Anda di halaman 1dari 49

BAB I

PENDAHULUAN

I. Latar Belakang
Acne merupakan salah satu penyakit kulit yang sering dijumpai pada

semua usia dan grup etnik. Walaupun bukan digolongkan sebagai penyakit yang

mengancam jiwa, tetapi acne dapat menyebabkan dampak psikologis dan

mempengaruhi kualitas hidup penderitanya, karena tidak jarang acne

menyebabkan terjadinya scar pada wajah yang permanen. Tidak kurang dari 15-

30% penderita acne memerlukan perawatan medis karena keparahan dan kondisi

klinisnya, 2-7% di antaranya mengalami scars post acne yang bertahan lama.1

Acne vulgaris merupakan self-limited disease, terjadi terutama pada usia

remaja dan melibatkan unit pilosebasea pada kulit. Pada kebanyakan kasus,

gambaran klinis acne bersifat polimorfik dengan gambaran lesi yang bervariasi,

terdiri dari komedo, papul, pustul, nodul dan sekuele berupa scars hipertrofik

akibat lesi aktif tersebut. Di Amerika Serikat sendiri, tercatat lebih dari 17 juta

penduduk yang menderita akne setiap tahunnya, dimana 75% sampai 95%

diantaranya adalah usia remaja.2,3

Hingga saat ini etiologi utama acne masih belum diketahui sepenuhnya,

karena acne merupakan suatu penyakit dengan etiologi yang bersifat

multifaktorial. Walaupun demikian, telah diidentifikasi empat teori yang

1
berkontribusi sebagai patogenenesis acne. Keempat teori tersebut adalah

hiperkeratinisasi epidermis folikuler, produksi sebum yang berlebih bakteri

Propionibacterium acnes, dan inflamasi.

2
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

II.1 Definisi Acne Vulgaris


Acne vulgaris merupakan suatu peradangan kronis dari unit pilosebasea

(paling sering mengenai folikel kelenjar sebasea) yang ditandai dengan adanya

komedo, papul, pustul, nodul dan kista pada tempat predileksinya, yaitu wajah,

bahu, dada, dan punggung.2

II.2 Anatomi dan Fisiologi Glandula Sebasea

Pada janin manusia, glandula sebasea berkembang pada minggu ke-13

sampai ke-15 kehamilan yang berasal dari penonjolan folikel rambut. Pada saat

terbentuk sempurna, kelenjar ini akan bersatu dengan folikel rambut melalui duktus

dimana sebum yang dihasilkan akan mengalir melalui canalis folikuler menuju

permukaan kulit. Glandula sebasea memliki dua jenis lobus, yaitu unilobular dan

multilobular dengan ukuran yang bervariasi walaupun pada individu yang sama dan

pada area anatomi yang sama. Ukuran dan kepadatan glandula sebasea yang paling

besar terdapat pada wajah dan kulit kepala, dan rambut yang berada pada area

tersebut merupakan rambut yang tipis. Keseluruhan struktur ini lebih sering disebut

sebagai folikel sebasea.2

3
Gambar 1 : Kelenjar Sebasea
Sumber : Webster and Rawling, 2007

Kelenjar sebasea mensekresikan lipid melalui proses disintegrasi sel yang

dikenal dengan sekresi holokrin. Tahapan pada proses ini dibuktikan secara

histologi dari kelenjar sebasea. Sel terluar yang berada dalam membran basalis

berukuran kecil, berinti dan tidak mengandung droplet lipid. Lapisan ini terdiri dari

sel yang tidak memiliki fungsi sekresi lipid. Pada saat sel tersebut berpindah pada

bagian tengah kelenjar, sel ini mulai memproduksi lipid dan terakumulasi sebagai

droplet. Sel akan mengalami distensi karena berisi droplet lipid dan struktur

subseluler serta nukleus menghilang. Pada saat sel mencapai duktus sebaseous, sel

ini akan mengalami disintegrasi dan mengeluarkan isinya. Hanya lipid netral yang

4
mencapai permukaan kulit, sedangkan protein, asam nukleat, dan membran

fosfolipid dicerna dan didaur ulang kembali selama proses disintegrasi sel.2

Komposisi sebum yang disekresikan dari glandula sebasea yaitu terdiri dari

skualen, kolesterol, kolesterol ester, wax ester dan trigliserida. Selama perjalanan

sebum melalui kanalis folikuler, enzim bakteri menghidrolisis komponen

trigliserida sehingga lipid yang mencapai permukaan kulit mengandung asam lemak

bebas dan sejumlah kecil mono- dan digliserida.2

Aktivitas glandula sebasea meningkat pada saat bayi dilahirkan dan

menurun pada anak-anak usia 2 sampai 6 tahun. Sekitar usia 7 tahun, sekresi sebum

mulai meningkat dan berlanjut sampai usia remaja. Pada usia 20 tahun, terjadi

penurunan sekitar 23% per dekade pada pria dan 32% pada wanita.2

II.3 Etiologi dan Patogenesis Acne Vulgaris2,3

Etiologi pasti acne masih belum diketahui sepenuhnya, akan tetapi faktor

penyebab utama acne bekerja saling mempengaruhi dan diperantarai oleh faktor

genetik dan aktivitas hormonal. Walaupun demikian, telah diidentifikasi empat teori

yang berkontribusi pada patogenesis acne. Keempat teori tersebut adalah

hiperkeratinisasi epidermis folikuler, peningkatan produksi sebum, bakteri

Propionibacterium acnes (P. acnes) , dan inflamasi.

5
Gambar 2 : Faktor-faktor yang terlibat dalam Patogenesis acne
Sumber : Webster dan Rawling, 2007

1. Hiperkeratinisasi epidermis folikuler

Perubahan utama folikel sebasea pada acne adalah perubahan pola

keratinisasi dalam folikel, dimana material keratinosa yang biasanya terorganisir

longgar berubah menjadi lebih padat dan terdapat granul lamellar dan keratohialin

sehingga menyumbat sekresi dari sebum.2

Perubahan awal pada pembentukan komedo terjadi pada bagian bawah

infundibulum folikuler. Pada bagian ini terjadi proses keratinisasi yang normal

seperti yang terjadi pada permukaan kulit. Pada penderita acne, keratinosit matur

yang masuk ke dalam folikel akan berkelompok karena pengaruh dari

transglutaminase dan sebum yang bersifat pekat, sehingga keratinosit yang

berkelompok ini akan menyumbat folikel/pori-pori membentuk komedo hitam

(black head/open comedone) jika pori-porinya terbuka dan komedo putih (white

head/close comedone) jika pori-porinya tertutup.2,3

6
Pori yang tersumbat ini merupakan sumber nutrisi bagi bakteri sehingga P.

acnes menuju ke pori tersebut. Pada keadaan ini sistem imun mengenali adanya

bakteri yang memakan sebum, sehingga terjadilah respon imun dengan melepaskan

mediator inflamasi dan menyebabkan terjadinya kemerahan, papul, pustul dan

reaksi inflamasi lainnya pada acne.3

Gambar 3. Blackhead dan whitehead komedo


Sumber : www.shutterstock.com

Faktor yang mendasari pembentukan komedo yang merupakan lesi paling

awal pada acne masih belum teridentifikasi secara jelas, namun ada beberapa

hipotesis yang menonjol, yaitu defisiensi asam linoleat lokal pada

folikel, produksi IL-1 oleh folikel, dan efek dari androgen sebagai faktor utama

yang terlibat dalam hiperkeratinisasi folikel. Downing dkk. menyatakan bahwa

semakin rendah konsentrasi asam linoleat maka kecepatan sekresi sebum pada akan

semakin tinggi, sehingga hal ini menyebabkan defisiensi lokalisata asam lemak

7
esensial pada epitel folikuler. Defisiensi ini kemudian bertanggungjawab terhadap

penurunan fungsi barrier epitel dan hiperkeratosis folikuler yang semakin

memperparah acne.2,3

Interleukin-1 juga berperan dalam terjadinya hiperproliferasi keratinosit. Hal

ini dibuktikan oleh Guy dkk. jika segmen infrainfundibulum folikel manusia

ditambahkan (IL)-1α, maka keratinosit folikuler manusia menunjukkan adanya

hiperproliferasi dan pembentukan mikrokomedo.2

Selain mengatur perkembangan glandula sebasea dan menstimulasi

produksi sebum, hormon androgen juga berperan pada hiperkeratinisasi folikular

pada duktus kelenjar sebasea dan acroinfundibulum yang terlihat pada acne.

