Anda di halaman 1dari 119

Tifoid atau tipus adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri Salmonella

thypi. Penyakit ini banyak ditemui di Indonesia. Penyakit tifoid memang erat
kaitannya dengan higienitas atau kebersihan. Bakteri penyebab tifoid senang
hidup di makanan kotor ataupun tanah sehingga bila seseorang mengonsumsi
makanan kotor dan saat daya tahan tubuhnya turun maka ia dapat terserang tifoid.
PENYEBAB
Penyebab penyakit ini ialah infeksi bakteri Salmonella typhi. Bakteri menular
melalui makanan yang terinfeksi atau mengandung kuman bakteri. Saat seseorang
mengonsumsi maknana tersebut dan daya tahan tubuhnya rendah, bakteri akan
menyerang usus orang tersebut. Selanjutnya, bakteri masuk ke dalam peredaran
darah dan terjadinya penyakit tifoid.
GEJALA
Gejala tifoid tidak khas. Sering kali gejala awal tifoid tampak seperti gejala flu
atau radang tenggorokan. Pada tahap lebih lanjut gejala tifoid juga sering kali
seperti demam berdarah. Gejala tifoid antara lain:
1.

Demam

suhu

di

atas

38

derajat Celsius

Demam pada tifoid cukup khas. Pada minggu pertama setelah seseorang terinfeksi
bakteri penyebab tifoid, orang tersebut akan mengalami demam ringan. Demam
semakin hari semakin meningkat. Demam tinggi akhirnya terjadi pada minggu ke
dua. Demam biasanya muncul pada waktu sore hari dimana pasien merasa
menggigil. Kaki dan tangan teraba dingin sedangkan badan teraba panas.
1

Bradikardia relatif yaitu jumlah nadi per menit yang tidak sesuai dengan kondisi
penderita. Normalnya, bila suhu badan meningkat maka kecepatan nadi akan
meningkat. Namun pada tifoid, kecepatan nadi tidak meningkat.

1. Lidah tifoid: lidah pada penderita tifoid cukup khas, yakni keputihan pada bagian
tengah lidah dan merah di bagian pinggir.
2. Keluhan pencernaan, seperti mual, sukar buang air besar, atau sebaliknya, buang
air besar encer.
3. Keluhan saluran pernapasan, seperti batuk, pilek.
4. Gejala lainnya, seperti mata merah, sakit kepala, sesak napas, pegal-pegal, nyeri
sendi, dan sebagainya.

PENGOBATAN
Karena penyebab demam tifoid adalah bakteri, obat demam tifoid ialah antibiotik.
Antibiotik yang digunakan antara lain ampicilin, kloramfenikol, ciprofloksasin,
kotrimoksasol, ceftriakson, dan sebagainya. Selain itu, penderita juga diberikan
obat untuk mengurangi gejala seperti obat penurun panas, obat mual, obat batuk.
Penderita juga dianjurkan untuk konsumsi makanan lembut.

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Lingkungan yang bersih adalah lingkungan yanhg sehat. Apabila lingkungan sehat
maka bakteri dan virus akan lebih sedikit berkembang biak disana. Begitupun
dengan bakterisalmonella typhi penyebab demam tifod akan lebih banyak terdapat
pada lingkungan yang kotor dan tingkat perilaku hidup bersih sehat sangat kurang
sehingga kuman tersebut akan banyak terdapat disana. Kurangnya menjaga

kebersihan lingkungan dan rendahnya kesadaran mastarakat dalam berperilaku


hidup bersih sehat akan menjadi bimerang bagi masyarakat itu sendiri, khususnya
lingkungan mereka akan lebih rentan terkena penyakit.

Tifoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh
kuman salmonella Thypi.Kuman Salmonella Typi masuk tubuh manusia melalui
mulut dengan makanan dan air yang tercemar. Penularan salmonella thypi dapat
ditularkan

melalui

berbagai

food (makanan), fingers (jari

cara,

yang

dikenal

dengan

5F

tangan/kuku), fomitus (muntah), fly (lalat),

yaitu
dan

melalui feses. Apabila orang tersebut kurang memperhatikan kebersihan dirinya


seperti mencuci tangan dan makanan yang tercemar kuman salmonella
thypi masuk ke tubuh orang yang sehat melalui mulut. Kemudian kuman masuk
kedalam lambung, sebagian kuman akan dimusnahkan oleh asam lambung dan
sebagian lagi masuk ke usus halus bagian distal dan mencapai jaringan limpoid.
Di dalam jaringan limpoid ini kuman berkembang biak, lalu masuk ke aliran
darah dan mencapai sel-sel retikuloendotelial.

1.2 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah yang diangkat pada makalah ini adalah
bagaimana pelaksanaan asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan sistem
gastrointestinal khususnya pada pasien demam tifoid.
1. Tujuan Penulisan

2. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu mempelajari dan memahami konsep materi mengenai sistem
gastrointestinal dan gangguannya, khusunya mengenai demam tifoid.
1.3 Tujuan Khusus
1. Mahasiswa mampu menyebutkan dan memahami definisi demam tifoid.
2. Mahasiswa mampu menyebutkan dan memahami etiologi demam tifoid.
3. Mahasiswa mampu menyebutkan dan memahami fatofisiologi demam
tifoid.
4. Mahasiswa mampu menyebutkan dan memahami manifestasi klinis
demam tifoid.
5. Mahasiswa mampu menyebutkan dan memahami komploikasi demam
tifoid.
6. Mahasiswa mampu menyebutkan dan memahami penatalaksaan demam
tifoid.
7. Mahasiswa mampu mengidentifikasi masalah keperawatan yang muncul
pada klien yang menderita demam tifoid.
8. Mahasiswa mampu membuat rencana tindakan keperawatan kepada pasien
yang menderita demam tifoid.
9. Mampu mengidentifikasi kesenjangan yang terdapat antara teori dan
kasus.
10. Mampu menyebutkan dan memahami anatomi serta fisiologi sistem
gastrointestinal.

1.4 Manfaat
1. Keilmuan / Teori
Menambah ilmu pengetahuan terutama dalam keperawatan keluarga yang
berhubungan dengan penyakit demam tifoid.
2. Bagi Perawat / Mahasiswa
Sebagai bahan bacaan dan menambah wawasan bagi mahasiswa kesehatan
khususnya mahasiswa ilmu keperawatan mnegenai demam tifoid.
3. Bagi Masyarakat / Keluarga
Bagi masyarakat dapat memberikan gambaran tanda-tanda dan gejala serta
penyebab penyakit demam tifoid di masyarakat sehingga dapat melakukan
pencegahan terhadap penyakit tersebut.

BAB II
ISI
1. 1.

Definisi

Tifoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh
kuman salmonella Thypi(Arief Maeyer, 1999 ).

Tifoid adalah suatu penyakit pada usus yang menimbulkan gejala-gejala sistemik
yang disebabkan oleh salmonella typhosa, salmonella type A.B.C. penularan
terjadi secara oral melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi (Mansoer
Orief.M. 1999).

Demam tifoid adalah penyakit menular yang bersifat akut, yang ditandai dengan
bakterimia, perubahan pada sistem retikuloendotelial yang bersifat difus,
pembentukan mikroabses dan ulserasi nodus peyer di distal ileum. (Soegeng
Soegijanto, 2002)
Anatomi dan Fisiologi Sistem Gastrointestinal

Susunan saluran pencernaan terdiri dari : Oris (mulut), faring (tekak), esofagus
(kerongkongan), ventrikulus (lambung), intestinum minor (usus halus),
intestinum mayor (usus besar ), rektum dan anus. Pada kasus demam
tifoid, salmonella typi berkembang biak di usus halus (intestinum minor).
Intestinum minor adalah bagian dari sistem pencernaan makanan yang berpangkal
pada pilorus dan berakhir pada seikum, panjangnya 6 m, merupakan saluran
paling panjang tempat proses pencernaan dan absorbsi hasil pencernaan yang
terdiri dari : lapisan usus halus, lapisan mukosa (sebelah dalam), lapisan otot
melingkar (M sirkuler), lapisan otot memanjang (muskulus longitudinal) dan
lapisan serosa (sebelah luar).
Usus halus terdiri dari duodenum (usus 12 jari), yeyenum dan ileum. Duodenum
disebut juga usus dua belas jari, panjangnya 25 cm, berbentuk sepatu kuda
melengkung ke kiri pada lengkungan ini terdapat pankreas. Dari bagian kanan
duodenum ini terdapat selaput lendir yang membukit yang disebut papila vateri.
Pada papila vateri ini bermuara saluran empedu (duktus koledikus) dan saluran
pankreas

(duktus

wirsung/duktus

pankreatikus).

Dinding

duodenum

ini

mempunyai lapisan mukosa yang banyak mengandung kelenjar, kelenjar ini


disebut kelenjar brunner yang berfungsi untuk memproduksi getah intestinum.

Yeyenum dan ileum mempunyai panjang sekitar 6 meter. Dua perlima bagian
atas adalah yeyenum dengan panjang 2 meter dari ileum dengan panjang 4 5
m. Lekukan yeyenum dan ileum melekat pada dinding abdomen posterior dengan
perantaraan

lipatan

peritonium

yang

berbentuk

kipas

dikenal

sebagai

mesenterium.
Akar mesenterium memungkinkan keluar dan masuknya cabang-cabang arteri dan
vena mesenterika superior, pembuluh limfe dan saraf ke ruang antara 2 lapisan
peritonium yang membentuk mesenterium. Sambungan antara yeyenum dan ileum
tidak mempunyai batas yang tegas.
Ujung dibawah ileum berhubungan dengan seikum dengan perantaraan lubang
yang bernama orifisium ileoseikalis. Orifisium ini diperlukan oleh spinter
ileoseikalis dan pada bagian ini terdapat katup valvula seikalis atau valvula
baukhim yang berfungsi untuk mencegah cairan dalam asendens tidak masuk
kembali ke dalam ileum.
Didalam dinding mukosa terdapat berbagai ragam sel, termasuk banyak leukosit.
Disana-sini terdapat beberapa nodula jaringan limfe, yang disebut kelenjar soliter.
Di dalam ilium terdapat kelompok-kelompok nodula itu. Mereka membentuk
tumpukan kelenjar peyer dan dapat berisis 20 sampai 30 kelenjar soliter yang
panjangnya satu sentimeter sampai beberapa sentimeter. Kelenjar-kelenjar ini
mempunyai fungsi melindungi dan merupakan tempat peradangan pada demam
usus (tifoid). Sel-sel Peyers adalah sel-sel dari jaringan limfe dalam membran
mukosa. Sel tersebut lebih umum terdapat pada ileum daripada yeyenum. ( Evelyn
C. Pearce, 2000).
Absorbsi makanan yang sudah dicernakan seluruhnya berlangsung dalam usus
halus melalui dua saluran, yaitu pembuluh kapiler dalam darah dan saluran limfe
di sebelah dalam permukaan vili usus. Sebuah vili berisi lakteal, pembuluh darah

epitelium dan jaringan otot yang diikat bersama jaringan limfoid seluruhnya
diliputi membran dasar dan ditutupi oleh epitelium.
Karena vili keluar dari dinding usus maka bersentuhan dengan makanan cair dan
lemak yang di absorbsi ke dalam lakteal kemudian berjalan melalui pembuluh
limfe masuk ke dalam pembuluh kapiler darah di vili dan oleh vena porta dibawa
ke hati untuk mengalami beberapa perubahan. Fungsi usus halus :
1. Menerima zat-zat makanan yang sudah dicerna untuk diserap melalui
kapiler-kapiler darah dan saluran saluran limfe.
2. Menyerap protein dalam bentuk asam amino.
3. Karbohidrat diserap dalam betuk monosakarida.
Didalam usus halus terdapat kelenjar yang menghasilkan getah usus yang
menyempurnakan makanan. Enzim yang bekerja ialah :
1. Enterokinase, mengaktifkan enzim proteolitik.
2. Eripsin menyempurnakan pencernaan protein menjadi asam amino.
3. Laktase mengubah laktase menjadi monosakarida.
4. Maltosa mengubah maltosa menjadi monosakarida.
5. Sukrosa mengubah sukrosa menjadi monosakarida,

2.Etiologi
Penyebab demam tifoid dan demam paratifoid adalah S.typhi, S.paratyphi A,
S.paratyphi B danS.paratyphi C. (Arjatmo Tjokronegoro, 1997). Ada dua sumber

penularan salmonella typhi yaitu pasien dengan demam tifoid dan pasien dengan
carier. Carier adalah orang yang sembuh dari demam tifoid dan masih terus
mengekresi salmonella typhi dalam tinja dan air kemih selama lebih dari 1 tahun.

3.Patofisiologi / Patway Demam Tipoid


Kuman Salmonella typi masuk tubuh manusia melalui mulut dengan
makanan dan air yang tercemar. Sebagian kuman dimusnakan oleh asam lambung.
Sebagian lagi masuk ke usus halus dan mencapai jaringan limfoid plaque peyeri di
ileum terminalis yang mengalami hipertrofi. Di tempat ini komplikasi perdarahan
dan perforasi intestinal dapat terjadi. Kuman Salmonella Typikemudian menembus
ke lamina propia, masuk aliran limfe dan mencapai kelenjar limfe mesenterial,
yang juga mengalami hipertrofi. Setelah melewati kelenjar-kelenjar limfe ini
salmonella

typi

masuk

ke

aliran

darah

melalui ductus

thoracicus.

Kuman salmonella typi lain mencapai hati melalui sirkulasi portal dari usus.
Salmonella typi bersarang di plaque peyeri, limpa, hati dan bagian-bagian
lain sistem retikuloendotelial. Semula disangka demam dan gejala-gejala toksemia
pada demam tifoid disebabkan oleh endotoksemia. Tapi kemudian berdasarkan
penelitian ekperimental disimpulkan bahwa endotoksemia bukan merupakan
penyebab utama demam dan gejala-gejala toksemia pada demam tifoid.
Endotoksin salmonella typi berperan pada patogenesis demam tifoid, karena
membantu terjadinya proses inflamasi lokal pada jaringan tempat salmonella
typi berkembang biak. Demam pada tifoid disebabkan karena salmonella typi dan
endotoksinnya merangsang sintesis dan penglepasan zat pirogen oleh zat leukosit
pada jaringan yang meradang.

Masa tunas demam tifoid berlangsung 10-14 hari. Gejala-gejala yang


timbul amat bervariasi. Perbedaaan ini tidak saja antara berbagai bagian dunia,
tetapi juga di daerah yang sama dari waktu ke waktu. Selain itu gambaran
penyakit bervariasi dari penyakit ringan yang tidak terdiagnosis, sampai gambaran
penyakit yang khas dengan komplikasi dan kematian hal ini menyebabkan bahwa
seorang ahli yang sudah sangat berpengalamanpun dapat mengalami kesulitan
membuat diagnosis klinis demam tifoid.
Penularan salmonella thypi dapat ditularkan melalui berbagai cara, yang
dikenal

dengan

5F

yaitu food (makanan), fingers (jari

tangan/kuku), fomitus (muntah), fly (lalat), dan melalui feses. Feses dan muntah
pada penderita typhoid dapat menularkan kuman salmonella thypi kepada orang
lain. Kuman tersebut dapat ditularkan melalui perantara lalat, dimana lalat akan
hinggap dimakanan yang akan dikonsumsi oleh orang yang sehat.
Apabila orang tersebut kurang memperhatikan kebersihan dirinya seperti
mencuci tangan dan makanan yang tercemar kuman salmonella thypi masuk ke
tubuh orang yang sehat melalui mulut. Kemudian kuman masuk kedalam
lambung, sebagian kuman akan dimusnahkan oleh asam lambung dan sebagian
lagi masuk ke usus halus bagian distal dan mencapai jaringan limpoid. Di dalam
jaringan limpoid ini kuman berkembang biak, lalu masuk ke aliran darah dan
mencapai sel-sel retikuloendotelial. Sel-selretikuloendotelial ini kemudian
melepaskan kuman ke dalam sirkulasi darah dan menimbulkan bakterimia, kuman
selanjutnya masuk limpa, usus halus dan kandung empedu.
Semula disangka demam dan gejala toksemia pada typhoid disebabkan
oleh endotoksemia.Tetapi berdasarkan penelitian eksperimental disimpulkan
bahwa endotoksemia bukan merupakan penyebab utama demam pada typhoid.
Endotoksemia berperan pada patogenesis typhoid, karenamembantu proses
inflamasi lokal pada usus halus. Demam disebabkan karena salmonella thypidan

endotoksinnya merangsang sintetis dan pelepasan zat pirogen oleh leukosit pada
jaringan yang meradang.
Masa inkubasi demam tifoid berlangsung selama 7-14 hari (bervariasi
antara 3-60 hari) bergantung jumlah dan strain kuman yang tertelan. Selama masa
inkubasi penderita tetap dalamkeadaan asimtomatis. (Soegeng soegijanto, 2002).

