Dosen Pembimbing :
Rischa Hamdanesti
Disususn Oleh :
Kelompok 3
3B Keperawatan
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Dalam Supartini (2002), hospitalisasi merupakan suatu proses karena suatu alasan yang
berencana atau darurat, mengharuskan anak untuk tinggal di rumah sakit, menjalani terapi
dan perawatan sampai pemulangannya kembali ke rumah.
Penelitian membuktikan bahwa hospitalisasi anak dapat menjadi suatu pengalaman yang
menimbulkan trauma, baik pada anak, maupun orang tua. Sehingga menimbulkan reaksi
tertentu yang akan sangat berdampak pada kerja sama anak dan orang tua dalam perawatan
anak selama di rumah sakit. Bila koping yang digunakan salah dan tidak berhasil akan
menimbulkan suatu krisis yang berdampak pada anak dan keluarga. Krisis akan berperan
sebagai inhibitor dalam proses pengobatan dan perawatan yang mengalami gangguan fisik
dan mental. Faktor penyembuh itu memerlukan dukungan emosional keluarga dan perawat
perlu mengadakan pembinaan hubungan yang terapeutik dengan anak dan keluarga, salah
satunya dengan mengadakan terapi bermain.
Dari observasi yang telah dilakukan kelompok, didapatkan rata-rata 40% pasien yang
dirawat di bangsal anak adalah dengan usia 3-6 tahun (pra sekolah) yang masih terbatas
dengan proses pengobatan, perawatan dan kebutuhan bermain anak. Jumlah anak pra sekolah
yang di jumpai selama observasi adalah sebanyak 6 orang. 4 dari 6 anak mengalami stress
hospitalisasi. Oleh sebab itu kelompok memilih melakukan terapi bermain pada kelompok
anak usia pra sekolah.
Diantara intervensi keperawatan anak, terapi bermain sangat efektif karena dapat
mengetahui perkembangan fisik, mental, intelektual dan sosial anak sebagai wadah
pembinaan hubungan interpersonal antara klien dan perawat. Banyak jenis permainan yang
dapat diterapikan pada anak, salah satu terapinya adalah menonton video. Suatu kegiatan
yang akan dilakukan oleh anak menyusun puzzle, pertama puzzle diambil, diacak, terus
mencocokkan ke tempat atau bentuk gambar yang sesuai. Permainan yang dilakukan
bertujuan untuk : melatih kerjasama mata dan tangan serta melatih keterampilan dengan
gerakan berulang-ulang. Sehingga dengan adanya terapi bermain menyusun puzzle
diharapkan klien bisa bersosialisasi dengan baik pada semua klien (anak) dalam bentuk
bermain berkelompok serta diharapkan bisa mengurangi trauma hospitalisasi anak terhadap
rumah sakit.
Oleh karena itu, mahasiswa tertarik untuk mengadakan terapi bermain ; bermain
Playdough pada anak dengan usia 3-5 tahun di ruang anak Rumah Sakit Umum Pusat dr.
M.Djamil Padang, dengan harapan dapat meningkatkan daya imajinasi anak terhadap suatu
bentuk benda sehingga dapat mengurangi tingkat kecemasan anak terhadap hospitalisasi.
B. Tujuan
a) Tujuan Umum
Meningkatkan kemampuan dalam bersosialisai yang baik pada semua klien (anak) dalam
bentuk bermain berkelompok dan sebagai lahan untuk tempat bermain serta mengurangi trauma
hospitalisasi anak terhadap rumah sakit.
b) Tujuan Khusus
1. Mengenal benda.
2. Penggunaan playdough dapat membantu anak melatih keterampilan fisik dengan tangan ketika
mereka memanipulasi playdough dengan jari mereka. Anak dapat berlatih seperti mencubit,
meremas, atau menyodok saat mereka bermain dengan playdough.
3. Membantu anak dalam melatih imajinasi dan kemampuan kognitif lainnya seperti imitasi,
simbolisme dan pemecahan masalah. Hal ini membantu anak belajar lebih banyak tentang
lingkungan saat ia meniru bentuk benda sehari-hari dengan playdough.
4. Membantu anak untuk tenang disaat frustasi atau marah. Memegang dan meremas adonan
bermain dapat menghasilkan efek menenangkan pada si anak dan berguna untuk mengajarkan
keterampilan manajemen kemarahan, dan lebih nyaman untuk mengekspresikan.
