DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 4
1. Argiriani P1908073
2. Ceni Maryani P1908075
3. Dina Fitriani P1908082
4. Elana Yenti P1908085
5. Juliyana Selly Utami P1908095
6. Narsih Pantia P1908141
7. Norlinda P1908112
8. Ravy Haryo Widigdo P1908117
2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat
rahmat dan kasih -Nyalah sehingga kami dapat menyusun PROPOSAL TERAPI BERMAIN
MEWARNAI GAMBAR DENGAN PASIR WARNA, ini yang telah ditentukan. Proposal terapi
bemain ini diajukan guna memenuhi tugas profesi yang diberikan pada stase
Keperawatan Anak.
Pada kesempatan ini juga kami berterima kasih atas bimbingan dan masukan dari
semua pihak yang telah memberi kami bantuan wawasan untuk dapat menyelesaikan
Proposal Terapi Bermain ini baik itu secara langsung maupun tidak langsung.
Kami menyadari isi ini Proposal Terapi Bermain masih jauh dari kategori sempurna, baik
dari segi kalimat, isi maupun dalam penyusunan.oleh karen itu, kritik dan saran yang
membangun dari dosen mata kuliah yang bersangkutan, sangat kami harapkan demi
A. Latar Belakang
Anak usia prasekolah merupakan anak yang mempunyai rentang usia 2 hingga
6 tahun (Potter and Perry, 2015). Pada anak usia prasekolah mempunyai kemampuan
motorik kasar dan halus yang lebih matang dari pada usia toddler. Pada saat
pertumbuhan dan perkembangannya anak usia prasekolah sudah lebih aktif, kreatif
dan imajinatif (Supartini, 2012). Pada masa usia prasekolah ini aktifitas anak yang
terserang penyakit akibat daya tahan tubuh yang lemah pula, hingga anak diharuskan
kembali kerumah. Pada saat proses inilah terkadang anak mengalamai berbagai
Hospitalisasi ialah salah satu penyebab stres baik pada anak maupun
keluarganya, terutama disebabkan oleh cemas akibat perpisahan dengan keluarga,
perlukaan tubuh dan rasa sakit (nyeri), serta kehilangan kendali (Nursalam dkk, 2008).
menimbulkan trauma dan stres pada klien yang baru mengalami rawat inap di rumah
sakit. Menurut Wong (2012), hospitalisasi adalah suatu keadaan krisis pada anak, saat
anak sakit dan dirawat di rumah sakit sehingga anak harus beradaptasi dengan
lingkungan rumah sakit. Stress pada anak ini dapat diperlihatkan dengan kecemasan
yang muncul pada sikap anak. Kecemasan tidak dapat diartikan secara langsung
sebagai suatu penyakit, melainkan suatu gejala. Kecemasan dapat terjadi pada waktu-
terhadap situasi yang sangat menekan dan karena itu berlangsung sebentar saja
(Ramaiah, 2013).
Kecemasan merupakan kejadian yang mudah terjadi atau menyebar, namun tidak
mudah diatasi karena faktor penyebabnya yang tidak spesifik (Sari dan Sulisno, 2012).
Perasaan cemas merupakan dampak dari hospitalisasi yang dialami oleh anak karena
menghadapi stressor yang ada dilingkungan rumah sakit. Perasaan tersebut dapat
timbul karena menghadapi sesuatu yang baru dan belum pernah dialami sebelumnya,
rasa tidak nyaman dan merasakan sesuatu yang menyakitkan (Supartini, 2004).
Kecemasan merupakan perasaan paling umum yang dialami oleh pasien anak
terutama usia prasekolah, baik itu cemas terhadap tindakan medis maupun pada
petugas kesehatan. Kecemasan yang terjadi pada anak tidak dapat dibiarkan, karena
hal ini dapat berdampak buruk pada proses pemulihaan kesehatan anak. Dalam
mengatasi kecemasan ini salah satu hal yang dapat dilakukan ialah melalui terapi
bermain.
