Anda di halaman 1dari 19

SATUAN ACARA TERAPI BERMAIN

DI RUANG CEMPAKA 2 RSUD TEMANGGUNG


Tugas Kelompok Mata kuliah : Keperawatan Anak 1

DISUSUN OLEH

1. Adila Dwi Agustin 2020200065


2. Rizky Ananda Fitriyani 2020200064
3. Rochimah 2020200066
4. Siti Muzayanah 2020200067

DIII KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN


UNIVERSITAS SAINS AL-QUR’AN JAWA TENGAH DI WONOSOBO
2022
SATUAN ACARA BERMAIN

I. Pokok Bahasan : Terapi Bermain


II. Sub pokok bahasa : Tebak Gambar
III. Tujuan : mengoptimalkan tingkat perkembangan anak pada aspek kognitif
IV. Tempat : Ruang Cempaka 2 RSUD TEMANGGUNG
V. Waktu : Rabu, 02 Maret 2022
VI. Sasaran : Klien B umur 3 tahun dan keluarga
VII. Metode :
1. Ceramah
2. Bermain bersama
3. Menebak gambar
VIII. Media/Sarana :
Media : lembar tebak gambar
Sarana : ruang untuk bermain, lantai untuk anak dan orang tua
IX. Pembagian tugas kelompok :
a. Leader : Adila Dwi Agustin
1) Memimpin jalannya kegiatan
2) Memberikan penjelasan mengenai peraturan kegiatan

b. Notulis : Rizky Ananda Fitriyani


1) Mengenalkan beberapa bentuk yang dapat di buat dengan kertas origami
2) Mendokumentasikan cara membuat bentuk dangan melipat kertas origami
3) Memandu peserta membuat bentuk dengan melipat kertas origami

c. Fasilitator : Rochimah
1) Membantu leader dalam mengatur kegiatan
2) Mengkondisikan peserta untuk berpartisipasi dalam kegiatan
3) Membantu peserta dalam mengikuti kegiatan

d. Observer : Siti Muzayanah


1) Mengamati semua peroses yang berkaitan dengan waktu, tempat dan jam kegiatan
2) Melaporkan hasil pengamatan pada leader dan semua anggota kelompok sebagai evaluasi
kelompok