Androgen yang paling berperan penting adalah testosteron dan produk reduksi akhir

berupa dihidrotestosteron (DHT). Sekresi sebum mulai meningkat pada anak-anak

selama adrenarche, yaitu keadaan dimana kelenjar adrenal mulai memproduksi

sejumlah besar dehidroepiandrosteron sulfat (DHEAS) yang merupakan prekursor

testosteron.1,2

Konversi DHEAS menjadi androgen yang lebih poten, memerlukan enzim

yang berada pada glandula sebasea, yaitu tipe 1 3β-hidroksisteroid dehidrogenase,

tipe 2 17β-hidroksisteroid dehidrogenase dan tipe 1 5α-reduktase. Pada kulit

penderita acne menunjukkan peningkatan densitas reseptor androgen dan aktivitas

5α- reduktase yang lebih tinggi.1,2

8
Pada wanita, peningkatan luteinizing hormon (LH) yang berperan pada

ovulasi, memegang peranan penting pada aktivitas kelenjar sebasea. Kecepatan

sekresi sebum yang lebih tinggi akan menstimulasi atau memperparah acne,

biasanya terjadi 2 sampai 7 hari sebelum menstruasi.3

2. Peningkatan produksi sebum

Sebum disintesis oleh kelenjar sebasea secara kontinyu dan disekresikan ke

permukaan kulit melalui pori-pori folikel rambut. Sekresi sebum oleh kelenjar

sebasea ini diatur secara hormonal. Kelenjar sebasea terletak pada seluruh

permukaan tubuh, namun jumlah kelenjar yang terbanyak didapatkan pada wajah,

pungung, dada, dan bahu. Ketidakseimbangan antara produksi dan kapasitas

sekresi sebum akan menyebabkan penyumbatan sebum pada folikel rambut.3

Hubungan antara acne dengan tingginya kecepatan sekresi sebum didukung

setidaknya oleh tiga bukti utama, yaitu :2

 Pada anak usia antara 2 sampai dengan 6 tahun jarang menderita

acne karena sekresi sebum pada rentang usia ini sangat rendah.

 Rata-rata sekresi sebum lebih tinggi pada individu dengan acne

dibandingkan dengan individu tanpa acne.

 Terapi yang bertujuan untuk mengurangi produksi sebum (seperti

estrogen atau 13-cis-asam retinoat) dapat memperbaiki kondisi acne.

9
Salah satu komponen sebum yaitu trigliserida, berperan penting pada

patogenesis acne. Flora normal folikel sebasea yaitu P. acnes akan memecah

trigliserida menjadi asam lemak bebas dengan bantuan enzim lipase yang dihasilkan

oleh bakteri tersebut. Asam lemak bebas ini akan menyebabkan terjadinya lebih

banyak kolonisasi P. acnes, memicu inflamasi dan selain itu juga bersifat

komedogenik.1,2

3. Bakteri Propionibacterium acnes.3,4,5

Propionibacterium acnes adalah bakteri gram positif anaerob yang

merupakan flora normal predominan pada wajah orang dewasa dengan ataupun

tanpa acne. Peningkatan produksi sebum dan hiperkeratinisasi folikuler merupakan

penyebab awal terjadinya perubahan flora normal pada unit pilosebaseus sehingga

meningkatkan proliferasi P. acnes. Keterlibatan P. acnes diduga berperan secara

tidak langsung dalam patogenesis terjadinya acne. P. acnes menghasilkan enzim

lipase yang berperan dalam pemecahan trigliserida menjadi asam lemak bebas dan

pada keadaan ini akan dihasilkan mediator proinflamasi berupa interleukin 1 dan

tumor necrosis factor TNFα. Asam lemak bebas dan mediator proinflamasi

menyebabkan respon inflamasi steril pada unit pilosebasea. Enzim ekstraseluler

lainnya, seperti hialuronidase dan protease juga memegang peranan pada proses

inflamasi.

10
4. Inflamasi 5,6

Beberapa hipotesis menyatakan peran P. acnes dalam patogenesis acne.

Kerusakan jaringan kulit dapat disebabkan akibat dari enzim bakteri yang memiliki

sifat degradasi, dan mempengaruhi integritas sel epidermis kulit dan fungsi barier

dinding folikuler folikel sebaseus. Hal ini menyebabkan pelepasan sitokin pro

inflamasi oleh keratinosit yang berdekatan, yang akan berdifusi ke dermis dan

memicu inflamasi.

Propionibacterium acnes berperan dalam terjadinya reaksi inflamasi pada

lesi acne dengan mengeluarkan faktor kemotaksis dengan berat molekul rendah,

yaitu dengan merangsang sekresi IL-6 dan IL-8 oleh folikular keratinosit dan

sekresi IL-1β, TNF-α, IL-8 dan IL-12 oleh sel monosit yang mengandung Toll-like

receptor (TLR).

II.4 Manifestasi Klinis Acne Vulgaris

Daerah predileksi utama acne yaitu pada wajah (99%), tetapi dapat terjadi

pula pada punggung (60%), dada (15%), dan bahu. Pada daerah ekstrimitas, lesi

paling banyak terjadi dekat dengan garis tengah tubuh (midline). Penyakit ini

ditandai dengan berbagai macam variasi lesi, dimana lesi acne dibagi menjadi dua

macam, yaitu lesi non-inflamasi dan inflamasi. Lesi non-inflamasi terdiri dari

mikrokomedo atau mikrocomedone yang merupakan lesi primer pada acne. Pada

11
mirokomedo terjadi pelebaran folikel rambut yang banyak mengandung sebum dan

P. acnes.2,7

Komedo yang tetap berada di bawah permukaan kulit tampak sebagai

komedo tertutup/white head. Komedo tertutup cenderung sulit terlihat dan untuk

mendeteksi komedo ini yaitu dengan cara meregangkan kulit. Komedo tertutup

terlihat pucat, papul kecil yang agak menonjol, tidak memiliki orificium yang

terihat secara klinis. Komedo tertutup merupakan prekursor potensial untuk lesi

inflamasi yang lebih besar, sehingga secara klinis lesi ini penting untuk

diperhatikan. Komedo yang bagian ujungnya terbuka pada permukaan kulit disebut

komedo terbuka/black head karena secara klinis tampak berwarna hitam pada

epidermis. Komedo terbuka terlihat sebagai lesi yang datar atau sedikit menonjol

dengan bagian tengah berwarna gelap berisi keratin dan lipid.1,2

Lesi inflamasi acne terdiri dari berupa papul (diameter ≤ 5 mm, lesi

inflamasi non pustular, berwarna pink, dan lunak), pustul (diameter ≤ 5mm, lesi

inflamasi pustular, lunak, biasanya berwarna merah pada dasarnya), nodul (diameter

1-4 cm, bulat, nyeri, lesi berlokasi di dalam dermis) dan kista (terletak lebih dalam,

lesi inflamasi pustular, nyeri dan dapat menyebabkan scars acne). Kista pada acne

yaitu berupa pseudokista karena tidak dilapisi oleh epitel tetapi menunjukkan

adanya abses yang fluktuatif. Istilah acne nodulokistik digunakan untuk

menjelaskan kasus yang berat dari acne inflamasi. Acne nodulokistik merupakan

12
nodul lunak yang berasal dari ruptur folikuler berulang dan re-enkapsulasi disertai

dengan inflamasi, pembentukan abses dan reaksi benda asing. 2,3,4

Gambar 4 : Lesi acne


Sumber : Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine, 7th edition

II.5 Klasifikasi Acne Vulgaris

Sampai saat ini belum terdapat konsensus tunggal sistem grading acne yang

dapat digunakan secara universal untuk klasifikasi/pengelompokan acne. Klasifikasi

acne dengan sistem grading bertujuan untuk menilai beratnya derajat penyakit

sehingga bermanfaat untuk evaluasi awal, pemilihan agen terapeutik yang tepat dan

mengevaluasi hasil terapi. Terdapat beberapa sistem grading acne dan mayoritas

sistem tersebut menggunakan perhitungan lesi dikombinasikan dengan beberapa

tipe dari global assessment of severity (mild, moderate, severe) yang menunjukkan

gabungan dari jumlah, ukuran dan perluasan lesi.9

13
Pada tahun 1956, Pillsbury, Shelley dan Kligman mempublikasikan sistem

grading pertama yang mengklasifikasikan akne ke dalam 4 grade, terdiri dari :8

 Grade 1 : komedo dan kista kecil terbatas hanya pada wajah

 Grade 2 : komedo dengan pustul dan kista kecil terbatas hanya pada

wajah

 Grade 3 : banyak komedo, papul dan pustule inflamasi yang besar,

meluas tetapi hanya terbatas pada wajah

 Grade 4 : banyak komedo dan lesi profunda, cenderung bersatu dan

membentuk kanalis, meliputi wajah dan batang tubuh bagian atas.

