DISUSUN OLEH
c. Fasilitator : Rochimah
1) Membantu leader dalam mengatur kegiatan
2) Mengkondisikan peserta untuk berpartisipasi dalam kegiatan
3) Membantu peserta dalam mengikuti kegiatan
X. Latar Belakang
Hospitalisasi merupakan perawatan yang dilakukan di Rumah Sakit dan dapat
menimbulkan trauma dan stres pada klien yang baru mengalami rawat inap di Rumah
Sakit. Hospitalisasi adalah suatu proses oleh karena suatu alasan yang berencana atau
darurat mengharuskan anak untuk tinggal di Rumah Sakit menjalani terapi dan
perawatan sampai pemulangannya kembali ke rumah (Jovan, 2011). Sumaryoko
(2008) , menyatakan prevalansi kesakitan anak di Indonesia diirawat di Rumah Sakit
cukup tinggi yaitu sekitar 35 per 100 anak, yang ditunjukan dengan selalu penuhnya
ruangan anak baik di Rumah Sakit pemerintah ataupun Rumah Sakit swasta rata-rata
anak mendapat perawatan selama enam hari. Selama membutuhkan perawatan yang
spesial disbanding pasien lain. Waktu yang dibutuhkan untuk merawat anak-anak 20-
45% lebih banyak daripada waktu untuk merawat orang dewasa (Mc Cherty dan
Murniasih, 2010).
Wright (2008) dalam penelitiannya tentang efek hospitalisasi pada perilaku anak
menyebutkan bahwa reaksi anak pada hospitalisasi secara garis besar adalah sedih,
takut dan rasa bersalah karena menghadapi suatu yang belum pernah dialami
sebelumnya, rasa tidak aman, rasa tidak nyaman, perasaan kehilangan sesuatu yang
bisa dialami dan sesuatu yang dirasakan menyakitkan. Anak usia prasekolah
memandang hospitalisasi sebagai sebuah pengalaman yang menakutkan. Ketika anak
menjalani perawatan di Rumah Sakit, biasanya ia akan dilarang untuk banyak
bergerak dan harus banyak beristirahat. Hal tersebut akan mengecewakan anak
sehingga dapat meningkatkan kecemasan pada anak (Samiasih, 2011).
Reaksi anak usia prasekolah yang menjalani stres akibat hospitalisasi disebabkan
karena mereka belum beradaptasi dengan lingkungan di Rumah Sakit, masih
merasa asing sehingga anak tidak dapat mengontrol emosi dan mengalami stres,
reaksinya
berupa menolak makan, sering bertanya, menangis, dan tidak kooperatif dengan petugas
kesehatan. Banyak metode menurunkan stres hospitalisasi pada anak. Perawat harus
peka terhadap kebutuhan dan reaksi klien untuk menentukan metode yang tepat dalam
melaksanakan intervensi keperawatan dalam menurunkan tingkat kecemasan (Kozier,
2010). Respon secara umun yang terjadi pada anak yang dirawat inap antara lain
mengalami regresi, kecemasan perpisahan, apatis, ketakutan, dan gangguan tidur,
terutama terjadi pada anak dibawah usia 7 tahun (Hockkenberry dan Wilson, 2010).
Kecemasan merupakan perasaan yang paling umum dialami oleh pasien anak
yang mengalami hospitalisasi. Kecemasan yang sering dialami seperti menangis, dan
takut pada orang baru. Banyaknya stresor yang dialami anak ketika menjalani
hospitalisasi menimbulkan dampak negatif yang menggangu perkembangan anak.
Lingkungan Rumah Sakit dapat merupakan penyebab stres dan kecemasan pada anak
(Utami, 2014). Kecemasan hospitalisasi pada anak dapat membuat anak menjadi
susah makan, tidak tenang, takut, gelisah, cemas, tidak mau bekerja sama dalam
tindakan medikasi sehingga menggangu proses penyembuhan anak (Stuart,2007).
Salah satu cara independent untuk menurunkan stres akibat hospitalisasi pada
anak usia prasekolah adalah terapi bermain. Terapi bermain adalah suatu aktivitas
bermain yang dijadikan sarana untuk menstimulasi perkembangan anak, mendukung
proses penyembuhan dan membantu anak lebih kooperatif dalam program pengobatan
serta perawatan. Bermain dapat dilakukan oleh anak sehat maupun sakit. Walaupun
anak sedang dalam keadaan sakit tetapi kebutuhan akan bermainnya tetap ada.
Melalui kegiatan bermain, anak dapat mengalihkan rasa sakitnya pada permainannya
dan relaksasi melalui kesenangannya melakukan permainan (Evism, 2012).
Bermain dapat dilakukan oleh anak yang sehat maupun sakit. Walaupun anak
sedang mengalami sakit, tetapi kebutuhan akan bermain tetap ada (Katinawati, 2011).
