Anda di halaman 1dari 41

TERAPI BERMAIN TENTANG PLAYDOUGH PADA

ANAK DIRUMAH SAKIT

Dosen Pembimbing :

Rischa Hamdanesti

Disususn Oleh :

Kelompok 3

Sintia Wahyuni 1914201085

Nolla Okta Dinasti 1914201077

Putri Islami Dina 1914201079

Nela Putri 1914201076

Reza Afriani 1914201082

Siti Anjely Maharani 1914201086

Suka Bela 1914201083

Rani Sridea Analita 1914201080

Relius Banggo T 1914201081

Riska Yanti Manao 1914201083

Mutia Insani 1914201075

Nur Merdu Hapiza 191420107

3B Keperawatan

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

STIKES ALIFAH PADANG

TAHUN AJARAN 2020/2021


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Kecemasan adalah satu perasaan subjektif yang dialami seseorang terutama


oleh adanya pengalaman baru, termasuk pada pasien yang akan mengalami tindakan
invasif seperti pembedahan. Dilaporkan pasien mengalami cemas karena hospitalisasi,
pemeriksaan dan prosedur tindakan medik yang menyebabkan perasaan tidak nyaman
(Rawling, 1984). Kecemasan adalah gejala yang tidak spesifik dan aktivitas saraf otonom
dalam berespon terhadap ketidakjelasan, ancaman tidak spesifik yang sering ditemukan dan
sering kali merupakan suatu emosi yang normal (Carpenito,2000).

Tingkat Kecemasan Manusia dapat digolonkan pada empat tingkatan kecemasan,


yaitu ringan, sedang, berat dan panik.

 Kecemasan ringan Kecemasan ringan berhubungan dengan ketegangandalam


kehidupan sehari-hari dan menyebabkan seseorang menjadi waspadadan meningkatkan
lahan persepsinya. Kecemasan ringan dapat memotivasi belajar dan menghasilkan
pertumbuhan dan kreatifitas. Manifestasi yang muncul pada tingkat ini adalah kelelahan,
iritabel, lapang persepsi meningkat, kesadaran tinggi, mampu untuk belajar, motivasi
meningkat dan tingkah laku sesuai situasi.
 Kecemasan sedang Memungkinkan seseorang untuk memusatkan pada masalah yang
penting dan mengesampingkan yang lain sehingga seseorang mengalami perhatian yang
selektif, namun dapat melakukan sesuatu yang terarah. Manifestasi yang terjadi pada
tingkat ini yaitu kelelahan meningkat, kecepatan denyut jantung dan pernapasan
meningkat, ketegangan otot meningkat, bicara cepat dengan volume tinggi, lahan
persepsi menyempit, mampu untuk belajar namun tidak optimal, kemampuan konsentrasi
menurun, perhatian selektif dan terfokus pada rangsangan yang tidak menambah
ansietas, mudah tersinggung, tidak sabar,mudah lupa, marah dan menangis.
 Kecemasan berat Sangat mengurangi lahan persepsi seseorang. Seseorang dengan
kecemasan berat cenderung untuk memusatkan pada sesuatu yang terinci dan spesifik,
serta tidak dapat berpikir tentang hal lain. Orang tersebut memerlukan banyak
pengarahan untuk dapat memusatkan pada suatu area yang lain. Manifestasi yang
muncul pada tingkat ini adalah mengeluh pusing, sakit kepala, nausea, tidak dapat tidur
(insomnia), sering kencing, diare, palpitasi, lahan persepsi menyempit, tidak mau belajar
secara efektif, berfokus pada dirinya sendiri dan keinginan untuk menghilangkan
kecemasan tinggi, perasaan tidak berdaya, bingung, disorientasi.
 Panik Panik berhubungan dengan terperangah, ketakutan dan teror karena mengalami
kehilangan kendali. Orang yang sedang panik tidak mampu melakukan sesuatu walaupun
dengan pengarahan. Tanda dan gejala yang terjadi pada keadaan ini adalah susah
bernapas, dilatasi pupil, palpitasi, pucat, diaphoresis, pembicaraan inkoheren, tidak dapat
berespon terhadap perintah yang sederhana, berteriak, menjerit, mengalami halusinasi
dan delusi.

Dalam Supartini (2002), hospitalisasi merupakan suatu proses karena suatu alasan yang
berencana atau darurat, mengharuskan anak untuk tinggal di rumah sakit, menjalani terapi
dan perawatan sampai pemulangannya kembali ke rumah.

Penelitian membuktikan bahwa hospitalisasi anak dapat menjadi suatu pengalaman yang
menimbulkan trauma, baik pada anak, maupun orang tua. Sehingga menimbulkan reaksi
tertentu yang akan sangat berdampak pada kerja sama anak dan orang tua dalam perawatan
anak selama di rumah sakit. Bila koping yang digunakan salah dan tidak berhasil akan
menimbulkan suatu krisis yang berdampak pada anak dan keluarga. Krisis akan berperan
sebagai inhibitor dalam proses pengobatan dan perawatan yang mengalami gangguan fisik
dan mental. Faktor penyembuh itu memerlukan dukungan emosional keluarga dan perawat
perlu mengadakan pembinaan hubungan yang terapeutik dengan anak dan keluarga, salah
satunya dengan mengadakan terapi bermain.

Dari observasi yang telah dilakukan kelompok, didapatkan rata-rata 40% pasien yang
dirawat di bangsal anak adalah dengan usia 3-6 tahun (pra sekolah) yang masih terbatas
dengan proses pengobatan, perawatan dan kebutuhan bermain anak. Jumlah anak pra sekolah
yang di jumpai selama observasi adalah sebanyak 6 orang. 4 dari 6 anak mengalami stress
hospitalisasi. Oleh sebab itu kelompok memilih melakukan terapi bermain pada kelompok
anak usia pra sekolah.

Diantara intervensi keperawatan anak, terapi bermain sangat efektif karena dapat
mengetahui perkembangan fisik, mental, intelektual dan sosial anak sebagai wadah
pembinaan hubungan interpersonal antara klien dan perawat. Banyak jenis permainan yang
dapat diterapikan pada anak, salah satu terapinya adalah menonton video. Suatu kegiatan
yang akan dilakukan oleh anak menyusun puzzle, pertama puzzle diambil, diacak, terus
mencocokkan ke tempat atau bentuk gambar yang sesuai. Permainan yang dilakukan
bertujuan untuk : melatih kerjasama mata dan tangan serta melatih keterampilan dengan
gerakan berulang-ulang. Sehingga dengan adanya terapi bermain menyusun puzzle
diharapkan klien bisa bersosialisasi dengan baik pada semua klien (anak) dalam bentuk
bermain berkelompok serta diharapkan bisa mengurangi trauma hospitalisasi anak terhadap
rumah sakit.

Oleh karena itu, mahasiswa tertarik untuk mengadakan terapi bermain ; bermain
Playdough pada anak dengan usia 3-5 tahun di ruang anak Rumah Sakit Umum Pusat dr.
M.Djamil Padang, dengan harapan dapat meningkatkan daya imajinasi anak terhadap suatu
bentuk benda sehingga dapat mengurangi tingkat kecemasan anak terhadap hospitalisasi.