Patway

4. Manifestasi Klinik
1. Masa tunas 10 20 hari yang tersingkat 4 hari jika infeksi terjadi melalui
makanan, sedangkan jika melalui minuman yang terlama 30 hari.
2. Selama masa inkubasi mungkin ditemukan gejala prodromal yaitu
perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri kepala, pusing dan tidak
bersemangat, nafsu makan kurang.
3. Demam. Pada kasus yang khas demam berlangsung 3 minggu, bersifat
febris remiten dan suhu tidak tinggi sekali. Selama minggu pertama, suhu
tubuh berangsur-angsur naik setiap hari, biasanya menurun pada pagi hari
dan meningkat lagi pada sore dan malam hari. Dalam minggu kedua
pasien terus berada dalam keadaan demam, pada minggu ketiga suhu
berangsur turun dan normal kembali pada akhir minggu ketiga.
4. Gangguan pada saluran pencernaan. Pada mulut terdapat nafas berbau
tidak sedap, bibir kering dan pecah-pecah (ragaden). Lidah tertutup
selaput putih kotor (coated tongue), ujung dan tepinya kemerahan.
5. Gangguan kesadaran, umumnya kesadaran pasien menurun walaupun
tidak dalam yaitu apatis sampai somnolen, jarang terjadi stupor atau koma
(kecuali penyakitnya berat dan terlambat mendapatkan pengobatan).
6. Pada punggung dan anggota gerak dapat ditemukan roseola yaitu bintikbintik kemerahan karena emboli basil dalam kapiler kulit yang dapat
ditemukan pada minggu pertama demam.

5.Komplikasi
Komplikasi demam thypoid dibagi dalam :
1. a.

Komplikasi Intestinal
I.

Pendarahan usus

II.

Perforasi usus

III.

Ileus paralitik

1. b.

Komplikasi ektra-intestinal

2. Komplikasi

kardiovaskuler

Kegagalan sirkulasi perifel (renjatan sepsis) miokarditis, trombosis dan


tromboflebitis.
3. Komplikasi

darah

Anemia hemolitik, trombositoperia dan sidroma uremia hemolitik.


4. Komplikasi

paru

Pneumonia, emfiema, dan pleuritis


5. Komplikasi

hepair

dan

kandung

empedu

Hepatitis dan kolesistitis


6. Komplikasi
Glomerulonefritis, periostitis, spondilitis, dan arthritis

ginjal

7. Komplikasi

neuropsikiatrik

Delirium, meningismus, meningistis, polyneuritis perifer, sindrom,


katatoni

6. Test Diagnostik
a. Pemeriksaan darah

Pemeriksaan darah untuk kultur (biakan empedu)

Salmonella typhosa dapat ditemukan dalam darah penderita pada minggu pertama
sakit, lebih sering ditemukan dalam urine dan feces dalam waktu yang lama.

Pemeriksaan widal

Pemeriksaan widal merupakan pemeriksaan yang dapat menentukan diagnosis


thypoid abdominalis secara pasti. Pemeriksaan ini perlu dikerjakan pada waktu
masuk dan setiap minggu berikutnya. (diperlukan darah vena sebanyak 5 cc untuk
kultur dan widal)

b.

Pemeriksaan sumsum tulang belakang

Terdapat gambaran sumsum tulang belakang berupa hiperaktif Reticulum Endotel


System (RES) dengan adanya sel makrofag.

7.

Penatalaksanaan Medik
a.

Perawatan

Pasien thypoid perlu dirawat di Rumah Sakit untuk mendapatkan perawatan,


observasi dan diberikan pengobatan yakni :

Isolasi pasien.

Desinfeksi pakaian.

Perawatan yang baik untuk menghindari komplikasi, mengingat sakit yang


lama, lemah, anoreksia dan lain-lain.

Istirahat selama demam sampai dengan 2 minggu setelah suhu normal


kembali (istirahat total), kemudian boleh duduk jika tidak panas lagi, boleh
berdiri kemudian berjalan diruangan.

b.

Diet

Makanan harus mengandung cukup cairan, kalori dan tinggi protein.


Bahan makanan tidak boleh mengandung banyak serat, tidak merangsang dan
tidak menimbulkan gas, susu 2 gelas sehari, bila kesadaran pasien menurun
diberikan makanan cair melalui sonde lambung. Jika kesadaran dan nafsu makan
anak baik dapat juga diberikan makanan biasa.

c.

Obat

Obat anti mikroba yang sering digunakan :

Cloramphenicol

Cloramphenicol masih merupakan obat utama untuk pengobatan thypoid.


Dosis untuk anak : 50 100 mg/kg BB/dibagi dalam 4 dosis sampai 3 hari bebas
panas/minimal 14 hari.

Kotrimaksasol

Dosis untuk anak : 8 20 mg/kg BB/hari dalam 2 dosis sampai 5 hari bebas
panas/minimal 10 hari.

Bila terjadi ikterus dan hepatomegali : selain Cloramphenicol juga diterapi


dengan ampicillin 100 mg/kg BB/hari selama 14 hari dibagi dalam 4 dosis.

B.

KONSEP KEPERAWATAN

1.

Pengkajian

a.

Pengumpulan data
1. Identitas klien
Meliputi nama,, umur, jenis kelamin, alamat, pekerjaan, suku/bangsa,

agama, status perkawinan, tanggal masuk rumah sakit, nomor register dan
diagnosa medik.

1. Keluhan utama
Keluhan utama demam tifoid adalah panas atau demam yang tidak turunturun, nyeri perut, pusing kepala, mual, muntah, anoreksia, diare serta penurunan
kesadaran.

1. Riwayat penyakit sekarang


Peningkatan suhu tubuh karena masuknya kuman salmonella typhi ke dalam
tubuh.

1. Riwayat penyakit dahulu


Apakah sebelumnya pernah sakit demam tifoid.

1. Riwayat penyakit keluarga


Apakah keluarga pernah menderita hipertensi, diabetes melitus.

6. Pola-pola fungsi kesehatan


a) Pola nutrisi dan metabolisme
Klien akan mengalami penurunan nafsu makan karena mual dan muntah
saat makan sehingga makan hanya sedikit bahkan tidak makan sama sekali.

b) Pola eliminasi
Eliminasi alvi. Klien dapat mengalami konstipasi oleh karena tirah baring
lama. Sedangkan eliminasi urine tidak mengalami gangguan, hanya warna urine
menjadi kuning kecoklatan. Klien dengan demam tifoid terjadi peningkatan suhu
tubuh yang berakibat keringat banyak keluar dan merasa haus, sehingga dapat
meningkatkan kebutuhan cairan tubuh.

c) Pola aktivitas dan latihan


Aktivitas klien akan terganggu karena harus tirah baring total, agar tidak
terjadi komplikasi maka segala kebutuhan klien dibantu.

d) Pola tidur dan istirahat


Pola tidur dan istirahat terganggu sehubungan peningkatan suhu tubuh.

e) Pola persepsi dan konsep diri


Biasanya terjadi kecemasan pada orang tua terhadap keadaan penyakit
anaknya.

f) Pola sensori dan kognitif


Pada penciuman, perabaan, perasaan, pendengaran dan penglihatan
umumnya tidak mengalami kelainan serta tidak terdapat suatu waham paad klien.

g) Pola hubungan dan peran


Hubungan dengan orang lain terganggu sehubungan klien di rawat di
rumah sakit dan klien harus bed rest total.

h) Pola penanggulangan stress

Biasanya orang tua akan nampak cemas

7. Pemeriksaan fisik
a)

Keadaan umum
Didapatkan klien tampak lemah, suhu tubuh meningkat

38

410 C, muka kemerahan.

b)

Tingkat kesadaran
Dapat terjadi penurunan kesadaran (apatis).

c) Sistem respirasi
Pernafasan rata-rata ada peningkatan, nafas cepat dan dalam dengan
gambaran seperti bronchitis.

d) Sistem kardiovaskuler
Terjadi penurunan tekanan darah, bradikardi relatif, hemoglobin rendah.

e) Sistem integumen
Kulit kering, turgor kullit menurun, muka tampak pucat, rambut agak
kusam

f) Sistem gastrointestinal
Bibir kering pecah-pecah, mukosa mulut kering, lidah kotor (khas), mual,
muntah, anoreksia, dan konstipasi, nyeri perut, perut terasa tidak enak, peristaltik
usus meningkat.

g) Sistem muskuloskeletal
Klien lemah, terasa lelah tapi tidak didapatkan adanya kelainan.

h) Sistem abdomen
Saat palpasi didapatkan limpa dan hati membesar dengan konsistensi
lunak serta nyeri tekan pada abdomen. Pada perkusi didapatkan perut kembung
serta pada auskultasi peristaltik usus meningkat.

2.

Diagnose keperawatan

1. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai


oksigen dengan kebutuhan, dispnea.
2. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses inflamasi kuman
salmonella thypii.
3. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan proses peradangan.
4. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri, demam
5. Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan intake yang
tidak adekuat.
6. Resiko devisit volume cairan berhubungan dengan intake yang tidak
adekuat dan peningkatan suhu tubuh.
7. Gangguan pola eliminasi BAB berhubungan dengan konstipasi
8. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan penurunan kesadaran
9. Kelemahan berhubungan dengan intake inadekuat, tirah baring
10. Gangguan personal hygiene berhubungan dengan kelemahan

3. Intervensi Keperawatan
a. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai
oksigen dengan kebutuhan, dispnea.

Tujuan : Setelah diberikan tindakan keperawatan selama 3X24 jam


pola napas efektif
Kriteria hasil : Pola napas efektif

Tidak terdapat pernapasan cuping hidung

Tidak ada keluhan sesak

Frekuensi pernapasan dalam batas normal 24-32 x/menit

Intervensi keperawatan
1. Kaji frekuensi, kedalaman, dan upaya pernapasan
R/: Pernapasan dangkal, cepat/dispnea sehubungan dengan peningkatan
kebutuhan oksigen

1. Selidiki perubahan kesadaran


R/: Perubahan mental dapat menunjukkan hipoksemia dan gagal pernapasan

1. Pertahankan kepala tempat tidur tinggi. Posisi miring


R/: Memudahkan pernapasan dengan menurunkan tekanan pada diafragma

1. Dorong penggunaan teknik napas dalam


R/: Membantu memaksimalkan ekspansi paru

1. Kolaborasi
Berikan tambahan okseigen sesuai indikasi
R/: Perlu untuk mengatasi/mencegah hipoksia. Bila pernapasan/oksigenasi
tidak adekuat, ventilasi mekanik sesuai kebutuhan.

b. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi, proses peradangan


Tujuan

: Setelah diberikan tindakan keperawatan selama 3 X 24 jam,

suhu tubuh normal.


Kriteria hasil

: Tidak ada tanda-tanda peningkatan suhu tubuh,

TTV dalam batas normal


TD : 80-120/60-80 mmhg
N : 80-100x/i
S

: 36,5-370 C

: 24-32x/i

Intervensi Keperawatan
1. Observasi tanda-tanda vital
R/: Tanda-tanda vital berubah sesuai tingkat perkembangan penyakit dan
menjadi indikator untuk melakukan intervensi selanjutnya

1. Beri kompres pada daerah dahi


R/: Pemberian kompres dapat menyebabkan peralihan panas secara konduksi
dan membantu tubuh untuk menyesuaikan terhadap panas

1. Anjurkan untuk banyak minum air putih


R/: Peningkatan suhu tubuh mengakibatkan penguapan sehingga perlu
diimbangi dengan asupan cairan yang banyak

1. Kolaborasi pemberian antiviretik, antibiotik


R/: Mempercepat proses penyembuhan, menurunkan demam. Pemberian
antibiotik menghambat pertumbuhan dan proses infeksi dari bakteri

c.

Nyeri berhubungan dengan proses peradangan


Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 X 24 jam

nyeri hilang/berkurang
Kriteria hasil

: Tidak ada keluhan nyeri

Wajah tampak tampak rileks

Skala nyeri 0-1

TTV dalam batas normal


TD : 80-120/60-80 mmhg
N

: 80-100x/i

: 36,5-370C

: 24-32x/i

Intervensi keperawatan
1. Kaji tingkat nyeri, lokasi, sifat dan lamanya nyeri

R/: Sebagai indikator dalam melakukan intervensi selanjutnya dan untuk


mengetahui sejauh mana nyeri dipersepsikan.

1. Berikan posisi yang nyaman sesuai keinginan klien.


R/: Posisi yang nyaman akan membuat klien lebih rileks sehingga merelaksasikan
otot-otot.

1. Ajarkan tehnik nafas

dalam

R/: Tehnik nafas dalam dapat merelaksasi otot-otot sehingga mengurangi


nyeri

1. Ajarkan kepada orang tua untuk menggunakan tehnik relaksasi misalnya


visualisasi, aktivitas hiburan yang tepat
R/: Meningkatkan relaksasi dan pengalihan perhatian

1. Kolaborasi obat-obatan analgetik


R/: Dengan obat analgetik akan menekan atau mengurangi rasa nyeri

d. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri, demam


Tujuan

: Setelah dilakukan tindakan keperawatan

selama 3X24 jam, pola tidur efektif


Kriteria hasil

: Melaporkan tidur nyenyak

Klien tidur 8-10 jam semalam

Klien tampak segar

Intervensi Keperawatan
1. Kaji pola tidur klien
R/: Mengetahui kebiasaan tidur klien, mengetahui gangguan yang dialami,
memudahkan intervensi selanjutnya

1. Berikan bantal yang nyaman


R/: Meningkatkan kenyamanan meningkatkan pemenuhan istirahat tidur

1. Berikan lingkungan yang nyaman, batasi pengunjung


R/: Mengurangi stimulus yang dapat mengganggu istirahat tidur

1. Anjurkan untuk melakukan teknik relaksasi nafas dalam/masase punggung


sebelum tidur
R/: Meningkatkan relaksasi menstimulasi istirahat tidur yang nyaman

e. Resiko defisit volume cairan berhubungan dengan hipertermi, intake


inadekua
Tujuan

: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3X24 jam,

tidak terjadi defisit volume cairan


Kriteria hasil : Tidak terjadi tanda-tanda dehidrasi Keseimbangan intake dan
output dengan urine normal dalam konsentrasi jumlah

Intervensi Keperawatan
1. Kaji tanda dan gejala dehidrasi hypovolemik, riwayat muntah, kehausan
dan turgor kulit
R/: Hipotensi, takikardia, demam dapat menunjukkan respon
terhadap dan atau

efek dari kehilangan cairan

1. Observasi adanya tanda-tanda syok, tekanan darah menurun, nadi cepat


dan lemah

R/: Agar segera dilakukan tindakan/ penanganan jika terjadi syok

1. Berikan cairan peroral pada klien sesuai kebutuhan


R/: Cairan peroral akan membantu memenuhi kebutuhan cairan

1. Anjurkan kepada orang tua klien untuk mempertahankan asupan cairan


secara dekuat
R/: Asupan cairan secara adekuat sangat diperlukan untuk menambah
volume

cairan tubuh

1. Kolaborasi pemberian cairan intravena


R/: Pemberian intravena sangat penting bagi klien untuk memenuhi
kebutuhan

cairan yang hilang

f. Resiko pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan


anoreksia, nausea, intake inadekuat

Tujuan

: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 X

24 jam kekurangan nutrisi tidak terjadi


Kriteria hasil : Nafsu makan meningkat

Tidak ada keluhan anoreksia, nausea.

Porsi makan dihabiskan

Intervensi keperawatan
1. Kaji kemampuan makan klien
R/: Untuk mengetahui perubahan nutrisi klien dan sebagai indikator
intervensi selanjutnya

1. Berikan makanan dalam porsi kecil tapi sering


R/: Memenuhi kebutuhan nutrisi dengan meminimalkan rasa mual dan
muntah

1. Beri nutrisi dengan diet lunak, tinggi kalori tinggi protein


R/: Memenuhi kebutuhan nutrisi adekuat

1. Anjurkan kepada orang tua klien/keluarga untuk memberikan makanan


yang disukai
R/: Menambah selera makan dan dapat menambah asupan nutrisi yang
dibutuhkan klien

1. Anjurkan kepada orang tua klien/keluarga untuk menghindari makanan


yang mengandung gas/asam, pedas
R/: dapat meningkatkan asam lambung yang dapat memicu mual dan muntah
dan menurunkan asupan nutrisi

1. Kolaborasi
Berikan antiemetik, antasida sesuai indikasi
R/: Mengatasi mual/muntah, menurunkan asam lambung yang dapat memicu
mual/muntah

g. Gangguan pola eliminasi BAB berhubungan dengan konstipasi


Tujuan

: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 X 24 jam,

pola eliminasi kembali normal


Kriteria hasil

: Klien melaporkan BAB lancar

Konsistensi lunak

Intervensi Keperawatan
1. Kaji pola eliminasi klien
R/: Sebagai data dasar gangguan yang dialami, memudahkan intervensi
selanjutnya

1. Auskultasi bising usus


R/: Penurunan menunjukkan adanya obstruksi statis akibat inflamasi,
penumpukan fekalit

1. Selidiki keluhan nyeri abdomen


R/: Berhubungan dengan distensi gas

1. Observasi gerakan usus, perhatikan warna, konsistensi, dan jumlah feses


R/: Indikator kembalinya fungsi GI, mengidentifikasi ketepatan intervensi

1. Anjurkan makan makanan lunak, buah-buahan yang merangsang BAB


R/: Mengatasi konstipasi yang terjadi

1. Kolaborasi Berikan pelunak feses, supositoria sesuai indikasi


R/: Mungkin perlu untuk merangsang peristaltik dengan perlahan

h.