5. Mengembangkan keterampilan sosial saat ia bermain bersama dengan anak-anak lain dan
dapat memberikan kesempatan bagi anak untuk latihan bekerja sama dan berbagi.
TINJAUAN PUSTAKA
Perawatan di rumah sakit merupakan pengalaman yang penuh dengan hal baru:
lingkungan baru, orang-orang asing, kebiasaan baru, dan kegiatan baru. Selain itu
beberapa kondisi juga menyebabkan ketidaknyamanan, antara lain: nyeri dan perlukaan,
pembatasan aktifitas, menjalankan program terapi yang traumatik. Situasi ini
mengharuskan perawat mampu melakukan pengkajian yang spesifik sebagai dampak
hospitalisasi. Diagnosis keperawatan yang diidentifikasi juga seharusnya mampu
mendiskripsikan dengan teliti seluruh respon yang terjadi selama proses adaptasi
hospitalisasi.
Saat anak sakit dan dirawat di rumah sakit perawat dan orang tua harus dapat
memilihkan permainan yang dapat dilakukan anak sesuai dengan kondisi anak yang
sedang sakit. Keuntungan aktivitas bermain yang dilakukan pada anak yang dirawat di
rumah sakit antara lain: 1) meningkatkan hubungan antara klien (anak dan keluarga)
dengan perawat, karena dengan melaksanakan kegiatan bermain perawat mempunyai
kesempatan untuk membina hubungan yang baik dan menyenangkan dengan anak dan
keluarganya. Bermain merupakan alat komunikasi yang efektif antara perawat dan klien.
2) Perawatan di rumah sakit akan membatasi kemampuan anak untuk mandiri. Aktivitas
bermain yang terprogram akan memulihkan perasaan mandiri pada anak. 3) Permainan
anak di rumah sakit tidak hanya akan memberikan rasa senang pada anak, tetapi juga
akan membantu anak mengekspresikan perasaan dan pikiran cemas, takut, sedih, tegang,
dan nyeri. 4) Permainan yang terapiutik akan dapat meningkatkan kemampuan anak
untuk mempunyai tingkah laku yang positif. 5) Permainan yang memberi kesempatan
pada beberapa anak untuk berkompetisi secara sehat, akan dapat menurunkan ketegangan
pada anak dan keluarganya
(Supartini, 2004).
N KINESTETI
USIA VISUAL AUDITORY
O K TAKTIL
1 0–1 tatap bayi dalam berbicara dengan dipeluk dan
bulan jarak bayi digendong
- dekat menyanyi diayun
gantung benda dengan diletakkan
benda yang suara lembut di kereta
berwarna boks musik gendong
-
menyolok 20-25 mendengar tape
cm diatas atau radio
muka bayi mendengar suara
letakkan bayi dan melihat dari
pada posisi yang TV
memungkin kan
bayi memandang
bebas ke
sekelilingnya
2 2–3 Beri obyek warna berbicara membelai
- yang terang dengan bayi waktu
bulan Tempatkan pada memberi mainan mandi
- ruangan yg terang yang mengganti
dg gambar- berbunyi seperti pakaian
gambar lonceng dan
menyisir
a. Tidak boleh bertentangan dengan terapi dan perawatan yang sedang dijalankan
f. Bila keadaan anak masih lemah, maka gunakan bentuk permainan pasif
Kegiatan bermain harus diprogram dengan baik di rumah sakit. Pada beberapa
negara maju kegiatan bermain pada anak di rumah sakit dikoordinir oleh nurse play
spesialist, yaitu perawat yang mempunyai kompetensi khusus dalam melaksanakan
program bermain, yang bekerja sama secara kolaboratif dengan perawat dan dokter anak
di ruang rawat inap. Ia yang mempersiapkan program bermain sebagai terapi bagi anak
yang akan menghadapi operasi, anak-anak yang akan dilakukan prosedur diagnostik
khusus, atau program bermain sehari-hari bagi anak di rumah sakit Apabila tidak ada
tenaga khusus yang dapat memprogram kegiatan bermain pada anak di rumah sakit,
perawat yang bertugas saat itu dapat melaksanakannya.