B. Tujuan

a) Tujuan Umum

Meningkatkan kemampuan dalam bersosialisai yang baik pada semua klien (anak) dalam
bentuk bermain berkelompok dan sebagai lahan untuk tempat bermain serta mengurangi trauma
hospitalisasi anak terhadap rumah sakit.

b) Tujuan Khusus

Setalah mengikuti kegiatan selama 45 menit klien mampu :

1. Mengenal benda.
2. Penggunaan playdough dapat membantu anak melatih keterampilan fisik dengan tangan ketika
mereka memanipulasi playdough dengan jari mereka. Anak dapat berlatih seperti mencubit,
meremas, atau menyodok saat mereka bermain dengan playdough.

3. Membantu anak dalam melatih imajinasi dan kemampuan kognitif lainnya seperti imitasi,
simbolisme dan pemecahan masalah. Hal ini membantu anak belajar lebih banyak tentang
lingkungan saat ia meniru bentuk benda sehari-hari dengan playdough.

4. Membantu anak untuk tenang disaat frustasi atau marah. Memegang dan meremas adonan
bermain dapat menghasilkan efek menenangkan pada si anak dan berguna untuk mengajarkan
keterampilan manajemen kemarahan, dan lebih nyaman untuk mengekspresikan.

5. Mengembangkan keterampilan sosial saat ia bermain bersama dengan anak-anak lain dan
dapat memberikan kesempatan bagi anak untuk latihan bekerja sama dan berbagi.

6. Anak mampu mengembangkan kemampuan gerak halus.

7. Dapat mengenal warna-warna.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Konsep Bermain Dirumah Sakit

Perawatan di rumah sakit merupakan pengalaman yang penuh dengan hal baru:
lingkungan baru, orang-orang asing, kebiasaan baru, dan kegiatan baru. Selain itu
beberapa kondisi juga menyebabkan ketidaknyamanan, antara lain: nyeri dan perlukaan,
pembatasan aktifitas, menjalankan program terapi yang traumatik. Situasi ini
mengharuskan perawat mampu melakukan pengkajian yang spesifik sebagai dampak
hospitalisasi. Diagnosis keperawatan yang diidentifikasi juga seharusnya mampu
mendiskripsikan dengan teliti seluruh respon yang terjadi selama proses adaptasi
hospitalisasi.

Beberapa tindakan telah banyak direkomendasikan untuk meminimalkan dampak


hospitalisasi, namun sampai saat ini yang paling banyak digunakan dan diyakinin paling
efektif adalah dengan terapi bermain. Pada saat bermain anak memiliki kesempatan
untuk „memainkan‟ perasaan dan permasalahannya, anak merasa menjadi orang yang
paling penting, mengatur situasi dan dirinya, tidak ada kritikan. Situasi seperti ini sangat
kondusif untuk anak yang sedang mengalami kecemasan, sehingga rasa amannya
terpenuhi.

Aktivitas bermain memerlukan energi, walaupun demikian, bukan berarti anak


tidak perlu bermain pada saat sedang sakit. Pada saat anak sakit ia akan mengalami stres
yang diakibatkan oleh nyeri, perlukaan, perpisahan dengan kelompok, pembatasan
aktivitas, dan lingkungan yang asing. Berbagai dampak negatif saat anak sakit dan
dirawat di rumah sakit dapat terjadi, antara lain: anak akan kehilangan kontrol, rewel,
menangis, tidak kooperatif dan bahkan dapat terjadi kemunduran tahap perkembangan
(regresi). Dampak negatif ini dapat diminimalkan atau bahkan dapat dicegah melalui
upaya mempertahankan fasilitasi pertumbuhan dan perkembangan anak dengan aktifitas
bermain (Supartini, 2004).

Program terapi bermain di beberapa rumah sakit sudah mulai dikembangkan


walaupun pelaksanaannya masih terbatas pada mahasiswa yang sedang melakukan
praktek klinik. Sedangkan di RS yang besar, ruangan khusus bermain sudah disediakan,
programnya sudah ada, dan pelaksanaannya sudah berjalan secara rutin.

Saat anak sakit dan dirawat di rumah sakit perawat dan orang tua harus dapat
memilihkan permainan yang dapat dilakukan anak sesuai dengan kondisi anak yang
sedang sakit. Keuntungan aktivitas bermain yang dilakukan pada anak yang dirawat di
rumah sakit antara lain: 1) meningkatkan hubungan antara klien (anak dan keluarga)
dengan perawat, karena dengan melaksanakan kegiatan bermain perawat mempunyai
kesempatan untuk membina hubungan yang baik dan menyenangkan dengan anak dan
keluarganya. Bermain merupakan alat komunikasi yang efektif antara perawat dan klien.
2) Perawatan di rumah sakit akan membatasi kemampuan anak untuk mandiri. Aktivitas
bermain yang terprogram akan memulihkan perasaan mandiri pada anak. 3) Permainan
anak di rumah sakit tidak hanya akan memberikan rasa senang pada anak, tetapi juga
akan membantu anak mengekspresikan perasaan dan pikiran cemas, takut, sedih, tegang,
dan nyeri. 4) Permainan yang terapiutik akan dapat meningkatkan kemampuan anak
untuk mempunyai tingkah laku yang positif. 5) Permainan yang memberi kesempatan
pada beberapa anak untuk berkompetisi secara sehat, akan dapat menurunkan ketegangan
pada anak dan keluarganya

(Supartini, 2004).

Bermain harus disesuaikan berdasarkan kelompok usia, dibawah ini akan


dijelaskan kalsifikasinya:

Tabel 5.1 Klasifikasi bermain berdasarkan kelompok usia

N KINESTETI
USIA VISUAL AUDITORY
O K TAKTIL
1 0–1 tatap bayi dalam berbicara dengan dipeluk dan
bulan jarak bayi digendong
- dekat menyanyi diayun
gantung benda dengan diletakkan
benda yang suara lembut di kereta
berwarna boks musik gendong
-
menyolok 20-25 mendengar tape
cm diatas atau radio
muka bayi mendengar suara
letakkan bayi dan melihat dari
pada posisi yang TV
memungkin kan
bayi memandang

bebas ke
sekelilingnya
2 2–3 Beri obyek warna berbicara membelai
- yang terang dengan bayi waktu
bulan Tempatkan pada memberi mainan mandi
- ruangan yg terang yang mengganti
dg gambar- berbunyi seperti pakaian
gambar lonceng dan
menyisir