Bermain merupakan salah satu alat komunikasi yang natural bagi anak-anak. Bermain
merupakan dasar pendidikan dan aplikasi terapeutik yang membutuhkan
pengembangan pada pendidikan anak usia dini (Suryanti, 2011). Bermain dapat
digunakan sebagai media psiko terapi atau pengobatan terhadap anak yang dikenal
dengan sebutan terapi bermain (Tedjasaputra, 2007).
Aktivitas bermain merupakan salah satu stimulus bagi perkembangan anak secara
optimal. Dalam kondisi sakit atau anak dirawat di rumah sakit, aktivitas bermain ini
tetap dilaksanakan, namun harus disesuaikan dengn kondisi anak. Pada saat dirawat
rumah sakit, anak akan mengalami berbagai perasaan yang sangat tidak
menyenangkan, seperti
marah, takut, cemas, sedih dan nyeri. Perasaan tersebut merupakan dampak dari
hospitalisasi yang dialami anak karena menghadapi beberapa stressor yang ada
dilingkungan rumah sakit. Untuk itu, dengan melakukkan permainan anak akan
terlepas dari ketegangan dan stress yang dialaminya karena dengan melakukkan
permainan anak akan dapat mengalihkan rasa sakitnya pada permainannya (distraksi)
dan relaksasi melalui kesenangannya melakukan permainan. Tujuan bermain di
rumah sakit pada prinsipnya adalah agar dapat melanjutkan fase pertumbuhan dan
perkembangan secara optimal, mengembangkan kretifitas anak, dan dapat beradaptasi
lebih efektif terhadap stress. Bermain sangat penting bagi mental, emosional, dan
kesejahteraan anak seperti kebutuhan perkembangan dan kebutuhan bermain tidak
juga terhenti pada saat anak sakit atau anak di rumah sakit (Wong, 2012).
Pada anak usia 1-3 tahun (toddler) tebak gambar dapat menjadi salah satu media
bagi perawat untuk mampu mengenali tingkat perkembangan anak. Dalam permainan
tebak gambar kemampuan kognitif yang diharapkan salah satunya dapat mengasah
kecrdasan anak dalam memahami hubungan objek yang dilihat sehingga imajinasi dan
kemampuan berpikirnya tumbuh. Kegiatan bermain tebak gambar di rumah sakit
adalah kegiatan dimana perawat mengajak anak-anak yang sedang sakit menebak
gambar seperti hewan, buah, dll, dengan tujuan mengurangi rasa takut dan jenuh
dalam masa perawatan dan pengobatan di rumah sakit, terlebih lagi untuk menggali
rasa ingin tahu dan kemampuan berpikir dalam menjabarkan sesuatu yang dilihat di
sekitarnya.
Keterangan :
: Mahasiswa
: Pasien
1. Perkembangan Fisik
Perkembangan fisik merupakan berkembangnya proporsi tubuh, berat badan dan
tinggi badan dari sebelumnya.
a. Pada anak usia 1–3 tahun umumnya mengalami perkembangan fisik yaitu akan
terjadi pertambahan tinggi rata-rata 6,35 cm setiap tahun dan pertambahan berat
badan 2,5–3,6 kg setiap tahun (Soetjiningsih, 2012). Menurut Allen & Marotz
(2010), pada usia 1 tahun berat badan akan bertambah kira-kira 1/4–1/2 pon
(0,13–0,25 kg) per bulan sehingga rata-rata berat badannya 21–27 pon (9,6–12,3
kg), dan tinggi badan akan bertambah sekitar 2–3 inci (5,0–7,6 cm) per tahun
sehingga kurang lebih tingginya 32–35 inci (81,3–88,9 cm).
b. Pada usia 2 tahun, berat badan akan bertambah kira-kira 2–2,5 pon (0,9–1,1 kg)
per tahun sehingga rata-rata berat badannya 26–32 pon (11,8–14,5 kg), dan tinggi
badan akan bertambah sekitar 3–5 inci (7,6–12,7 cm) per tahun sehingga kurang
lebih tingginya 34–38 inci (86,3–96,5 cm).
c. Pada anak usia 3 tahun akan memiliki pertambahan berat badan 3–5 pon (1,4–2,3
kg) per tahun sehingga rata-rata berat badannya 30–38 pon (13,6–17,2 kg), dan
tinggi badan akan bertambah 2–3 inci (5–7,6 cm) per tahun sehingga tingginya
mencapai 38–40 inci (96,5–101,6 cm).