Perubahan

persepsi

sensori

berhubungan

dengan

penurunan

kesadaran
Tujuan

: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 X 24 jam,

persepsi sensori dipertahankan


Kriteria hasil

: Tidak terjadi gangguan kesadaran

Intervensi Keperawatan
1. Kaji status neurologis
R/: Perubahan endotoksin bakteri dapat merubah elektrofisiologis otak

1. Istirahatkan hingga suhu dan tanda-tanda vital stabil

R/: Istirahat yang cukup mampu membantu memulihkan kondisi pasien

1. Hindari aktivitas yang berlebihan


R/: Aktivitas yang berlebihan mampu memperburuk kondisi dan
meningkatkan resiko cedera

1. Kolaborasi
Kaji fungsi ginjal/elektrolit
R/: Ketidakseimbangan mempengaruhi fungsi otak dan memerlukan
perbaikan sebelum intervensi terapeutik dapat dimulai

i. Kelemahan berhubungan dengan intake inadekuat, tirah baring


Tujuan

: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 X 24 jam,

tidak terjadi kelemahan


Kriteria hasil

: Klien mampu melakukan aktivitas sehari-sehari secara

mandiri

Intervensi Keperawatan

1. Kaji tingkat intoleransi klien


R/: Menetapkan intervensi yang tepat
1. Anjurkan keluarga untuk membantu memenuhi aktivitas kebutuhan seharihari
R/: Mengurangi penggunaan energi yang berlebihan

1. Bantu mengubah posisi tidur minimal tiap 2 jam


R/: Mencegah dekubitus karena tirah baring dan meningkatkan kenyamanan

1. Tingkatkan kemandirian klien yang dapat ditoleransi


R/: Meningkatkan aktivitasringan dan mendorong kemandirian sejak dini

j.

Gangguan personal hygiene berhubungan dengan kelemahan; tirah

baring
Tujuan

: gangguan personal hygiene teratasi

Kriteria hasil

: klien tampak rapi dan tampak segar

Intervensi keperwatan :
1. Kaji kemampuan dan tingkat kekurangan untuk melakukan kebutuhan
sehari-hari
R/: Membantu dalam mengantisipasi / merencanakan pemenuhan kebutuhan
secara individual

1. Lakukan washlap keseluruh tubuh klien dengan air hangat


R/: Memberikan kenyamanan dan menjaga kebersihan kulit klien

1. Anjurkan klien dan keluarga untuk tetap menjaga kebersihan gigi dan
mulut klien
R/: Kebersihan mulut dapat meningkatkan kenyamanan dan selera makan dan
kesehatan pencernaan.

1. Anjurkan orang tua klien untuk mengganti pakaian klien setiap hari
R/: Memberikan kenyamanan kepada klien

1. Jelaskan kepada klien dan keluarga tentang pentingnya menjaga


kebersihan diri

R/: Peningkatan pengetahuan mengembangkan kooperatif klien dan keluarga


dalam pelaksanaan tindakan keperawatan

E.

Evaluasi
a.

Pola napas efektif

Tidak terdapat pernapasan cuping hidung

Tidak ada keluhan sesak

Frekuensi pernapasan dalam batas normal 24-32 x/menit

b.

Suhu tubuh dalam batas normal dengan kriteria :

Suhu tubuh 36C 37C

Bebas demam

c.

Nyeri berkurang/hilang dengan kriteria :

Klien tidak mengeluh nyeri.

Wajah klien ceria

d.

Klien dapat mempertahankan keseimbangan cairan

dengan kriteria :

Turgor kulit baik.

Mukosa lembab

Intake cairan adekuat.

Tidak terjadi muntah.

e.

Kebutuhan nutrisi terpenuhi dengan kriteria :

Nafsu makan baik.

Menunjukkan berat badan stabil/ideal.

1. Tidak terjadi gangguan pola tidur dengan kriteria:

Tidak ada keluhan tidur kurang

Klien tampak segar

Klien tidur 8-10 jam semalam

1. Gangguan persepsi sensori teratsi ditandai dengan tidak terjadi gangguan


kesadaran

1. Tidak terjadi gangguan eliminasi BAB, dengan kriteria:

Klien BAB 1 kali sehari

Konsistensi lunak

1. Kelemahan tearatasi ditandai dengan klien mampu melakukan aktivitas


sehari-sehari secara mandiri

1. Gangguan personal hygiene teratasi ditandai dengan klien tampak rapi dan
tampak segar

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, (2007), Defenisi


(http://www.laboratorium

Typhoid

klinik prodia.com, diakses 07 Agustus 2011

Anonim, (2007), Epidemiologi Typhoid


(http://www.pontianak

Abdominalis, (online)

Abdominalis, (online)

post.com, diakses 07 Agustus 2011

Hidayat AA, (2006), Pengantar Ilmu Keperawatan Anak, (Edisi 2),


Jakarta, Salemba

Medika.

DEMAM THYPOID ATAU TIFUS


BAB I
PENDAHULUAN
I.I.Latar Belakang
Demam thypoid menjadi masalah kesehatan, yang umumnya terjadi
dinegara yang sedang berkembang karena akibat kemiskinan, kriminalitas dan
kekurangan air bersing yang dapat diminum. tetapi lebih sering bersifat seporadis,
terpencar-pencar di suatu daerah, dan jarang menimbulkan lebih dari satu kasus
pada orang-orang serumah. Demam thypoid dapat di temukan sepanjang tahun.
Insiden tertinggi didapatkan pada anak-anak dan tidak ada perbedaan yang nyata
anatra insidensi demam thypoid pada wanita dan pria.Diagnose dari pelubangan
penyakiit thypoid dapat sangat berbahaya apa bila terjadi selama kehamilan atau
pada periode setelah melahirkan. Kebanyakan penyebaran penyakit demam typoid
ini tertular pada manusia pada daerah-daerah berkembang, ini dikarenakan
pelayanan kesehatan yang belum baik, hygiene personal yang buruk. Salah satu
contoh di negara Nigeria, dimana terdapat 467 kasus dari tahun 1996 sampai
dengan 2000.
Dalam lingkungan kita menjadi endemic di selatan dan Amerika Utara,
Timur Tengah, Tenggara dan hampir seluruh Asia termasuk India. Di seluruh
dunia tercatat sekitar 33 juta kasus dari demam typoid dan menyebabkan lebih
dari 500.000 kematian.
I.2. Rumusan Masalah
1.

Apa yang disebut dengan thypoid?

2.

Apa penyebab terjadinya thypoid?

3.

Apa tanda dan gejala thypooid?

4.

Menjelaskan manifestasi klinis thypoid?

5.

Menjelaskan patofisiologi thypoid?

6.

Menjelaskan pemeriksaan penunjang thypoid?

7.

Menjelaskan penatalaksanaan thypoid?

8.

Menjelaskan komplikasi thypoid?

I.3 Tujuan
Tujuan Umum :
Mengetahui asuhan keperawatan pada pasien dengan demam thypiod.
Tujuan Khusus :
Untuk
patofisiologi,

mengidentifikasi
komplikasi,

pengertian,

penatalaksanaan,

etiologi,
dan

manifestasi

pemeriksaan

klinis,

penunjang

tentang thypoid.
I.4. Manfaat Penulisan
1.

Mengetahui apa yang dimaksud dengan thypoid

2.

Mengerti apa yang menyebabkan thypoid

3.

Mengetahui proses dari thypoid

4.

Mengetahui pemeriksaan yang harus dilakukan pada penyakitthypoid

5.

Mengetahui patofisologi thypoid

6.

Mengetahui manifestasi klinis thypoid

7.

Mengetahui pemeriksaan penunjang thypoid

8.

Mengetahui penatalaksanaan thypoid

BAB II
TINJAUAN TEORITIS
II.1. Pengertian Thypoid
Thypoid adalah penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan infeksi
salmonella Thypi. Organisme ini masuk melalui makanan dan minuman yang
sudah terkontaminasi oleh faeses dan urine dari orang yang terinfeksi kuman
salmonella. ( Bruner and Sudart, 1994 ).
Typhoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh kuman
salmonella Thypi ( Arief Maeyer, 1999 ).
Typhoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh kuman
salmonella thypi dan salmonella para thypi A,B,C. sinonim dari penyakit ini
adalah Typhoid dan paratyphoid abdominalis, ( Syaifullah Noer, 1996 ).
Typhoid adalah penyakit infeksi pada usus halus, typhoid disebut juga
paratyphoid fever, enteric fever, typhus dan para typhus abdominalis (.Seoparman,
1996).
Typhoid adalah suatu penyakit pada usus yang menimbulkan gejala-gejala
sistemik yang disebabkan oleh salmonella typhosa, salmonella type A.B.C.

penularan terjadi secara pecal, oral melalui makanan dan minuman yang
terkontaminasi (Mansoer Orief.M. 1999).
Dari beberapa pengertian diatasis dapat disimpulkan sebagai berikut, Typhoid
adalah suatu penyakit infeksi usus halus yang disebabkan oleh salmonella type A,
B dan C yang dapat menular melalui oral, fecal, makanan dan minuman yang
terkontaminasi.
II.2. Manifestasi Klinis
Masa tunas 7-14 (rata-rata 3 30) hari, selama inkubasi ditemukan gejala
prodromal (gejala awal tumbuhnya penyakit/gejala yang tidak khas) :

Perasaan

tidak

enak

badan

Lesu

Nyeri

kepala

Pusing

Diare

Anoreksia

Batuk

Nyeri otot (Mansjoer, Arif 1999).


Menyusul

gejala

klinis

yang

lain

1. Demam
Demam berlangsung 3 minggu
Minggu I : demam remiten, biasanya menurun pada pagi hari dan meningkat pada
sore

dan

malam

hari nyeri

otot, anoreksia, mual, muntah, obstipasi

atau

kepala, pusing,nyeri

diare, perasaan

tidak

enak

diperut, batuk dan epistaksis, pada pemeriksaan fisik tidak hanya didapat
peningkatan suhu badan
Minggu II : Demam terus, Demam, Bradikardikardi relatif lidah thypoid (kotor
ditengah,

tepi

dan

ujung

tremor),Hepatomegali, Plenomegali, Meteorismus, Gangguan


seperti samnolen
Minggu III : Demam mulai turun secara berangsur angsur.

merah
kesadaran

2. Gangguan Pada Saluran Pencernaan


Lidah kotor yaitu ditutupi selaput kecoklatan kotor, ujung dan tepi kemerahan,
jarang disertai tremor
Hati dan limpa membesar yang nyeri pada perabaan
Terdapat

konstipasi,

diare

3. Gangguan Kesadaran
Kesadaran yaitu apatis somnole.
Gejala lain ROSEOLA (bintik-bintik kemerahan karena emboli hasil dalam
kapiler kulit) (Rahmad Juwono, 1996).
II.3. Etiologi
Penyakit tifus disebabkan oleh infeksi kuman Salmonella Typhosa, basil
gram negatif, berflagel (bergerak dengan bulu getar), anaerob, dan tidak
menghasilkan spora. Bakteri tersebut memasuki tubuh manusia melalui saluran
pencernaan dan manusia merupakan sumber utama infeksi yang mengeluarkan
mikroorganisme penyebab penyakit saat sedang sakit atau dalam pemulihan.
Kuman ini dapat hidup dengan baik sekali pada tubuh manusia maupun pada suhu
yang lebih rendah sedikit, namun mati pada suhu 70C maupun oleh antiseptik.
Demam tifoid adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh Salmonella
typhi atau Salmonella paratyphi (Soedarto, 1996).Terdapat ratusan jenis bakteri
salmonella, tetapi hanya 4 jenis yang dapat menimbulkan tifus yaitu:
a.

Salmonella thyposa, basil gram negative yang bergerak dengan bulu getar,
tidak berspora mempunyai sekurang-kurangnya tiga macam antigen yaitu:

antigen

(somatic,

terdiri

darizat

komplekliopolisakarida) :merupakan

polisakarida yang sifatnya spesifik untuk grup Salmonella dan berada pada
permukaan organisme dan juga merupakan somatik antigen yang tidak menyebar
antigen H : terdapat pada flagella dan dan bersifat termolabil
antigen V1 (merupakan kapsul yang meliputi tubuh kuman dan melindungi
antigen O terhadap fagositosis) dan protein membrane hialin.
b.

Salmonella parathypi A

c.

salmonella parathypi B

d.
e.

Salmonella parathypi C
Faces dan Urin dari penderita thypus (Rahmad Juwono, 1996).
Carier adalah orang yang sembuh dari demam typhoid dan masih terus
mengekresi salmonella typhi dalam tinja dan air kemih selama lebih dari 1 tahun.
II.4. Patofisiologi
Penularan salmonella thypi dapat ditularkan melalui berbagai cara, yang
dikenal dengan 5 F yaitu Food (makanan), Fingers (jari tangan/kuku), Fomitus
(muntah), Fly (lalat), dan melalui Feses.
Feses dan muntah pada penderita typhoid dapat menularkan kuman
salmonella thypi kepada orang lain. Kuman tersebut dapat ditularkan melalui
perantara lalat, dimana lalat akan hinggap dimakanan yang akan dikonsumsi oleh
orang yang sehat. Apabila orang tersebut kurang memperhatikan kebersihan
dirinya seperti mencuci tangan dan makanan yang tercemar kuman salmonella
thypi masuk ke tubuh orang yang sehat melalui mulut. Kemudian kuman masuk
ke dalam lambung, sebagian kuman akan dimusnahkan oleh asam lambung dan
sebagian lagi masuk ke usus halus bagian distal dan mencapai jaringan limpoid.
Di dalam jaringan limpoid ini kuman berkembang biak, lalu masuk ke aliran
darah dan mencapai sel-sel retikuloendotelial.
Pada akhir masa inkubasi (5-9 hari) kuman kembali masuk dalam darah
(bakteremi sekunder) dan menyebar keseluruh tubuh terutama kedalam kelenjar
limfoid usus halus, menimbulkan tukak berbentuk lonjong di atas Plak Peyer.
Tukak tersebut dapat mengakibatkan perdarahan dan perforasi usus. Pada masa
bakteremi ini, kuman mengeluarkan endotoksin yang mempunyai peran
membantu proses peradangan lokal dimana kuman ini berkembang. Semula
disangka demam dan gejala toksemia pada typhoid disebabkan oleh
endotoksemia. Tetapi berdasarkan penelitian eksperimental disimpulkan bahwa
endotoksemia bukan merupakan penyebab utama demam pada typhoid.
Endotoksemia berperan pada patogenesis typhoid, karena membantu proses
inflamasi lokal pada usus halus. Demam disebabkan karena salmonella thypi dan

endotoksinnya merangsang sintetis dan pelepasan zat pirogen oleh leukosit pada
jaringan yang meradang.
II.5. Komplikasi
a. Komplikasi intestinal
1)

Perdarahan usus

2)

Perporasi usus

3)

Ilius paralitik

b. Komplikasi extra intestinal


1.

Komplikasi kardiovaskuler : kegagalan sirkulasi (renjatan sepsis), miokarditis,


trombosis, tromboplebitis.

2.

Komplikasi darah : anemia hemolitik, trobositopenia, dan syndroma uremia


hemolitik.

3.

Komplikasi paru : pneumonia, empiema, dan pleuritis.

4.

Komplikasi pada hepar dan kandung empedu : hepatitis, kolesistitis.

5.

Komplikasi ginjal : glomerulus nefritis, pyelonepritis dan perinepritis.

6.

Komplikasi pada tulang : osteomyolitis, osteoporosis, spondilitis dan arthritis.

7.

Komplikasi neuropsikiatrik : delirium, meningiusmus, meningitis, polineuritis


perifer, sindroma Guillain bare dan sidroma katatonia.

II.6. Pemeriksaan

penunjang

Pemeriksaan penunjang pada klien dengan typhoid adalah pemeriksaan


laboratorium,

yang

terdiri

dari

a. Pemeriksaan leukosit
Di dalam beberapa literatur dinyatakan bahwa demam typhoid terdapat
leukopenia dan limposistosis relatif tetapi kenyataannya leukopenia tidaklah
sering dijumpai. Pada kebanyakan kasus demam typhoid, jumlah leukosit pada
sediaan darah tepi berada pada batas-batas normal bahkan kadang-kadang terdapat
leukosit walaupun tidak ada komplikasi atau infeksi sekunder. Oleh karena itu
pemeriksaan jumlah leukosit tidak berguna untuk diagnosa demam typhoid.

b.

Pemeriksaan SGOT dan SGPT


SGOT dan SGPT pada demam typhoid seringkali meningkat tetapi dapat

kembali normal setelah sembuhnya typhoid.


c.

Biakan darah
Bila biakan darah positif hal itu menandakan demam typhoid, tetapi bila

biakan darah negatif tidak menutup kemungkinan akan terjadi demam typhoid.
Hal ini dikarenakan hasil biakan darah tergantung dari beberapa faktor :
1.

Teknik

pemeriksaan

Laboratorium

Hasil pemeriksaan satu laboratorium berbeda dengan laboratorium yang lain, hal
ini disebabkan oleh perbedaan teknik dan media biakan yang digunakan. Waktu
pengambilan darah yang baik adalah pada saat demam tinggi yaitu pada saat
bakteremia berlangsung.
2.

Saat pemeriksaan selama perjalanan Penyakit.


Biakan darah terhadap salmonella thypi terutama positif pada minggu pertama dan
berkurang pada minggu-minggu berikutnya. Pada waktu kambuh biakan darah
dapat positif kembali.

3.

Vaksinasi

di

masa

lampau

Vaksinasi terhadap demam typhoid di masa lampau dapat menimbulkan antibodi


dalam darah klien, antibodi ini dapat menekan bakteremia sehingga biakan darah
negatif.
4.

Pengobatan

dengan

obat

anti

mikroba.