dan kaca di dinding - atau kerincingan rambut


- Letakkan bayi agar melibatkan dengan
dapat memandang anggota keluarga lembut ajak
sekitar lain untuk bayi
selalu jalanjalan dg
berkomunikasi kereta dorong
dengan bayi latihan
gerakan
seperti
berenang
3 4–6 - Letakkan bayi di - ajak anak beri anak
bulan depan cermin berbicara dan mainan dalam
- Beri bayi mainan ulangi suara suara berbagai
yang berwarna yang dibuatnya tekstur
-
terang dan dapat senyum saat bayi (lembut/kasar)
dipegang - tersenyum ajak anak
dan panggil bermain di
namanya berikan dalam bak
main- an mandi sokong
yg menimbulkan ketika anak
bunyi/ bel pada duduk
tangannya tempatkan
anak dilantai
untuk
merangkak
4 7–9 - berikan mainan - panggil nama meraba bahan
bulan warna terang anak ajarkan berbagai
-
yang lebih kata-kata tekstur
besar, dapat simpel : bermain air
bergerak dan “mama…”, mengalir
berbunyi khas “papa….”, berdiri untuk
-
- tempatkan belajar
“dada….”.
cermin agar menahan berat
bicara anak
-
anak bisa badan
dengan kata-kata
melihat dirinya meletakkan
yang jelas
- bermain - mainan agak
ajarkan namanama
ciluuk…ba…. jauh dan
bagianbagian
Dan muka lucu perintahkan
- tubuh beritahukan
anak
apa
mengambilny
yang dilakukan
a.
ibunya
beri perintah yang
sederhana
5 10-12 - perlihatkan  kenalkan kenalkan
bulan gambar-gambar suara benda dingin
dalam buku,  suara binatang dan
bawa anak ke tunjukkan bagian- hangat
tempat lain bagian tubuh berikan
seperti kebun mainan yang
binatang, dapat ditarik
shooping center dan
- ajarkan anak didorong

membuat menara 2 balok

6 2 – 3 tahun Pararel play


Memanjat, berlari dan memainkan sesuatu di tangannya
Berikan mainan imitasi sesuai dengan perbedaan seks, boneka,
alat memasak, furnitur mini
Ajarkan untuk berbicara saat bermain, main telpon-telponan,
boneka yang bisa berbicara
Boneka tangan
Cerita bergambar
Water toys, busa sabun, boks pasir
7 4 – 5 tahun Assosiative play, dramatic play, dan skill play
Melompat, berbicara dan mengingat, bermain sepeda dan
bermain dalam kelompok
8 6–12 tahun Cooperative play
Belajar untuk independent, kooperatif, bersaing dan menerima
orang lain
Anak laki-laki: mekanikal ; anak perempuan: mothers role
9 13-18  bermain dalam kelompok
tahun  sepak bola, badminton, drama dan buku-buku

Prinsip permainan pada anak di rumah sakit

a. Tidak boleh bertentangan dengan terapi dan perawatan yang sedang dijalankan

b. Tidak membutuhkan basnyak energi

c. Harus mempertimbangkan keamanan anak

d. Dilakukan pada kelompok umur yang sama


e. Melibatkan orang tua

f. Bila keadaan anak masih lemah, maka gunakan bentuk permainan pasif

Kegiatan bermain harus diprogram dengan baik di rumah sakit. Pada beberapa
negara maju kegiatan bermain pada anak di rumah sakit dikoordinir oleh nurse play
spesialist, yaitu perawat yang mempunyai kompetensi khusus dalam melaksanakan
program bermain, yang bekerja sama secara kolaboratif dengan perawat dan dokter anak
di ruang rawat inap. Ia yang mempersiapkan program bermain sebagai terapi bagi anak
yang akan menghadapi operasi, anak-anak yang akan dilakukan prosedur diagnostik
khusus, atau program bermain sehari-hari bagi anak di rumah sakit Apabila tidak ada
tenaga khusus yang dapat memprogram kegiatan bermain pada anak di rumah sakit,
perawat yang bertugas saat itu dapat melaksanakannya.

Tehnik bermain yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut: tetapkan tujuan
bermain bagi anak sesuai dengan kebutuhannya. Kebutuhan bermain anak mengacu pada
tahapan tumbuh kembang anak, sedangakan tujuan yang ditetapkan harus memperhatikan
prinsip bermain bagi anak di rumah sakit, yaitu menekankan pada upaya ekspresi
sekaligus relaksasi dan distraksi dari perasaan takut, cemas, sedih, tegang, dan nyeri.
Perawat harus menguraikan kegiatan bermain yang akan dilakukan. Ingat bahwa perawat
hanya sebagai fasilitator dan kegiatn bermain harus dilakukan secara aktif oleh anak dan
orang tuanya. Kegiatan bermain yang dijalankan mengacu pada tujuan yang ditetapkan
seblumnya, apabila permainan akan dilakukan dalam kelompok, uraikan dengan jelas
aktifitas setiap anggota kelompok dalam permainan dan kegiatan orangtua setiap anak.

Perawat juga harus menetapkan jenis alat permainan yang akan digunakan. Alat
permainan tidak harus yang baru dan bagus. Gunakan alat permainan yang dimiliki anak
atau yang tersedia di ruang rawat. Apabila anak akan diajak bermain melipat kertas,
gunakan bahan yang murah dan harga terjangkau. Yang penting adalah alat permainan
yang digunakan harus menggambarkan kreatifitas perawat dan orang tua, serta dapat
menjadi media untuk eksplorasi perasaan anak.

Selanjutnya perawat harus dapat menguraikan proses bermain yang akan


dilakukan. Selama kegiatan bermain, respon anak dan orang tua harus diobservasi dan
menjadi catatan penting bagi perawat, bahkan apabila tampak adanya kelelahan pada
anak, permainan tidak boleh diteruskan. Proses dalam melakukan permainan merupakan
hal yang terpenting, bukan semata-mata hasilnya. Pada akhir kegiatan bermain, perawat
hendaknya melakukan evaluasi secara menyeluruh dengan cara membandingkan
pelaksanaan bermain dengan tujuan yang telah ditetapkan semula. Tuliskan pula
hambatan yang ditemui selama kegiatan bermain, terutama apabila bermain dilakukan
secara berkelompok dan melibatkan orang tua anak yang ikut bermain. Hal positif yang
perlu dipertimbangkan, hasil permainan anak dalam bentuk gambar atau benda dari
melipat kertas dapat dijadikan dekorasi di ruang rawat anak, sekaligus juga berikan
pujian dan penghargaan terhadap apa yang telah dilakukan anak dengan baik.

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam aktifitas bermain di rumah sakit antara lain:
alat-alat bermain, tempat bermain, pelaksanaan aktivitas bermain. Contoh permainan yang
dapat digunakan pada anak di ruang rawat (Wong, D.L. 2000) adalah sebagai berikut :

Bermain di Rumah Sakit berdasarkan usia

a. Usia infant.