X. Latar Belakang
Hospitalisasi merupakan perawatan yang dilakukan di Rumah Sakit dan dapat
menimbulkan trauma dan stres pada klien yang baru mengalami rawat inap di Rumah
Sakit. Hospitalisasi adalah suatu proses oleh karena suatu alasan yang berencana atau
darurat mengharuskan anak untuk tinggal di Rumah Sakit menjalani terapi dan
perawatan sampai pemulangannya kembali ke rumah (Jovan, 2011). Sumaryoko
(2008) , menyatakan prevalansi kesakitan anak di Indonesia diirawat di Rumah Sakit
cukup tinggi yaitu sekitar 35 per 100 anak, yang ditunjukan dengan selalu penuhnya
ruangan anak baik di Rumah Sakit pemerintah ataupun Rumah Sakit swasta rata-rata
anak mendapat perawatan selama enam hari. Selama membutuhkan perawatan yang
spesial disbanding pasien lain. Waktu yang dibutuhkan untuk merawat anak-anak 20-
45% lebih banyak daripada waktu untuk merawat orang dewasa (Mc Cherty dan
Murniasih, 2010).
Wright (2008) dalam penelitiannya tentang efek hospitalisasi pada perilaku anak
menyebutkan bahwa reaksi anak pada hospitalisasi secara garis besar adalah sedih,
takut dan rasa bersalah karena menghadapi suatu yang belum pernah dialami
sebelumnya, rasa tidak aman, rasa tidak nyaman, perasaan kehilangan sesuatu yang
bisa dialami dan sesuatu yang dirasakan menyakitkan. Anak usia prasekolah
memandang hospitalisasi sebagai sebuah pengalaman yang menakutkan. Ketika anak
menjalani perawatan di Rumah Sakit, biasanya ia akan dilarang untuk banyak
bergerak dan harus banyak beristirahat. Hal tersebut akan mengecewakan anak
sehingga dapat meningkatkan kecemasan pada anak (Samiasih, 2011).
Reaksi anak usia prasekolah yang menjalani stres akibat hospitalisasi disebabkan
karena mereka belum beradaptasi dengan lingkungan di Rumah Sakit, masih
merasa asing sehingga anak tidak dapat mengontrol emosi dan mengalami stres,
reaksinya
berupa menolak makan, sering bertanya, menangis, dan tidak kooperatif dengan petugas
kesehatan. Banyak metode menurunkan stres hospitalisasi pada anak. Perawat harus
peka terhadap kebutuhan dan reaksi klien untuk menentukan metode yang tepat dalam
melaksanakan intervensi keperawatan dalam menurunkan tingkat kecemasan (Kozier,
2010). Respon secara umun yang terjadi pada anak yang dirawat inap antara lain
mengalami regresi, kecemasan perpisahan, apatis, ketakutan, dan gangguan tidur,
terutama terjadi pada anak dibawah usia 7 tahun (Hockkenberry dan Wilson, 2010).
Kecemasan merupakan perasaan yang paling umum dialami oleh pasien anak
yang mengalami hospitalisasi. Kecemasan yang sering dialami seperti menangis, dan
takut pada orang baru. Banyaknya stresor yang dialami anak ketika menjalani
hospitalisasi menimbulkan dampak negatif yang menggangu perkembangan anak.
Lingkungan Rumah Sakit dapat merupakan penyebab stres dan kecemasan pada anak
(Utami, 2014). Kecemasan hospitalisasi pada anak dapat membuat anak menjadi
susah makan, tidak tenang, takut, gelisah, cemas, tidak mau bekerja sama dalam
tindakan medikasi sehingga menggangu proses penyembuhan anak (Stuart,2007).
Salah satu cara independent untuk menurunkan stres akibat hospitalisasi pada
anak usia prasekolah adalah terapi bermain. Terapi bermain adalah suatu aktivitas
bermain yang dijadikan sarana untuk menstimulasi perkembangan anak, mendukung
proses penyembuhan dan membantu anak lebih kooperatif dalam program pengobatan
serta perawatan. Bermain dapat dilakukan oleh anak sehat maupun sakit. Walaupun
anak sedang dalam keadaan sakit tetapi kebutuhan akan bermainnya tetap ada.
Melalui kegiatan bermain, anak dapat mengalihkan rasa sakitnya pada permainannya
dan relaksasi melalui kesenangannya melakukan permainan (Evism, 2012).
Bermain dapat dilakukan oleh anak yang sehat maupun sakit. Walaupun anak
sedang mengalami sakit, tetapi kebutuhan akan bermain tetap ada (Katinawati, 2011).
Bermain merupakan salah satu alat komunikasi yang natural bagi anak-anak. Bermain
merupakan dasar pendidikan dan aplikasi terapeutik yang membutuhkan
pengembangan pada pendidikan anak usia dini (Suryanti, 2011). Bermain dapat
digunakan sebagai media psiko terapi atau pengobatan terhadap anak yang dikenal
dengan sebutan terapi bermain (Tedjasaputra, 2007).
Aktivitas bermain merupakan salah satu stimulus bagi perkembangan anak secara
optimal. Dalam kondisi sakit atau anak dirawat di rumah sakit, aktivitas bermain ini
tetap dilaksanakan, namun harus disesuaikan dengn kondisi anak. Pada saat dirawat
rumah sakit, anak akan mengalami berbagai perasaan yang sangat tidak
menyenangkan, seperti
marah, takut, cemas, sedih dan nyeri. Perasaan tersebut merupakan dampak dari
hospitalisasi yang dialami anak karena menghadapi beberapa stressor yang ada
dilingkungan rumah sakit. Untuk itu, dengan melakukkan permainan anak akan
terlepas dari ketegangan dan stress yang dialaminya karena dengan melakukkan
permainan anak akan dapat mengalihkan rasa sakitnya pada permainannya (distraksi)
dan relaksasi melalui kesenangannya melakukan permainan. Tujuan bermain di
rumah sakit pada prinsipnya adalah agar dapat melanjutkan fase pertumbuhan dan
perkembangan secara optimal, mengembangkan kretifitas anak, dan dapat beradaptasi
lebih efektif terhadap stress. Bermain sangat penting bagi mental, emosional, dan
kesejahteraan anak seperti kebutuhan perkembangan dan kebutuhan bermain tidak
juga terhenti pada saat anak sakit atau anak di rumah sakit (Wong, 2012).
Pada anak usia 1-3 tahun (toddler) tebak gambar dapat menjadi salah satu media
bagi perawat untuk mampu mengenali tingkat perkembangan anak. Dalam permainan
tebak gambar kemampuan kognitif yang diharapkan salah satunya dapat mengasah
kecrdasan anak dalam memahami hubungan objek yang dilihat sehingga imajinasi dan
kemampuan berpikirnya tumbuh. Kegiatan bermain tebak gambar di rumah sakit
adalah kegiatan dimana perawat mengajak anak-anak yang sedang sakit menebak
gambar seperti hewan, buah, dll, dengan tujuan mengurangi rasa takut dan jenuh
dalam masa perawatan dan pengobatan di rumah sakit, terlebih lagi untuk menggali
rasa ingin tahu dan kemampuan berpikir dalam menjabarkan sesuatu yang dilihat di
sekitarnya.