Tehnik bermain yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut: tetapkan tujuan
bermain bagi anak sesuai dengan kebutuhannya. Kebutuhan bermain anak mengacu pada
tahapan tumbuh kembang anak, sedangakan tujuan yang ditetapkan harus memperhatikan
prinsip bermain bagi anak di rumah sakit, yaitu menekankan pada upaya ekspresi
sekaligus relaksasi dan distraksi dari perasaan takut, cemas, sedih, tegang, dan nyeri.
Perawat harus menguraikan kegiatan bermain yang akan dilakukan. Ingat bahwa perawat
hanya sebagai fasilitator dan kegiatn bermain harus dilakukan secara aktif oleh anak dan
orang tuanya. Kegiatan bermain yang dijalankan mengacu pada tujuan yang ditetapkan
seblumnya, apabila permainan akan dilakukan dalam kelompok, uraikan dengan jelas
aktifitas setiap anggota kelompok dalam permainan dan kegiatan orangtua setiap anak.
Perawat juga harus menetapkan jenis alat permainan yang akan digunakan. Alat
permainan tidak harus yang baru dan bagus. Gunakan alat permainan yang dimiliki anak
atau yang tersedia di ruang rawat. Apabila anak akan diajak bermain melipat kertas,
gunakan bahan yang murah dan harga terjangkau. Yang penting adalah alat permainan
yang digunakan harus menggambarkan kreatifitas perawat dan orang tua, serta dapat
menjadi media untuk eksplorasi perasaan anak.
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam aktifitas bermain di rumah sakit antara lain:
alat-alat bermain, tempat bermain, pelaksanaan aktivitas bermain. Contoh permainan yang
dapat digunakan pada anak di ruang rawat (Wong, D.L. 2000) adalah sebagai berikut :
a. Usia infant.
3) jika mampu, beri kesempatan anak untuk merangak atau stimulasi untuk berjalan.
b. Usia toddler
3) creative material
c. Usia sekolah
3) Minta anak mengisi spuit dengan minuman dan semprotkan ke dalam mulut
4) Buat poster kemajuan, berikan pujian bila anak mau minum dalam jumlah yang
ditentukan
5) lakukan kontes meniup dengan menggunakan balon, bola kapas, bulu, bola
pingpong, selembar kertas
c. Latihan otot, rentang gerak dan ektremitas
4) bermain tendangan bola: lemparkan benda atau bola ke dalam tempat yang diam.
7) lakukan lomba balap sepeda roda tiga atau kursi roda di area yang aman
8) mainkan video game atau pinnball
9) Mainkan plastisin
f. Bermain bersenang-senang
1) Menyanyi bersama-sama
a. Sasaran
Anak yang dirawat di ruang anak yang memenuhi kriteria sebagai berikut:
d. Pengorganisasian
8) Leader memberikan umpan balik positif atas pelaksanaan dan hasil permainan,
gambar yang sudah diwarnai dikembalikan kepada klien oleh fasilitator..
f. Kriteria evaluasi
1) Evaluasi Struktur
2) Evaluasi Proses
3) Evaluasi Hasil
2. Rahmat Ali
3. Zakiah Putriani
4. Amin Begi
5. Istanto
4) Fasilitator : 1. Triyoga
2. Wira Selvia
3. Tajri Adnan
Uraian Tugas :
1. Leader
2. Co.Leader
3. Fasilitator
4. Observer
Mencatat dan mengamati respon klien secara verbal dan non verbal.
Mencatat seluruh proses yang dikaji dan semua perubahan prilaku.
Mencatat dan mengamati peserta aktif dari program bermain
Melaporkan hasil observasi
Setting Tempat
= KLIEN
= MEJA UTAMA
= LEADER = CO LEADER
= FASILITATOR
Tempat Keterangan := Leader= Co-Leader= Observer= KLien= Fasilitator= layar= pembimbing
Catatan : Setting tempat disesuaikan dengan kondisi anak dan mengikut sertakan peserta
tambahan
Kriteria Anak
Proses Seleksi
Klien (anak) dapat saling memperkenalkan diri dan menyebutkan hobi dan cita-citanya
Klien (anak) dapat berimajinasi membuat bentuk yang diharapkan terapis
Klien (anak) dapat meningkatkan sosialisasi dan mengekpresikan perasaan melalui
permainan ini
Klien (anak) dapat merasa nyaman berinteraksi dengan pasien lain dan juga perawat
Media
Infokus
Layar
Plastisin
Evaluasi
Peserta 3 5 orang
Peserta duduk ditempat yang telah disediakan atau ditempat yang diinginkan oleh anak
Landasan Teori
a. Kecemasan
Penyebab terjadinya kecemasan sukar untuk diperkiraan dengan tepat. Hal ini disebabkan
oleh adanya sifat subyekif dari kecemasan, yaitu : Bahwa kejadian yang sama belum tentu
dirasakan sama pula oleh setiap orang. Dengan kata lain suatu rangsangan atau kejadian dengan
kualitas den kuantitas yang sama dapat diinterprestasikan secara berbeda antara individu yang
satu dengan yang lainnya.