Terapi bermain adalah suatu bentuk permainan yang direncanakan untuk
ketakutan terhadap sesuatu yang tidak menyenangkan baginya. Bermain pada masa
pra sekolah adalah kegiatan serius, yang merupakan bagian penting dalam
Adapun tujuan bermain bagi anak di rumah sakit yaitu, mengurangi perasaan takut,
cemas, sedih, tegang dan nyeri (Supartini, 2014). Pasir merupakan bahan alam yang
sangat mudah dijumpai, selain itu bermain pasir merupakan hal yang sangat menarik
bagi anak, karena dengan pasir anak dapat bermain menuang, mengisi, mencetak,
menabur, dan membuat bangunan. Menurut Anggani Sudono (2015) anak-anak suka
bereksplorasi dengan dengan tanah, lumpur, dan pasir, dan kekayaan bereksperimen
minat seseorang. Dalam seni rupa, warna berarti pantulan dari cahaya yang
perpaduan warna-warni pelangi pasti jauh lebih indah daripada kita hanya melihat
satu warna saja tanpa perpaduan warna lain. Secara psikologi warna memiliki karakter
atau sifat yang berbeda-beda. Sejak jaman dahulu warna diketahui mempunyai
dengan cara membuat sendiri dari pasir pantai putih yang diwarnai dengan pewarna
makanan, pemilihan warna dapat disesuaikan dengan kebutuhan atau warna-warna
cerah yang disukai oleh anak, seperti warna merah, biru, kuning atau hijau. Media ini
juga termasuk dalam media yang educative, karena dapat mengembangkan beberapa
kognitif anak serta dapat menurunkan kecemasaan pada anak (Supartini, 2014).
memberikan kesempatan anak untuk bebas berekspresi (Sujono & Sukarmi, 2013).
dengan pasir warna terhadap penurunan tingkat kecemasan pada anak usia
prasekolah 3-5 tahun, maka dapat disimpulkan bahwa tingkat kecemasan sebelum
diberikan terapi yang paling tinggi yaitu kecemasan sedang dengan presentase 53,3%
dan setelah diberikan terapi tingkat kecemasan berada pada tingkat kecemasan ringan
dengan presentase 76,6%. Hasil p value = 0,000 (< 0,05), sehingga dapat disimpulkan
bahwa terdapat pengaruh terapi mewarnai gambar dengan pasir warna terhadap
tingkat kecemasan anak prasekolah 3-5 tahun di ruang Tulip II A RSUD Ulin
Banjarmasin.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengurangi kejenuhan anak pada saat menjalani perawatan.
tersebut berkembang secara optimal. Masa pra sekolah menurut Munandar (2001),
merupakan masa-masa untuk bermain dan mulai memasuki taman kanak-kanak.
Waktu bermain merupakan sarana untuk tumbuh dalam lingkungan dan kesiapannya
dalam belajar formal (Gunarsa, 2004). Pada tahap perkembangan anak usia pra
sekolah ini, anak mulai menguasai berbagai keterampilan fisik, bahasa, dan anak pun
Menurut Hurlock (2007), ciri-ciri anak usia pra sekolah meliputi fisik, motorik,
intelektual, dan sosial. Ciri fisik anak pra sekolah yaitu otot-otot lebih kuat dan
kecil menggunakan lilin berbagai ukuran dan bentuk. Selain itu juga anak
mempunyai rasa ingin tahu, rasa emosi, iri, dan cemburu. Hal ini timbul karena anak
tidak memiliki hal-hal yang dimiliki oleh teman sebayanya. Sedangkan secara sosial
anak mampu menjalani kontak sosial dengan orang-orang yang ada diluar rumah,
sehingga anak mempunyai minat yang lebih untuk bermain pada temannya, orang-
Bagi anak usia prasekolah, sakit adalah sesuatu yang menakutkan. Selain itu,
perawatan di rumah sakit dapat menimbulkan cemas karena anak merasa kehilangan
lingkungan yang dirasakannya aman, penuh kasih sayang, dan menyenangkan. Anak
akibatnya, anak merasa gugup dan tidak tenang, bahkan pada saat menjelang tidur.