XI. Tujuan Instruksional Umum


Setelah dilakukan terapi bermain selama kurang lebih 30 menit diharapkan anak
dapat terstimulasi kemampuan motorik dan kreativitasnya.

XII. Tujuan Instruksional Khusus

e. Anak dapat melakukan interaksi dan bersosialisasi dengan dengan teman


sesamanya
f. Menurunkan perasaan hospitalisasi.
g. Dapat beradaptasi dengan efektif terhadap stress karena penyakit dan dirawat
h. Meningkatkan latihan konsentrasi
i. Mengurangi rasa takut dengan tenaga kesehatan.
j. Melanjutkan perkembangan ketrampilan motorik halus.
XIII. RENCANA KEGIATAN BERMAIN

Waktu Kegiatan perawat Kegiatan peserta


5 Menit a. Mengucapkan salam a. Membalas salam
Pembukaan b. Memperkenalkan diri b. Mendengarkan penjelasan
(perkenalan) c. Menjelaskan tujuan c. Mendengarkan penjelasan
dan peraturan kegiatan d. Mendengarkan penjelasan
d. Menjelaskan media yang akan
dijadikan media permainan
20 Menit a. Mengumpulkan klien yang a. Ikut berkumpul
Permainan telah diseleksi b. Memperkenalkan diri dan
b. Meminta kepada setiap anak bersalaman dengan peserta
untuk menyebutkan namanya yang lainnya
masing-masing dan bersalaman c. Mendengarkan penjelasan
dengan semua peserta yang lain d. Mulai bersiap-siap untuk
c. Menjelaskan kembali tentang memulai menebak gambar
permainan beserta alat-
alatnya
d. Meminta anak-anak untuk
bersiap-siap memulai mebak
Gambar
5 Menit a. Memberikan kesimpulan a. Mendengarkan
Penutup permainan b. Menjawab salam penutup
(Terminasi ) b. Mengucapkan salam penutup

XIV. SKEMA TERAPI BERMAIN


a. Deskripsi tugas Terapis
Leader
i. Memimpin jalannya acara bermain
ii. Membuka perkenalan
iii. Membuat dan mengatur setting tempat dan waktu
iv. Menutup kegiatan bermain
Fasilitator
a. Mendampingi / membantu peserta dalam bermain
Observer
a. Mengobservasi jalannya acara permainan
b. Memberikan sekilas penilaian
c. Memberikan kritik dan saran setelah acara selesai
d. Mengevaluasi dan memberikan feedback pada leader
b. Setting Tempat