1) mainan bergerak dan berbunyi

2) ayunan atau dipangku oleh ibu atau perawat

3) jika mampu, beri kesempatan anak untuk merangak atau stimulasi untuk berjalan.

b. Usia toddler

1) bermain balok susun di atas tempat tidur

2) mendengarkan musik dari tape atau radio

3) creative material

c. Usia sekolah

1) game, buku bacaan, magic crayon

2) radio atau tape

3) nonton TV dan kemudian mendiskusikannya


Bermain di rumah sakit berdasarkan tujuan: a.
Meningkatkan masukan cairan

1) Gunakan cangkir bergambar kecil yang lucu

2) Buat pesta teh di meja kecil

3) Minta anak mengisi spuit dengan minuman dan semprotkan ke dalam mulut

4) Buat poster kemajuan, berikan pujian bila anak mau minum dalam jumlah yang
ditentukan

5) Bermain boneka simon’s says

b. Latihan nafas dalam

1) bermain meniup busa sabun atau bola kapas

2) simon’s says: “ambil nafas dalam” meniup gelembung dengan peniup

3) meniup gelembung dengan sedotan tanpa sabun

4) meniup bulu, balon, peluit, harmonika, terompet mainan, peniup pesta

5) lakukan kontes meniup dengan menggunakan balon, bola kapas, bulu, bola
pingpong, selembar kertas
c. Latihan otot, rentang gerak dan ektremitas

1) bermain simon’s says “angkat tangan..”

2) lempar dan tangkap bola

3) memainkan gerakan tiruan seperti pesawat, kupu-kupu

4) bermain tendangan bola: lemparkan benda atau bola ke dalam tempat yang diam.

5) sentuh dan tendang balon atau bola

6) mainkan gerakan burung atau kupu-kupu

7) lakukan lomba balap sepeda roda tiga atau kursi roda di area yang aman
8) mainkan video game atau pinnball

9) Mainkan plastisin

10) Buat gambar di kertas yang besar

11) Main salon-salonan (menyisir rambut sendiri)

d. Bermain untuk injeksi

1) Mintalah anak untuk berhitung 1-10 selama injeksi

e. Bermain untuk ambulasi

1) Berikan pada anak sesuatu untuk didorong

f. Bermain bersenang-senang

1) Menyanyi bersama-sama

4. Satuan acara bermain berkelompok

a. Sasaran

Anak yang dirawat di ruang anak yang memenuhi kriteria sebagai berikut:

1) kesadaran compos mentis

2) tanda vital stabil

3) tidak bertentangan jenis penyakit dipandang dari sudut penularan

4) pada usia perkembangan yang sama

5) tidak ada kontra indikasi dari aspek medis

b. Waktu dan tempat

Hari Senin-Sabtu, Pukul 10.00-10.30 WIB. Atau tergantung jadwal ruangan

Tempat: di atas tempat tidur masing-masing/ ruang bermain


c. Media, alat, dan bahan

KETERANGAN MACAM KLASIFIKASI


Jenis permainan Menyusun balok Usia sekolah

Menyusun gambar Usia sekolah

Mewarnai Pra sekolah

Melipat pra sekolah

Balon Toddler dan infant

Jumlah anak 10 orang

Alat-alat yang 1. Potongan balok


diperlukan 2. Bongkar pasang
3. Potongan gambar
4. Kertas bergambar
5. Kertas Lipat
6. Balon
7. Spidol berwarna
8. Pengalas
9. Jam / pengukur waktu
10. Buku terapi bermain
Tujuan khusus pada 1 Meningkatkan hubungan perawat–klien
permainan ini : . Meningkatkan kreativitas pada anak
2
.
3 Membina tingkah laku positif
.
4 Mengalihkan perhatian dari nyeri dan
. ketidaknyamanan
5 Membantu eksplorasi perasaan gembira/senang,
. sedih, dan bosan
6 Menimbulkan rasa kerjasama perawat-
. klienkeluarga.
7 Sebagai alat komunikasi antara perawat– klien
.
Prinsip bermain 1 Tidak banyak mengeluarkan energi, singkat, dan
yang dilakukan : . sederhana.
2 Mempertimbangkan keamanan.
.
3 Kelompok umur / usia klien sama.
.
4 Melibatkan orang tua.
.
5 Tidak bertentangan dengan pengobatan.
.
Hambatan-hambatan An ak lelah
yg mungkin terjadi Anak bosan
Anak merasa takut dengan lingkungan
Kecemasan pada orang tua
Antisipasi untuk 1. Membatasi waktu bermain.
meminimalkan 2. Permainan bervariasi/ tidak monoton.
hambatan 3. Jadwal bermain disesuaikan  tidak pada waktu
terapi.
4. Terlebih dahulu memberikan penjelasan pada
anak dan orang tua.
5. Melibatkan perawat dan orangtua

d. Pengorganisasian

Leader Sri Wahyuni, S.Kep.,

Co Leader Denok Wulandari, S.Kep., Masnun N. S.Kep. e.


Strategi

Strategi pelaksanaan yang dilakukan adalah sebagai berikut:

1) Leader membuka acara terapi dan memperkenalkan diri.


2) Leader menjelaskan tujuan dan tehnik permainan dan aturan permainan

3) Co Leader membantu melakukan peragaan tehnik permainan dengan alat yang


dimaksud, kemudian membagikan alat permainan yang sesuai.

4) Co Leader membantu anak bermain

5) Leader mengamati dan mencatat respon anak selama bermain

6) Leader memberi informasi waktu bermain telah selesai

7) Membereskan alat permainan dan mengembalikan ke tempat semula

8) Leader memberikan umpan balik positif atas pelaksanaan dan hasil permainan,
gambar yang sudah diwarnai dikembalikan kepada klien oleh fasilitator..

9) Leader menyampaikan terima kasih dan jadwal kegiatan berikutnya

10) Leader menutup acara terapi

f. Kriteria evaluasi

1) Evaluasi Struktur

a) Pengorganisasian penyelenggaraan terapi bermain sudah disusun

b) Program sudah direncanakan sebelumnya

c) Semua anak yang memenuhi kriteria dapat mengikuti terapi bermain

2) Evaluasi Proses

a) Peserta antusias mengikuti terapi bermain

b) Tidak ada peserta yang bosan atau drop out

c) Keluarga dapat bekerja sama dengan baik

3) Evaluasi Hasil

a) Anak merasa senang dan terhibur

b) Gambar dapat diwarnai dengan baik,

c) Balok, gambar, dan bongkar pasang membuat bentukan.


d) Kertas dapat dilipat membentuk benda-benda kesukaan anak.
Pengorganisasian

1) Leader : Siska septriyani

2) Co-Leader : Puji Rahayu

3) Observer : 1. Rima Handayani

2. Rahmat Ali

3. Zakiah Putriani

4. Amin Begi

5. Istanto

4) Fasilitator : 1. Triyoga

2. Wira Selvia

3. Tajri Adnan

Uraian Tugas :

1. Leader

 Menjelaskan tujuan bermain


 Mengarahkan proses kegiatan pada anggota kelompok
 Menjelaskan aturan bermain pada anak
 Mengevaluasi perasaan setelah pelaksanaan

2. Co.Leader

 Membantu leader dalam mengorganisasi anggota.

3. Fasilitator

 Menyiapkan alat-alat permainan


 Memberi motivasi kepada anak untuk mendengarkan apa yang sedang dijelaskan.
 Mempertahankan kehadiran anak
 Mencegah gangguan/hambatan terhadap anak baik luar maupun dalam.