Seiring dengan berjalanya waktu, sistem grading berkembang dan saat ini dikenal

teknik klasifikasi berdasarkan teknik penilaian global (global assessment

technique). Skala penilaian global menggabungkan seluruh manifestasi klinis

menjadi kategori tunggal dari beratnya penyakit. Setiap kategori ditentukan baik

dengan repertoar fotografi yang sesuai dengan skala numerik atau teks deskriptif.

Grading merupakan suatu penilaian subjektif karena berdasarkan pengamatan lesi

yang dominan, evaluasi ada tidaknya inflamasi, dan memperkirakan perluasan dari

lesi. Metode global cocok digunakan pada praktek klinis sehari-hari.7

Klasifikasi acne yang sangat sederhana telah diperkenalkan oleh Global

Aliance pada tahun 2003 dengan tujuan untuk memberikan hasil terapi yang lebih

baik. Klasifikasi dasar ini dirancang untuk digunakan pada praktek klinis sehari-

14
hari. Untuk setiap derajat acne, dideskripsikan terapi pilihan pertama yang

disarankan, terapi alternatif untuk wanita dan terapi pemeliharaan (maintenance).

Terdapat 5- deskriptor yang sederhana, yaitu : komedonal ringan, papulopustular

ringan, papulopustular sedang, nodular sedang dan nodular berat/acne conglobata.7

II.6 Diagnosis dan Pemeriksaan Laboratorium

Diagnosis acne ditegakkan dengan anamnesis dan pemiksaan klinis.

Walaupun satu tipe lesi dapat menjadi predominan, diagnosis acne di tegakkan

dengan menemukan campuran lesi acne (komedo, papul, pustule, dan nodul) pada

wajah, punggung, atau dada. Pada umumnya, pemeriksaan laboratorium tidak

diindikasikan untuk pasien acne walaupun kecenderungan pasien mengalami

hiperandrogenisme. Evaluasi laboratorium diindikasikan bagi pasien acne dengan

tambahan gejala pada hiperandrogenisme (hirsutisme, alopecia, irregular

menstruasi,dll). Pemeriksaan hormonal yang biasa diperiksa pada kasus ini yaitu,

DHEAS, testosterone bebas, LH dan FSH.2,9

II.7 Terapi

Terdapat beberapa regimen terapeutik untuk acne, dan diantara regimen

tersebut paling banyak berfokus pada pencegahan erupsi acne lebih lanjut

dibandingkan mengobati lesi yang ada. Karena alasan inilah umumnya terapi acne

membutuhkan waktu 8 minggu untuk bekerja.3

15
Pada umumnya, terdapat lima prinsip utama dalam mencapai keberhasilan

terapi acne, yaitu :2,3

a. Normalisasi proses keratininasi

Langkah ini merupakan langkah awal yang harus dilakukan pada terapi acne

terutama pada lesi acne non-inflamasi. Normalisasi keratinisasi folikuler dilakukan

dengan mencegah keratinosit bergabung membentuk plug dengan menurunkan

kadar enzim transglutaminase (enzim yang berperan dalam cross-linking protein

membran sel pada keratinosit).

b. Menurunkan aktivitas glandula sebasea.

c. Menurunkan populasi bakteri, terutama P. acnes dan menghambat produksi

dari produk inflamasi ekstraseluler (baik langsung maupun tidak langsung).

d. Mengeluarkan material yang menyumbat pori-pori.

e. Melawan reaksi inflamasi.

Terapi acne vulgaris terdiri dari beberapa modalitas dan berkaitan dengan

prinsip yang disebutkan diatas. Terapi acne vulgaris mencakup terapi topikal,

sistemik dan regimen terapi lainnya.

16
1. Terapi topikal

a. Retinoid topikal

Retinod telah digunakan lebih dari 30 tahun pada terapi acne. Target dari

topikal retinoid yaitu mikrokomedo yang merupakan lesi awal pada acne. Retinoid

memiliki kemampuan yang tinggi untuk mengeradikasi komedo dan mencegah

pembentukan komedo baru (aktivitas komedolitik). Konsensus terbaru

menyebutkan bahwa retinoid harus digunakan sebagai terapi lini pertama pada acne,

baik digunakan secara tunggal ataupun kombinasi, digunakan untuk terapi acne

inflamasi derajat ringan sampai sedang dan juga digunakan sebagai maintenance

terapi.2,10

Retinoid topikal bekerja dalam menormalkan proses keratinisasi epitel

folikular, mengurangi sumbatan pada folikel dan mengurangi mikrokomedo serta

lesi acne inflamasi dan non-inflamasi. Efek biologis dari retinoid diperantarai oleh

reseptor hormon nuclear [( retinoic acid reseptor (RAR)] dan retinoids X reseptor

(RXR) dengan 3 subtipe α, β, and γ, serta cytostolic binding protein. Ikatan retinoid

dengan reseptor nuklear tersebut mempengaruhi ekspresi gen yang berperan pada

proliferasi sel, diferensiasi sel dan inflamasi.2,10

Sediaan yang mengandung retinoid topikal yang tersedia antara lain

tretinoin (AvitaTM, RenovaTM, Retin-ATM, Retin-A microTM, AtralinTM), adapalene

17
(DifferinTM), tazaroten (TazoracTM), retinol dan retinaldehid. Dari sediaan-sediaan

tersebut, retinod topikal yang digunakan secara luas untuk terapi acne yaitu tretinoin

dan adapalene. Konsentrasi dan atau pembawa dari beberapa retinoid tertentu dapat

mempengaruhi kemampuan toleransi sediaan tersebut. Adapalene secara umum

memiliki toleransi yang lebih baik dibandingkan dengan retinoid yang lain.3,10

Baru-baru ini tretinoin tersedia dalam formulasi dengan sistem penghantaran

baru yang dapat meningkatkan tolerabilitasnya. Salah satu produk yaitu Retin-A

MicroTM (0.1% gel) mengandung tretinoin yang berada didalam mikrosfer ko-

polimer berpori. Pada AvitaTM, tretinoin tergabung dalam polyoylprepolymer (PP-

2). Setiap formulasi tersebut melepaskan tretinoin secara lambat ke dalam folikel

melalui permukaan kulit, sehingga dapat mengurangi efek samping berupa iritasi.

Efek samping yang sering ditemukan pada pemakaian retinoid topikal antara lain,

dermatitis iritan primer yang ditandai dengan eritem, rasa panas, kulit bersisik dan

hal ini sangat tergantung pada tipe kulit, sensitivitas dan formulasinya.10

b. Benzoil Peroksida

Benzoil peroksida merupakan sediaan topikal yang paling sering di resepkan

oleh dokter kulit dan sediaan utama yang banyak dijual bebas (over-the-

counter/OTC drugs acne) untuk mengobati acne. Benzoil peroksida merupakan

bagian dari famili peroksida organik yang terdiri dari grup benzoil yang bergabung

dengan grup peroksil. Benzoil peroksida tersedia dalam berbagai macam sediaan

(sabun wajah, gel, krim, losion) dan konsentrasi yang dipakai berkisar antara 2,5%-

18
10%. Stabilitas sediaan ini bergantung pada formulasinya, dimana bentuk gel secara

umum lebih stabil dan aktif. Sediaan gel dengan bahan dasar air jarang

menyebabkan iritasi dan lebih banyak digunakan dibandingkan dengan krim dan

lotion.2,10,11

Benzoil peroksida memiliki efek antibakterial, anti inflamasi dan

komedolitik dan diindikasikan pada pasien acne derajat ringan sampai sedang.