Keterangan :
: Mahasiswa
: Pasien

XV. Evaluasi (evaluasi struktur, evaluasi proses, evaluasi hasil)


1. Evaluasi Struktur
a. Sasaran disiapkanpagi harisebelum acara dimulai
b. Media dipersiapkan 1 harisebelumpelaksanaan
c. Struktur peran telah ditentukan sebelum pelaksanaan
d. Kontrak dengan keluarga pasien atau anak yang akan diterapi bermain dilakukan 1 hari
sebelum pelaksanaan dan pagi harisebelum pelasanaan
2. Evaluasi Proses
a. Leader dibantu co leader memandu terapi bermain dari awal hingga akhir kegiatan
b. Respon anak baik selama proses bermain langsung
c. Anak tampak aktif selama prosesn bermain langsung
d. Keluarga ikut membantu anak selama pelaksanaan proses bermain
e. Kegiatan berjalan dengan lancar dan tujuan mahasiswa tercapai dengan baik
f. Masing-masing mahasiswa bekerja sesuai dengan tugas masing-masing
3. Evaluasi Hasil
a. Kegiatan bermain dimulai dengan tepat waktu
b. Anak dapat melakukan pemilihan warna sesuai dengan yang disukainya
c. Anak mengikuti proses bermaindari awal hingga akhir
Lampiran Materi
A. TAHAPAN PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN ANAK USIA 1-3 TAHUN
(TODDLER)
Anak usia toddler adalah anak yang berusia 12–36 bulan (1–3 tahun). Pada periode
ini anak berusaha mencari tahu bagaimana sesuatu bekerja dan bagaimana mengontrol
orang lain melalui kemarahan, penolakan, dan tindakan keras kepala. Hal ini merupakan
periode yang sangat penting untuk mencapai pertumbuhan dan perkembangan intelektual
secara optimal (Potter & Perry, 2005).

1. Perkembangan Fisik
Perkembangan fisik merupakan berkembangnya proporsi tubuh, berat badan dan
tinggi badan dari sebelumnya.
a. Pada anak usia 1–3 tahun umumnya mengalami perkembangan fisik yaitu akan
terjadi pertambahan tinggi rata-rata 6,35 cm setiap tahun dan pertambahan berat
badan 2,5–3,6 kg setiap tahun (Soetjiningsih, 2012). Menurut Allen & Marotz
(2010), pada usia 1 tahun berat badan akan bertambah kira-kira 1/4–1/2 pon
(0,13–0,25 kg) per bulan sehingga rata-rata berat badannya 21–27 pon (9,6–12,3
kg), dan tinggi badan akan bertambah sekitar 2–3 inci (5,0–7,6 cm) per tahun
sehingga kurang lebih tingginya 32–35 inci (81,3–88,9 cm).
b. Pada usia 2 tahun, berat badan akan bertambah kira-kira 2–2,5 pon (0,9–1,1 kg)
per tahun sehingga rata-rata berat badannya 26–32 pon (11,8–14,5 kg), dan tinggi
badan akan bertambah sekitar 3–5 inci (7,6–12,7 cm) per tahun sehingga kurang
lebih tingginya 34–38 inci (86,3–96,5 cm).
c. Pada anak usia 3 tahun akan memiliki pertambahan berat badan 3–5 pon (1,4–2,3
kg) per tahun sehingga rata-rata berat badannya 30–38 pon (13,6–17,2 kg), dan
tinggi badan akan bertambah 2–3 inci (5–7,6 cm) per tahun sehingga tingginya
mencapai 38–40 inci (96,5–101,6 cm).

2. Perkembangan Motorik Kasar


Menurut Allen & Marotz (2010), anak-anak pada usia 1–3 tahun akan mengalami
perkembangan sesuai usianya dalam keterampilan motorik kasar dan motorik halus.
a. Pada usia 1 tahun, kemampuan gerak kasar anak bisa mengangkat badannya dari
posisi duduk ke berdiri tanpa bantuan dan duduk sendiri tanpa bantuan. Anak
juga dapat berdiri selama 30 detik tanpa bantuan atau pegangan dan berjalan di
sepanjang ruangan tanpa jatuh serta anak akan bisa menangkap dan melempar
bola.
b. Pada usia 2 tahun, kemampuan gerak kasar anak bisa melompat jauh, melempar
dan menangkap bola besar. Anak bisa merangkak dan memanjat. Anak juga bisa
menendang bola kecil ke depan tanpa berpegangan serta bisa berjalan naik tangga
sendiri.
c. Pada usia 3 tahun, kemampuan gerak kasar anak bisa berdiri selama 30 detik atau
lebih tanpa berpegangan. Anak bisa melempar bola lurus ke arah perut. Anak juga
bisa melompati selembar kertas dengan mengangkat kedua kakinya. Anak dapat
mengayuh sepeda roda tiga.