4. Observer

 Mencatat dan mengamati respon klien secara verbal dan non verbal.
 Mencatat seluruh proses yang dikaji dan semua perubahan prilaku.
 Mencatat dan mengamati peserta aktif dari program bermain
 Melaporkan hasil observasi

Setting Tempat

= KLIEN
= MEJA UTAMA

= LEADER = CO LEADER
= FASILITATOR
Tempat Keterangan := Leader= Co-Leader= Observer= KLien= Fasilitator= layar= pembimbing
Catatan : Setting tempat disesuaikan dengan kondisi anak dan mengikut sertakan peserta
tambahan

Kriteria Anak

Kriteria anak yang akan mengikuti kegiatan adalah :

 Keadaan umum anak sedang


 Anak yang kooperatif
 Anak berusia 3-5 tahun

Proses Seleksi

1. Identifikasi klien yang masuk dalam criteria

2. Membuat kontrak dengan keluarga klien

 Menjelaskan tujuan kegiatan


 Menjelaskan waktu dan tempat kegiatan
 Membuat perjanjian mengikuti peraturan dalam bermain
 Menjelaskan kepada anak dan keluarga untuk menonton video yang telah diberikan.\

Uraian Struktur Kegiatan

1. Hari / tanggal : Rabu / 8 Januari 20142.

2. Tempat : Ruang terapi bermain anak

3. Waktu : 11.00 WIB

4. Jumlah Anggota : 3-5 orang

5. Metoda : bermain playdough, Tanya jawab

6. Perilaku yang diharapkan dari anggota

 Klien (anak) dapat saling memperkenalkan diri dan menyebutkan hobi dan cita-citanya
 Klien (anak) dapat berimajinasi membuat bentuk yang diharapkan terapis
 Klien (anak) dapat meningkatkan sosialisasi dan mengekpresikan perasaan melalui
permainan ini
 Klien (anak) dapat merasa nyaman berinteraksi dengan pasien lain dan juga perawat

7. Perilaku yang diharapkan leader

 Menjelaskan tujuan aktivitas


 Memperkenalkan anggota terapis
 Menjelaskan aturan permainan
 Memberikan respon yang sesuai dengan perilaku anggota
 Menyimpulkan keseluruhan aktivitas anggota

8. Perilaku yang diharapkan dari Co Leader

 Menyampaikan informasi dan fasilitator kepada leader


 Membantu leader dalam melaksanakan tugasnya

9. Perilaku yang diharapkan dari fasilitator

 Mampu memfasilitasi klien yang kurang aktif


 Mampu memotivasi klien

10. Perilaku yang diharapkan dari Observer

 Mampu mengobservasi jalannya terapi bermain


 Mengamati dan mencatat jumlah anggota yang hadir
 Melaporkan tentang hasil terapi pada masing-masing anak.
 Membuat kesimpulan, evaluasi dan mendiskusikan tentang kondisi anak kepada orang
tua, untuk ditindak lanjuti oleh orang tua.

Media

 Infokus
 Layar
 Plastisin
Evaluasi

11. Evaluasi struktur

 Peserta 3 5 orang
 Peserta duduk ditempat yang telah disediakan atau ditempat yang diinginkan oleh anak

12. Evaluasi proses

 Klien tidak meninggalkan tempat selama kegiatan berlangsung.


 Klien aktif dan yang mengikuti semua rangkaian kegiatan dengan tertib
 Klien dapat mengikuti terapi sesuai dengan aturan permainan

13. Evaluasi hasil

 Mengenal benda dengan baik : 70%


 Penggunaan playdough dapat membantu anak melatih keterampilan fisik dengan tangan
ketika mereka memanipulasi playdough dengan jari mereka. Anak dapat berlatih seperti
mencubit, meremas, atau menyodok saat mereka bermain dengan playdough dengan baik
: 70%
 Membantu anak dalam melatih imajinasi dan kemampuan kognitif lainnya seperti
imitasi, simbolisme dan pemecahan masalah. Hal ini membantu anak belajar lebih
banyak tentang lingkungan saat ia meniru bentuk benda sehari-hari dengan playdough
dengan baik : 70% Membantu anak untuk tenang disaat frustasi atau marah. Memegang
dan meremas adonan bermain dapat menghasilkan efek menenangkan pada si anak dan
berguna untuk mengajarkan keterampilan manajemen kemarahan, dan lebih nyaman
untuk mengekspresikan dengan baik : 70%
 Mengembangkan keterampilan sosial saat ia bermain bersama dengan anak-anak lain
dan dapat memberikan kesempatan bagi anak untuk latihan bekerja sama dan berbagi
dengan baik : 70%
 Anak mampu mengembangkan kemampuan gerak halus dengan baik : 70%
 Dapat mengenal warna-warna dengan baik : 70%

Landasan Teori
a. Kecemasan

Kecemasan adalah respon emosional terhadap penilaian yang menggambarkan keadaan


khawatir, gelisah, takut, tidak tentram disertai berbagai keluhan fisik. Keadaan tersebut dapat
terjadi dalam berbagai situasi kehidupan maupun gangguan sakit. Selain itu kecemasan dapat
menimbulkan reaksi tubuh yang akan terjadi secara berulang seperti rasa kosong di perut, sesak
nafas, jantung berdebar, keringat banyak, sakit kepala, rasa mau buang air kecil dan buang air
besar. Perasaan ini disertai perasaaan ingin bergerak untuk lari menghindari hal yang dicemaskan
(Stuart and Sundeen, 1998).Hospitalisasi diartikan adanya beberapa perubahan psikis yang dapat
menjadi sebab yang bersangkutan dirawat disebuah institusi seperti rumah perawatan (Stevens,
1992).

Penyebab terjadinya kecemasan sukar untuk diperkiraan dengan tepat. Hal ini disebabkan
oleh adanya sifat subyekif dari kecemasan, yaitu : Bahwa kejadian yang sama belum tentu
dirasakan sama pula oleh setiap orang. Dengan kata lain suatu rangsangan atau kejadian dengan
kualitas den kuantitas yang sama dapat diinterprestasikan secara berbeda antara individu yang
satu dengan yang lainnya.

Teori kognitif menyatakan bahwa reaksi kecemasan timbul karena kesalahan mental.
Kesalahan mental ini karena kesalahan menginterpetasikan suatu situasi yang bagi individu
merupakan sesuatu yang mengancam. Melalui teori belajar sosial kognitif, Bandura menyatakan
bahwa takut dan kecemasan di hasilkan dari harapan diri yang negatif karena mereka percaya
bahwa mereka tidak dapat mengatasi dari situasi yang secara potensial mengancam bagi mereka.