Benzoil peroksida merupakan agen bakterisidal spectrum luas yang efektif karena

aktivitas oksidasinya. Aktivitas antibakterial pada benzoil peroksida lebih poten

dibandingkan dengan antibiotik topikal lainnya seperti eritromicin dan clindamicin,

dimana sediaan ini tidak menyebabkan resistensi bakteri. 2,10,11

Benzoil peroksida bekerja dengan menurunkan populasi bakteri sehingga

dapat mengurangi pemecahan trigliserida menjadi asam lemak bebas. Sediaan ini

menghasilkan reactive oxygen species pada folikel sebasea untuk membunuh

populasi bakteri yang berlebihan. Karena pembentukan radikal bebas tersebut,

penggunaan benzoil peroksida dapat mempercepat atau memperburuk penuaan kulit

dan hal ini harus dicegah. Benzoil peroksida tidak disarankan untuk dipakai secara

simultan dengan tretinoin, karena benzoil peroksida menyebabkan oksidasi tretinoin

sehingga menurunkan efektivitas dari tretinoin.2,3,10

Benzoil peroksida juga memiliki efek antiinflamasi dengan mengurangi

jumlah radikal oksigen, Kemampuannya dalam mengurangi populasi bakteri

P.acnes diikuti dengan efek antiinflamasi karena semakin sedikit bakteri yang

19
menginduksi monosit untuk menghasilkan sitokin inflamasi seperti TNFα, IL-1β,

dan IL-8. Efek anti inflamasi ini dirasakan oleh pasien dengan berkurangnya

kemerahan dan nyeri pada acne.11

Selain efek anti bakteri dan efek antiinflamasi, benzoil peroksida juga

memiliki aktivitas komedolitik, menyebabkan sumbatan pada pori terlepas dari

folikel sehingga aliran sebum menuju permukaan kulit kembali normal. Efek

samping benzoil peroksida berkaitan dengan konsentrasi yang dipakai, oleh karena

itu semakin tinggi konsentrasi tidak selalu efektif dan memberikan hasil yang

memuaskan. Efek samping berupa dermatitis kontak iritan dengan gejala kulit

menjadi panas, kemerahan, kulit kering, dan pengelupasan kulit.10,11

c. Antibakterial Topikal

Penggunaan antibiotik topikal dapat menghambat pertumbuhan bakteri

sehingga menurunkan jumlah produk inflamasi ekstraseluler yang dihasilkan oleh

P. acnes. Selain itu antibiotik topikal juga memilki efek antiinflamasi. Banyak

formulasi antibiotik topikal tersedia di pasaran, baik sediaan tunggal maupun

kombinasi. Dua jenis antibiotik yang paling sering digunakan pada terapi acne

adalah eritromicin dan clindamicin. Kedua jenis antibiotik ini efektif untuk

mengobati acne inflamasi dalam bentuk topikal dengan atau tanpa kombinasi

dengan 1-4% zinc. Peningkatan insiden resistensi antibiotik juga penting untuk

dipertimbangkan dalam penggunaan antibiotik topikal pada terapi acne. Penelitian

terbaru menemukan bahwa 60% pasien acne mengalami resistensi antibiotik dari

20
strain P. acnes. Penggunaan kombinasi antibiotik topikal dengan benzoil peroksida

dapat menurunkan insidensi resistensi terhadap antibiotik.3,10

Efek samping penggunaan antibiotik topikal walaupun jarang ditemui antara

lain, eritema, kulit kering, kulit mengelupas, gatal dan sensasi panas, colitis

pseudomembranosa (jarang terjadi tetapi pernah dilaporkan pada pemakaian

clindamicin). Efek samping paling penting pada penggunaan antibiotik topikal

adalah terjadinya resistensi bakteri, sehingga disarankan untuk tidak digunakan

sebagai agen monoterapi.10

d. Agen Topikal lainnya

 Asam salisilat (2-hidroxybenzoic acid)

Asam salisilat digunakan selama bertahun-tahun sebagai agen komedolitik,

tetapi bersifat kurang poten dibandingkan dengan retinoid. Asam salisilat

merupakan senyawa fenolik yang larut dalam lemak dan tergolong dalam β-hydroxy

acid (BHA) dimana grup OH berdekatan dengan grup karboksil. Konsentrasi yang

digunakan pada terapi akne sampai dengan 2%. Asam salisilat dapat penetrasi ke

dalam folikel dan mengeluarkan sumbatan komedo dari dinding folikel. Asam

salisilat dapat diaplikasikan pada kulit dengan formulasi yang bervariasi, mulai dari

larutan, scrub asam salisilat 2% dan juga peeling kimiawi dengan asam salisilat

10% dan 20% untuk meningkatkan comedolisis.10,11

21
 Asam azelaik/azeleic acid

Azeleic acid merupakan dicarboxylic acid yang dapat ditemukan pada

gadum sereal. Sediaan yang ada yaitu 10% - 20% azeleic acid krim topikal. Azeleic

acid efektif pada lesi acne inflamasi dan komedo. Pemakaian azeleic acid dua kali

sehari memberikan efek samping lokal yang lebih sedikit dibandingkan dengan

retinoid, dan sediaan ini dapat mengurangi hiperpigmentasi paska inflamasi.2,10

 Sulfur

Terapi paling pertama yang digunakan pada akne sebelum benzoil peroksida

dan asam salisilat adalah sulfur. Mekanisme dari sulfur untuk mengobati acne

belum dipahami sepenuhnya, tetapi adanya interaksi antara sulfur dengan sistein

yang berada pada stratum korneum menyebabkan reduksi sulfur menjadi hidrogen

sulfida. Hidrogen sulfida kemudian mendegradasi keratin menyebabkan efek

keratolitik oleh sulfur. Konsentrasi yang digunakan antara 3-8% dengan bau yang

khas dan berwana kuning.11

 Tea tree oil 5%

Tea tree oil merupakan minyak herbal esensial yang paling sering digunakan

untuk terapi acne. Tea tree oil berasal dari pohon Australia Melaleuca alternifolia

yang mengandung beberapa substansi anti mikrobial seperti terpinen-4-ol, alpha-

terpineol, dan alpha-pinene. Sediaan 10% tea tree oil menunjukan aktivitas

antibakterial terhadap Staphylococcus aureus termasuk methicillin-resistant

22
Staphylococcus aureus tanpa adanya resistensi. Tea tree oil efektif untuk terapi acne

dengan efektivitas yang sama dengan 5% benzoil peroksida dalam mereduksi

komedo dan lesi akne inflamasi. Efek samping tea tree oil lebih sedikit

dibandingkan dengan benzoil peroksida.11

 Picolinic acid gel 10 %

Merupakan metabolit intermediat dari asam amino triptofan. Sediaan ini

memiliki aktivitas antiviral, antibakterial dan imunomodulator. Jika dipakai dua kali

sehari selama 12 minggu, sediaan ini efektif terhadap kedua lesi acne (inflamasi dan

non-inflamasi). Penelitian lebih lanjut dibutuhkan untuk meyakinkan keamanan dan

efektivitasnya.10

 Dapson gel 5%

Merupakan sulfon dengan aktivitas antiinflamasi dan antimicrobial.

Penelitian telah membuktikan bahwa penggunaan dapson gel 5% topikal, efektif

dan aman sebagai monoterapi dan kombinasi dengan agen topikal lainnya pada

derajat acne ringan sampai sedang.10

2. Terapi Sistemik

a. Antibiotika oral 2,9,10

Pemberian antibiotika oral diindikasikan untuk acne inflamasi derajat

sedang sampai berat atau pada kegagalan serta intoleransi terhadap terapi topikal.

Saat ini pengunaan antibiotika broad spectrum digunakan secara luas pada terapi

23
acne. Tetrasiklin dan derivatnya masih menjadi lini pertama pada terapi acne.

Makrolid, trimetropin dan co-trimoxazole dapat digunakan sebagi alternatif terapi

untuk acne. Tetrasiklin dapat bekerja secara langsung dalam menekan jumlah P.

acnes, dan memiliki aktivitas antiinflamasi.