3. Perkembangan Motorik Halus


a. Pada usia 1 tahun, kemampuan motorik halus anak sudah dapat memegang pensil
tanpa bantuan dan mencoret-coret kertas tanpa petunjuk. Anak bisa menyusun
balok-balok, memasukkan dan mengeluarkan benda dari suatu tempat ke tempat
lain, serta memasukkan benda satu ke benda lainnya yang ukurannya berbeda.
b. Pada usia 2 tahun, kemampuan gerak halus anak dapat menyusun balok-balok
dengan jumlah yang lebih banyak. Anak akan mengerti konsep jumlah seperti
jumlah balok ada 6, dan akan mengelompokkan benda-benda sesuai jenisnya.
c. Sementara pada usia 3 tahun, kemampuan gerak halus anak mampu menyusun
balok-balok dengan jumlah yang lebih banyak. Anak dapat membuat garis lurus.

4. Perkembangan Personal Sosial


Perkembangan personal sosial adalah kemampuan anak untuk berinteraksi dan
beradaptasi di dalam suatu lingkungan (Depkes RI, 2006). Menurut Allen & Marotz
(2010), perkembangan personal sosial anak usia 1–3 tahun akan berkembang sesuai
usianya.
a. Pada usia 1 tahun, anak akan cenderung bersikap ramah dan memiliki rasa ingin
tahu yang besar. Anak senang digendong dan dibacakan cerita. Anak juga akan
menirukan tingkah laku orang disekitarnya. Anak akan cenderung menangis bila
hal yang diinginkannya tidak dipenuhi atau saat kelelahan.
b. Pada usia 2 tahun, anak akan lebih menunjukkan kasih sayangnya dengan
memeluk atau mencium anak-anak lain sebagai tanda empati dan peduli. Anak
sering tidak sabaran untuk menunggu giliran dan sering menentang dengan
berteriak. Anak juga sering melihat dan menirukan permainan anak lain tetapi
jarang mau bergabung serta sering membuat perintah kepada orang dewasa.
c. Sementara pada usia 3 tahun, 23 anak akan mengerti bertukar giliran dan akan
ikut bergabung dalam permainan bersama teman. Anak juga menunjukkan kasih
sayang kepada anak lain yang lebih kecil atau yang terluka.

5. Perkembangan Bahasa
Kemampuan bahasa merupakan kemampuan untuk memberikan respon terhadap
suara, berbicara, berkomunikasi, mengikuti perintah dan sebagainya (Depkes RI,
2006). Perkembangan bahasa anak usia 1–3 tahun pada umumnya menurut Allen &
Marotz (2010):
a. Pada usia 1 tahun, anak sudah menggunakan satu kata seperti aku, mama, papa,
serta berkata sederhana seperti mana papa cangkirnya. Anak memahami bagian
tubuhnya seperti hidung, telinga, dan kaki. Anak juga mulai merespon pertanyaan
dengan menjawab iya atau tidak.
b. Pada usia 2 tahun, anak lebih menguasai kosa kata. Anak juga sering bertanya
tentang sesuatu yang dilihatnya. Anak mulai mengatakan 25 kalimat bukan
jawaban tidak tetapi misalnya tidak mau susu lagi.
c. Sementara itu, pada usia 3 tahun, anak akan lebih menguasai banyak kosa kata.
Anak bernyanyi dan berkomentar tentang apa yang dilihatnya. Anak selalu
bertanya dan membuat percakapan berlanjut terus serta menarik perhatian orang
lain terhadap dirinya.