Teori kognitif menyatakan bahwa reaksi kecemasan timbul karena kesalahan mental.
Kesalahan mental ini karena kesalahan menginterpetasikan suatu situasi yang bagi individu
merupakan sesuatu yang mengancam. Melalui teori belajar sosial kognitif, Bandura menyatakan
bahwa takut dan kecemasan di hasilkan dari harapan diri yang negatif karena mereka percaya
bahwa mereka tidak dapat mengatasi dari situasi yang secara potensial mengancam bagi mereka.
a. Kecemasan Neurotik (Neurotic Anxiety), yaitu kecemasan yang berhubungan erat dengan
mekanisme pembelaan diri, dan juga disebabkan oleh perasaan bersalah atau berdosa, konflik-
konflik emosional yang serius, frustasi, serta ketegangan-ketegangan batin;
b. Kecemasan Moral (Anxiety of moral conscience/super ego), yaitu rasa takut akan suara hati,
di masa lampau pribadi pernah melanggar norma moral dan bisa di hukum lagi, misalnya takut
untuk melakukan perbuatan yang melanggar ajaran agama;
c. Kecemasan Realistik (Realistic Anxiety), yaitu rasa takut akan bahaya-bahaya nyata di dunia
luar, misalnya takut pada ular berbisa.
b. Hospitalisasi
Dalam Supartini (2002), hospitalisasi merupakan suatu proses yang karena suatu alasan
yang berencana atau darurat, mengharuskan anak untuk tinggal di rumah sakit, menjalani terapi
dan perawatan sampai pemulangannya kembali ke rumah. Penelitian membuktikan bahwa
hospitalisasi anak dapt menjadi suatu pengalaman yang menimbulkan trauma, baik pada anak,
maupun orang tua. Sehingga menimbulkan reaksi tertentu yang akan sangat berdampak pada
kerja sama anak dan orang tua dalam perawatan anak selama di rumah sakit. Oleh karena itu
betapa pentingnya perawat memahami konsep hospitalisasi dan dampaknya pada anak dan orang
tua sebagai dasar dalam pemberian asuhan keperawatan (Supartini, 2002).
Tingkah laku pasien yang dirawat di rumah sakit dapat dikenal menurut Stevens tahun
1992 dari :
4.Kurang perhatian cara berpakaian dan segala sesuatu yang bersifat pandangan luas.
Saat dirawat di rumah sakit atau tengah menjalani proses hospitalisasi, klien (dalam hal
ini adalah anak), tentu akan mengalami stress akibat dari segala macam bentuk perubahan yang
ia alami, seperti perubahan lingkungan, suasana, dan lain sebagainya. Stressor dan reaksi
hospitalisasi sesuai dengan tumbuh kembang pada anak Menurut Novianto dkk, 2009:
Sumber utama adalah cemas akibat perpisahan. Disini respon perilaku anakdengan
tahapnya dengan :
b) Putus asa menangis berkurang, anak tidak aktif, kurang menunjukkan minat bermain, sedih,
apatis.
c) Pengingkaran / denial.
Sering kali dipersepsikan anak sekolah sebagai hukuman, sehingga menimbulkan reaksi
agresif.
a)Menolak makan
b) Sering bertanya
c) Menangis perlahan
b) Meninggalkan keluarga.
Anak remaja begitu percaya dan terpengaruh kelompok sebayanya. Reaksi yang muncul ;
c) Bertanya-tanya.
d) Menarik diri
Bermain adalah suatu kegiatan yang dilakukan sesuai keinginan untuk kesenangan dan
kepuasan kepada anak-anak dan kelompoknya. Jenis permainan anak usia pra sekolah dibagi
atas; buku bergambar, majalah anak-anak, alat gambar dan tulis, kertas untuk belajar melipat,
gunting, air dll.