Walaupun penggunaan antibiotik oral tetrasiklin dan derivatnya tidak

mempengaruhi produksi sebum, tetapi tetrasiklin dapat menurunkan konsentrasi

asam lemak bebas sedangkan asam lemak teresterifikasi meningkat. Dosis yang

dibutuhkan untuk memberikan efek penurunan asam lemak bebas dan keberhasilan

terapi acne yaitu berkisar antara 500 mg -1g/hari (tetrasiklin), 50–200 mg/hari

(doksisiklin), 50–200 mg/hari (minosiklin), 150-300 mg/hari (limesiklin),500 mg–

1g/hari (eritromisin) dan 3 kali 500 mg per minggu pada co-trimoxazole,

trimethoprim, and azithromycin. Doksisiklin pada dosis subantimikrobial (2x20

mg/hari) dan tablet minosiklin lepas lambat (1mg/kg/hari) telah digunakan baru-

baru ini dan dibuktikan efektif, tetapi dibutuhkan penelitian terkontrol lebih lanjut

ke depannya.

Insidensi terjadinya efek samping pada penggunaan antibiotik oral jangka

panjang dan dosis rendah sangat sedikit ditemukan. Efek samping yang paling

sering terjadi pada pemakaian antibiotik oral yaitu masalah gastrointestinal dan

candidiasis vaginal. Tetrasiklin tidak dianjurkan bagi ibu hamil dan anak kurang

dari 8 tahun, karena dapat menghambat pertumbuhan skeletal pada janin dan

deposit pada jaringan gigi yang sedang tumbuh sehingga terjadi pewarnaan coklat

24
kekuningan yang permanen. Satu-satunya antibiotik yang aman bagi ibu hamil dan

anak-anak adalah eritromisin.

Walaupun eritromisin efektif, tetapi penggunaannya harus dibatasi pada

pasien yang tidak dianjurkan untuk mengkonsumsi tetrasiklin, karena peningkatan

resistensi bakteri P. acnes baik penggunaan topikal maupun oral banyak terjadi

pada penggunaan eritromisin. Doksisiklin dan minosiklin digunakan sebagai

alternatif terapi tetrasiklin atau pada kasus yang tidak responsif terhadap tetrasiklin.

Kedua antibiotik tersebut lebih efektif dibandingkan dengan tertrasiklin dan

resistensi obat jarang terjadi terutama pada penggunaan minosiklin.

Penggunaan doksisiklin berhubungan dengan terjadinya reaksi

fotosensitivitas, sedangkan minosiklin dapat menyebabkan deposit pigmen pada

kulit dan membran mukosa, ditandai dengan pigmentasi berwarna hitam kebiruan

pada scars acne, palatum durum, alveolar ridge, dan anterior shin. Selain itu,

minosiklin dapat menyebabkan autoimun hepatitis, systemic lupus erythematosus

-like syndrome, dan serum sickness-like syundrome, tetapi efek samping tersebut

sangat jarang ditemukan. Trimetropin-sulfametoksazol atau trimetropin juga efektif

pada terapi acne, terutama pada pasien dengan derajat acne berat yang tidak

berespon terhadap terapi antibiotik lainnya. Monitoring terjadinya supresi

hematologis harus dilakukan pada pasien yang mengkonsumsi antibiotik ini.

Penggunaan antibiotik jangka panjang dapat menyebabkan proliferasi

organisme gram negatif pada nares anterior dan menyebar pada kulit sekitarnya,

25
yang dapat menyebabkan terjadinya folikulitis. Dua lesi utama pada folikulitis yaitu

multipel pustul dan nodul yang disebabkan oleh Klebsiella/Enterobacter dan

Proteus. Pada kasus ini dibutuhkan konfirmasi dengan kultur dan terapi antibiotik

diberikan sesuai dengan hasil tes sensitivitas. Ampicilin merupakan obat pilihannya.

Pasien yang tidak responsif terhadap antibiotik, harus diterapi dengan isotretinoin.

Penelitian telah membuktikan bahwa resistensi strain P.acnes terhadap

antibiotik meningkat dan paling sering terjadi pada eritromisin. Oleh karena itu,

diperlukan kebijakan dalam peresepan antibiotik dan dianjurkan untuk

menggunakan sediaan non-antibiotik sebisa mungkin. Optimasisasi penggunaan

antibiotik dapat ditempuh melalui cara sebagai berikut :

 Menghindari pemakaian monoterapi antibiotik dan mengkombinasi

antibiotik dengan retinoid topikal atau benzoil peroksida sesuai kebutuhan

 Durasi dari terapi sebisa mungkin dibatasi. Durasi minimal terapi antibiotik

adalah 6-8 minggu, tetapi dapat diberikan sampai 12-18 minggu atau lebih

 Di sarankan untuk memakai antibiotik yang sama untuk terapi berulang jika

diperlukan, dan menggunakan benzoil peroksida minimum 5-7 hari diantara

penggunaan antibiotik tersebut untuk mengurangi resistensi organisme

 Penggunaan terapi antibiotik oral dan topikal secara bersamaan tetapi secara

kimiawi berbeda, sebaiknya dihindari.

26
b. Terapi hormonal2,8,9

Peningkatan sekresi sebum disebabkan oleh aktivitas hormon androgen.

Estrogen atau antiandrogen merupakan agen yang dapat menurunkan aktivitas

androgen. Tujuan dari terapi hormonal adalah “melawan” efek androgen pada

glandula sebasea. Terapi hormonal dapat dilakukan dengan pemberian estrogen,

antiandrogen atau agen yang dapat menurunkan produksi androgen endogen oleh

kelenjar adrenal, yaitu kontrasepsi oral, glucokortikoid dan gonadotropin-releasing

hormone (GnRH) agonis. Terapi ini diperlukan bagi pasien wanita dengan

seborhoea yang berat, SAHA sindrom (seborrhea/acne/hirsutisme/alopecia), acne

dengan onset lambat (acne tarda), dan dibuktikan dengan hiperandrogenisme

adrenal/ovarian. Konsultasi dengan ginekologis sebaiknya dilakukan sebelum

memulai terapi hormonal.

 Kontrasepsi oral

Penggunaan kontrasepsi oral berisi kombinasi estrogen dan progestin dapat

mencegah terjadinya efek samping seperti ireguler menstruasi, menoragi,

premenstrual cramps dan mencegah terjadinya resiko kanker endometrium. Akan

tetapi efek samping berupa mual, kenaikan berat badan, flek, nyeri payudara,

amenorea dan melasma dapat terjadi. Efek anti-acne pada pemakaian kontasepsi

oral yaitu menurunkan kadar androgen melalui inhibisi luteinizing hormon (LH)

dan folikel stimulating hormon (FSH). Kombinasi antara norgestimate dengan etinil

27
estradiol (Ortho Tri-Cyclen), noretindron asetat dengan etinil estradiol (Estrostop),

dan drospirenon dengan etinil estradiol (Yaz) telah diakui oleh FDA.

 Glukokortikoid

Kortikosteroid oral memiliki dua cara yang berbeda pada terapi acne.

Penelitian pertama menunjukkan bahwa dosis rendah kortikosteroid dapat menekan

aktivitas kelenjar adrenal pada pasien dengan hiperaktivitas adrenal dan

diindikasikan pada pasien wanita dengan kadar DHEAS yang meningkat,

sedangkan pemakaian kortikosteroid oral jangka pendek dengan dosis tinggi

bermanfaat bagi pasien dengan akne inflamasi yang berat. Kombinasi kortikosteroid

dengan estrogen telah digunakan untuk akne rekalsitrans pada wanita karena dapat

menghambat produksi sebum dan menurunkan level androgen plasma. Efek

samping potensial dapat terjadi pada penggunaan kortikosteroid, seperti steroid

akne dan terjadinya rekurensi, sehingga penggunaan kortikosteroid harus dibatasi

jangka waktunya.

 Antiandrogen

Cipropteron asetat merupakan androgen receptor blocking agent pertama

yang diteliti dan efektif pada wanita penderita acne. Dosis tinggi lebih efektif

dibandingkan dengan dosis rendah dan kombinasi antara cipropteron asetat 2 mg

dengan etinil estradiol 35 atau 50 µg (formulasi kontrasepsi oral) juga digunakan

untuk terapi acne.

28
Spironolakton berfungsi baik sebagai androgen reseptor blocker juga

inhibitor 5α-reduktase. Dengan dosis 50-100 mg dua kali sehari, menunjukkan

penurunan sekresi sebum dan perbaikan acne. Efek samping penggunaan sediaan ini

yaitu hiperkalemia, ireguler menstruasi, nyeri payudara, nyeri kepala, kelelahan,

dan resiko feminisasi janin laki-laki. Untuk mengurangi resiko terhadap janin dan

efek samping berupa ireguler menstruasi, maka spironolakton dikombinasikan

dengan kontrasepsi oral.