Bila klien sebelum pembiakan darah sudah mendapatkan obat anti mikroba
pertumbuhan kuman dalam media biakan terhambat dan hasil biakan mungkin
negatif.
d.

Uji Widal
Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi
(aglutinin). Aglutinin yang spesifik terhadap salmonella thypi terdapat dalam
serum klien dengan typhoid juga terdapat pada orang yang pernah divaksinasikan.
Antigen yang digunakan pada uji widal adalah suspensi salmonella yang sudah
dimatikan dan diolah di laboratorium. Tujuan dari uji widal ini adalah untuk
menentukan adanya aglutinin dalam serum klien yang disangka menderita

typhoid. Akibat infeksi oleh salmonella thypi, klien membuat antibodi atau
aglutinin yaitu :
1.

Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari tubuh


kuman).

2.

Aglutinin H, yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal dari flagel


kuman).

3.

Aglutinin Vi, yang dibuat karena rangsangan antigen Vi (berasal dari simpai
kuman)
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang ditentukan titernya
untuk diagnosa, makin tinggi titernya makin besar klien menderita typhoid.
Faktor faktor yang mempengaruhi uji widal :

a.

Faktor yang berhubungan dengan klien :

1.

Keadaan umum : gizi buruk dapat menghambat pembentukan antibodi.

2.

Saat pemeriksaan selama perjalanan penyakit: aglutinin baru dijumpai dalam


darah setelah klien sakit 1 minggu dan mencapai puncaknya pada minggu ke-5
atau ke-6.

3.

Penyakit penyakit tertentu : ada beberapa penyakit yang dapat menyertai


demam

typhoid

yang

tidak

dapat

menimbulkan

antibodi

seperti

agamaglobulinemia, leukemia dan karsinoma lanjut.


4.

Pengobatan dini dengan antibiotika : pengobatan dini dengan obat anti mikroba
dapat menghambat pembentukan antibodi.

5.

Obat-obatan imunosupresif atau kortikosteroid : obat-obat tersebut dapat


menghambat

terjadinya

pembentukan

antibodi

karena

supresi

sistem

retikuloendotelial.
6.

Vaksinasi dengan kotipa atau tipa : seseorang yang divaksinasi dengan kotipa
atau tipa, titer aglutinin O dan H dapat meningkat. Aglutinin O biasanya
menghilang setelah 6 bulan sampai 1 tahun, sedangkan titer aglutinin H menurun
perlahan-lahan selama 1 atau 2 tahun. Oleh sebab itu titer aglutinin H pada orang
yang pernah divaksinasi kurang mempunyai nilai diagnostik.

7.

Infeksi klien dengan klinis/subklinis oleh salmonella sebelumnya : keadaan ini


dapat mendukung hasil uji widal yang positif, walaupun dengan hasil titer yang
rendah.

8.

Reaksi anamnesa : keadaan dimana terjadi peningkatan titer aglutinin terhadap


salmonella thypi karena penyakit infeksi dengan demam yang bukan typhoid pada
seseorang yang pernah tertular salmonella di masa lalu.
II.7.Cara Mengobati Penyakit Thypoid
Penyakit ini tidak terlalu parah, namun sangat dapat menganggu aktifitas
kita. Yang sangat dibutuhkan adalah istirahat total selama beberapa minggu
bahkan bulan. Bagi orang yang sangat aktif, hal ini sangat menderita. Anda terasa
tidak bisa apa-apa ( setidaknya ini yang saya rasakan ketika menderita penyakit
ini).
Yang perlu diperhatikan pasca terkena Tipes adalah pola makan yang
benar. Misalnya harus lunak, ya terapkan makan lunak sampai batas yang telah
ditentukan dokter, kemudian makanan yang berminyak, pedas, asam, spicy
hindari. Kurangi kegiatan yang terlalu menguras tenaga. Kemudian untuk
menjaga stamina bisa diberikan Kapsul Tapak ( sesuai ketentuan dokter) Liman 3
x 2 Kaps/hr, Kaps Daun sendok 3 x 2 Kaps.hr, dan Patikan Kebo 3x1 Kaps/hr.
(untuk membantu mempercepat penyembuhan luka diusus akibat Typus).
Pengobatan pada penderita ini meliputi tirah baring, diet rendah serat
tinggi kalori dan protein, obat-obatan berupa antibiotika (dijelaskan pada paragraf
berikutnya), serta pengobatan terhadap komplikasi yang mungkin timbul.
Obat untuk penyakit Types adalah antibiotika golongan Chloramphenikol,
Thiamphenikol, Ciprofloxacin dll yg diberikan selama 7 10 hari. Lamanya
pemberian antibiotika ini harus cukup sesuai resep yg dokter berikan. Jangan
dihentikan bila gejala demam atau lainnya sudah reda selama 3-4 hari minum
obat. Obat harus diminum sampai habis ( 7 10 hari ). Bila tidak, maka bakteri
Tipes yg ada di dalam tubuh pasien belum mati semua dan kelak akan kambuh
kembali
II.8. Pencegahan penyakit thypoid

Pencegahan utama dalam penyebaran penyakit ini yaitu dengan


meningkatkan higiene sanitasi makanan dan lingkungan seperti membiasakan cuci
tangan dengan bersih setelah BAB dan sebelum makan.
Vaksinasi dengan menggunakan vaksin T.A.B (mengandung basil thypoid
dan parathypoid Adan B yang dimatikan ) yang diberikan subkutan 2 atau 3 kali
pemberian dengan interval 10 hari merupakan tindakan yang praktis untuk
mencegah penularan demam thypoid. Jumlah kasus penyakit itu di Indonesia
cukup tinggi, yaitu sekitar 358-810 kasus per 100.000 penduduk per tahun.
Suntikan imunisasi thypoid boleh dilakukan setiap dua tahun manakala vaksin
oral diambil setiap lima tahun. Bagaimanapun, vaksinasi tidak memberikan
jaminan perlindungan 100 peratus.
Minum air yang telah dimasak. Masak air sekurang-kurangnya lima minit
penuh (apabila air sudah masak, biarkan ia selama lima minit lagi). Buat air batu
menggunakan air yang dimasak. Sekiranya sedang dalam perjalanan, gunakan air
botol atau minuman berdesis berkarbonat tanpa ais. Anda hendaklah lebih
berhati-hati dengan ais kacang atau air batu campur yang menggunakan
air hancur, terutama sekali dalam keadaan sekarang. Makan makanan yang baru
dimasak. Jika terpaksa makan di warung, pastikan makanan yang dipesan khas
dan berada dalam keadaan `berasap karena baru diangkat dari dapur. Tudung
semua makanan dan minuman agar tidak dihinggapi lalat. Letakkan makanan
ditempat tinggi.
Gunakan

penyepit,

sendok,

atau

garpu

bersih

untuk

mengambil

makanan. Buah-buahan hendaklah dikupas dan dibilas sebelum dimakan. Cuci


tangan dengan sabun dan air bersih sebelum menyedia atau memakan
makanan,membuang sampah sarap, memegang bahan mentah atau selepas
membuang air besar. Anda akan mendapati insiden thypoid berkurangan dengan
amalan ini yang sepatutnya menjadi kewajibansehari - hari dan bukan hanya
musim wabak. Pilih tempat dan pengendali makanan yang bersih. Dalam keadaan
sekarang,

adalah

baik

sekiranya

orang

ramai

mengelak

daripada

membeli makanan atau minuman penjaja jalanan terutamanya yang menjual


minuman dingin. Bersihkan tempat pembiakan lalat lalat. Gunakan tempat yang

sempurna. Segeralah periksa ke dokter jika mengalami tanda-tanda dijangkiti


thypoid.Pusat Penelitian Penyakit dari Amerika
Serikat memberikan dua metode bagimelindungi diri anda dari demam thypoid:
a. Rebus,

masak,

kupas

Hindarkan makanan dan minuman yang beresiko (jajanan jalan). Ini mungkin
mengejutkan anda tetapi melihat apa yang anda makan dan minum terutama
saat dalam perjalanan adalah penting untuk kesehatan .Dengan menghindari
makanan beresiko juga mampu melindungi diri anda dari penyakit seperti
kolera/taun, disenteri dan hepatitis A.
b.

Dapatkan

Vaksin

S.Thypi

Jika anda menetap atau dalam perjalanan menuju ke negara yang biasa diserang
wabah demam, anda perlu mempertimbangkan pemberian vaksin demam. Temui
dokter jika ingin mengetahui lebih lanjut tentang pilihan vaksin anda.
Pada pria lebih banyak terpapar dengan kuman S. typhi dibandingkan
wanita karena aktivitas di luar rumah lebih banyak. Semua kelompok umur dapat
tertular

penyakit thypoid,

tetapi

yang

banyak

adalah

golongan

umur

dewasa. Angka kejadian demam thypoid tidak dipengaruhi musim, tetapi pada
daerah daerah yang terjadi endemik demam thypoid, angka kejadian meningkat
pada bulan bulan tertentu. Di Indonesia, angka kejadian demam thypoid
meningkat pada musim kemarau panjang atau awal musim hujan.
Hal ini banyak dihubungkan dengan meningkatnya populasi lalat pada
musim

tersebut

dan

penyediaan

air

bersih

yang

kurang

memuaskan.Demam thypoid masih merupakan masalah besar di Indonesia.


Penyakit ini di Indonesia bersifat sporadik endemik dan timbul sepanjang tahun.
Kasus demam thypoid di Indonesia,masih cukup tinggi berkisar antara 354-810 /
100.000 penduduk pertahun. Di Palembang dari penelitian retrospektif selama
periode 5 tahun ( 1990-1994) didapatkan sebanyak 83kasus ( 21,5 %) penderita
demam thypoid dengan hasil biakan darah salmonella positif dari penderita yang
dirawat dengan klinis demam thypoid. Demam thypoid adalah penyakit
yang umum

di

Indonesia.

BAB III
PENUTUP
III.1. Kesimpulan
Typhoid adalah suatu penyakit infeksi usus halus yang disebabkan oleh
salmonella type A, B dan C yang dapat menular melalui oral, fecal, makanan dan
minuman yang terkontaminasi. Etiologi demam thypoid adalah salmonella thypi.
Gejala- gejala yang timbul bervariasi. Penyakit dapat ditimbulkan dari berbagai
factor, dan dapat membahayakan kesehatan bahkan berakibat kematian. Untuk itu
menjaga kebersihan dirasa perlu demi menjaga kesehatan diri dan lingkungan,
agar terhindar dari penyakit yang membahayakan kesehatan kita.
HCL (asam lambung) dalam lambung berperan sebagai penghambat
masuknyaSalmonella spp dan lain-lain bakteri usus. Jika Salmonella spp masuk
bersama-samacairan, maka terjadi pengenceran HCL yang mengurangi daya
hambat terhadapmikroorganisme penyebab penyakit yang masuk. Daya hambat
HCL ini akan menurun pada waktu terjadi pengosongan lamung, sehingga
Salmonella spp dapat masuk ke dalamusus penderita dengan lebih senang.
Dalam makalah ini dapat disimpulkan, bahwa penyakit demam thypoid
merupakan salah satu penyakit yang sering terjadi dalam masyarakat dan sampai
saat ini masih belum bisa ditangani dan dihentikan. Menjaga diri dan
lingkungan masing masing merupakan cara terbaik untuk mencegah penyakit
ini datang.

III.2. Saran
Demam thypoid yang tersebar di seluruh dunia tidak tergantung pada
iklim. Kebersihan perorangan yang buruk merupakan sumber dari penyakit ini
meskipun

lingkungan

hidup umumnya

adalah

baik. Dengan kasus

demam thypoid, semoga bisa menjadi acuan pemahaman mengenai bagian-bagian


yang terkait dengan demam typoid, dan dapat mengetahui cara pencegahan yang
benar.
Sebagai tenaga kesehatan, kita sebaiknya memberikan penyuluhan kepada
masyarakat terutama pada anak-anak supaya menjaga kebersihan, baik kebersihan
lingkungan, makanan, air minum, dan kebersihan diri sendiri.
DAFTAR PUSTAKA

Marylin E Doengoes. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3 . EGC. Jakarta.


1999.
Barbara Engram, 1998 Keperawatan Medikal Bedah , EGC Jakarta
http://ppni.klaten.com/index.php?
option=com_content&view=article&id=77:thypoid&catid=38:ppni-akcategory&Itemid=66
Marjory Gordon, dkk, 2001, Nursing Diagnoses: Definition & Classification
2001-2002, NANDA
Kuncara, H.Y, dkk, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner &
Suddarth, EGC, Jakarta
http://infopenyakit.blogspot.com/2007/11/demam-typhoid.html. diperoleh tanggal
11 mei 2013 (15.10 WIB)
http://dwaney.wordpress.com/2010/11/11/ thipoid.html . diperoleh tangal 13 mei
2013 (11.30 WIB)

Rabu, 06 Februari 2013


AsKep Demam Thypoid (Tipus)

BAB I
PENDAHULUAN

1.

Latar Belakang
Demam thypoid merupakan salah satu penyakit infeksi endemis di Asia,
Afrika, Amerika latin, Karibia, Oceania dan jarang terjadi di Amerika Serikat dan
Eropa. Menurut data WHO, terdapat 16 juta hingga 30 juta kasus thypoid di
seluruh dunia dan diperkirakan sekitar 500,000 orang meninggal setiap tahunnya
akibat penyakit ini. Asia menempati urutan tertinggi pada kasus thypoid ini, dan
terdapat 13 juta kasus dengan 400,000 kematian setiap tahunnya.
Kasus thypoid diderita oleh anak-anak sebesar 91% berusia 3-19 tahun
dengan angka kematian 20.000 per tahunnya. Di Indonesia, 14% demam enteris
disebabkan oleh Salmonella Parathypii A. Demam tifoid pada masyarakat dengan
standar hidup dan kebersihan rendah,cenderung meningkat dan terjadi secara
endemis. Biasanya angka kejadian tinggi pada daerah tropik dibandingkan daerah
berhawa dingin. Penyakit ini banyak diderita oleh anak-anak, namun tidak

menutup kemungkinan untuk orang dewasa. Penyebabnya adalah kuman


sallmonela thypi atau sallmonela paratypi A, B dan C. Penyakit typhus
abdominallis sangat cepat penularanya yaitu melalui kontak dengan seseorang
yang menderita penyakit typhus, kurangnya kebersihan pada minuman dan
makanan, susu dan tempat susu yang kurang kebersihannya menjadi tempat untuk
pembiakan bakteri salmonella, pembuangan kotoran yang tak memenuhi syarat
dan kondisi saniter yang tidak sehat menjadi faktor terbesar dalam penyebaran
penyakit typhus.
Dalam masyarakat, penyakit ini dikenal dengan nama thypus, tetapi
didalam dunia kedokteran disebut dengan Tyfoid fever atau thypus abdominalis,
karena pada umumnya kuman menyerang usus, maka usus bisa jadi luka dan
menyebabkan pendarahan serta bisa mengakibatkan kebocoran usus.

2.

Rumusan Masalah

a.

Apa konsep medik dan asuhan keperawatan pada penyakit demam thypoid ?

3.

Tujuan

a.

Tujuan umum :
Mahasiswa dapat mengetahui dan mencegah terjadinya Demam Thypiod serta
mengimplementasikan asuhan keperawatan demam thypoid di lapangan

b.

Tujuan khusus :

1)

Mengetahui konsep medik dan asuhan keperawatan pada penyakit Demam


Thypoid

4.

Manfaat Penulisan
a.

Mendapatkan pengetahuan tentang penyakit Demam Thypoid

b.

Mendapatkan pengetahuan tentang asuhan keperawatan pada psien dengan


Demam Thypoid

BAB II

TINJAUAN TEORI

ANATOMI USUS HALUS DAN USUS BESAR

a.

Usus halus (usus kecil)


Usus halus atau usus kecil adalah bagian dari saluran pencernaanyang
terletak di antara lambung dan usus besar. Dinding usus kaya akan pembuluh
darah yang mengangkut zat-zat yang diserap ke hati melalui vena porta. Dinding
usus melepaskan lendir (yang melumasi isi usus) dan air (yang membantu
melarutkan pecahan-pecahan makanan yang dicerna). Dinding usus juga
melepaskan

sejumlah

kecil

enzim

yang

mencerna

protein,

gula

dan

lemak. Lapisan usus halus ; lapisan mukosa (sebelah dalam), lapisan otot
melingkar (M sirkuler), lapisan otot memanjang (M longitidinal) dan lapisan
serosa (sebelah luar). Usus halus terdiri dari tiga bagian yaitu usus dua belas
jari (duodenum), usus kosong(jejunum), dan usus penyerapan (ileum).

1)

Duodenum (Usus dua belas jari)


Usus dua belas jari atau duodenum adalah bagian dari usus halus yang
terletak setelah lambung dan menghubungkannya ke usus kosong (jejunum).

Bagian usus dua belas jari merupakan bagian terpendek dari usus halus, dimulai
dari bulbo duodenale dan berakhir di ligamentum Treitz.
Usus dua belas jari merupakan organ retroperitoneal, yang tidak terbungkus
seluruhnya oleh selaput peritoneum. pH usus dua belas jari yang normal berkisar
pada derajat sembilan. Pada usus dua belas jari terdapat dua muara saluran yaitu
dari pankreas dan kantung

empedu.

Nama duodenum berasal

dari bahasa

Latin duodenum digitorum, yang berarti dua belas jari.