6. Perkembangan kognitif
a. Perkembangan Kognitif Anak Usia 1 – 2 Tahun (12 – 24 bulan)
Sewaktu lahir, berat otak anak sekitar 27% berat otak orang dewasa. Pada usia 2
tahun, berat otak anak sudah mencapai 90% dari berat otak orang dewasa (sekitar
1200 gram). Hal ini menunjukkan bahwa pada usia ini, masa perkembangan otak
sangat pesat. Pertumbuhan ini memberikan implikasi terhadap kecerdasan anak.
Pada usia 1 – 2 tahun, anak memiliki rasa ingin tahu yang sangat besar. Pada usia
ini, anak mengembangkan rasa keingintahuannya melalui beberapa hal berikut ini
:
Belajar melalui pengamatan/ mengamati. Mulai usia 13 bulan, anak sudah mulai
mengamati hal-hal di sekitarnya. Banyak “keajaiban” di sekitarnya mendorong rasa
ingin tahu anak. Anak kemudian melakukan hal-hal yang sering dianggap bermain,
padahal anak sedang mencari tahu apa yang akan terjadi kemudian setelah anak
melakukan suatu hal sebagai pemuas rasa ingin tahunya. Pada usia 19 bulan, anak
sudah dapat mengamati lingkungannya lebih detail dan menyadari hal-hal yang tidak
semestinya terjadi berdasarkan pengalamannya.
1. Meniru orang tua. Anak belajar dari lingkungan sekitarnya. Sekitar usia 17 bulan,
anak sudah mulai mengembangkan kemampuan mengamati menjadi meniru. Hal
yang ditirunya adalah hal-hal yang umumnya dilakukan orangtua. Pada usia 19
bulan, anak sudah banyak dapat meniru perilaku orangtua.
2. Belajar konsentrasi. Pada usia 14 bulan, anak sudah mengarahkan daya pikirnya
terhadap suatu benda. Hal ini dapat dilihat pada ketekunan anak dengan satu
mainan atau satu situasi. Kemampuan anak untuk berkonsentrasi tergantung pada
keadaan atau daya tarik berbagai hal yang ada di sekelilingnya. Kemampuan anak
untuk berkonsentrasi pada usia ini adalah sekitar 10 menit.
3. Mengenal anggota badan. Pada usia sekitar 15 bulan, anak sudah dapat diajarkan
untuk mengucapkan kata-kata. Anak-anak akan merasa sangat senang jika
orangtua mengajarkan kata-kata yang bernamakan anggota tubuhnya sambil
menunjukkan anggota tubuhnya.
4. Memahami bentuk, kedalaman, ruang dan waktu. Pada tahun kedua, anak sudah
memiliki kemampuan untuk memahami berbagai hal. Melalui pengamatannya,
anak menemukan adanya bentuk, tinggi atau rendah benda (kedalaman) dan
membedakan kesempatan berdasarkan tempat (ruang) dan waktu. Pemahaman ini
mulai tampak pada usia 18–24 bulan.
5. Mulai mampu berimajinasi. Kemampuan berimajinasi atau membentuk citra
abstrak berkembang mulai usia 18 bulan. Anak sudah mulai menampakkan
kemampuan untuk memikirkan benda yang tidak dilihatnya.
6. Mampu berpikir antisipatif. Kemampuan ini mulai tampak pada anak usia 21–23
bulan. Anak tidak sekedar mengimajinasikan benda yang tidak ada di
hadapannya, lebih jauh lagi dia mulai dapat mengantisipasi dampak yang akan
terjadi pada hal yang dilakukannya.
7. Memahami kalimat yang terdiri dari beberapa kata. Pada usia 12–17 bulan, anak
sudah dapat memahami kalimat yang terdiri atas rangkaian beberapa kata. Selain
itu, anak juga sudah dapat mengembangkan komunikasi dengan menggunakan
gerakan tubuh, tangisan dan mimik wajah. Pada usia 13 bulan, anak sudah mulai
dapat mengucapkan kata-kata sederhana seperti “mama” atau “papa”. Pada usia
17 bulan, umumnya anak sudah dapat mengucapkan kata ganti diri dan
merangkainya dengan beberapa kata sederhana dan mengutarakan pesan-pesan
seperti: “ Adik mau susu.”
8. Cepat menangkap kata-kata baru. Pada usia 18 – 23 bulan, anak mengalami
perkembangan yang pesat dalam mengucapkan kata-kata. Perbendaharaan kata
anak-anak pada usia ini mencapai 50 kata. Selain itu, anak sudah mulai sadar
bahwa setiap benda memiliki nama sehingga hal ini mendorongnya untuk
melancarkan kemampuan bahasanya dan belajar kata-kata baru lebih cepat.

b. Perkembangan Kognitif Anak Usia 2–3 Tahun (24–36 Bulan)


