau tidak adekuat. Bila terdapat daerah
payudara teraba keras, merah dan tegang walaupun ibu telah diterapi, maka
kita harus memikirkan kemungkinan terjadinya abses. Kurang lebih 3% dari
kejadian mastitis berlanjut menjadi abses.Pemeriksaan USG payudara
diperlukan untuk mengidentifikasi adanya cairan yang terkumpul. Cairan ini
dapat dikeluarkan dengan aspirasi jarum halus yang berfungsi sebagai
diagnostik sekaligus terapi, bahkan mungkin diperlukan aspirasi jarum secara
serial/berlanjut. Pada abses yang sangat besar terkadang diperlukan tindakan
bedah. Selama tindakan ini dilakukan, ibu harus mendapatkan terapi medikasi
antibiotik. ASI dari sekitar tempat abses juga perlu dikultur agar antibiotik
yang diberikan sesuai dengan jenis kumannya.
b. Mastitis berulang/kronis
c. Infeksi jamur
PROGNOSIS
Prognosis baik setelah dilakukan tindakan kepeerawatan dengan segera. Dan
keadaan akan menjadi fatal bila tidak segera diberikana atau dilakukan tindakan
yang adekuat.
DAFTAR PUSTAKA