Flutamide merupakan androgen receptor blocker yang dapat digunakan

pada terapi acne atau hirsutisme pada wanita. Dosis yang dipakai yaitu 250 mg dua

kali sehari dikombinasikan dengan kontrasepsi oral. Tes fungsi hati sebaiknya

dilakukan karena telah dilaporkan beberapa kasus hepatitis pada janin. Oleh karena

itu, wanita hamil sebaiknya menghindari penggunaan sediaan ini. Penggunaan

flutamid pada terapi acne terbatas dikarenakan profil efek sampingnya.

c. Isotretinoin2,8,9

Isotretinoin oral merupakan derivat vitamin A dan satu-satunya obat yang

berperan pada empat faktor yang terlibat pada patogenesis acne. Isotretinoin

diindikasikan untuk acne rekalsitrans nodular derajat berat, acne derajat sedang

sampai berat atau derajat yang lebih rendah yang menyebabkan terjadinya scar

(jaringan parut) fisik ataupun psikologis, dan acne yang tidak responsif terhadap

terapi konvensional.

29
Dosis isotretinoin yang direkomendasikan yaitu 0,5-2 mg/kg/hari dan

biasanya diberikan selama 20 minggu. Absorbsi isotretinoin meningkat jika

dikonsumsi bersama dengan makanan. Lamanya jangka waktu terapi dengan

isotretinoin tidak absolut karena terapi dapat diperpanjang pada pasien yang belum

menunjukkan respon yang adekuat.

Dosis isotretinoin yang lebih rendah (0,5 mg/kg/hari atau kurang) dapat

diberikan pada jangka waktu lama dengan dosis kumulatif total dari 120 sampai150

mg/kg terutama bagi pasien yang menunjukkan adanya initial flare (pasien akne

derajat berat dengan lesi granulomatosa) pada awal pemberian isotretinoin. Pada

pasien ini sering diberikan pre-treatment dengan kortikosteroid oral 1-2 minggu

sebelum terapi dan dilanjutkan 2 minggu pertama selama terapi dengan

isotretinoin.Perkembangan terbaru dan trend masa depan yaitu penggunaan regimen

low-dose low-term isotretinoin dan formulasi baru isotretinoin (micronized

isotretinoin).

Mekanisme kerja isotretinoin belum diketahui sepenuhnya. Obat ini

menghambat aktivitas kelenjar sebasea dan menurunkan populasi P.acnes tetapi

tidak berlangsung lama. Mekanisme penurunan populasi bakteri mungkin

merupakan mekanisme tidak langsung yang disebabkan karena penurunan lipid

intrafolikuler yang dibutuh organisme untuk berkembang. Isotretinoin juga

memiliki efek antiinfamasi dan mungkin memiliki efek pada hiperkeratinisasi

folikuler.

30
Isotretinoin oral bersifat teratogen yang poten dan memiliki beberapa efek

samping yang potensial, oleh karena itu obat ini harus diresepkan oleh dokter yang

memiliki pengetahuan mengenai cara pemberian yang benar dan monitoring selama

terapi. Efek samping yang ditimbulkan oleh isotretinoin mirip dengan yang terjadi

pada sindrom hipervitaminosis A, yaitu melibatkan system musculoskeletal

(hiperostosis, penutupan epifisis dini dan demineralisasi tulang), mucokutaneus

(cheilitis, xerosis, konjungtivitis, pruritus), system oftalmik, dan pada system syaraf

pusat. Hampir semua efek samping tersebut bersifat sementara dan hilang setelah

obat dihentikan.

Isotretinoin merupakan teratogen yang poten, sehingga wanita usia subur

diharuskan untuk melakukan tes kehamilan sebelum terapi dan penggunaan

kontrasepsi harus dimulai 1 bulan sebelum, selama dan 6 minggu setelah selesai

terapi. Tes laboratorium rutin yang dianjurkan untuk diperiksa yaitu kolesterol,

trigliserida, darah lengkap dan fungsi hepar. Hubungan sebab akibat antara

pemberian isotretinoin dengan efek psikiatri pada pasien yang mengkonsumsi obat

ini, seperti mood disorder, tentamina suicide dan depresi masih belum dapat

dibuktikan. Akan tetapi monitoring efek samping psikiatrik pada pasien diperlukan

selama terapi.

Beberapa guideline/petunjuk telah tersedia bagi para klinisi sebagai dasar

tatalaksana acne vulgaris. Guideline yang paling komprehensif dan logis terdapat

31
dalam algoritma terapi berdasarkan Global Alliance yang bertujuan untuk

meningkatkan hasil terapi acne.

Gambar 5 : algoritma terapi acne berdasarkan Globall alliance


Sumber : www.medscape.com

3. Modalitas terapi lainnya

 Kortikosteroid intralesi 2,9

Kortikosteroid intralesi paling efektif untuk mengurangi inflamasi pada acne

vulgaris tipe nodulokistik. Dosis yang direkomendasikan adalah injeksi suspensi

Triamsinolon asetat 2,5-10 mg/mL sebanyak 0,05 - 0,25 mL per lesi, yang memiliki

aktivitas antiinflamasi. Kadang memerlukan dosis ulangan dalam interval 2 hingga

3 minggu. Absorbsi steroid secara sistemik dapat terjadi dan menyebabkan supresi

kelenjar adrenal pada salah satu penelitian, sedangkan efek samping lokal dari

injeksi steroid intralesi yaitu terjadinya atrofi.

32
 Pengelupasan kimiawi (chemical peeling)

Pengelupasan kimiawi adalah pengolesan bahan kimia untuk menginduksi

pengelupasan kulit. Agen peeling superfisial menyebabkan pengelupasan sel pada

stratum korneum, sementara agen peeling yang lebih dalam menyebabkan nekrosis

dan inflamasi pada epidermis, sedalam retikular demis. Walaupun menggunakan

agen peeling sangat superfisial yang hanya mengelupaskan stratum korneum, tetapi

dapat merangsang epidermis untuk menebal dan dapat meningkatkan deposit

kolagen serta glikosaminoglikan pada dermis.2,12

Peeling digunakan untuk terapi lesi acne aktif, hiperpigmentasi

pascainflamasi dan superfisial scar acne. Agen pengelupasan kimiawi untuk terapi

acne, terdiri dari asam salisilat (BHA) dan asam glikolat dan asam lactic (AHA).

Terdapat perbedaan kimiawi antara asam salisilat dengan asam alfa hidroksi

(AHA). AHA merupakan agen peeling yang larut dalam air sedang asam salisilat

bersifat larut dalam lemak, sehingga asam salisilat dapat penetrasi unit pilosebaseus

dengan mudah. Walaupun AHA bersifat larut dalam air, tetapi bahan kimia ini

mampu penetrasi sampai ke dermis. AHA merupakan asam beta-hidroksi yang

aman digunakan untuk semua tipe kulit menurut Fitzpatrick dan memiliki fungsi

sebagai agen keratolitik dan anti-inflamasi. Walaupun dengan konsentrasi yang

rendah (0,5-3%), asam salisilat telah dibuktikan dapat mempercepat perbaikan pada

lesi inflamasi acne dan mengurangi pembentukan komedo. Pada praktek klinis,

konsentrasi yang digunakan antara 20%-30% selama lima menit diikuti dengan

33
netralisasi. Asam salisilat tidak diperbolehkan pada wanita hamil dan individu yang

alergi terhadap aspirin.2,12

AHA umumnya digunakan pada kondisi kulit yang mengalami keratinisasi

abnormal. Pengurangan lesi komedo, papul,pustul dan semua perbaikan pada

tekstur kulit telah diperlihatkan pada pasien acne. Lebih jauh lagi AHA dapat

meningkatkan ketebalan epidermis dan dermis dengan peningkatan asam

mucopolisakarida, meningkatkan kualitas dari serabut elastin, dan meningkatkan

densitas dari kolagen. AHA terutama asam glikolat tidak menimbulkan toksisitas

sistemik tetapi kekurangannya yaitu asam ini dapat penetrasi lebih dalam sehingga

menimbulkan eritema.2,12

 Laser dan terapi sinar

Faktor patogenik multipel yang terlibat pada acne, memberikan banyak target

potensial untuk terapi sinar dan laser. Walaupun penelitian dengan desain yang

baik, termasuk di dalamnya control, blinding dan randomisasi masih kurang, pasien

tertarik kepada teknologi berbasis sinar dan laser sebagai alternatif terapi standar

yang canggih untuk acne. Terapi sinar dan laser yang paling umum digunakan yaitu

terapi sinar biru dan sinar merah, pulse dye laser, dan fotodinamik terapi.12,13

Propionibacterium acnes merupakan target utama pada terapi sinar tampak

(sinar biru dan merah) karena sinar ini menghasilkan senyawa fotoaktif yang

dinamakan porfirin yang menyerap panjang gelombang pada spektrum sinar

34
tampak. P.acnes menghasilkan coporfirin III secara spesifik, dimana coporfirin I

dan protoporfirin diproduksi pada konsentrasi yang rendah. Saat terpapar sinar

tampak (dengan absorbansi maksimal 403 nm), senyawa fotoaktif tersebut

membentuk oksigen spesies reaktif yang bersifat toksik terhadap P.acnes.