Pendekatan melalui metode permainan. Metode permainan merupakan cara alamiah bagi anak
untuk mengungkapkan konflik dalam dirinya yang tidak disadari. Kegiatan yang dilakukan
sesuai keinginan sendiri untuk memperoleh kesenangan.
a) Meminimalkan stressor.
b) Memaksimalkan manfaat hospitalisasi memberikan dukungan psikologis pada anggota
keluarga.
e) laksanakan pengkajian.
3. Intervensi yang dapat dilakukan perawat dalam mengatasi reaksi hospitalisasi adalah sebagai
berikut :
a) Upaya meminimalkan stresor atau penyebab stress dapat dilakukan dengan cara :
d) Meminimalkan rasa takut terhadap cedera tubuh dan rasa nyeri dapat dilakukan dengan
cara :
1)Mempersiapkan psikologis anak dan orang tua untuk tindakan prosedur yang
menimbulkan rasa nyeri.
2)Memberi kesempatan pada orang tua untuk belajar tentang penyakit anak.
3)Meningkatkan kemampuan kontrol diri.
Deskripsi
Pada usia 3-5 tahun anak sudah mampu mengembangkan kreatifitasnya dan sosialisasi
sehingga sangat diperlukan permainan yang dapat mengembangkan kemampuan menyamakan
dan membedakan, kemampuan berbahasa, mengembangkan kecerdasan, menumbuhkan
sportifitas, mengembangkan koordinasi motorik, mengembangkan dan mengontrol emosi,
motorik kasar dan halus, memperkenalkan pengertian yang bersifat ilmu pengetahuan dan
memperkenalkan suasana kompetisi serta gotong royong. Sehingga jenis permainan yang dapat
digunakan pada usia ini seperti benda-benda di sekitar rumah, buku gambar, majalah anak-anak,
alat gambar, kertas untuk belajar melipat, gunting dan air.
Playdough/malam adalah salah satu alat permainan edukatif dalam pembelajaran yang
termasuk kriteria alat permainan murah dan memiliki nilai fleksibilitas dalam merancang pola-
pola yang hendak dibentuk sesuai dengan rencana dan daya imajinasi.
Jenis Permainan
g. Penutup
Setelah kegiatan terapi aktivitas bermain ini, diharapkan anak dapat mencapai tujuan yang
telah ditetapkan yaitu meningkatkan kemampuan klien dalam bersosialisasi dan mengungkapkan
perasaan melalui terapi bermain serta anak dapat beradaptasi dengan lingkungan dan orang-
orang tempat ia dirawat.
BAB III
STRATEGI PELAKSANAAN
TUJUAN
1. TIU (Tujuan Instruksional Umum)
Setelah diajak bermain, diharapkan dapat meningkatkan kemampuan dalam bersosialisasi yang
baik pada semua klien (anak) dalam bentuk bermain berkelompok dan sebagai lahan untuk
tempat bermain serta mengurangi trauma hospitalisasi anak terhadap rumah sakit.
2. TIK (Tujuan Instruksional Khusus)
a. Mengenal benda
b. Penggunaan plaudough dapat membantu anak melatih keterampilan fisik dengan tangan
ketika mereka memanipulasi playdough dengan jari mereka. Anak dapat berlatih seperti
seperti mencubit, meremas, atau menyodok saat mereka bermain dengan playdough
c. Membantu anak dalam melatih imajinasi dan kemampuan kognitif lainnya seperti imitasi,
simbolisme dan pemecahan maslaah. Hal ini membantu anak belajar lebih banyak tentang
lingkungan saat ia meniru bentuk benda sehari – hari dengan playdough
d. Membantu anak untuk tenang disaat frustasi atau marah. Memegang dan meremas
adonan bermain dapat menghasilkan efek menenangkan pada si anak dan berguna untuk
mengajarkan keterampilan manajemen kemarahan, dan lebih nyaman untuk
mengekspresikan.
e. Mengembangkan keterampilan sosial saat ia bermain bersama dengan anak – anak lain
dan dapat memberikan kesempatan bagi anak untuk latihan bekerja sama dan berbagi.
f. Anak mampu mengembangkan kemampuan gerak halus.