Lambung melepaskan makanan ke dalam usus dua belas jari (duodenum),
yang merupakan bagian pertama dari usus halus. Makanan masuk ke dalam
duodenum melalui sfingter pilorus dalam jumlah yang bisa di cerna oleh usus
halus. Jika penuh, duodenum akan megirimkan sinyal kepada lambung untuk
berhenti mengalirkan makanan.

2)

Jejenum (Usus Kosong)


Usus kosong atau jejunum (terkadang sering ditulis yeyunum) adalah bagian
kedua dari usus halus, di antara usus dua belas jari(duodenum) dan usus
penyerapan (ileum). Pada manusia dewasa, panjang seluruh usus halus antara 28 meter, 1-2 meter adalah bagian usus kosong. Usus kosong dan usus penyerapan
digantungkan dalam tubuh dengan mesenterium.
Permukaan dalam usus kosong berupa membran mukus dan terdapat jonjot
usus (vili), yang memperluas permukaan dari usus.Secara histologis dapat
dibedakan dengan usus dua belas jari, yakni berkurangnya kelenjar Brunner.
Secara hitologis pula dapat dibedakan dengan usus penyerapan, yakni
sedikitnya sel goblet danplak Peyeri. Sedikit sulit untuk membedakan usus kosong
dan usus penyerapan secara makroskopis.
Jejunum diturunkan dari kata sifat jejune yang berarti "lapar" dalam bahasa
Inggris modern. Arti aslinya berasal dari bahasa Laton,jejunus, yang berarti
"kosong".

3)

Ileum (Usus Penyerapan)


Usus

penyerapan atau ileum adalah

bagian

terakhir

dari usus

halus.

Pada sistem pencernaan manusia, ) ini memiliki panjang sekitar 2-4 m dan terletak
setelah duodenum dan jejunum,
memiliki pH antara

dan

dan

dilanjutkan
8

(netral

oleh usus
atau

buntu.
sedikit

Ileum
basa)

dan berfungsi menyerap vitamin B12 dan garam-garam empedu.

Absorbsi
Absorbsi makanan yang sudah dicerna seluruhnya berlangsung didalam usus
halus melalui 2 saliran yaitu pembuluh darah kapiler dalam darah dan saluran
limfe disebelah dalam permukaan vili usus. Sebuah vili berisi laktat, pembuluh
darah epithelium dan jaringan otot yang diikat bersama oleh jaringan limfoid
seluruhnya diliputi membran dasar dan ditutupi oleh epithelium.
Fungsi usus halus
-

Menerima zat-zat makanan yang sudah di cernah untuk di serap melalui kapiler
kapiler darah dan saluran saluran limfe.
- Menyerap protein dalam bentuk asam amino.
- Karbohidrat dalam bentuk monosakarida.
Di dalam usus halus terdapat kelenjar yang menghasilkan getah usus yaitu :

Enterokinase , mengaktifkan enzim proteolitik.

Eripsin menyempurnakan pencernaan protein menjadi asam amino.

Laktase mengubah lactase manjadi monosakarida.

Maltose mengubah maltase menjadi monosakarida.

Sukrose mengubah sukrosa manjadi monosakarida.

a.

Usus Besar (Kolon)


Usus

besar atau kolon dalam anatomi adalah

bagian usus antara usus

buntu dan rektum. Fungsi utama organ ini adalah menyerap air dari feses.
Usus besar terdiri dari :

Kolon asendens (kanan)

Kolon transversum

Kolon desendens (kiri)

Kolon sigmoid (berhubungan dengan rektum)


Banyaknya bakteri yang terdapat di dalam usus besar berfungsimencerna
beberapa bahan dan membantu penyerapan zat-zat gizi. Bakteri di dalam usus
besar juga berfungsi membuat zat-zat penting, seperti vitamin K. Bakteri ini
penting untuk fungsi normal dari usus. Beberapa penyakit serta antibiotik bisa
menyebabkan gangguan pada bakteri-bakteri didalam usus besar. Akibatnya
terjadi iritasi yang bisa menyebabkan dikeluarkannya lendir dan air, dan terjadilah
diare.

b.

Rektum dan anus


Rektum (Bahasa Latin: regere, "meluruskan, mengatur") adalah sebuah
ruangan yang berawal dari ujung usus besar (setelah kolon sigmoid) dan berakhir
di anus. Organ ini berfungsi sebagai tempat penyimpanan sementara feses.
Biasanya rektum ini kosong karena tinja disimpan di tempat yang lebih tinggi,
yaitu pada kolon desendens. Jika kolon desendens penuh dan tinja masuk ke
dalam rektum, maka timbul keinginan untuk buang air besar (BAB).
Mengembangnya dinding rektum karena penumpukan material di dalam rektum
akan

memicusistem

saraf yang

menimbulkan

keinginan

untuk

melakukan defekasi. Jika defekasi tidak terjadi, sering kali material akan
dikembalikan ke usus besar, di mana penyerapan air akan kembali dilakukan. Jika
defekasi tidak terjadi untuk periode yang lama, konstipasi dan pengerasan feses
akan terjadi.
Orang dewasa dan anak yang lebih tua bisa menahan keinginan ini, tetapi
bayi dan anak yang lebih muda mengalami kekurangan dalam pengendalian otot
yang penting untuk menunda BAB.
Anus merupakan lubang di ujung saluran pencernaan, dimana bahan
limbah keluar dari tubuh. Sebagian anus terbentuk dari permukaan tubuh (kulit)
dan sebagian lannya dari usus. Pembukaan dan penutupan anus diatur oleh
otot sphinkter. Feses dibuang dari tubuh melalui proses defekasi (buang air besar BAB), yang merupakan fungsi utama anus.
Fungsi usus besar adalah:
a)

Menyerap air dan makanan

b)

Tempat tinggal bakteri koli

c)

Tempat feses

BAB III
PEMBAHASAN
I. KONSEP MEDIK
A.

DEFINISI

a.

Demam Tifoid (entric fever) adalah infeksi sistemik yang disebabkan oleh
Salmonella Enterica, khususnya turunannya yaitu Salmonella Thypii, parathypii
A, B, C pada saluran pencernaan. (Suratum, 2010)

b.

penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran cerna, dengan gejala
demam kurang lebih dari 1 minggu, gangguan pada pencernaan, dan gangguan
kesadaran. Penyakit infeksi dari Salmonella (Salmonellosis) ialah segolongan
penyakit infeksi yang disebabkan oleh sejumlah besar spesies yang tergolong
dalam genus Salmonella, biasanya mengenai saluran pencernaan (Hasan dan
Atlas, 1991). Pertimbangkan demam tifoid pada anak yang demam dengan dan
memiliki salah satu tanda seperti diare (konstipasi), muntah, nyeri perut, dan sakit
kepala (batuk). Hal ini terutama bila demam telah berlangsung selama 7 hari atau
lebih dan penyakit lain sudah disisihkan (WHO,2005).

B.

ETIOLOGI
Bakteri Salmonella Typhi
Wujud dari bakteri tersebut adalah berupa basil gram negatif, bergerak
dengan rambut getar, tidak berspora, dan mempunyai tiga macam antigen yaitu
antigen O (somatik yang terdiri atas zat kompleks lipopolisakarida), antigen H
(flegella), dan antigen VI. Dalam serum penderita, terdapat zat (aglutinin)
terhadap ketiga macam antigen tersebut. Kuman tumbuh pada suasana aerob dan
fakultatif anaerob pada suhu 15-41C (optimum 37C) dan pH pertumbuhan 6-8.
Faktor pencetus lainnya adalah lingkungan, sistem imun yang rendah, feses, urin,
makanan/minuman yang terkontaminasi, fomitus, etc.

C.

PATOFISIOLOGI

1. Kuman masuk ke dalam mulut melalui makanan atau minuman yang tercemar
oleh Salmonella (biasanya >10.000 basil kuman). Sebagian kuman dapat
dimusnahkan oleh asam HCL lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus.
Jika respon imunitas humoral mukosa (IgA) usus kurang baik, maka basil
Salmonella akan menembus sel-sel epitel (sel M) dan selanjutnya menuju lamina
propia dan berkembang biak di jaringan limfoid plak peyeri di ileum distal dan
kelejar getah bening mesenterika.
2.

Jaringan limfoid plak peyeri dan kelenjar getah bening mesenterika mengalami
hiperplasia. Basil tersebut masuk ke aliran darah (bakterimia) melalui ductus
thoracicus dan menyebar ke seluruh organ retikuloendotalial tubuh, terutama hati,
sumsum tulang, dan limfa melalui sirkulasi portar dari usus.

3.

Hati membesar (hepatomegali) dengan infiltrasi limfosit, zat plasma, dan sel
mononuclear. Terdapat juga nekrosis fokal dan pembesaran limfa(splenomegali).
Di organ ini, kuman S. Thypi berkembang biak dan masuk sirkulasi darah lagi,
sehingga mengakibatkan bakterimia kedua yang disertai tanda dan gejala infeksi
sistemik (demam, malaise, mialgia, sakit kepala, sakit perut, instabilitas vaskuler,
dan gangguan mental koagulasi).

4.

Pendarahan saluran cerna terjadi akibat erosi pembuluh darah di sekitar plak
peyeri yang sedang mengalami nekrosis dan hiperplasia. Proses patologis ini
dapat berlangsung hinga ke lapisan otot, serosa usus, dan mengakibatkan perforasi
usus. Endotoksin basil menempel di reseptor sel endotel kapiler dan dapat
mengakibatkan komplikasi, seperti gangguan neuropsikiatrik kardiovaskuler,
pernapasan, dan gangguan organ lainnya. Pada minggu pertama timbulnya
penyakit, terjadi jyperplasia (pembesaran sel-sel) plak peyeri. Disusul kemudian,
terjadi nekrosis pada minggu kedua dan ulserasi plak peyeri pada minggu ketiga.
Selanjutnya, dalam minggu ke empat akan terjadi proses penyembuhan ulkus
dengan meninggalkan sikatriks (jaringan parut).

D.

MANIFESTASI KLINIK
Gejala klinis demam tifoid pada anak biasanya lebih ringan jika
dibandingkan dengan penderita dewasa. Masa tunas rata-rata 10-20 hari. Masa
tunas tersingkat adalah empat hari, jika infeksi terjadi melalui makanan.
Sedangkan, masa tunas terlama berlangsung 30 hari, jika infeksi melalui
minuman. Selama masa inkubasi, mungkin ditemukan gejala prodomal, yaitu
perasaan tidak enak badan, nyeri kepala, lesu, pusing, dan tidak bersemangat,
yang kemudian disusul dengan gejala-gejala klinis seperti demam, gangguan pada
saluran pencernaan seperti napas berbau tidak sedap, bibir kering dan pecahpecah, lidah putih kotor (coated tongue) ujung dan tepi kemerahan, perut
kembung, hati dan limpa membesar, disertai nyeri pada perabaan dan terjadi
gangguan kesadaran seperti apatis sampai somnolen.

E.

PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

1.

Tubex TF, spesifik mendeteksi Ig M antibody S thypiii 09 LPS antigen Sthypii


dan salmonella sero group D bakteri.
2.

3.

Uji Widal : untuk mendeteksi adanya bakteri Salmonella Thypi


Pemeriksaan darah tepi : untuk melihat tingkat leukosit dalam darah, adanya

leukopenia, etc
4.

Pemeriksaan urin : untuk melihat adanya bakteri Salmonella Thypi dan

leukosit
5.

Pemeriksaan feses : untuk melihat adanya lendir dan darah yang dicurigai akan
bahaya perdarahan usus dan perforasi
6.

Pemeriksaan sumsum tulang : untuk mendeteksi adanya makrofag

7.

Serologis : untuk mengevaluasi reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi


(aglutinin)
8.

Radiologi : untuk mengetahui adanya komplikasi dari Demam Thypoid

9.

Pemeriksaan SGOT dan SGPT

SGOT dan SGPT pada demam typhoid seringkali meningkat tetapi dapat
kembali normal setelah sembuhnya typhoid.

F.

PENATALAKSANAAN
1.

Perawatan

a)

Bedrest kurang lebih 14 hari : mencegah komplikasi perdarahan usus

b)

Mobilisasi sesuai dengan kondisi

c)

Posisi tubuh harus diubah setiap 2 jam sekali untuk mencegah dekubitus
2.

Diet
Dimasa lampau, penderita diberi makan diet yang terdiri dari bubur saring,

kemudian bubur kasar dan akhirnya nasi sesuai dengan tingkat kesembuhan
penderita. Beberapa peneliti menganjurkan makanan padat dini yang wajar sesuai
dengan keadaan penderita. Makanan disesuaikan baik kebutuhan kalori, protein,
elektrolit, vitamin maupun mineralnya serta diusahakan makan yang rendah/bebas
selulose, menghindari makanan yang iritatif. Pada penderita gangguan kesadaran
maka pemasukan makanan harus lebih di perhatikan.
3.

Obat-obatan

Obat pilihan adalah kloramfenikol, hati-hati karena mendepresi sum-sum


tulang, dosis 50-100 mg/kgBB dibagi 4 dosis, efek sampingnya adalah Anaplastik
anemia
Obat lain : - Kotrimoksazol ( TMP 8-10 mg/kgBB dibagi 2 dosis)
a)

Ampisilin

b)

Amoxicillin

G.

KOMPLIKASI

1.

Perdarahan usus

2.

Miokarditis

3.

Peritonitis biasanya menyertai perforasi tetapi dapat terjadi tanpa perforasi


usus. Ditemukan gejala abdomen akut, yaitu nyeri perut yang hebat, dinding
abdomen tegang.

4.

Meningitis ensefalopati

5.

Bronkopneumonia

6.

Anemia
II. KONSEP KEPERAWATAN

A.

Pengkajian

1.

Identitas
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat, pendidikan, no. registrasi, status
perkawinan, agama, pekerjaan, TB, BB, dan tanggal masuk RS.

2.

Riwayat Keperawatan

a.

Keluhan utama

Demam lebih dari 1 minggu, gangguan kesadaran : apati sampai somnolen,


dan gangguan saluran cerna seperti perut kembung atau tegang dan nyeri pada
perabaan, mulut bau, konstipasi atau diare, tinja berdarah dengan atau tanpa
lendir, anoreksia dan muntah.
b.

Riwayat penyakit sekarang.


Ingesti makanan yang tidak dimasak misalnya daging, telur, atau
terkontaminasi dengan minuman.

c.

Riwayat penyakit dahulu.


Pernah menderita penyakit infeksi yang menyebabkan sistem imun menurun.

d.

Riwayat kesehatan keluarga.


Tifoid kongenital didapatkan dari seorang ibu hamil yang menderita demam
tifoid dan menularkan kepada janin melalui darah. Umumnya bersifat fatal.

e.

Riwayat kesehatan lingkungan.


Demam tifoid saat ini terutama ditemukan di negara sedang berkembang
dengan kepadatan penduduk tinggi serta kesehatan lingkungan yang tidak
memenuhi syarat kesehatan. Pengaruh cuaca terutama pada musim hujan
sedangkan dari kepustakaan barat dilaporkan terutama pada musim panas.

3.
a.

Pola-pola Fungsi Keperawatan


Pola

pesepsi

dan

tatalaksana

kesehatan

Perubahan penatalaksanaan kesehatan yang dapat menimbulkan masalah dalam


kesehatannya.

b.

Pola

nutrisi

dan

metabolisme

Adanya mual dan muntah, penurunan nafsu makan selama sakit, lidah kotor, dan
rasa pahit waktu makan sehingga dapat mempengaruhi status nutrisi berubah.
c.

Pola

aktifitas

dan

latihan

Pasien akan terganggu aktifitasnya akibat adanya kelemahan fisik serta pasien
akan mengalami keterbatasan gerak akibat penyakitnya.
d.

Pola

eliminasi

Kebiasaan dalam buang BAK akan terjadi refensi bila dehidrasi karena panas
yang meninggi, konsumsi cairan yang tidak sesuai dengan kebutuhan.
e.

Pola

reproduksi

dan

sexual

Pada pola reproduksi dan sexual pada pasien yang telah atau sudah menikah akan
terjadi perubahan.
f.

Pola

persepsi

dan

pengetahuan

Perubahan kondisi kesehatan dan gaya hidup akan mempengaruhi pengetahuan


dan kemampuan dalam merawat diri.
g.

Pola

persepsi

dan

konsep

diri

Didalam perubahan apabila pasien tidak efektif dalam mengatasi masalah


penyakitnya.
4.

Pemeriksaan Fisik

a.

Keadaan

umum

Biasanya pada pasien typhoid mengalami badan lemah, panas, puccat, mual, perut
tidak enak, anorexia.
b.

Kepala

dan

leher

Kepala tidak ada bernjolan, rambut normal, kelopak mata normal, konjungtiva
anemia, mata cowong, muka tidak odema, pucat/bibir kering, lidah kotor, ditepi
dan ditengah merah, fungsi pendengran normal leher simetris, tidak ada
pembesaran kelenjar tiroid.

c.

Dada

dan

abdomen

Dada normal, bentuk simetris, pola nafas teratur, didaerah abdomen ditemukan
nyeri tekan.
d.

Sistem

respirasi

Apa ada pernafasan normal, tidak ada suara tambahan, dan tidak terdapat cuping
hidung.
e.

Sistem

kardiovaskuler

Biasanya pada pasien dengan typoid yang ditemukan tekanan darah yang
meningkat akan tetapi bisa didapatkan tachiardi saat pasien mengalami
peningkatan suhu tubuh.
f.