Anak yang mengalami kecemasan akan memunculkan respon fisologis, seperti
perubahan pada sistem kardiovaskuler, perubahan pola nafas yang semakin cepat
atau terengah-engah. Selain itu, dapat pula terjadi perubahan pada sistem
kemerahan. Selain respon fisiologis, biasanya anak juga akan menampakkan respon
perilaku, seperti gelisah, ketegangan fisik, tremor atau gemetar, reaksi kaget, bicara
ketakutan. Sedangkan respon afektif yang biasa muncul adalah tidak sabar, tegang,
Stressor atau pemicu timbulnya stress pada anak yang dirawat di rumah sakit
dapat berupa perubahan yang bersifat fisik, psiko-sosial, spiritual maupun perubahan
fisiologis yang tampak melalui tanda dan gejala yang dialami anak saat sakit. Adanya
perlukaan dan rasa nyeri membuat anak terganggu. Perubahan lingkungan fisik
ruangan seperti fasilitas tempat tidur yang sempit dan kurang nyaman, tingkat
kebersihan kurang, dan pencahayaan yang terlalu terang atau terlalu redup. Selain
itu suara yang gaduh dapat membuat anak merasa terganggu atau bahkan menjadi
ketakutan. Keadaan dan warna dinding maupun tirai dapat membuat anak marasa
kurang nyaman. Perubahan lingkungan fisik selama dirawat di rumah sakit dapat
membuat anak merasa asing. Hal tersebut akan menjadikan anak merasa tidak aman
tekanan dan mengalami kecemasan, baik kecemasan yang bersifat ringan, sedang,
berat, hingga panik. Pada saat anak menjalani masa perawatan, anak harus berpisah
memiliki hubungan yang sangat dekat dengan ibunya, akibatnya perpisahan dengan
ibu akan meninggalkan rasa kehilangan pada anak, sehingga pada akhirnya akan
Kecemasan yang timbul baik akibat perubahan fisik maupun psiko-sosial pada
anak yang dirawat di rumah sakit membuat anak merasa tidak nyaman dan tertekan.
Kondisi tersebut akan menimbulkan stress pada anak selama masa perawatan di
rumah sakit dan sering dikenal dengan stress hospitalisasi.
C. Dampak Hospitalisasi pada Anak Usia Pra Sekolah
Anak yang dirawat di rumah sakit memiliki dampak hospitalisasi yang
berbeda-beda, pada anak usia prasekolah dampak hospitalisasi yang terjadi yaitu
stress, gangguan gaya hidup, cemas, takut, rasa bersalah, perasaan kehilangan,
kehilangan control dan adanya trauma. Perasaan tersebut dapat timbul karena anak
menghadapi sesuatu yang baru dan belum pernah dialami sebelumnya, rasa tidak
aman dan nyaman, perasaan kehilangan sesuatu yang biasa dialaminya dan sesuatu
yang dirasakan menyakitkan (Supartini, 2004). Sehingga dari dampak tersebut akan
mengakibatkan krisis pada anak.
Krisis utama yang tampak pada anak pada saat dirawat di rumah sakit yaitu
karena anak stress akibat perubahan baik pada status kesehatannya maupun
berbeda-beda pada anak, ada yang bersifat individual dan sangat tergantung pada
protes (phase of protest), tahap putus asa (phase of despair), dan tahap menolak
(phase of denial) (Nursalam, 2015). Pada tahap protes, reaksi anak dimanifestasikan
Tahap putus asa menampilkan perilaku anak yang cenderung tampak tenang,
tidak aktif, menarik diri, menangis berkurang, kurang minat untuk bermain, tidak
nafsu makan, sedih, dan apatis. Tahap berikutnya adalah tahap menolak dimana anak
serta terlihat menyukai lingkungan. Anak mulai kelihatan gembira. Fase ini biasanya
terjadi setelah anak berpisah lama dengan orang tua.