Sedangkan berdasarkan sumber timbulnya kecemasan, Freud (Dalam Calvin S. Hall,


1993) membedakan kecemasan menjadi 3 macam, yaitu :

a. Kecemasan Neurotik (Neurotic Anxiety), yaitu kecemasan yang berhubungan erat dengan
mekanisme pembelaan diri, dan juga disebabkan oleh perasaan bersalah atau berdosa, konflik-
konflik emosional yang serius, frustasi, serta ketegangan-ketegangan batin;

b. Kecemasan Moral (Anxiety of moral conscience/super ego), yaitu rasa takut akan suara hati,
di masa lampau pribadi pernah melanggar norma moral dan bisa di hukum lagi, misalnya takut
untuk melakukan perbuatan yang melanggar ajaran agama;
c. Kecemasan Realistik (Realistic Anxiety), yaitu rasa takut akan bahaya-bahaya nyata di dunia
luar, misalnya takut pada ular berbisa.

b. Hospitalisasi

Dalam Supartini (2002), hospitalisasi merupakan suatu proses yang karena suatu alasan
yang berencana atau darurat, mengharuskan anak untuk tinggal di rumah sakit, menjalani terapi
dan perawatan sampai pemulangannya kembali ke rumah. Penelitian membuktikan bahwa
hospitalisasi anak dapt menjadi suatu pengalaman yang menimbulkan trauma, baik pada anak,
maupun orang tua. Sehingga menimbulkan reaksi tertentu yang akan sangat berdampak pada
kerja sama anak dan orang tua dalam perawatan anak selama di rumah sakit. Oleh karena itu
betapa pentingnya perawat memahami konsep hospitalisasi dan dampaknya pada anak dan orang
tua sebagai dasar dalam pemberian asuhan keperawatan (Supartini, 2002).

Tingkah laku pasien yang dirawat di rumah sakit dapat dikenal menurut Stevens tahun
1992 dari :

1.Kelemahan untuk berinisiatif.

2.Kurang/ tak ada perhatian tentang hari depan.

3.Tak berminat (ada daya tarik).

4.Kurang perhatian cara berpakaian dan segala sesuatu yang bersifat pandangan luas.

5.Ketergantungan dari orang-orang yang membantunya.

c. Reaksi hospitalisasi berdasarkan periode perkembangan anak

Saat dirawat di rumah sakit atau tengah menjalani proses hospitalisasi, klien (dalam hal
ini adalah anak), tentu akan mengalami stress akibat dari segala macam bentuk perubahan yang
ia alami, seperti perubahan lingkungan, suasana, dan lain sebagainya. Stressor dan reaksi
hospitalisasi sesuai dengan tumbuh kembang pada anak Menurut Novianto dkk, 2009:

1) Masa bayi (0-1 tahun)


Dampak perpisahan, usia anak > 6 bulan terjadi stanger anxiety (cemas), menangis keras.

a) Pergerakan tubuh yang banyak.

b) Ekspresi wajah yang tidak menyenangkan

2) Masa todler (2-3 tahun)

Sumber utama adalah cemas akibat perpisahan. Disini respon perilaku anakdengan
tahapnya dengan :

a) Tahap protes menangis, menjerit, menolak perhatian orang lain.

b) Putus asa menangis berkurang, anak tidak aktif, kurang menunjukkan minat bermain, sedih,
apatis.

c) Pengingkaran / denial.

d) Mulai menerima perpisahan.

e) Membina hubungan secara dangkal.

f) Anak mulai menyukai lingkungannya.

3) Masa prasekolah (3-6 tahun)

Sering kali dipersepsikan anak sekolah sebagai hukuman, sehingga menimbulkan reaksi
agresif.

a)Menolak makan

b) Sering bertanya

c) Menangis perlahan

d) Tidak kooperatif terhadap petugas kesehatan

4) Masa sekolah (6-12 tahun)

Perawatan di rumah sakit memaksakan ;


a) Meninggalkan lingkungan yang dicintai.

b) Meninggalkan keluarga.

c) Kehilangan kelompok sosial, sehingga menimbulkan kecemasan.

5) Masa remaja (12-18 tahun)

Anak remaja begitu percaya dan terpengaruh kelompok sebayanya. Reaksi yang muncul ;

a) Menolak perawatan / tindakan yang dilakukan.

b) Tidak kooperatif dengan petugas.

c) Bertanya-tanya.

d) Menarik diri

e) Menolak kehadiran orang lain.

d. Fokus Terapi Aktivitas Kelompok

Bermain adalah suatu kegiatan yang dilakukan sesuai keinginan untuk kesenangan dan
kepuasan kepada anak-anak dan kelompoknya. Jenis permainan anak usia pra sekolah dibagi
atas; buku bergambar, majalah anak-anak, alat gambar dan tulis, kertas untuk belajar melipat,
gunting, air dll.

e. Pendekatan yang digunakan dalam hospitalisasi (Novianto dkk, 2009) :

Pendekatan melalui metode permainan. Metode permainan merupakan cara alamiah bagi anak
untuk mengungkapkan konflik dalam dirinya yang tidak disadari. Kegiatan yang dilakukan
sesuai keinginan sendiri untuk memperoleh kesenangan.

f. Intervensi Perawatan Dalam Mengatasi Dampak Hospitalisasi.

1. Fokus intervensi keperawatan adalah

a) Meminimalkan stressor.
b) Memaksimalkan manfaat hospitalisasi memberikan dukungan psikologis pada anggota
keluarga.

c) Mempersiapkan anak sebelum masuk rumah sakit.

2. Pada hari pertama lakukan tindakan :

a) Kenalkan perawat dan dokter yang merawatnya.

b) Kenalkan pada pasien yang lain.

c) Berikan identitas pada anak.

d) Jelaskan aturan rumah sakit.

e) laksanakan pengkajian.

f) Lakukan pemeriksaan fisik.

3. Intervensi yang dapat dilakukan perawat dalam mengatasi reaksi hospitalisasi adalah sebagai
berikut :

a) Upaya meminimalkan stresor atau penyebab stress dapat dilakukan dengan cara :

1) Mencegah atau mengurangi dampak perpisahan.

2) Mencegah perasaan kehilangan control.

3) Mengurangi / meminimalkan rasa takut terhadap perlukaan tubuh dan rasa


nyeri.

b) Upaya mencegah / meminimalkan dampak perpisahan dapat dilakukan dengan cara:

1)Melibatkan orang tua berperan aktif dalam perawatan anak.

2)Modifikasi ruang perawatan.

3)Mempertahankan kontak dengan kegiatan sekolah.

4)Surat menyurat, bertemu teman sekolah.


c) Mencegah perasaan kehilangan control dapat dilakukan dengan cara :

1)Hindarkan pembatasan fisik jika anak dapat kooperatif.

2)Bila anak diisolasi lakukan modifikasi lingkungan

3)Buat jadwal untuk prosedur terapi,latihan,bermain

4)Memberi kesempatan anak mengambil keputusan dan melibatkan orang tua


dalam perencanaan kegiatan.

d) Meminimalkan rasa takut terhadap cedera tubuh dan rasa nyeri dapat dilakukan dengan
cara :

1)Mempersiapkan psikologis anak dan orang tua untuk tindakan prosedur yang
menimbulkan rasa nyeri.

2)Lakukan permainan sebelum melakukan persiapan fisik anak.

3)Menghadirkan orang tua bila memungkinkan.

4)Tunjukkan sikap empati.

5)Pada tindakan elektif bila memungkinkan menceritakan tindakan yang


dilakukan melalui cerita, gambar. Perlu dilakukan pengkajian tentang kemampuan
psikologis anak menerima informasi ini dengan terbuka.

e) Memaksimalkan manfaat hospitalisasi anak dapat dilakukan dengan cara :

1)Membantu perkembangan anak dengan memberi kesempatan orang tua untuk


belajar.