Sistem

integumen

Kulit bersih, turgor kulit menurun, pucat, berkeringat banyak, akral hangat.
g.

Sistem

eliminasi

Pada pasien typoid kadang-kadang diare atau konstipasi, produk kemih pasien
bisa mengalami penurunan (kurang dari normal). N -1 cc/kg BB/jam.
h.

Sistem

muskuloskolesal

Apakah ada gangguan pada extrimitas atas dan bawah atau tidak ada gangguan.
i.

Sistem

endokrin

Apakah di dalam penderita thyphoid ada pembesaran kelenjar toroid dan tonsil.
j.

Sistem

persyarafan

Apakah kesadarn itu penuh atau apatis, somnolen dan koma, dalam penderita
penyakit thypoid.

B.

Diagnosa Keperawatan

1.

Hipertermi berhubungan dengan infeksi Salmonella Typhii


Tujuan : suhu tubuh normal/terkontrol.

Kriteria hasil : tanda-tanda vital dalam batas normal, turgor kulit kembali
membaik.
a.

Observasi suhu tubuh

b.

Berikan pakaian yang tipis

c.

Anjurkan klien untuk istirahat mutlak sampai suhu tubuhnya menurun.

d.

Atur ruangan agar cukup ventilasi.

e.

Berikan kompres dingin.

f.

Anjurkan pasien untuk banyak minum (sirup, teh manis, atau apa yang disukai
anak).

g.

Anjurkan klien untuk istirahat mutlak sampai suhu tubuhnya menurun.

h.

Kolaborasi dengan team medis untuk pemberian obat secara mencukupi.

2.

Perubahan nutrisi atau cairan dan elektrolit kurang dari kebutuhan tubuh b/d
mual muntah.
Tujuan : Pasien mampu mempertahankan kebutuhan nutrisi yang adekuat.
Kriteria hasil : Nafsu makan meningkat, Pasien mampu menghabiskan makanan
sesuai dengan porsi yang diberikan

a.

Observasi intake output.

b.

Berikan makanan yang mengandung cukup cairan, rendah serat, tinggi protein,
dan tidak menimbulkan gas.

c.

Jika kesadaran klien masih membaik Berikan makanan lunak dengan lauk pauk
yang dicincang (hati dan daging), dan sayuran labu siam/wortel yang dimasak
lunak sekali. Boleh juga diberikan tahu, telur setengah matang atau matang yang

direbus. Susu diberikan 2 x 1 gelas/lebih, jika makanan tidak habis berikan susu
extra.
d.

Jika kesadaran klien menurun, berikan makanan cair per sonde dan berikan
kalori sesuai dengan kebutuhannya. Pemberiannya diatur setiap 3 jam termasuk
makanan ekstra seperti sari buah atau bubur kacang hijau yang dihaluskan. Jika
kesadaran membaik, makanan dialihkan secara bertahap dari cair ke lunak.

e.

Pasang infus dengan cairan glukosa dan NaCl jika kondisi pasien payah
(memburuk), seperti menderita delirium. Jika keadaan sudah tenang berikan
makanan per sonde, disamping infus masih diteruskan. Makanan per sonde
biasanya merupakan setengah dari jumlah kalori, sementara setengahnya lagi
masih perinfus. Secara bertahap dengan melihat kemajuan pasien, bentuk
makanan beralih ke makanan biasa.

f.

Konsul dengan ahli diet untuk menentukan kalori/kebutuhan nutrisi .

3.

Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan tirah baring.


Hasil yang diharapkan :

a.

Menyatakan pemahaman situasi/faktor resiko dan program pengobatan


individu.

b.

Penghematan energy : Tingkat pengelolaan energy aktif.


Intervensi :

1.)

Kaji respon emosi, sosial, dan spiritual terhadap aktivitas.

2.)

Pantau/dokumentasikan pola istirahat pasien dan lamanya.

3.)

Bantu pasien dalam melakukan aktivitas fisik , kognitif, social dan spiritual yang
spesifik.

4.)

Ubah posisi dengan sering. Berikan perawatan kulit yang baik.

5.)

Lakukan tindakan dengan cepat dan sesuai toleransi.

6.)

Berikan aktivitas hiburan yang tepat contoh menonton tv, radio dan membaca.

7.)

Ajarkan keluarga atau orang terdekat pasien tentang tehnik perawatan diri.

8.)

Dapatkan bantuan dari keluarga dalam usaha mendukung dan mendorong pasien
dalam menyelesaikan aktivitas.

9.)

Kolaborasi dengan ahli gizi berdasar program diet yang dicanangkan.

10.)

4.

Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi.

Kurangnya pengetahuan orang tua tentang penyakitnya berhubungan dengan


kurang informasi.
Tujuan : pengetahuan klien dan orang tua klien bertambah dengan adanya
informasi.
Kriteria hasil : klien akan menyatakan pemahaman proses penyakit, pengobatan,
mengidentifikasi situasi stres dan tindakan khusus untuk menerimanya dan
berpartisipasi dalam program pengobatan serta melakukan perubahan pola hidup
tertentu.

a.

Tentukan tingkat pengetahuan dan kesiapan untuk belajar.

b.

Dorong penggunaan tehnik relaksasi dan manajemen stress lain, mis.


Visualisasi, bimbingan imajinasi, umpan balik biologi.

c.

Berikan penyuluhan kepada orang tua tentang hah-hal sebagai berikut : pasien
tidak boleh tidur dengan anak-anak lain, pasien harus istirahat mutlak, pemberian
obat dan pengukuran suhu dilakukan seperti dirumah sakit, feses dan urin harus
dibuang kedalam lubang WC dan di siram air sebanyak-banyaknya.

5.

Nyeri berhubungan dengan proses peradangan


Kriteria hasil : - Melaporkan nyeri hilang/terkontrol.
- tampak rileks dan mampu tidur dan istirahat dengan tepat.

1)

Berikan posisi yang nyaman sesuai keinginan klien.


R/: Posisi yang nyaman akan membuat klien lebih rileks sehingga merelaksasikan
otot-otot.
Ajarkan tehnik nafas

dalam

R/: Tehnik nafas dalam dapat merelaksasi otot-otot sehingga mengurangi nyeri
2)

Ajarkan kepada orang tua untuk menggunakan tehnik relaksasi misalnya


visualisasi, aktivitas hiburan yang tepat
R/: Meningkatkan relaksasi dan pengalihan perhatian

3)

Kolaborasi obat-obatan analgetik


R/: Dengan obat analgetik akan menekan atau mengurangi rasa nyeri

6.

Resti infeksi sekunder berhubungan dengan tindakan invasive


Tujuan : Infeksi tidak terjadi
Kriteria hasil : Bebas dari eritema, bengkak, tanda-tanda infeksi dan bebas dari
sekresi purulen/drainase serta febris.
Intervensi :

a.

Observasi tanda-tanda vital (S, N, RR dan RR). Observasi kelancaran tetesan


infus, monitor tanda-tanda infeksi dan antiseptik sesuai dengan kondisi balutan
infuse.

b.

Awasi batas pengunjung sesuai indikasi.

c.

Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat anti biotik sesuai indikasi.

d.

Bantu irigasi dan drainase bila diindikasikan.

DISCHARGE PLANNING
1.

Penderita harus dapat diyakinkan cuci tangan dengan sabun setelah defekasi

2.

Mereka yang diketahui sebagai karier dihindari untuk mengelola makanan

3.

Lalat perlu dicegah menghinggapi makanan dan minuman.

4.

Penderita memerlukan istirahat

5.

Diit lunak yang tidak merangsang dan rendah serat


(Samsuridjal D dan Heru S, 2003)

6.

Berikan informasi tentang kebutuhan melakukan aktivitas sesuai dengan tingkat


perkembangan dan kondisi fisik anak

7.

Jelaskan terapi yang diberikan: dosis, dan efek samping

8.

Menjelaskan gejala-gejala kekambuhan penyakit dan hal yang harus dilakukan


untuk mengatasi gejala tersebut

9.

Tekankan untuk melakukan kontrol sesuai waktu yang ditentukan

BAB IV

PENUTUP

A.

Kesimpulan

Demam tifoid adalah suatu infeksi akut pada usus kecil yang disebabkan
oleh bakteri Salmonella typhi. Di Indonesia penderita demam tifoid cukup banyak
diperkirakan 800/100.000 penduduk per tahun, tersebar dimana-mana, dan
ditemukan hamper sepanjang tahun.
Demam tifoid dapat ditemukan pada semua umur, tetapi yang paling sering
pada anak besar, umur 5-9 tahun. Dengan keadaan seperti ini, adalah penting
melakukan pengenalan dini demam tifoid, yaitu adanya 3 komponen utama :
Demam yang berkepanjangan (lebih dari 7 hari), Gangguan susunan saraf pusat /
kesadaran.

B.

Saran
Dari uraian makalah yang telah disajikan maka kami dapat memberikan
saran untuk selalu menjaga kebersih lingkungan , makanan yang dikonsumsi
harus higiene dan perlunya penyuluhan kepada masyarakat tentang demam tifoid.

DAFTAR PUSTAKA

Prince and Willson.2005.Patofisiologi Vol. 2.Penerbit Buku Kedokteran


ECG:Jakarta
Muhammad Ardiansyah.2012.Medikal Bedah.Penerbit Diva Press:Jogjakarta
Arif Muttaqin dan Kumala Sari.2011.Gangguan Gastrointestinal.Penerbit Salemba
Medika:Jakarta

Suddarth&Brunner.2002.Keperawatan Medikal Bedah.Edisi 8 Vol. 2.Suzanne C.


Smeltzer.Penerbit Buku Kedokteran ECG:Jakarta
Sodikin.2011.Asuhan

Keperawatan

dengan

Gangguan

Gastrointestinal

&Hepatobilier.Penerbit Salemba Medika.Jakarta


Doenges Marylin E.2000.Rencana
Kedokteran
DEMAM

Asuhan

Keperawatan.Penerbit Buku

EGC:Jakarta.
TIFOID http://easthomas.blogspot.com/2010/05/demam-

tifoid.html#ixzz2DmHaeKW8
Judith M. Wilkinson .2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan dengan Intervensi Nic
dan Kriteria Hasil Noc. EGC : Jakarta.
Sylvia & Lorraine. 2005. Patofisiologi . EGC. Jakarta
Suratun.2010.Asuhan

Keperawatan

Klien

Gastrointestinal.CV. Trans Info Media.Jakarta

dengan

Gangguan

Sistem

ASKEP DEMAM THYPOID (NANDA, NOC, NIC)


ASKEP DEMAM THYPOID (NANDA, NOC, NIC)
BAB I
LATAR BELAKANG

1.1 Pendahuluan
Demam tifoid adalah suatu penyakit sistemik akut yang disebabkan
oleh Salmonella enterica serotype typhi, dapat juga disebabkan oleh Salmonella
enterica serotype paratyphi A, B, atau C (demam paratifoid). Demam tifoid
ditandai antara lain dengan demam tinggi yang terus menerus bisa selama 3-4
minggu, toksemia, denyut nadi yang relatif lambat, kadang gangguan kesadaran
seperti mengigau, perut kembung, splenomegali dan lekopeni.
Di banyak negara berkembang, termasuk di Indonesia, demam tifoid
masih tetap merupakan masalah kesehatan masyarakat, berbagai upaya yang
dilakukan untuk memberantas penyakit ini tampaknya belum memuaskan.
Sebaliknya di negara maju seperti Amerika Serikat, Eropa dan Jepang misalnya,
seiring dengan perbaikan lingkungan, pengelolaan sampah dan limbah yang
memadai dan penyediaan air bersih yang cukup, mampu menurunkan insidensi
penyakit ini secara dramatis.
Di abad ke 19 demam tifoid masih merupakan penyebab kesakitan dan
kematian utama di Amerika, namun sekarang kasusnya sudah sangat berkurang.
Tingginya jumlah penderita demam tifoid tentu menjadi beban ekonomi bagi
keluraga dan masyarakat. Besarnya beban ekonomi tersebut sulit dihitung dengan
pasti mengingat angka kejadian demam tifoid secara tepat tak dapat diperoleh.

BAB II
TINJAUAN TEORITIS

2.1 Definisi
Demam tifoid merupakan penyakit infeksi akut pada usus halus dengan
gejala demam satu minggu atau lebih disertai gangguan pada saluran pencernaan
dan dengan atau tanpa gangguan kesadaran. (Penyakit Infeksi Tropik Pada Anak,
1993).
Typhoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh
kuman salmonella thypi dan salmonella para thypi A,B,C. sinonim dari penyakit
ini adalah Typhoid dan paratyphoid abdominalis, ( Syaifullah Noer, 1998 ).
Typus abdominalis adalah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai
saluran pencernaan dengan gejala demam lebih dari 7 hari, gangguan pada saluran
cerna, gangguan kesadaran, dan lebih banyak menyerang pada anak usia 12 13
tahun ( 70% - 80% ), pada usia 30 - 40 tahun ( 10%-20% ) dan diatas usia pada
anak 12-13 tahun sebanyak ( 5%-10% ). (Mansjoer, Arif 1999).

2.2 Etilogi
Salmonella typhii, basil Gram negatif, bergerak dengan rambut getar, tidak
berspora, mempunyai sekurang - kurangnya empat macam antigen yaitu : antigen
0 (somatik), H (flagella), Vi dan protein membran hialin. (Mansjoer, 2000).

2.3 Gejala Klinis


Masa tunas 7-14 (rata-rata 3 30) hari, selama inkubasi ditemukan gejala
prodromal (gejala awal tumbuhnya penyakit/gejala yang tidak khas) :

Perasaan tidak enak badan, panas dingin

Lesu, tidak nafsu makan, mual

Nyeri kepala

Diare atau sebaliknya

Anoreksia, kehilangan berat badan

Batuk, nyeri otot

Nyeri perut, perut kaku dan bengkak

Menyusul gejala klinis yang lain

1)

Demam
Demam berlangsung 3 minggu

Minggu I : Demam remiten, biasanya menurun pada pagi hari dan meningkat
pada sore dan malam hari

Minggu II : Demam terus mengigau

Minggu III : Demam mulai turun secara berangsur angsur

2)

Gangguan pada saluran pencernaan


Lidah kotor yaitu ditutupi selaput kecoklatan kotor, ujung dan tepi
kemerahan, jarang disertai tremor

Hati dan limpa membesar yang nyeri pada perabaan

Terdapat konstipasi, diare

3)

Gangguan kesadaran

Kesadaran yaitu apatis somnolen

Gejala lain ROSEOLA (bintik-bintik kemerahan pada kulit karena emboli


hasil dalam kapiler kulit) (Rahmad Juwono, 1996).

2.4 Pathofisiologi
Kuman salmonella masuk bersama makanan atau minuman, setelah berada
dalam usus halus akan mengadakan invasi ke jaringan limfoid pada usus halus
(terutama plak peyer) dan jaringan limfoid mesentrika. Setelah menyebabkan
peradangan dan nekrosis, kuman lewat pembuluh limfe masuk ke darah
(bakteremia primer) menuju organ retikuloendotelial sistem (RES) terutama hati
dan limpa. Pada akhir masa inkubasi 5 - 9 hari kuman kembali masuk ke organ
tubuh terutama limpa, kandung empedu ke rongga usus halus dan menyebabkan
reinfeksi di usus. Dalam masa bakteremia ini kuman yang mengeluarkan
endotoksin

yang

susunan

kimianya

sama

dengan

somatik

antigen

(lipopolisakarida), yang semula di duga bertanggung jawab terhadap terjadinya


gejala - gejala dari demam tifoid.
Demam tifoid disebabkan karena salmonella typhosa dan endotoksinnya
yang merangsang sintesa dan pelepasan zat pirogen oleh leukosit pada jaringan
yang meradang. Selanjutnya beredar mempengaruhi pusat termoregulator di
hipotalamus yang akhirnya menimbulkan gejala demam. (Penyakit infeksi Tropik
Pada Anak, 1993).

2.5 Penatalaksanaan
1.

Perawatan
Penderita demam tifoid perlu dirawat di rumah sakit untuk di isolasi,
observasi serta pengobatan. Penderita harus istirahat 5 - 7 hari bebas panas, tetapi
tidak harus tirah baring sempurna seperti pada perawatan demam tifoid dimasa
lampau. Mobilisasi dilakukan sewajarnya, sesuai dengan situasi dan kondisi
penderita.
Penderita dengan kesadaran menurun posisi tubuhnya perlu diubah - ubah
untuk menghindari komplikasi pneumonia hipostatik dan dekubitus.

2.

Diet
Diet

demam

thypoid

adalah

diet

yang

berfungsi

untuk

memenuhi kebutuhan makan penderita thypoid dalam bentuk makanan lunak


rendah serat. Tujuan utama diet demam thypoid adalah memenuhi kebutuhan
nutrisi penderita demam thypoid dan mencegah kekambuhan. Penderita penyakit
demam Tifoid selama menjalani perawatan haruslah mengikuti petunjuk diet yang
dianjurkan oleh dokter untuk di konsumsi, antara lain:
1.

Makanan yang cukup cairan, kalori, vitamin & protein.

2.

Tidak mengandung banyak serat.

3.

Tidak merangsang dan tidak menimbulkan banyak gas.

4.

Makanan lunak diberikan selama istirahat.