D. Kecemasan
Cemas adalah keadaan emosi yang berkaitan dengan ketidakpastian dan
ketidakberdayaan. Keadaan emosi ini tidak memiliki subyek yang spesifik, kondisi
dialami secara subyektif dan dikomunikasikan dalam hubungan interpersonal (Stuart
& Sundeen, 2016). Cemas adalah suatu keadaan patologik yang ditandai oleh
perasaan ketakutan disertai tanda somatic pertanda system saraf otonom yang
hiperaktif. Dibedakan dari rasa takut yang merupakan respon terhadap suatu
karena adanya perasaan takut dan tidak adanya penerimaan terhadap kondisi yang
ada, kecemasan muncul karena ketidakmampuan dari seseorang mencapai
menjelaskan bahwa cemas adalah konflik emosional yang terjadi antara dua elemen
eksternal. Stressor pencetus dapat dikelompokan dalam dua kategori yaitu: (1)
(2009) kecemasan digambarkan dengan keadaan khawatir, gelisah, takut dan merasa
tidak tentram yang disertai dengan adanya berbagai keluhan fisik. Reaksi kecemasan
yaitu gejala somatic dan gejala psikologis. Gejala somatik yang ditunjukan berupa
sesak nafas, pegal-pegal, dan keringat dingin. Gejala psikologis ditandai dengan
2009).
Seseorang yang mengalami kecemasan memiliki rentang respon dan tingkatan
yang berbeda-beda. Menurut Stuart & Sundeen (2016), ada empat tingkat
dan waspada. Manisfestasi yang muncul pada ansietas ringan, antara lain: Respon
fisiologis, meliputi sesekali nafas pendek, mampu menerima rangsang yang pendek,
muka berkerut dan bibir bergetar. Respon kognitif, meliputi koping persepsi luas,
mampu menerima rangsang yang kompleks, konsentrasi pada masalah, dan
menyelesaikan masalah. Respon perilaku dan emosi, meliputi tidak dapat duduk
tenang, tremor halus pada lengan, dan suara kadang meninggi (Suliswati, 2015).
Ansietas sedang memungkinkan seseorang untuk memusatkan pada hal yang
sedang antara lain: Respon fisiologis yaitu sering napas pendek, nadi dan tekanan
darah naik, mulut kering, diare atau konstipasi, tidak nafsu makan, mual, dan
rangsangan luas mampu diterima, berfokus pada apa yang menjadi perhatian dan
bingung. Respon perilaku dan emosi yaitu bicara banyak, lebih cepat, susah tidur dan
terinci dan spesifik dan tidak dapat berfikir tantang hal lain. Orang tersebut
memerlukan banyak pengarahan untuk dapat memusatkan pada suatu area lain.
Manifestasi yang muncul pada kecemasan berat antara lain: Respon fisiologis yaitu,
napas pendek, nadi dan tekanan darah naik, berkeringat dan sakit kepala,
penglihatan kabur, dan ketegangan. Respon kognitif yaitu lapang persepsi sangat
sempit, dan tidak mampu menyelesaikan masalah. Respon perilaku dan emosi yaitu
perasaan terancam meningkat, verbalisasi cepat, dan menarik diri dari hubungan
interpersonal (Suliswati, 2015).
terdiri dari: Respon fisiologis yaitu napas pendek, rasa tercekik dan palpitasi, sakit
dada, pucat, hipotensi, dan koordinasi motorik rendah. Lapang kognitif yaitu lapang
persepsi sangat sempit, dan tidak dapat berfikir logis. Respon perilaku dan emosi
dari hubungan interpersonal, kehilangan kendali atau kontrol diri dan persepsi kacau.
Rentang respon kecemasan dapat dikonseptualisasikan dalam rentang respon
adaptif sampai maladaptif. Reaksi terhadap kecemasan dapat bersifat konstruktif dan
destruktif. Konstruktif adalah motivasi seseorang untuk belajar memahami terhadap
perubahan-perubahan terutama perubahan terhadap perasaan tidak nyaman dan
berfokus pada kelangsungan hidup. Sedangkan reaksi destruktif 20 adalah reaksi
yang dapat menimbulkan tingkah laku maladaptif serta disfungsi yang menyangkut
E. Bermain
Bermain merupakan suatu aktivitas dimana anak dapat melakukan atau
Terapi bermain adalah bagian perawatan pada anak yang merupakan salah satu
intervensi yang efektif bagi anak untuk menurunkan atau mencegah kecemasan
sebelum dan sesudah tindakan operatif . Dengan demikian dapat dipahami bahwa
didalam perawatan pasien anak, terapi bermain merupakan suatu kegiatan didalam
F. Ciri-Ciri Bermain
3. Selalu dinamis
4. Ada aturan tertentu
Jenis permainan dimana anak bermain sendiri walaupun ada beberapa orang lain
yang bermain disekitarnya. Biasa dilakukan oleh anak balita Toddler.