Kemampuan kognitif anak usia 2–3 tahun semakin kompleks. Perkembangan anak
usia 2–3 tahun ditandai dengan beberapa tahap kemampuan yang dapat dicapai anak,
yaitu sebagai berikut :
1. Berpikir simbolik. Anak usia 2 tahunan memiliki kemampuan untuk
menggunakan simbol berupa kata-kata, gambaran mental atau aksi yang mewakili
sesuatu. Salah satu bentuk lain dari berpikir simbolik adalah fantasi, sesuatu yang
dapat digunakan anak ketika bermain. Mendekati usia ketiga, kemampuan anak
semakin kompleks, dimana anak sudah mulai menggunakan obyek subtitusi dari
benda sesungguhnya. Misalnya anak menyusun bantal- bantal sehingga
menyerupai mobil dan dianggapnya sebagai mobil balap.
2. Mengelompokkan, mengurut dan menghitung. Pada tahun ketiganya, anak sudah
dapat mengelompokkan mainannya berdasarkan bentuk, misalnya membedakan
kelompok mainan mobil-mobilan dengan boneka binatang. Selain
mengelompokkan, anak juga mampu menyusun balok sesuai urutan besarnya dan
mengetahui perbedaan antara satu dengan beberapa (kemampuan menghitung).
3. Meningkatnya kemampuan mengingat. Kemampuan mengingat anak akan
meningkat pada usia 8 bulan hingga 3 tahun. Sekitar usia 2 tahun, anak dapat
mengingat kembali kejadian-kejadian menyenangkan yang terjadi beberapa bulan
sebelumnya. Mereka juga dapat memahami dan mengingat dua perintah
sederhana yang disampaikan bersama-sama. Memasuki usia 2,5 hingga 3 tahun,
anak mampu menyebutkan kembali kata-kata yang terdapat pada satu atau dua
lagu pengantar tidur.
4. Berkembangnya pemahaman konsep. Ketika mencapai usia 18 bulan, anak
memahami waktu untuk pertama kalinya yaitu pemahaman “sebelum” dan
“sesudah”. Selanjutnya pemahaman “hari ini”. Pada usia 2,5 tahun, anak mulai
memahami pengertian “besok”, disusul dengan “kemarin” dan pengertian hari-
hari selama seminggu di usia 3 tahun.
5. Puncak perkembangan bicara dan bahasa. Pada usia sekitar 36 bulan,
perbendaharaan kata anak dapat mencapai 1000 kata dengan 80% kata-kata
tersebut dapat dipahaminya. Pada usia ini biasanya anak mulai banyak berbicara
mengenai orang-orang di sekelilingnya, terutama ayah, ibu dan anggota keluarga
lainnya.

B. TERAPI BERMAIN PADA ANAK YANG DIRAWAT DI RUMAH SAKIT


1. Pengertian
Bermain merupakan cara ilmiah bagi seorang anak untuk mengungkapkan
konflik yang ada dalam dirinya yang awalnya anak belum sadar bahwa dirinya
sedang mengalami konfik.
Menurut Foster dan Pearden bermain didefinisikan sebagai suatu kegiatan
yang dilakukan oleh seorang anak secara sungguh-sungguh sesuai dengan
keinginannya sendiri/tanpa paksaan dari orang tua maupun lingkungan dimana
dimaksudkan semata hanya untuk memperoleh kesenangan dan kepuasan.
Dengan bermain seorang anak dapat mengekspresikan pikiran, perasaan,
fantasi, serta daya kreasi dengan tetap mengembangkan kreatifitasnya dan
beradaptasi lebih efektif terhadap berbagai sumber stress. Bermain dapat membuat
anak mengungkapkan isi hati melalui kata-kata, anak belajar dan mampu
menyesuaikan diri dengan lingkungannya, objek bermain, waktu, ruang dan orang.