Makanan dengan rendah serat dan rendah sisa bertujuan untuk
memberikan makanan sesuai kebutuhan gizi yang sedikit mungkin meninggalkan
sisa sehingga dapat membatasi volume feses, dan tidak merangsang saluran cerna.
Pemberian bubur saring, juga ditujukan untuk menghindari terjadinya komplikasi

perdarahan saluran cerna atau perforasi usus. Syarat-syarat diet sisa rendah
adalah:
1.

Energi cukup sesuai dengan umur, jenis kelamin dan aktivitas

2.

Protein cukup, yaitu 10-15% dari kebutuhan energi total

3.

Lemak sedang, yaitu 10-25% dari kebutuhan energi total

4.

Karbohidrat cukup, yaitu sisa kebutuhan energi total

5.

Menghindari makanan berserat tinggi dan sedang sehingga asupan serat


maksimal 8 gr/hari. Pembatasan ini disesuaikan dengan toleransi perorangan

6.

Menghindari susu, produk susu, daging berserat kasar (liat) sesuai


dengan toleransi perorangan.

7.

Menghindari makanan yang terlalu berlemak, terlalu manis, terlalu asam


dan berbumbu tajam.

8.

Makanan dimasak hingga lunak dan dihidangkan pada suhu tidak terlalu panas
dan dingin

9.

Makanan sering diberikan dalam porsi kecil

10. Bila diberikan untuk jangka waktu lama atau dalam keadaan khusus, diet perlu
disertai suplemen vitamin dan mineral, makanan formula, atau makanan
parenteral.

Makanan yang dianjurkan antara lain :


1.

Sumber karbohidrat : beras dibubur/tim, roti bakar, kentang rebus, krakers,


tepung-tepungan dibubur atau dibuat puding

2.

Sumber protein hewani: daging empuk, hati, ayam, ikan direbus, ditumis,
dikukus,diungkep, dipanggang; telur direbus, ditim, diceplok air, didadar,
dicampur dalam makanan dan minuman; susu maksimal 2 gelas per hari

3.

Sumber protein nabati : tahu, tempe ditim, direbus, ditumis; pindakas; susu
kedelai

4.

Sayuran : sayuran berserat rendah dan sedang seperti kacang panjang, buncis
muda, bayam, labu siam, tomat masak, wortel direbus, dikukus, ditumis

5.

Buah-buahan : semua sari buah; buah segar yang matang (tanpa kulit dan biji)
dan tidak banyak menimbulkan gas seperti pepaya , pisang, jeruk, alpukat

6.

Lemak nabati : margarin, mentega, dan minyak dalam jumlah terbatas untuk
menumis, mengoles dan setup

7.

Minuman : teh encer, sirup

8.

Bumbu : garam, vetsin, gula, cuka, salam, laos, kunyit, kunci dalam jumlah
terbatas

Diet dengan semua nutrisi penting


Energi
Dianjurkan untuk meningkatkan asupan energi dengan 10-20% karena
kenaikan suhu tubuh. Awalnya, selama tahap akut, pasien mungkin dapat hanya
mengkonsumsi 600-1200kcal/day, tetapi asupan energi harus berangsur-angsur
meningkat dengan pemulihan dan toleransi ditingkatkan.
Protein
Kebutuhan protein lebih terkait dengan keparahan dan durasi infeksi
daripada ketinggian demam. Karena ada kerusakan jaringan yang berlebihan,

asupan protein harus ditingkatkan untuk 1,5 sampai 2gm protein / kg / berat badan
/ hari. Untuk meminimalkan kehilangan jaringan, makanan protein nilai biologis
tinggi seperti susu dan telur harus digunakan secara bebas karena mereka yang
paling mudah dicerna dan diserap. Untuk mencapai hal ini, makan secara teratur
harus ditambah dengan minuman protein tinggi.
Carbohydrares
Asupan karbohidrat liberal disarankan untuk mengisi toko glikogen habis
tubuh. Mudah dicerna, karbohidrat juga dimasak seperti pati sederhana, glukosa,
madu, gula tebu dll harus dimasukkan karena mereka memerlukan pencernaan
lebih sedikit dan berasimilasi dengan baik.
Diet Serat
Sebagai gejala tipus termasuk diare dan lesi di saluran usus, segala bentuk
iritasi harus dihilangkan dari diet. Semua serat, kasar menjengkelkan harus,
karena itu akan dihindari dalam diet, karena merupakan iritan mekanik.
Lemak
Karena adanya diare, emulsi lemak bentuk seperti krim, mentega, susu,
kuning telur, harus dimasukkan dalam diet, karena mereka mudah dicerna.
Makanan yang digoreng yang sulit untuk dicerna harus dihindari.
Mineral
Karena hilangnya elektrolit yang berlebihan seperti sup natrium, kalium
dan klorida asin, kaldu, jus buah, susu harus dimasukkan untuk mengkompensasi
hilangnya elektrolit. Suplemen zat besi harus diberikan untuk mencegah anemia.
Vitamin

Karena infeksi dan demam resultants, ada kebutuhan untuk meningkatkan


asupan Vitamin A dan C.
Cairan
Dalam rangka untuk mengkompensasi kerugian melalui kulit dan keringat
dan juga untuk memastikan volume yang memadai urin untuk mengeluarkan
limbah, asupan cairan liberal sangat penting dalam bentuk minuman, sup, jus, air
biasa dll.
Jadi energi yang tinggi, protein tinggi, diet cairan penuh dianjurkan di
awal dan segera setelah demam turun, serat, hambar rendah, diet lunak harus
diberikan kepada pasien.

3.

Obat
Obat - obat antimikrobia yang sering digunakan :

a.

Kloramfenikol

b.

Tiamfenikol

c.

Cotrimoxazole

d.

Ampicilin dan amoxilin


Obat - obat simtomatik

a.

Antipiretika

BAB III
ASKEP PADA KLIEN DENGAN THYPOID

3.1 Pengkajian
3.1.1

Identitas Pasien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat, status
perkawinan, suku bangsa, nomor register, tanggal MRS, dan diagnosa medis.

3.1.2
1.

RIWAYAT KESEHATAN PASIEN


Keluhan Utama
Pasien datang dengan keluhan panas sudah 2 hari, muntah 3x

2.

Riwayat Kesehatan Sekarang


Pasien datang dengan diantar keluarganya dengan keluhan panas, pusing,
mual muntah 3x, semula di rumah sudah diperiksakan ke mantri setempat, tetapi
karena panas lagi maka segera dibawa ke rumah sakit.

3.

Riwayat Kesehatan Yang Lalu


Pasien belum pernah menderita sakit seperti ini dan tidak pernah dirawat di
rumah sakit, hanya pilek atau batuk dan biasanya diperiksakan ke mantri
setempat. Tidak ada riwayat alergi. Pasien mendapat immunisasi lengkap yaitu
BCG, DPT, Polio, Campak, DT dan Hepatitis.

4.

Riwayat Kesehatan Keluarga


Anggota keluarga tidak ada yang menderita sakit seperti ini dan tidak ada
penyakit herediter yang lain.

3.1.3
1.

Pola Kebiasaan Pasien Sehari-Hari


Pola Nutrisi

Sebelum sakit

: Makan 3 x sehari, dengan nasi, lauk dan sayur, makanan yang tidak disukai yaitu
kubis dan yang paling disukai yaitu mie ayam. Pasien makan dengan piring dan
sendok biasa, tanpa memperhatikan warna dan bahannya. Minum 7 - 8 gelas
sehari.

Selama sakit

: Makan 3x sehari, dengan diet bubur halus, hanya habis porsi, karena lidahnya
terasa pahit. Pasien makan dari tempat yang disediakan oleh rumah sakit. Minum
7 - 8 gelas sehari.
2.

Sebelum sakit

Pola Eleminasi
: BAB 1 x sehari dengan konsistensi lunak, warna kuning.

BAK 3-4 x sehari

, warna kuning jernih.


Selama sakit

: selama 2 hari pasien belum BAB. BAK 3-4 x sehari, warna kuning jernih
3.

Sebelum sakit

Pola Istirahat Tidur


: pasien tidur dengan teratur setiap hari pada pukul 20.00 WIB sampai jam 05.00
WIB. Kadang-kadang terbangun untuk BAK. Pasien juga terbiasa tidur siang
dengan waktu sekitar 2 jam. Ibu pasien selalu membacakan cerita sebagai
pengantar tidurnya.

Selama sakit

: pasien susah tidur karena suasana yang ramai.


4.

Sebelum sakit

Pola Aktivitas
: pasien bermain dengan teman - temannya sepulang sekolah dengan pola
permainan berkelompok dan jenis permainan menurut kelompok.

Selama sakit

: pasien hanya terbaring di tempat tidur.

3.1.4
1.

Pengkajian Psiko - Sosio Spiritual


Pandangan pasien dengan kondisi sakitnya.

Pasien menyadari kalau dia berada dirumah sakit dan dia mengetahui
bahwa dia sakit dan perlu perawatan tetapin dia masih ketakutan dengan
lingkungan barunya.
2.

Hubungan pasien dengan tetangga, keluarga, dan pasien lain.


Hubungan pasien dengan tetangga dan keluarga sangat baik, banyak
tetangga dan sanak saudara yang menjenguknya di rumah sakit. Sedangkan
hubungan dengan pasien lain tidak begitu akrab. Pasien ketakutan.

3.

Apakah pasien terganggu dalam beribadah akibat kondisi sakitnya.


Pasien beragama Islam, dalam menjalankan ibadahnya pasien dibantu oleh
keluarganya. Ibu pasien selalu mengajakya berdoa untuk kesembuhannya.

3.1.5

Pemeriksaan Fisik

1.

Keadaan Umum

: pasien tampak lemah.

2.

Kesadaran

3.

Kepala : normochepalic, rambut hitam, pendek dan lurus dengan penyebaran

: composmentis.

yang merata.. Tidak ada lesi.


4.

Mata : letak simetris, konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik.

5.

Hidung : pernapasan tidak menggunakan cuping hidung, tidak ada polip, bersih.

6.

Mulut

Mulut

bibir tidak kering.

gigi: kotor dan terdapat caries,

lidah

: tidak ada stomatitis

: kotor

7.

Telinga : pendengaran baik, tidak ada serumen.

8.

Leher : tidak ada pembesaran kelenjar thyroid.

9.

Dada : simetris, pernapasan vesikuler.

10. Abdomen : nyeri tekan pada epigastrium.


11. Ekstremitas :

atas : tangan kanan terpasang infus dan aktifitasnya dibantu oleh keluarga.

bawah : tidak ada lesi


12. Anus : tidak ada haemorroid.
13. Tanda - tanda Vital :

Tekanan Darah: 120/80 mmHg

Nadi

: 120 x/menit

Suhu

: 39 C

Respirasi

: 24 x/menit

3.1.6

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hasil Laboratorium

a.

Hematologi

Hb

: 11,6 d/dl

(14 18 d/dl)

Ht

: 34,7%

(34 48%)

Entrosit

: 4,11 juta/uI

(3,7 5,9.106juta/uI)

VER

: 84,5 fl

(78 90 fl)

KHER

: 33,6 g/dl

(30 37 g/dl)

Leukosit : 12.200 /uI

LED 1 jam

2 jam: 80 /1jam

Trombosit : 232.000 /uI

(4,6 11.103/uI)

: 40 /1 jam

(P = 7 15 /jam)

(L = 3 -11 /jam)
(150 400.103 /uI)

Hitung jenis

Eosinofil

:-

Segmen: 91%

Basofil

:-

Limfosit: 9

N. Batang : b.

Bakteriologi Serogi

Monosit: -

Widal

St -

O 1/320

St -

H 1/160

St -

AH

Spt -

BH 1/320

c.

Urine

Phisis

= warna: kuning

Kimia

= PH

Protein

:- (negatif)

Glukosa

: - (negatif)

: agak keruh

Sedimen

= epitel : +

Lekosit

Eritrosit

: + (1 -2)

Kristal

: - (negatif)

Silinder

: - (negatif)

: + (6 8)

3.2

Penyimpangan KDM Demam Thifoid

3.3

Diagnosa keperawatan
Rencana asuhan keperawatan

1.

Hipertermia

Tujuan :
Client Outcomes

Suhu tubuh pasien dalam batas normal

Nursing Outcomes

Pengaturan suhu

Pengaturan suhu tubuh : neonate

Nursing Outcomes classification (NOC)


Thermoregulation (0800)

Domain

: physiology health (II)

Class

: metabolic regulation (I)

Scale

: axtremely compromised to not compromised (a)

080001

: temperature kulit dalam batas normal

080002

: temperature tubuh dalam batas normal

080003

: sakit kepala tidak ada

080004

: sakit otot tidak ada

080005

: sifat lekas marah tidak ada

080006

: perubahan warna kulit tidak ada

080007

: kecepatan nadi dalam batas normal

080008

: kecepatan pernapasan dalam batas normal

080009

: hidrasi adekuat

Thermoregulation : neonate (0801)

2.

Domain

: physiological health (II)

Class

: metabolic regulation (I)

Scale

: axtremely compromised to not compromised (a)

080102

: distress pernapasan tdak ada

080103

: gelisah tidak ada

080104

: keletihan tidak ada

080106

: tambahan berat badan dalam batas normal

080107

: non-shivering thermogenesis

080112

: gula darah dalam batas normal

080113

: keseimbangan asam basa dalam batas normal

080114

: bilirubin dalam batas normal

Nyeri akut

Tujuan :
Client Outcomes
o Pasien tidak meras nyeri
o Pasien merasa nyaman dengan dirinya

Nursing Outcomes
Kemungkinan yan dicapai :
o Tingkat kenyamanan
o Control nyeri
o Tingkat nyeri

Nursing Outcomes Classification (NOC)


Tingkat kenyamanan (2100)
Domain

: Received health (V)

Class

: Symptom status (V)

Scale

: None to extensive (i)

210001

: Melaporkan kenyamanan fisik

210002

: Melaporkan kepuasan terhadap pengawasan

210003

: Melaporkan kenyamanan psikologis

210007

: Melaporkan kepuasan terhadap tingkat kemandirian

210008

: Expresi puas terhadap pengawasan nyeri

Control nyeri (1605)


Domain

: Health knowledge (IV)

Class

: Health behavior (Q)

Scale

: Never demonstrated to consistenly demonstrated (m)

160501

: Mengenali factor-faktro penyebab

160502

: Mengenali serangan nyeri

160503

: Menggunakan teknik pencegahan

160504

: Menggunakan teknik non analgesic

160507

: Melaporkan gejala-gejala pada petugas

160509

: Mengenali gejala-gejala nyeri

160510

: Menggunakan catatan harian nyeri

160511

: Melaporkan pengawasan nyeri

Tingkat nyeri (2102)


Domain

: Received health (V)

Class

: Symptom status (V)

Scale

: Extensive to none (n)

210201

: Melaporkan nyeri

210202

: Bagian tubuh yang diserang

210203

: Frekuensi nyeri

210204

: Panjangnya episode nyeri

3.

210205

: Ekspresi mulut terhadap nyeri

210206

: Ekspresi wajah terhadap nyeri

210207

: Posisi perlindungan tubuh

210208

: Istirahat

210209

: Ketahanan otot

210210

: Perubahan pada jumlah pernafasan

210211

: Perubahan pada denyut nadi

210212

: Perubahan pada tekanan darah

210213

: Perubahan pada ukuran pupil

Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan


Tujuan :

Client Outcome

Mempertahankan berat badan atau pertambahan BB

Menjelaskan komponen keadekuatan diet bergizi

Menyatakan keinginan untuk mengikuti diet

Toleransi terhadap diet yang dianjurkan

Nursing Outcomes
Kemungkinan hasil yang dicapai

Status nutrisi

Status nutrisi : asupan makanan dan cairan

Status nutrisi : asupan nutrisi

Control berat badan

Nursing Outcomes Classification (NOC)


Status nutrisi (1004)
Domain

: Physiologic health (II)

Class

: Nutrition (K)

Scale

: Extremely compromised to not compromised (a)

100401

: Pengambilan nutrisi

100402

: Pengambilan makanan dan cairan

100403

: Energi

100404

: Massa tubuh

100405

: Berat

100406

: Pengukuran biokimia

3.5
3.4 Nursing Intervention Classification (NIC)
1.

Hyperthermia

Fever treatment (3740)


o Monitor tempertur seperti frekwensi
o Monitor pengaruh kehilangan cairan
o Monitor warna kulit dan temperature
o Monitor tekanan darah, nadi dan pernapasan
o Monitor pemasukan dan pengeluaran
o Monitor ketidak abnormalan elektrolit
o Monitor keimbangan asam basa
o Pemberian pengobatan antipiretik
Tanda-tanda vital (6680)
o Monitor tekanan darah, nadi, temperature, dan status pernapasan dengan tepat
o Auskultasi tekanan darah dintara lengan dan bandingkan tepat
o Monitor tekanan darah, nadi, pernapasan sebelum, selama dan sesudah aktivitas
dengan tepat
o Monitor irama jantung dan kecepatan
o Monitor bunyi jantung
o Monitor keepatan pernapasan dan irama
o Monitor bunyi paru
o Monitor oximetri nadi
Themperatur regulation (3900)
o Monitor temperature setiap 2 jam dengan tepat

o Monitor warna kulit dan temperature


o Promosi cairan adekuat dan pemasukan nutrisi

2.