Kontroversial mengenai efek Pulse dye laser telah dipublikasikan. Dua dari tiga

penelitian gagal menunjukkan kontribusi yang signifikan dari terapi laser ini,

dengan satu penelitian menyebutkan laser sebagai monoterapi dan sebagai terapi

tambahan pada terapi topikal. 12,13

 Diet

Hubungan antara diet dengan timbulya acne telah di teliti sejak tahun 1960

dan menyebutkan bahwa tidak ada hubungan antara diet dengan timbulnya acne.

Tetapi penelitian terbaru menyebutkan bahwa terdapat hubungan antara diet dengan

terjadinya acne . Diet ini meliputi karbohidrat, asam lemak omega-3, vitamin A,

zinc produk susu, antioksidan dan iodin. Pola makanan yang tinggi lemak jenuh dan

tinggi glukosa dapat meningkatkan konsentrasi insulin-like growth factor (IGF-I)

yang dapat merangsang produksi hormon androgen yang meningkatkan produksi

acne. Sejak adanya bukti klinis,banyak informasi yang dapat kita berikan berkaitan

dengan diet sebagai faktor yang memperberat acne. Hal ini berasal dari kesimpulan

berdasarkan pengetahuan hormonal dan jalur endokrin yang kita miliki.12

II.8 Variasi tipe dari Acne Vulgaris 2,4

35
Pada masa lalu, acne dibagi menjadi beberapa subgrup minor berdasarkan

lesi predominannya, oleh karena itu terdapat istilah seperti, acne comedonal, acne

papular, dan acne pustular. Klasifikasi ini memiliki keterbatasan karena dengan

pemeriksaan yang teliti memperlihatkan adanya campuran dari lesi. Terdapat

beberapa variasi tipe acne yang dikenal, antara lain :

a. Neonatal acne

Erupsi acneiform yang terjadi pada bayi baru lahir. Sering terjadi pada

hidung dan daerah pipi. Adanya erupsi acne pada bayi baru lahir mungkin

berhubungan dengan perkembangan kelenjar yang terjadi selama kehidupan janin.

Acne dapat sembuh sendiri walaupun tanpa terapi. Acne dapat mulai terjadi setelah

bayi dilahirkan dan bertahan sampai beberapa bulan yang disebut sebagai infantile

acne.

Gambar 6 : infantil acne


Sumber : Caroline D et al, 2011

b. Acne Excoriée des Jeunes Filles

36
Acne ringan dapat disertai dengan eksoriasi yang luas. Linier scarring dapat

terjadi disebabkan karena dalamnya lesi tersebut. Karena acne tipe ini sering terjadi

pada wanita dewasa muda, nama tersebut (acne Excoriée des Jeunes Filles)

digunakan untuk menjelaskan kasus ini. Acne eksoriasi biasa sangat sulit untuk

diterapi dan mungkin membutuhkan psikoterapi suportif.

c. Folikulitis steroid

Folikulitis ini muncul karena penggunaan glukokortikosteroid atau

kortikotropin. Acne tipe ini sangat jarang terjadi pada anak-anak tetapi dapat terjadi

pada orang dewasa dalam waktu 2 minggu awal setelah dimulai pemberian steroid.

Lesi yang sama dapat terjadi karena penggunaan topikal steroid pada wajah. Oleh

karena itu, topikal steroid tidak dianjurkan pada terapi acne, dan penggunaannya

pada wajah harus dibatasi. Tipe acne ini secara jelas berbeda dengan acne vulgaris

dari distribusi dan tipe lesinya. Semua lesi biasanya mengalami stadium yang sama

pada perkembangannya, terdiri dari pustul yang kecil dan papul kemerahan. Lesi

terutama terjadi pada batang tubuh, bahu, lengan atas dan jarang terjadi pada wajah.

Hiperpigmentasi pasca inflamasi dapat terjadi tetapi komedo, kista dan skar jarang

terjadi.

d. Halogen acne

37
Iodida dan bromida dapat merangsang erupsi acneiform mirip dengan

penampakan pada acne yang diinduksi oleh steroid. Acne ini terjadi karena

konsumsi sedatif, ekspektoran obat dan vitamin yang mengandung halogen.

e. Acne yang diinduksi oleh obat-obatan

Acne yang mirip dengan steroid acne telah dilaporkan pada pasien setelah

penggunaan asam isonikotinat hidrazid, difenilhidantoin dan lithium karbonat.

f. Occupational acne

Beberapa senyawa yang dihasilkan dari produk industri dapat menyebabkan

acne, termasuk derivat tar batu bara, cutting oil yang tidak dapat dilarutkan,

hidrokarbon klorinasi (chlornaphthalenes, chlordiphenyls, and

chlordiphenyloxides). Acne yang berasal dari agen tersebut menyebabkan lesi

inflamasi seperti papul, pustul, nodul yang besar, kista dan komedo yang luas. Tar

acne sering disertai dengan hiperpigmentasi. Lesi dari acne industrial tidak hanya

terbatas pada wajah, tetapi sering terjadi pada area tubuh yang mengalami kontak

langsung dengan senyawa penyebab secara terus-menerus. Cutting oil adalah

penyebab yang paling sering pada acne industrial.

38
g. Tropical acne

Acne vulgaris dapat terjadi disertai dengan folikulitis berat pada individu

yang tinggal di daerah iklim tropis. Acne tropikal terutama terjadi pada ekstrimitas

dan bokong, terdiri dari beberapa nodul inflamasi yang besar dan luas dengan area

drainase multipel mirip dengan acne konglobata. Patogenesis acne tropikal masih

belum diketahui walaupun infeksi sekunder oleh staphylococcus koagulase positif

sering ditemui. Antibiotik sistemik harus diberikan dan yang lebih penting adalah

memindahkan pasien ke lingkungan,yang lebih dingin.

h. Acne Aestivalis

Acne dengan erupsi monomorfik ini terdiri dari lesi papular multipel,

seragam dan berwarna merah, disebabkan karena paparan sinar matahari. Acne

aestivalis biasa disebut dengan Mallorca acne karena acne ini terjadi pada

penduduk Scandinavia setelah mereka tinggal di Eropa bagian selatan. Hampir

semua kasus terjadi pada wanita terutama usia 20-30 tahun. Lesi sering terjadi pada

bahu, lengan atas, leher dan dada. Secara histologi, lesi ini mirip dengan steroid

acne karena menunjukkan adanya destruksi folikuler fokal dengan infiltrasi netrofil.

i. Acne Cosmetica

39
Beberapa waktu yang lalu, telah ditemukan beberapa senyawa kosmetik

yang dapat merangsang pembentukan komedo saat diaplikasikan pada kanalis

eksternal telinga kelinci dan kosmetik merupakan penyebab utama acne pada wanita

dewasa.

Gambar 7: acne kosmetika

j. Pomade Acne

Pomade acne sering ditemukan pada wanita dan pria berkulit hitam.

Beberapa gel rambut yang dipakai pada kulit kepala juga dipakai pada dahi dan

menyebabkan perkembangan multipel komedo pada garis batas rambut. Lesi dapat

menyebar sampai ke pipi jika pomade di pakai sampai area wajah.

k. Acne Mechanica

40
Erupsi acneiform telah diteliti setelah trauma fisikal berulang pada kulit

seperti menggosok kulit. Acne ini dapat terjadi karena pakaian (ikat pinggang dan

tali) dan peralatan olah raga. Area yang paling sering terjadi acne tipe ini yaitu dahi

dan dagu, bagi mereka yang memakai helm sepak bola.