2. Paralel play
mempunyai mainan yang sama tetapi yang satu dengan yang lainnya tidak ada
interaksi dan tidak saling tergantung, biasanya dilakukan oleh anak pre school.
Contoh: bermain balok
3. Asosiatif play
Permainan dimana anak bermain dalam keluarga dengan aktivitas yang sama
tetapi belum terorganisasi dengan baik, belum ada pembagian tugas, anak
bermain sesukanya.
4. Kooperatif play
Adolesen.
H. Fungsi Bermain
meraih pensil.
2. Perkembangan Kognitif
Membantu mengenal benda sekitar (warna, bentuk kegunaan).
3. Kreatifitas
4. Perkembangan Sosial
Diperoleh dengan belajar berinteraksi dengan orang lain dan mempelajari belajar
dalam kelompok.
Interaksi dengan orang lain, bertingkah laku sesuai harapan teman, menyesuaikan
Bermain sebagai alat komunikasi terutama bagi anak yang belum dapat
mengatakan secara verbal, misalnya : melukis, menggambar, bermain peran.
I. Faktor Yang Mempengaruhi Aktivitas Bermain
1. Tahap perkembangan, tiap tahap mempunyai potensi/keterbatasan
2. Status kesehatan, anak sakit perkembangan psikomotor kognitif terganggu
3. Jenis kelamin
4. Lingkungan lokasi, negara, kultur
1. Tujuan
a. Alat bermain
b. Tempat bermain
b. Faktor penghambat
Tidak semua RS mempunyai fasilitas bermain
K. Tujuan Permainan
1. Untuk melanjutkan tumbuh kembang yang mormal pada saat sakit. Pada saat
pikirannya.
4. Dapat beradaptasi secara efektif terhadap stress karena sakit dan di rawat di rs
1. Definisi
dari cahaya yang dipengaruhi oleh pigmen yang terdapat di permukaan benda.
Misalnya pencampuran pigmen magenta dan cyan dengan proporsi tepat dan
disinari cahaya putih sempurna akan menghasilkan sensasi mirip warna merah.
Warna pertama yang digunakan manusia adalah warna kuning dan
merah, yang ditemukan di gua Altamira & Lascaux, Perancis Selatan dan Spanyol.
Pada masa ini, pewarnaan dilakukan dengan menggunakan biji buah, tanah, atau
Teori warna menurut Sir Isaac Newton, yaitu warna dapat terjadi apabila
terjadi perpecahan spektrum sinar matahari, dan akan terbentuk beraneka ragam
warna yang terdiri dari dari merah, jingga, kuning, hijau, biru, dan ungu. Warna-
salah satu warna sekunder. Misalkan, warna kuning dan jingga, jika
dicampurkan akan menjadi warna jingga kekuningan.
warna kontras di alam. Biasanya hasil campuran yang tepat akan mendekati
warna hitam. Teori Brewster disebut dengan lingkaran warna yang banyak
Teori warna menurut Faber Biren, warna dibagi menjadi tiga golongan,
Yaitu:
hijau muda, biru tua dan nila. Dewey Sadka mengungkapkan warna memiliki
pengaruh yang besar terhadap kinerja sekolah dan kemampuan belajar anak.
dalam warna.
jarang digunakan. Padahal pasir berwarna adalah salah satu media pembelajaran
yang dapat dimanipulasi, dan dapat diterapkan ke dalam beberapa kegiatan
pembelajaran dan memiliki banyak warna yang sangat menarik untuk anak.
Menurut Seefelt, Galper, & Denton dalam Carol & Barbara (2008:262) warna-
warna merupakan hal yang menarik bagi anak.
