Anda di halaman 1dari 3

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Leukemia adalah kanker yang merusak darah dan sumsum tulang di mana sel-
sel darah dibuat. Leukemia terbagi menjadi empat jenis yaitu Acute Myeloid
Leukemia (AML), Acute Lymphoblastic Leukemia (ALL), Chronic Myeloid
Leukemia (CML), dan Chronic Lymphocytic Leukemia (CLL). CLL dan AML
umumnya terjadi pada orang dewasa dan ALL umumnya terjadi pada anak-anak.
Acute Lymphoblastic Leukemia (ALL) adalah kanker darah yang mempengaruhi sel
darah putih yang masih muda.
Menurut Kurnianda (2015), AML merupakan 32% dari seluruh kasus
leukimia. Penyakit ini di temukan pada anak-anak sebesar (15%) kasus. Leukemia
akut pada masa anak–anak merupakan 30 – 40% dari keganansan. Insidens rata–rata
4 – 4,5 kasus/tahun/100.000 anak dibawah 15 tahun. Di Negara berkembang 83%
ALL, 17% AML, lebih tinggi pada anak kulit putih dibandingkan kulit hitam. Di
Asia kejadian leukemia pada anak lebih tinggi dari pada anak kulit putih. Di Jepang
mencapai 4/100.000 anak, dan diperkirakan tiap tahun terjadi 1000 kasus baru
(Permono, 2012). Sedangkan di Indonesia pada tahun 2011 di jurnal ”Asia Pasifik
Journal of Cancer Prevention Vol. 12”, yang diselenggarakan oleh WHO
melaporkan bahwa sebagian besar pasien yang didiagnosis sebagai penderita
Leukimia adalah antara usia 2-4 tahun. Terdapat 497 dari 541 pasien yang diduga
mengidap Leukemia positif.
Hingga saat ini penyebab pasti dari penyakit ini masih belum diketahui secara
jelas, namun ada beberapa faktor risiko yang turut meningkatkan insiden terjadinya
AML. Padahal penyakit ini membutuhkan perawatan yang segera dikarenakan
penyakit ini berkembang dengan cepat. Penanganan yang diberikan untuk pasien-
pasien yang didiagnosis dengan AML bergantung pada subtipenya. Kemoterapi
merupakan terapi utama untuk AML. Gejalanya penyakit AML berupa sakit kepala,
lemas, gusi mudah berdarah, ataupun memar-memar pada tubuh. AML dapat
menimbul komplikasi berupa gagal sum sum tulang, splenomegali, hepatomegali dan
infeksi (Permono, 2012).
Infeksi sluran pernapasan akut (ISPA) adalah infeksi saluran pernapasan akut
yang menyerang tenggorokan, hidung dan paru-paru yang berlangsung kurang lebih
14 hari, ISPA mengenai struktur saluran di atas laring, tetapi kebanyakan penyakit

1
2

ini mengenai bagian saluran atas dan bawah secara stimulant atau berurutan.
Penyakit ISPA sering terjadi pada anak Balita, karena sistem pertahanan tubuh anak
masih rendah. Penyakit ISPA dapat ditularkan melalui air ludah, bersin, udara
pernapasan yang mengandung kuman yang terhirup oleh orang sehat kesaluran
pernapasannya. Infeksi saluran pernapasan bagian atas terutama yang disebabkan
oleh virus, sering terjadi pada semua golongan umur, tetapi ISPA yang berlanjut
menjadi Pneumonia sering terjadi pada anak kecil terutama apabila terdapat gizi
kurang dan dikombinasi dengan keadaan lingkungan yang tidak hygiene.
Penanganan masalah ISPA secara farmakologi dan non farmakologi, cara
farmakologi yaitu dengan menggunakan obat – obatan sedangkan cara penanganan
nonfarmakologi adalah dengan cara pemberian aroma terapi yang dapat
mengencerkan dahak dan melegakan tenggorokkan (Kurnianda, 2015).
Aromaterapi merupakan suatu bentuk pengobatan alternatif menggunakan
bahan tanaman volatil, banyak dikenal dalam bentuk minyak esensial dan berbagai
macam bentuk lain yang bertujuan untuk mengatur fungsi kognitif, mood, dan
kesehatan. Aromaterapi dibentuk dari berbagai jenis ekstrak tanaman seperti bunga,
daun, kayu, akar tanaman, kulit kayu, dan bagian-bagian lain dari tanaman dengan
cara pembuatan yang berbeda-beda dengan cara penggunaan dan fungsinya masing-
masing. Ada banyak jenis aromaterapi, seperti minyak esensial, dupa, lilin, garam,
minyak pijat, dan sabun. Jenis tanaman yang digunakan sebagai esktrak juga sangat
banyak, yaitu rosemary, sandalwood, jasmine, orange, basil, ginger, lemon, tea tree,
ylang-ylang, dan masih banyak lagi (Permono, 2012).
Terdapat banyak cara penggunaan aromaterapi yang memiliki manfaatnya
masing-masing. Aromaterapi inhalasi merupakan minyak esensial yang dihirupkan
sampai pada paru, dimana memberikan manfaat baik secara psikologis dan fisik.
Tidak hanya aroma dari minyak esensial yang merangsang otak untuk memicu suatu
reaksi, bahan-bahan alami yang terdapat dalam minyak esensial pada saat terhirup
juga memberikan beberapa efek teraupetik. Salah satunya adalah minyak esensial
peppermint memberikan efek mengurangi sumbatan pada jalan napas paru dan
mengencerkan dahak (Kurnianda, 2015).

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari dari makalah ini yaitu:
3

a. Untuk mengetahui pengaruh inhalasi aromaterapi peppermint terhadap


masalah keperawatan ketidakefektifan bersihan jalan nafas pada anak.

2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari makalah ini yaitu:
a. Untuk mengetahui konsep aromaterapi peppermint.
b. Untuk mengetahui hubungan aromaterapi peppermint dalam meningkatkan
efektifitas bersihan jalan nafas pada anak.

C. Manfaat
Untuk meningkatkan meningkatkan efektifitas bersihan jalan nafas pada anak.

Anda mungkin juga menyukai