Nyeri akut
Nursing Intervention Classification (NIC)

Management nyeri (1400)


o Kaji secara komprehensif, tentang nyeri meliputi ; lokasi, karakteristik dan onset,
durasi, frekuensi, kualitas, intensitas / beratnya nyeri, dan factor-faktor presipitasi
o Gunakan komunikasi terapeutik agasr pasien dapat mengekspresi-kan nyeri
o Kaji latar belakang budaya pasien
o Evaluasi tentang keefektifan dari tindakan mengontrol nyeri yang telah digunakan
o Berikan dukungan terhadap pasien dan keluaga
o Anjurkan pasien untuk memonitor sendiri nyeri
o Berikan analgetik sesuai dengan anjuran
o Observasi reaksi abnormal dari ketidaknyamanan
o Kurangi factor presipitasi nyeri
o Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
o Tingkatkan istirahat
o Kolaborasi dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan nyeri tidak berhasil

3.

Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

Pengaturan nutrisi
o Menanyakan apakah pasien memiliki alergi terhadap makanan
o Memastikan pemilihan makanan pasien
o Menentukan dalam kolaborasi dengan ahli diet, mana yang tepat jumlah kalori dan
tipe kebutuhan nutrisi yang sarat
o Mengajurkan pemasukan kalori yang tepat untuk tipe tubuh dan gaya hidup
o Menganjurkan peningkatan pemasukan makanan yang mengandung zat besi secara
tepat
o Menganjurkan peningkatan pemasukan protein, zat besi dan vitamin C secara tepat
o Pemberian makanan tambahan (minuman dan buah segar atau jus buah-buahan)
secara tepat
o Berikan makanan lunak, murni dan ringan secara tepat
o Memberikan tambahan gula secara tepat
o Memastikan bahwa diet yang dihasilkan termasuk makanan dengan serat yang
tinggi untuk mencegah konstipasi
o Memberikan tumbuh-tumbuhan dan rempah-rempah sebagai pengganti garam
o Memberikan protein tinggi, tinggi kalori, makanan yang ringan dan minuman yang
selalu tersedia untuk dikonsumsi secara tepat
o Memberikan seleksi makanan
o Monitor dan catat nutrisi dan kalori

Memonitor cairan (4130)


o Monitor berat

o Monitor pengambilan dan pengeluaran


o Monitor serum dan nilai elektrolit yang tepat
o Monitor serum albumin dan tingkat total protein
o Monitor serum dan tingkat pergantian urine
o Monitor warna, kualitas dan spesifik berat urin

Konsultasi nutrisi (5246)


o Membantu dasar hubungan terapeutik dalam hal daling percaya
o Membantu hubungan konseling yang berkelanjutan
o Bicarakan kepada pasien tentang makanan yang disukai dan tidak disukai
o Identifikasi fasilitas piliha perilaku makan
o Diskusikan dengan pasien mengenai syarat nutrisi dan pemahaman pasien
mengenai perintah atau klien yang disarankan tidak mengalam kecemasan

BAB IV
PENUTUP

4.1

Kesimpulan
Typhoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan
oleh kuman salmonella thypi dan salmonella para thypi A,B,C. sinonim dari

penyakit ini adalah Typhoid dan paratyphoid abdominalis, ( Syaifullah Noer, 1998
).
Demam tifoid merupakan penyakit infeksi akut pada usus halus dengan
gejala demam satu minggu atau lebih disertai gangguan pada saluran pencernaan
dan dengan atau tanpa gangguan kesadaran. (Penyakit Infeksi Tropik Pada Anak,
1993).

4.2

Saran

1.

Makanlah makanan dan minuman yang sudah pasti matang.

2.

Lindungi makanan dari lalat, kecoa dan tikus ataupun hewan peliharaan

3.

Cucilah tangan dengan sabun setelah beraktivitas

4.

Hindari jajan ditempat yang kurang bersih

DAFTAR PUSTAKA

1.

Endokrinologi Dasar dan Klinik Edisi 4. Jakarta : EGC

2.

Andin Sefrina dan Suhendri C. P; Mengenal, Mencegah, Menangani berbagai


penyakit berbahaya bayi & balita; Penerbit ; Dunia Sehat

3.

NANDA 2012

4.

NURSING OUTCOMES CLASSIFICATION (NOC)

5.

NURSING INTERVENTION CLASSIFICATION (NIC)

1.

Hipertemia b/d proses infeksi salmonella thyposa

2.

Resiko

defisit

volume

cairan

b/d

pemasukan

yang

kurang,

mual,

muntah/pengeluaran yang berlebihan, diare, panas tubuh


3.Resiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d intake kurang
akibat mual, muntah, anoreksia, atau output yang berlebihan akibat diare.
4.Gangguan pola defeksi : diare b/d proses peradangan pada dinding usus halus
5.Perubahan pola defeksi : konstipasi b/d proses peradangan pada dinding usus halus,
6.Resiko tinggi trauma fisik b/d gangguan mental, delirium/psikosis

No Diagnosa keperawatan

Tujuan dan Kriteria Intervensi


Hasil

Hipertemia b/d proses infeksi NOC :


salmonella thyposa

NIC :

Thermoregulation
Kriteria Hasil :

Fever treatment
Monitor

suhu

sesering

Definisi : suhu tubuh naik


Suhu tubuh dalam mungkin
diatas rentang normal

Batasan Karakteristik:

kenaikan

suhu

diatas rentang normal

rentang normal

Nadi dan RR dalam


Monitor warna dan suhu
rentang normal
kulit
Tidak
tubuh
perubahan

ada
Monitor tekanan
warna
nadi dan RR
kulit dan tidak ada

serangan atau konvulsi pusing,


(kejang)

Monitor IWL

nyaman

darah,

merasa Monitor penurunan tingkat


kesadaran

kulit kemerahan

pertambahan RR

takikardi

saat

Monitor WBC, Hb, dan


Hct
Monitor intake dan output

disentuh

tangan

terasa hangat

Kolaborasi pemberian anti


piretik
Berikan pengobatan untuk
mengatasi

Faktor

faktor

yang

berhubungan :

Lakukan tapid sponge

peningkatan metabolisme
aktivitas yang berlebih

Kolaboraikan
intravena

sesuai

program

medikasi/anastesi
ketidakmampuan/penuruna
kemampuan

dengan

dokter mengenai pemberian


cairan

pengaruh

untuk

Kompres pasien pada lipat


paha dan aksila
Tingkatkan sirkulasi udara

berkeringat
terpapar

demam
Selimuti pasien

penyakit/ trauma

penyebab

dilingkungan

panas
dehidrasi

Berikan pengobatan untuk


mencegah

terjadinya

menggigil

pakaian yang tidak tepat


Temperature regulation
Monitor suhu minimal tiap
2 jam
Rencanakan

monitoring

suhu secara kontinyu


Monitor TD, nadi, dan RR
Monitor warna dan suhu
kulit
Monitor

tanda-tanda

hipertermi dan hipotermi


Tingkatkan intake cairan
dan nutrisi
Selimuti

pasien

mencegah

untuk

hilangnya

kehangatan tubuh
Ajarkan pada pasien cara
mencegah keletihan akibat
panas
Diskusikan

tentang

pentingnya

pengaturan

suhu dan kemungkinan efek


negatif dari kedinginan
Beritahukan
indikasi

tentang
terjadinya

keletihan dan penanganan


emergency yang diperlukan
Ajarkan

indikasi

dari

hipotermi dan penanganan


yang diperlukan
Berikan anti piretik jika

perlu

Vital sign Monitoring


Monitor TD, nadi, suhu,
dan RR
Catat

adanya

fluktuasi

tekanan darah
Monitor VS saat pasien
berbaring,

duduk,

atau

berdiri
Auskultasi TD pada kedua
lengan dan bandingkan
Monitor TD, nadi, RR,
sebelum,

selama,

dan

setelah aktivitas
Monitor kualitas dari nadi
Monitor

frekuensi

dan

irama pernapasan
Monitor suara paru
Monitor pola pernapasan
abnormal
Monitor suhu, warna, dan
kelembaban kulit
Monitor sianosis perifer

Monitor

adanya

cushing

triad (tekanan nadi yang


melebar,

bradikardi,

peningkatan sistolik)
Identifikasi penyebab dari
perubahan vital sign

Resiko defisit volume cairan NOC:

Fluid management

b/d pemasukan yang kurang,


Fluid balance
mual,
muntah/pengeluaran

popok/pembalut

Hydration
yang berlebihan, diare, panas
tubuh

intravaskuler,

Intake

interstisial, Kriteria Hasil :

intrasellular.

normal
Batasan Karakteristik :
Kelemahan

Haus

Penurunan turgor kulit/lidah

Membran
kering

Tekanan darah, nadi,

suhu tubuh dalam

batas normal
Tidak

mukosa/kulit

Pertahankan

catatan

intake dan output yang


akurat

Ini
Mempertahankan
mengarah
ke
dehidrasi,
urine output sesuai
kehilangan cairan dengan
dengan usia dan BB,
pengeluaran sodium
BJ urine normal, HT
dan/atau

jika

diperlukan

Nutritional Status :

Food and Fluid

Definisi : Penurunan cairan

Timbang

Elastisitas

kelembaban
mukosa,

membran

nadi

adekuat,

tekanan darah ortostatik ),


jika diperlukan
Monitor vital sign
Monitor
makanan

masukan
cairan

dan

hitung intake kalori harian

ada

tanda

Monitor status hidrasi (

tanda

dehidrasi,
turgor

kulit baik, membran

Lakukan terapi IV
Monitor status nutrisi

Peningkatan denyut nadi, mukosa


penurunan

lembab,

tekanan

darah, tidak ada rasa haus

volume/tekanan yang berlebihan

penurunan
nadi
-

Pengisian vena menurun

Perubahan status mental

Konsentrasi urine meningkat

Temperatur

Hematokrit meninggi

Kehilangan

berat

Berikan

nesogatrik sesuai output

Dorong keluarga untuk


membantu pasien makan
Tawarkan snack ( jus
buah, buah segar )

badan

Kolaborasi dokter jika


tanda

spacing)

muncul meburuk
yang

berhubungan:
Kehilangan volume cairan

Kegagalan

cairan

Atur

berlebih

kemungkinan

tranfusi

secara aktif
-

penggantian

seketika (kecuali pada third

Faktor-faktor

suhu ruangan
Dorong masukan oral

Berikan cairan IV pada

tubuh

meningkat

Berikan cairan

Persiapan

untuk

tranfusi
mekanisme

pengaturan

Resiko

ketidakseimbangan NOC :

Nutrition Management

nutrisi kurang dari kebutuhan


Nutritional Status
: Kaji adanya alergi makanan
tubuh b/d intake kurang
food and Fluid
Kolaborasi dengan ahli gizi
akibat
mual,
muntah,
Intake
untuk menentukan jumlah
anoreksia, atau output yang
berlebihan akibat diare.

kalori dan nutrisi yang

Kriteria Hasil :

dibutuhkan pasien.

Definisi : Intake nutrisi tidak


Adanya peningkatan
Anjurkan
cukup

untuk

pasien

untuk

keperluan berat badan sesuai meningkatkan intake Fe

metabolisme tubuh.

dengan tujuan

Anjurkan

pasien

untuk

Berat badan ideal meningkatkan protein dan


sesuai dengan tinggi vitamin C

Batasan karakteristik :
-

Berat badan 20 % atau lebih


Mampu
di bawah ideal
mengidentifikasi
Dilaporkan adanya intake kebutuhan nutrisi

Membran

mukosa

Kelemahan

Tidak
dan
penurunan

otot

yang
untuk

menelan/mengunyah
Luka, inflamasi pada rongga

merasa
setelah

kenyang,
mengunyah

makanan
Dilaporkan

atau

fakta

adanya kekurangan makanan


-

dimakan

yang

mengandung

sudah

berat dikonsultasikan dengan ahli


gizi)
Ajarkan pasien bagaimana
membuat catatan makanan

Monitor jumlah nutrisi dan


kandungan kalori

Mudah
sesaat

diet

harian.

mulut
-

Yakinkan

terjadi terpilih

badan yang berarti

digunakan

Berikan substansi gula

tinggi
serat
untuk
makanan yang kurang dari
Tidak ada tanda mencegah konstipasi
RDA (Recomended Daily
tanda malnutrisi
Allowance)
Berikan makanan yang

konjungtiva pucat
-

badan

Dilaporkan
perubahan sensasi rasa

adanya

Berikan informasi tentang


kebutuhan nutrisi
Kaji

kemampuan

pasien

untuk mendapatkan nutrisi


yang dibutuhkan

Perasaan

ketidakmampuan

untuk mengunyah makanan


-

Miskonsepsi

Kehilangan

BB pasien dalam batas


BB

dengan

makanan cukup
Keengganan untuk makan

Kram pada abdomen

Tonus otot jelek

Nyeri

aktivitas

yang

biasa

dilakukan

abdominal

dengan

Monitor interaksi anak atau


orangtua selama makan

Kurang berminat terhadap


makanan
Pembuluh

berat badan
Monitor tipe dan jumlah

atau tanpa patologi

normal
Monitor adanya penurunan

Nutrition Monitoring

Monitor lingkungan selama


makan

darah

kapiler

mulai rapuh

Jadwalkan pengobatan dan


tindakan tidak selama jam

Diare dan atau steatorrhea

Kehilangan

rambut

yang

cukup banyak (rontok)

makan
Monitor kulit kering dan
perubahan pigmentasi

Suara usus hiperaktif

Monitor turgor kulit

Kurangnya

Monitor

informasi,

misinformasi

kekeringan,

rambut kusam, dan mudah


patah

Faktor-faktor

yang

berhubungan :
Ketidakmampuan pemasukan

Monitor mual dan muntah


Monitor

kadar

albumin,

total protein, Hb, dan kadar

atau mencerna makanan atau


mengabsorpsi

zat-zat

Ht

gizi

Monitor makanan kesukaan

berhubungan dengan faktor


biologis,

psikologis

Monitor pertumbuhan dan

atau

perkembangan

ekonomi.

Monitor pucat, kemerahan,


dan

kekeringan

jaringan

konjungtiva
Monitor kalori dan intake
nuntrisi
Catat

adanya

hiperemik,

edema,
hipertonik

papila lidah dan cavitas


oral.
Catat jika lidah berwarna
magenta, scarlet

Gangguan pola defeksi : diare NOC:

NIC :

b/d proses peradangan pada


Bowel elimination
dinding usus halus

Diarhea Management

Fluid Balance

Evaluasi

efek

pengobatan

Hydration

terhadap

gastrointestinal

Electrolyte and Acid


Ajarkan
pasien
base Balance
menggunakan
Kriteria Hasil :
Feses

samping

antidiare

berbentuk,
Instruksikan

untuk
obat

BAB sehari sekali- pasien/keluarga


tiga hari

untukmencatat

Menjaga

daerah

sekitar rectal dari

frekuenai

dan

konsistensi dari feses

Evaluasi intake makanan

iritasi
Tidak

jumlah,

warna,

mengalami

diare
Menjelaskan

yang masuk

Identifikasi factor penyebab


dari diare

penyebab diare dan


Monitor tanda dan gejala
rasional tendakan

diare

Mempertahankan Observasi
turgor kulit

turgor

kulit

secara rutin
Ukur diare/keluaran BAB
Hubungi dokter jika ada
kenanikan bising usus
Instruksikan

pasien

untukmakan rendah serat,


tinggi protein dan tinggi
kalori jika memungkinkan
Instruksikan

untuk

menghindari laksative
Ajarkan tehnik menurunkan
stress
Monitor persiapan makanan
yang aman

Resiko tinggi trauma fisik b/d NOC:


gangguan
delirium/psikosis

mental,
Knowlwdge

NIC :
: Environmental

personel safety

Management safety

Safety behavior :
falls Prevention

lingkungan

Safety Behavior :
Falls Occurance
Safety behavior

Sediakan
yang

untuk pasien
Identifikasi
kebutuhan

Physical injury

aman

pasien,

keamanan
sesuai

dengan

kondisi fisik dan fungsi


kognitif pasien dan riwayat
penyakit terdahulu pasien

Menghindarkan
lingkungan yang berbahaya
(misalnya

memindahkan

perabotan)

Memasang side rail


tempat tidur

Menyediakan
tempat tidur yang nyaman
dan bersih

Menempatkan
saklar lampu ditempat yang
mudah dijangkau pasien.

Membatasi
pengunjung

Memberikan

penerangan yang cukup

Menganjurkan
keluarga untuk menemani
pasien.

Mengontrol
lingkungan dari kebisingan

Memindahkan
barang-barang yang dapat
membahayakan

Berikan penjelasan
pada pasien dan keluarga
atau

pengunjung

adanya

perubahan status kesehatan


dan penyebab penyakit

Perubahan
konstipasi

pola

defeksi

: NOC:

proses
Bowel elimination
peradangan pada dinding usus
halus,

b/d

Hydration
Kriteria Hasil :
Mempertahankan

NIC: Constipation/
Impaction Management
Monitor tanda dan gejala
konstipasi
Monior bising usus

Monitor feses: frekuensi,


bentuk feses lunak
konsistensi dan volume
setiap 1-3 hari

Bebas

dari
Konsultasi dengan dokter

ketidaknyamanan

tentang

penurunan

dan

dan konstipasi

peningkatan bising usus

Mengidentifikasi Mitor tanda dan gejala


indicator
mencegah
konstipasi

untuk ruptur usus/peritonitis


Jelaskan

etiologi

rasionalisasi

dan

tindakan

terhadap pasien
Identifikasi

faktor

penyebab dan kontribusi


konstipasi
Dukung intake cairan
Kolaborasikan
laksatif

pemberian

Anda mungkin juga menyukai