Gambar 8 : acne mekanika

l. Acne dengan edema wajah

Acne dapat berhubungan dengan edema inflamasi yang khas pada sepertiga

area wajah. Edema ini tidak responsive terhadap dosis tinggi antibiotic oral, tetapi

memberikan terhadap steroid oral yang dikombinasi dengan isotretinoin. Akan

tetapi, kekambuhan dapat terjadi saat steroid dihentikan.

m. Acne Conglobata

41
Acne conglobata merupakan tipe acne dengan inflamasi yang berat disertai

dengan komedo, nodul, abses dan sinus drainase. Penyembuhan terjadi dengan

gejala sisa berupa skar yang berat berupa keloid (skar hipertrofik). Tipe acne ini

jarang dan biasanya terjadi pada individu dewasa.

 Epidemiologi : Terutama terjadi pada pria, tetapi beberapa kasus

terjadi pada wanita. Biasanya didahului dengan acne vulgaris, tetapi

bersifat variabel.

 Etiologi dan patogenesis : Acne conglobata berbeda dengan acne

vulgaris karena terjadi pada usia lanjut dan perjalanan penyakitnya

bersifat kronik serta tidak terjadi remisi. Patogenesis kelainan kulit

ini tidak diketahui, tetapi karena seringnya terjadi pemulihan dari

staphylococcus koagulasi positif dan streptococcus β hemoliticus,

acne conglobata sering disebut sebagai pioderma murni.

 Manifestasi klinis : Gambaran klinis pada acne conglobata berupa

campuran dari komedo, papul, pustul, nodul, abses, dan skar pada

punggung, bokong, dada, dan jarang meluas pada abdomen, bahu,

lengan atas, wajah dan paha. Lesi inflamasi berukuran besar, lunak

dan berwarna kehitaman. Lesi tersebut mengeluarkan cairan serosa

berbau, purulent dan material mukoid. Lapisan subkutan mengalami

diseksi dengan pembentukan traktus sinus dengan saluran yang

42
multipel. Penyembuhan terjadi dengan gejala sisa berupa skar

atrofik maupun hipertrofik.

 Patologi : Acne conglobata merupakan acne dengan inflamasi yang

berat, disebabkan karena destruksi dari struktur apendiks normal

pada kulit. Jika folikel dapat diidentifikasi, maka terdapat infiltrat

inflamasi perifolikuler yang terdiri dari limfosit, polimorfonuklear

leukosit, dan plasma sel. Pembentukan abses sering terjadi. Banyak

sel epitel yang menembus ke dalam masa inflamasi dan

menyebabkan pembentukan traktus sinus yang berhubungan.

 Diagnosis dan diagnosis banding : Diagnosis acne conglobata dan

diagnosis banding dari acne kistik, ditegakkan dari adanya lesi

inflamasi yang berat, distribusi pada ekstrimitas dan onset

terjadinya terutama pada usia lanjut. Acne conglobata dapat pula di

bingungkan dengan acne tropical,acne fulminan, dan chloracne.

Karena lesi dapat terjadi pada region aksila dan inguinal, penyakit

ini mirip dengan hidradenitis supurativa. Tetapi pada kenyataannya

acne conglobata, hidradenitis suppurativa, dan perifolliculitis

capitis abscedens et suffodiens pada kulit kepala sering terjadi pada

pasien yang sama.

 Terapi : Managemen terapi pada pasien dengan acne conglobate

sangat sulit dan efek terapi sering berlangsung sementara.

43
Beberapa terapi yang sudah diterapkan yaitu terapi antibiotik dosis

tinggi, glukokortikoid intralesi, glukokortikoid sistemik, terapi

sinar, pembedahan debridemen dan eksisi surgikal. Penggunaan

isotretinoin memberikan hasil yang dramatik pada pasien. Pada

kasus yang berat, dosis isotretinoin 2 mg/kgbb/hari selama 20

minggu mungkin diperlukan. Karena flares yang berat dapat terjadi

pada saat memulai terapi dengan isotretinoin, maka dosis awal

yang disarankan yaitu 0,5 mg/kgbb/hari atau lebih kecil dan

glukokortikoid sistemik sering dibutuhkan baik sebelum memulai

isotretinoin ataupun sebagai terapi yang diberikan bersamaan

dengan isotretinoin.

 Perjalanan penyakit dan prognosis : Acne conglobata cenderung

menjadi rekalsitrans, bersifat kronik dan pasien sering mengalami

gangguan emosional. Prognosis menjadi lebik baik karena

penggunaan isotretinoin untuk mengontrol lesi aktif, walaupun

beberapa pasien mengalami skar yang signifikan. Karsinoma sel

skuamosa berdiferensiasi baik dan berkembang lambat telah

dilaporkan pada lesi acne conglobata. Spondiloartropathi juga telah

dilaporkan pada acne conglobata.

44
Gambar 9: Acne conglobata

n. Acne fulminan

Acne fulminan juga disebut sebagai acute febrile ulcerative acne. Acne tipe

ini ditandai dengan kemuculan tiba-tiba dan masif dari lesi inflamasi berkonsistensi

lunak pada punggung dan dada, cepat menjadi lesi ulseratif dan sembuh dengan

meninggalkan sisa berupa skar. Penyakit ini terutama terjadi pada laki-laki jarang

terjadi pada wajah. Pasien mengalami demam dengan leukosit antara 10.000 sampai

30.000/ mm3 (leukositosis) dan biasanya mengalami poliathralgia, myalgia,dan

gejala sistemik yang lain.

Terdapat beberapa perbedaan mendasar antara acne conglobata dengan acne

fulminan, antara lain onset dari acne fulminan lebih eksplosif, nodul dan komedo

45
polipori lebih sedikit, jarang mengenai wajah dan leher, terdapat lesi ulseratif dan

krusta serta gejala sistemik lebih banyak terjadi. Terapi steroid sistemik merupakan

terapi regimen yang dibutuhkan bersamaan dengan pemberian antibiotik oral dan

glukokortikoid intralesi secara intensif. Isotretinoin juga bermanfaat bagi pasien

dengan acne fulminant. Untuk mencegah eksplosif flare dari acne, glukokortiokoid

sistemik harus mulai diberikan sebelum isotretinoin dan dilanjutkan selama

beberapa minggu pertama selama terapi dengan isotretinoin. Dosis inisial dari

isotretinoin harus rendah dan dosis harian dari glukokortikoid harus diturunkan

secara perlahan.

46
BAB III

KESIMPULAN

Acne vulgaris merupakan penyakit kulit yang sering terjadi terutama pada

usia remaja, bersifat self limiting disease dan disebabkan oleh peradangan kronis

pada unit pilosebaseus pada kulit. Etiologi pasti dari acne sampai saat ini belum

diketahui secara pasti, karena akne merupakan penyakit dengan patogenesis yang

bersifat multifaktorial. Walaupun demikian, terdapat empat patogenesis utama

terjadinya acne, yaitu hiperkeratinisasi folikuler, peningkatan produksi sebum,

kolonisasasi Propionibacterium acnes yang berlebih dan adanya inflamasi.

Gambaran klinik dari lesi acne pada umumnya bersifat polimorfik, terdiri

dari lesi non-inflamasi berupa komedo (white head dan black head) dan lesi

inflamasi berupa papul, pustul, nodul dan kista serta sekuele dari lesi aktif berupa

pitted/skar hipertrofik. Diagnosis acne ditegakkan dengan anamnesa dan

pemeriksaan klinis. diagnosis acne pada pemeriksaan klinis ditegakkan dengan

menemukan campuran lesi acne (komedo, papul, pustule, dan nodul) pada wajah,

punggung, atau dada.

Pada umumnya terdapat lima prinsip utama dalam mencapai keberhasilan

terapi acne, yaitu normalisasi proses keratinisasi, mengurangi populasi bakteri

P.acnes, mengeluarkan material yang menyumbat pori, menurunkan kadar sebum

dan melawan reaksi inflamasi. Terapi acne vulgaris meliputi terapi topikal, sistemik

47
dan regimen terapi lainnya sebagai terapi tambahan. Algoritma terapi acne yang

dipakai berdasarkan algoritma dari globall alliance karena dinilai paling logis dan

komprehensif.

48
49

Anda mungkin juga menyukai