g. Dapat mengenal warna – warna
PERENCANAAN
1. Jenis program bermain
Bermain merubah bentuk playdough dengan playdough (plastisin), alat pendukung
merubah bentuk, tissue
2. Karakteristik bermain
Berdasarkan karakteristik sosial : cooperative play
Berdasarkan isi permainan : skill play
3. Karakteristik peserta
a. Usia 3-6 tahun
b. Jumlah peserta : 4 orang
4. Metode : demonstrasi
5. Alat – alat yang digunakan (media):
a. Playdough (plastisin)
b. Alat pendukung merubah bentuk
c. Tissue
SETTING TEMPAT
= KLIEN
= MEJA UTAMA
= LEADER = CO LEADER
= FASILITATOR
STRATEGI PELAKSANAAN
c. leader meminta
fasilitator
membagikan alat c. “Ayo kakak
permainan kepada kakak boleh Menerima dengan
peserta terapi dipersilahakan antusias dan
bermain alatnya bahagia
dibagikan ke
adek adeknya”
d. mengajak anak
bermain d. (mendampingi
dan
memotivasi
anak untuk
terus bermain
dan
mengeksploras
i skillnya”
e. terapis
memperhatikan e. (mengamati
keadaan umum kondisi umum
peserta terapi pasien)
bermain
4. Penutup
a. Akhiri a. “Adek adek, sudah
kegiatan selesai semua,
berhubung waktunya
sudah habis, sekarang
saatnya kakak – kakak
melihat hasil karya
kalian.. ayo sini coba
kakak lihat ya”
b. “bagaimana perasaan
adek adek, siapa yang
b. Leader sekarang sedang
mengevalu senang? Ayo angkat
asi secara tangannya” (amati
subyektif juga secara objektif)
dan
obyektif
dengan
menanyaka
n perasaan
masing
masing
anak
terhadap
terapi
bermain
yang telah
dilaksanaka
n c. “nah berhubung
c. Terapi hasilnya semua bagus
memberika bagus, kakak kasih
n reward hadiah sayamh, ini,
semua mendapatkan
bintang emas” tepuk
tangannya mana ?”
LAMPIRAN MATERI
LEMBAR OBSERVASI
Keterangan:
Pada kolom peserta ditulis nama panggilan masing – masing peserta terapi bermain
Setiap point yang dilakukan anak, diisi dengan tanda (√)
Point yang tidak dilakukan diisi dengan (-) sesuai dengan kolom yang telah disediakan
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa bermain adalah kegiatan yang tidak dapat
dipisahkan dari kehidupan anak sehari-hari karena bermain sama dengan kerja pada orang
dewasa, yang dapat menurunkan stres anak, belajar berkomunikasi dengan lingkungan,
menyesuaikan diri dengan lingkungan, belajar mengenal dunia dan meningkatkan kesejahteraan
mental serta sosial anak. Fungsi utama bermain adalah merangsang perkembangan sensoris-
motorik, perkembangan sosial, perkembangan kreativitas, perkembangan kesadaran diri,
perkembangan moral dan bermain sebagai terapi. Dalam bermain kita mengenal beberapa sifat
bermain pada anak, diantaranya bersifat aktif dan bersifat pasif, sifat demikian akan memberikan
jenis permainan yang berbeda, dikatakan bermain aktif jika anak berperan secara aktif dalam
permainan, selalu memberikan rangsangan dan melaksanakannya akan tetapi jika sifat bermain
tersebut adalah pasif, maka anak akan memberikan respons secara pasif terhadap permainan dan
orang lingkungan yang memberikan respons secara aktif. Bermain juga menyediakan kebebasan
untuk mengekspresikan emosi dan memberikan perlindungan anak terhadap stres, sebab bermain
membantu anak menanggulangi pengalaman yang tidak menyenangkan, pengobatan dan
prosedur invasif. Dengan demikian diharapkan respon anak terhadap hospitalisasi berupa
perilaku agresif, regresi dapat berkurang sehingga anak lebih kooperatif dalam menjalani
perawatan di rumah sakit.
B. SARAN
Saat anak sedang bermain, sebaiknya tidak terlepas dari pengawasan orang tua. Hal tersebut
ditekankan agar tidak terjadinya kecelakaan saat bermain.
DAFTAR PUSTAKA