2. Variasi dan Keseimbangan Dalam Aktivitas Bermain


Variasi dan keseimbangan dalam aktivitas bermain (Sujono Riyadi dan Sukarmin,
2009), antara lain :
a. Bermain aktif
Adalah kesenangan diperoleh dari apa yang diperbuat oleh mereka sendiri,
seperti:
1) Bermain mengamati/menyelidiki (exploratory play)
Perhatian anak pada aat bermain aalah memeriksa alat permainan tersebut.
Anak memperhatikan alat permainan, mengocok-ngocok apakah ada
bunyinya, mencium, meraba, menekan dan kadang berusaha untuk
membongkar.
2) Bermain konstruksi (Constuction play)
Pada anak umur 3 tahun misalnya dengan menyusun balok- balok menjadi
rumah-rumahan, dll.
3) Bermain drama (dramatic play)
Misalnya bermain sandiwara boneka, main rumah-rumahan
4) Bermain bola, tali dan sebagainya.
b. Bermain pasif
Dalam hal ini anak berperan pasif, seperti dengan melihat atau mendengar.
Bermain pasif ini adalah ideal, apabila anak sudah lelah bermain aktif dan
membutuhkan sesuatu untuk mengatasi kebosanan dan keletihannya. Contoh:
1) Melihat gambar- gambar dibuku/ majalah
2) Mendengarkan cerita atau musik
3) Menonton tv,dll

3. Fungsi Bermain Terhadap Pertumbuhan dan Perkembangan Anak


Fungsi bermain terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak, (Alice Zellawati, 2011)
antara lain :
a. Perkembangan sensori motorik
Permainan akan membantu perkembangan gerak halus dan pergerakkan kasar anak
dengan cara memainkan suatu objek yang sekiranya anak merasa senang.
b. Perkembangan kognitif
Membantu anak untuk mengenal benda-benda yang ada disekitarnya. Misalnya
mengenalkan anak dengan warna dan bentuk.
c. Kreatifitas
Mengembangkan kreatifitas pada anak bisa dengan cara memberikan balok-balok
yang banyak kemudian biarkan anak untuk menyusunnya menajdi bentuk-bentuk
yang dia inginkan, kemudian tanyakan bentuk apa yang sudah dia buat.
d. Perkembangan sosial
Dapat dilakukan dengan mengajari anak berinteraksi dengan orang lain ataupun teman
sebayanya.
e. Kesadaran diri (self awareness)
Dengan bermain anak sadar akan kemampuannya sendiri, kelemahannya dan tingkah
laku terhadap orang lain.
f. Perkembangan moral
Dapat dipeoleh dari orang tua, orang lain yang ada disekitar anak.
g. Komunikasi
Bermain merupakan alat komunikasi terutama pada anak yang masih belum dapat
menyatakan perasaannya secara verbal.

C. MATERI BERMAIN TEBAK GAMBAR

1. Pengertian
Tebak Gambar adalah permainan yang mendorong anak untuk mengenal objek
gambar yang berbeda-beda seperti gambar hewan, buah, dan bangunan, dan lain-lain.
2. Tujuan umum
Klien mampu mengembangkan kemampuan kognitif dengan menebak gambar yang
telah disediakan.
3. Tujuan khusus
a. Anak mampu menebak gambar yang diberikan
b. Anak dapat mengetahui aturan dan cara bermain
c. Anak tidak ragu-ragu dalam melaksanakan permainan
4. Keuntungan Menebak Gambar
Keuntungan-keuntungan yang didapat dari bermain dengan, antara lain:
a. Melatih kemampuan kognitif
b. Aktivitas yang dilakukan dapat merangsang nafsu makan anak.
c. Mengembang imajinasi.
d. Meningkatnya daya kreativitas.
e. Mendapat kesempatan menemukan arti dari benda-benda yang ada disekitar anak.
f. Merupakan cara untuk mengatasi kemarahan, kekuatiran, iri hati dan kedukaan.
g. Kesempatan untuk bergaul dengan anak lainnya.
h. Kesempatan untuk mengikuti aturan-aturan.
i. Dapat mengembangkan kemampuan intelektualnya.
j. Membantu anak untuk mengenal benda-benda yang ada di sekitar
5. Metode Tebak Gambar
Ada beberapa metode dalam Tebak Gambar yaitu :
a. Tebak Gambar dengan cara mengamati (observasi).
Anak bisa menebak gambar dan mengenal gambar sendiri tanpa diberitahu.
Dengan demikian anak dapat melupakan observasi dengan cara menciptakan,
perpikir, dan melampaui kemampuannya.
b. Hal – hal yang perlu diperhatikan saat Tebak Gambar
1) Bermain/alat bermain harus sesuai dengan taraf perkembangan anak.
2) Menebak Gambar disesuaikan dengan kemampuan dan minat anak.
D. Lampiran DDST

Anda mungkin juga menyukai