2)Memberi kesempatan pada orang tua untuk belajar tentang penyakit anak.
3)Meningkatkan kemampuan kontrol diri.

4)Memberi kesempatan untuk sosialisasi.

5)Memberi support kepada anggota keluarga.


f) Mempersiapkan anak untuk mendapat perawatan di rumah sakit

1) Siapkan ruang rawat sesuai dengan tahapan usia anak.

2) Mengorientasikan situasi rumah sakit.

g) Terapi Bermain Playdough/Malam Edukatif Untuk Anak Usia 3-5 Tahun

 Deskripsi

Pada usia 3-5 tahun anak sudah mampu mengembangkan kreatifitasnya dan sosialisasi
sehingga sangat diperlukan permainan yang dapat mengembangkan kemampuan menyamakan
dan membedakan, kemampuan berbahasa, mengembangkan kecerdasan, menumbuhkan
sportifitas, mengembangkan koordinasi motorik, mengembangkan dan mengontrol emosi,
motorik kasar dan halus, memperkenalkan pengertian yang bersifat ilmu pengetahuan dan
memperkenalkan suasana kompetisi serta gotong royong. Sehingga jenis permainan yang dapat
digunakan pada usia ini seperti benda-benda di sekitar rumah, buku gambar, majalah anak-anak,
alat gambar, kertas untuk belajar melipat, gunting dan air.

Playdough/malam adalah salah satu alat permainan edukatif dalam pembelajaran yang
termasuk kriteria alat permainan murah dan memiliki nilai fleksibilitas dalam merancang pola-
pola yang hendak dibentuk sesuai dengan rencana dan daya imajinasi.

 Jenis Permainan

Jenis permainan yang digunakan yaitu playdough/malam. Playdough/malam merupakan


permainan yang yang terbuat dari plastisin dengan berbagai macam warna yang ada. Permainan
ini dilakukan dengan membentuk malam menjadi berbagai jenis hewan, tumbuhan, buah, tempat,
dan benda lainnya. Sebelumnya akan diberikan satu contoh membuat sebuah kreasi benda dari
malam dan selanjutnya anak akan membuat kreasi malam sesuai keinginan dan kreatifitasnya
sendiri.

g. Penutup

Setelah kegiatan terapi aktivitas bermain ini, diharapkan anak dapat mencapai tujuan yang
telah ditetapkan yaitu meningkatkan kemampuan klien dalam bersosialisasi dan mengungkapkan
perasaan melalui terapi bermain serta anak dapat beradaptasi dengan lingkungan dan orang-
orang tempat ia dirawat.

BAB III

STRATEGI PELAKSANAAN

Topik : Terapi Bermain Playdough Pada Anak di Rumah Sakit


Sub Topik : bermain Playdough
Sasaran :anak pra sekolah (3-6 tahun)
1. An. Rozi umur : 5 tahun
2. An. Zahra umur : 5 tahun
3. An. Bila umur : 4 tahun
4. An. Frans umur : 4 tahun
Tempat : ruang perawatan anak nusa indah RST Malang
Waktu :40 menit

TUJUAN
1. TIU (Tujuan Instruksional Umum)
Setelah diajak bermain, diharapkan dapat meningkatkan kemampuan dalam bersosialisasi yang
baik pada semua klien (anak) dalam bentuk bermain berkelompok dan sebagai lahan untuk
tempat bermain serta mengurangi trauma hospitalisasi anak terhadap rumah sakit.
2. TIK (Tujuan Instruksional Khusus)
a. Mengenal benda
b. Penggunaan plaudough dapat membantu anak melatih keterampilan fisik dengan tangan
ketika mereka memanipulasi playdough dengan jari mereka. Anak dapat berlatih seperti
seperti mencubit, meremas, atau menyodok saat mereka bermain dengan playdough
c. Membantu anak dalam melatih imajinasi dan kemampuan kognitif lainnya seperti imitasi,
simbolisme dan pemecahan maslaah. Hal ini membantu anak belajar lebih banyak tentang
lingkungan saat ia meniru bentuk benda sehari – hari dengan playdough
d. Membantu anak untuk tenang disaat frustasi atau marah. Memegang dan meremas
adonan bermain dapat menghasilkan efek menenangkan pada si anak dan berguna untuk
mengajarkan keterampilan manajemen kemarahan, dan lebih nyaman untuk
mengekspresikan.
e. Mengembangkan keterampilan sosial saat ia bermain bersama dengan anak – anak lain
dan dapat memberikan kesempatan bagi anak untuk latihan bekerja sama dan berbagi.
f. Anak mampu mengembangkan kemampuan gerak halus.
g. Dapat mengenal warna – warna

PERENCANAAN
1. Jenis program bermain
Bermain merubah bentuk playdough dengan playdough (plastisin), alat pendukung
merubah bentuk, tissue
2. Karakteristik bermain
Berdasarkan karakteristik sosial : cooperative play
Berdasarkan isi permainan : skill play
3. Karakteristik peserta
a. Usia 3-6 tahun
b. Jumlah peserta : 4 orang
4. Metode : demonstrasi
5. Alat – alat yang digunakan (media):
a. Playdough (plastisin)
b. Alat pendukung merubah bentuk
c. Tissue
SETTING TEMPAT

= KLIEN
= MEJA UTAMA

= LEADER = CO LEADER
= FASILITATOR
STRATEGI PELAKSANAAN

N FASE KEGIATAN KEGIATAN TERAPIS KEGIATAN WAKT


O SASARAN U
1. Persiapan (pre interaksi) a. Menata ruangan Ruangan, alat, 5 menit
a. Menyiapkan b. Menyiapkan alat anak siap
ruangan c. Klien berkumpul di
b. Mengiapkan alat – dalam ruangan
alat menduduki tempat
c. Menyiapkan klien masing - masing
2. Fase orientasi a. “assalamualaikum, Menjawab salam 5 menit
a. Leader membuka selamat pagi adek dan menjawab
proses terapi adek, apa kabarnya jargon
bermain dengan hari ini? Baik semua
mengucapkan kan? Untuk lebih
salam dan jargon semangat tiap kakak
bilang selamat pagi,
adek jawabnya pagiku
b. Leader indah pagiku ceria,
memperkenalkan Ya” Mendengarkan dan
diri dan anggota b. “Adek adek, kita mengulangi nama
terapis yang perkenalkan diri kakak masing – masing
lainnya – kakak dulu ya.. anggota leader
nama kakak adalah
Susanti, siapa nama
kakak?” “yang sebelah
sini ada kakak zera,
siapa dek namanya?” “
yang terakhir ini
adalah kakak...” Mendengarkan
c. Leader membuat
kontrak waktu, c. “adek – adek hari ini
tempat dan tujuan kita berkumpul disini,
terapi bermain untuk melaksanakan
pada anak dan terapi bermain,
keluarga tujuannya adalah agar
adek adek bisa tetap
bermain walaupun
sedang sakit dan juga
supaya adek adek bisa
berteman dengan
perawat perawatnya,
kita akan bermain 40
d. Leader menit ya”
menjelaskan aturan Mendengarkan
bermain d. “nah, sudah tidak
sabar ya pengen
bermain ya? Sebelum
itu, adek adek tahu
dulu yuk, aturan atau
cara mainnya, setuju
e. Leader ya?”
memberikan Memperhatikan
kesempatan pada e. “sebelum kita dan
masing – masing memulai, kakak – memperkenalkan
anak untuk kakak perawatnya kan diri
memperkenalkan belum tahu namanya
dirinya masing - adek – adek, ayo satu
masing persatu perkenalan ya..
ayo sayang, dimulai
dari kamu... adek
namanya siapa, nama
panggilannya siapa
dan hobinya apa?”
“bagus.. pinter sekali
adek” (tepuk tangan)
3. a. leader menjelaskan a. “adek adek, Memperhatikan 15
cara menggunakan kakak perawat menit
alat permainan akan
yang benar dan menjelaskan
dibantu oleh leader dulu ya, cara
dan fasilitator bermainnya
seperti apa,
b. leader memberi boleh?”
contoh
b. “begini Memperhatikan
caranya, ayo dan mengamati
sayang
perhatikan
yaa.. nanti
adek harus
lebih bagus ya
bentuknya”