Pasir berwarna dapat dimanfaatkan sebagai kolase, permainan tuang-
menuang, ataupun cetak-mencetak. Pasir yang digunakan bisa pasir pantai putih
yang diberi pewarna makanan ataupun dari campuran tepung dan pewarna
memberikan pada anak suatu cara untuk berkomunikasi (Whalley & Wong,
2018).
banyak pengetahuan, karena pasir dapat dituang, mengisi sesuatu dan menjadi
bahan bangunan. Peralatan untuk bermain pasir berwarna dapat disesuaikan
dengan kebutuhan, jadi kita dapat memanfaatkan peralatan yang kita miliki
salah satunya yaitu aspek perkembangan kognitif anak. Selain itu, dengan
adanya media pasir warna anak akan lebih antusias dalam bermain, dan pasir
berwarna dapat dijadikan salah satu media untuk mengembangkan aspek
kognitif anak misalnya, pengenalan warna, pengenalan huruf dan angka, serta
pengenalan bentuk.
anak. Menurut Dodge dalam jurnal Nenee Rufaida, cara anak-anak bermain
dengan pasir tidak selalu sama. Seorang anak mungkin lebih berpengalaman
bermain pasir, ini dikarenakan pengalaman sebelumnya dan kemajuan
juga mengalami perasaan yang aneh ketika pasir melalui sela-sela jarinya,
atau mengotori tangannya.
2. Tahap kedua, anak-anak menggunakan pengalaman belajar mereka untuk
suatu tujuan. Bermain merupakan aktivitas anak-anak dengan perencanaan,
percobaan, kegiatan-kegiatan dengan pasir atau air.
dengan tanah, lumpur dan pasir, dan kekayaan bereksperimen dengan pasir
tidak ternilai harganya.
2. Manfaat
Salah satu cara anak mengenal sesuatu adalah melalui sentuhan, dengan
pasir anak belajar tentang tekstur dan cara menciptakan sesuatu.
sering didengar anak saat bermain mewarnai gambar dengan pasir warna.
b. Kontraindikasi
1) Status kesehatan, perkembangan psikomotor kognitif anak yang
terganggu
2) Anak dengan fraktur tulang ekstermitas atas
Abdul Wahab Sjahranie Samarinda usia sekolah. Peserta yang mengikuti terapi
bermain ini adalah anak usia pra sekolah (3-6 tahun) yang sedang menjalani
4. Pengorganisasian
b. Tim Pelaksana.
1) Leader : Argiriani
Tugas
kegiatan dimulai.
− Menjelaskan Kegiatan, mampu memotivasi anggota untuk aktif dalam
dan tertib, serta menetralisir bila ada masalah yang timbul dalam
kelompok.
2) Co. Leader : Ravy Haryo Widigdo
Tugas
− Menyampaikan informasi dari fasilitator ke leader tentang aktivitas anak
3) Fasilitator : Dina Fitriani, Julliyana Selly Utami, Narsih Pantia dan Norlinda.
Tugas
4) Observer
Tugas : Ceni Maryani dan Elana Yenti
5. Proses Pelaksanaan
1. 5 menit Pembukaan :
selesai 7. Memperhatikan
6. Memberitahu anak bahwa waktu yang
diberikan telah selesai
Evaluasi :
Menceritakan dan
1. Memotivasi anak untuk menyebutkan
Gembira
apa yang dibentuk
3. 5 menit Terminasi:
masing-masing
b. Evaluasi Proses
1) Anak antusias dalam kegiatan bermain mewarnai gambar dengan pasir warna
3) Tidak terdapat anak yang rewel atau malas untuk mewarnai gambar dengan
pasir warna
c. Evaluasi Hasil
Setting Tempat
Fasilitator = = Pembimbing
= Co Leader dan Leader = Pasien
= Orang tua
DAFTAR PUSTAKA
Suryanti,Sodikun, Mustiah. 2011 Pengaruh Terapi Bermain Mewarnai Dan rigami Terhadap
Tingkat Kecemasan Sebagai Efek Hospitalisasi Pada Anak Usia Pra Sekolah Di Rsud