c. leader meminta
fasilitator
membagikan alat c. “Ayo kakak
permainan kepada kakak boleh Menerima dengan
peserta terapi dipersilahakan antusias dan
bermain alatnya bahagia
dibagikan ke
adek adeknya”

d. mengajak anak
bermain d. (mendampingi
dan
memotivasi
anak untuk
terus bermain
dan
mengeksploras
i skillnya”

e. terapis
memperhatikan e. (mengamati
keadaan umum kondisi umum
peserta terapi pasien)
bermain
4. Penutup
a. Akhiri a. “Adek adek, sudah
kegiatan selesai semua,
berhubung waktunya
sudah habis, sekarang
saatnya kakak – kakak
melihat hasil karya
kalian.. ayo sini coba
kakak lihat ya”

b. “bagaimana perasaan
adek adek, siapa yang
b. Leader sekarang sedang
mengevalu senang? Ayo angkat
asi secara tangannya” (amati
subyektif juga secara objektif)
dan
obyektif
dengan
menanyaka
n perasaan
masing
masing
anak
terhadap
terapi
bermain
yang telah
dilaksanaka
n c. “nah berhubung
c. Terapi hasilnya semua bagus
memberika bagus, kakak kasih
n reward hadiah sayamh, ini,
semua mendapatkan
bintang emas” tepuk
tangannya mana ?”

d. “adek adek, selamat ya


sudah mendapatkan
d. Leader bintaang emasnya,
menyampai sebagai hadiah lagi
kan tindak karena adek adek
lanjut semua pintar, maka
permainannya boleh
dibawa ke ruang
perawatan, boleh
dibawa pulang ya.
Jangan lupa nanti ajak
ibu bermain juga ya”

e. “nah sekarang, adek


adek boleh kembali ke
ruang perawatan,
e. Leader terima kasih ya sudah
menyampai mau bermain disini”
kan terima da.. da.. (lambaikan
kasih dan tangan)
mengucapk
an salam

LAMPIRAN MATERI

EVALUASI YANG DIHARAPKAN

a. Adek adek dapat mengenali benda


b. Anak dapat memainkan playdough dan membuat bentuk beraneka ragam dari permainan
ini
c. Anak dapat mengembangkan imajinasi berfikir dan kreatifitasnya
d. Anak dapat melatih dan mengontrol emosi dengan memainkan permainan.
e. Anak dalpat bekerjasama.
f. Anak mampu mengembangkan kemampuan gerak halus.
g. Anak dapat mengenal warna – warna

DAFTAR PESERTA TERAPI BERMAIN


NO NAMA ALAMAT TTD

LEMBAR OBSERVASI

NO KEGIATAN AN. AN. AN. AN.


ROZI ZAHR BILA FRAN
A S
1 Mampu menyebutkan nama lengkap
2 Mampu menyebutkan nama panggilan
3 Mampu menyebutkan umur
4 Mampu menyebutkan alamat
5 Mengikuti kegiatan dari awal sampai akhir
6 Bersikap baik kepada teman
7 Mampu menyebutkan jargon dengan lancar
8 Kooperatid dengan terapis, teman, lingkungan
9 Dapat melakukan permianan dengan baik

Keterangan:
 Pada kolom peserta ditulis nama panggilan masing – masing peserta terapi bermain
 Setiap point yang dilakukan anak, diisi dengan tanda (√)
 Point yang tidak dilakukan diisi dengan (-) sesuai dengan kolom yang telah disediakan

BAB IV

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa bermain adalah kegiatan yang tidak dapat
dipisahkan dari kehidupan anak sehari-hari karena bermain sama dengan kerja pada orang
dewasa, yang dapat menurunkan stres anak, belajar berkomunikasi dengan lingkungan,
menyesuaikan diri dengan lingkungan, belajar mengenal dunia dan meningkatkan kesejahteraan
mental serta sosial anak. Fungsi utama bermain adalah merangsang perkembangan sensoris-
motorik, perkembangan sosial, perkembangan kreativitas, perkembangan kesadaran diri,
perkembangan moral dan bermain sebagai terapi. Dalam bermain kita mengenal beberapa sifat
bermain pada anak, diantaranya bersifat aktif dan bersifat pasif, sifat demikian akan memberikan
jenis permainan yang berbeda, dikatakan bermain aktif jika anak berperan secara aktif dalam
permainan, selalu memberikan rangsangan dan melaksanakannya akan tetapi jika sifat bermain
tersebut adalah pasif, maka anak akan memberikan respons secara pasif terhadap permainan dan
orang lingkungan yang memberikan respons secara aktif. Bermain juga menyediakan kebebasan
untuk mengekspresikan emosi dan memberikan perlindungan anak terhadap stres, sebab bermain
membantu anak menanggulangi pengalaman yang tidak menyenangkan, pengobatan dan
prosedur invasif. Dengan demikian diharapkan respon anak terhadap hospitalisasi berupa
perilaku agresif, regresi dapat berkurang sehingga anak lebih kooperatif dalam menjalani
perawatan di rumah sakit.

B. SARAN
Saat anak sedang bermain, sebaiknya tidak terlepas dari pengawasan orang tua. Hal tersebut
ditekankan agar tidak terjadinya kecelakaan saat bermain.

DAFTAR PUSTAKA

Asmask (20). KonsepDasar Keperawatan. Jakarta: EGC


Skala Yaumil - Mimi, Gangguan Psikologi Anak UI
Soetjininhsih dr.SpAK,Tumbuh Kembang Anak.Penerbit Buku
KedokteranEgc,Jakarta,1995
Stevens P.J.M. dkk (1997). Ilmu Keperawatan.2(1).Jakarta; EGC
Supartini, Y. (2004). Konsep Dasar Keperawatan Anak. Jakarta:EGC
Calvin S. Hall, A Primer of Freudian Psychology. Plume Publisher 19943

Anda mungkin juga menyukai