5. Perkembangan Bahasa
Kemampuan bahasa merupakan kemampuan untuk memberikan respon terhadap
suara, berbicara, berkomunikasi, mengikuti perintah dan sebagainya (Depkes RI,
2006). Perkembangan bahasa anak usia 1–3 tahun pada umumnya menurut Allen &
Marotz (2010):
a. Pada usia 1 tahun, anak sudah menggunakan satu kata seperti aku, mama, papa,
serta berkata sederhana seperti mana papa cangkirnya. Anak memahami bagian
tubuhnya seperti hidung, telinga, dan kaki. Anak juga mulai merespon pertanyaan
dengan menjawab iya atau tidak.
b. Pada usia 2 tahun, anak lebih menguasai kosa kata. Anak juga sering bertanya
tentang sesuatu yang dilihatnya. Anak mulai mengatakan 25 kalimat bukan
jawaban tidak tetapi misalnya tidak mau susu lagi.
c. Sementara itu, pada usia 3 tahun, anak akan lebih menguasai banyak kosa kata.
Anak bernyanyi dan berkomentar tentang apa yang dilihatnya. Anak selalu
bertanya dan membuat percakapan berlanjut terus serta menarik perhatian orang
lain terhadap dirinya.
6. Perkembangan kognitif
a. Perkembangan Kognitif Anak Usia 1 – 2 Tahun (12 – 24 bulan)
Sewaktu lahir, berat otak anak sekitar 27% berat otak orang dewasa. Pada usia 2
tahun, berat otak anak sudah mencapai 90% dari berat otak orang dewasa (sekitar
1200 gram). Hal ini menunjukkan bahwa pada usia ini, masa perkembangan otak
sangat pesat. Pertumbuhan ini memberikan implikasi terhadap kecerdasan anak.
Pada usia 1 – 2 tahun, anak memiliki rasa ingin tahu yang sangat besar. Pada usia
ini, anak mengembangkan rasa keingintahuannya melalui beberapa hal berikut ini
:
Belajar melalui pengamatan/ mengamati. Mulai usia 13 bulan, anak sudah mulai
mengamati hal-hal di sekitarnya. Banyak “keajaiban” di sekitarnya mendorong rasa
ingin tahu anak. Anak kemudian melakukan hal-hal yang sering dianggap bermain,
padahal anak sedang mencari tahu apa yang akan terjadi kemudian setelah anak
melakukan suatu hal sebagai pemuas rasa ingin tahunya. Pada usia 19 bulan, anak
sudah dapat mengamati lingkungannya lebih detail dan menyadari hal-hal yang tidak
semestinya terjadi berdasarkan pengalamannya.
1. Meniru orang tua. Anak belajar dari lingkungan sekitarnya. Sekitar usia 17 bulan,
anak sudah mulai mengembangkan kemampuan mengamati menjadi meniru. Hal
yang ditirunya adalah hal-hal yang umumnya dilakukan orangtua. Pada usia 19
bulan, anak sudah banyak dapat meniru perilaku orangtua.
2. Belajar konsentrasi. Pada usia 14 bulan, anak sudah mengarahkan daya pikirnya
terhadap suatu benda. Hal ini dapat dilihat pada ketekunan anak dengan satu
mainan atau satu situasi. Kemampuan anak untuk berkonsentrasi tergantung pada
keadaan atau daya tarik berbagai hal yang ada di sekelilingnya. Kemampuan anak
untuk berkonsentrasi pada usia ini adalah sekitar 10 menit.
3. Mengenal anggota badan. Pada usia sekitar 15 bulan, anak sudah dapat diajarkan
untuk mengucapkan kata-kata. Anak-anak akan merasa sangat senang jika
orangtua mengajarkan kata-kata yang bernamakan anggota tubuhnya sambil
menunjukkan anggota tubuhnya.
4. Memahami bentuk, kedalaman, ruang dan waktu. Pada tahun kedua, anak sudah
memiliki kemampuan untuk memahami berbagai hal. Melalui pengamatannya,
anak menemukan adanya bentuk, tinggi atau rendah benda (kedalaman) dan
membedakan kesempatan berdasarkan tempat (ruang) dan waktu. Pemahaman ini
mulai tampak pada usia 18–24 bulan.
5. Mulai mampu berimajinasi. Kemampuan berimajinasi atau membentuk citra
abstrak berkembang mulai usia 18 bulan. Anak sudah mulai menampakkan
kemampuan untuk memikirkan benda yang tidak dilihatnya.
6. Mampu berpikir antisipatif. Kemampuan ini mulai tampak pada anak usia 21–23
bulan. Anak tidak sekedar mengimajinasikan benda yang tidak ada di
hadapannya, lebih jauh lagi dia mulai dapat mengantisipasi dampak yang akan
terjadi pada hal yang dilakukannya.
7. Memahami kalimat yang terdiri dari beberapa kata. Pada usia 12–17 bulan, anak
sudah dapat memahami kalimat yang terdiri atas rangkaian beberapa kata. Selain
itu, anak juga sudah dapat mengembangkan komunikasi dengan menggunakan
gerakan tubuh, tangisan dan mimik wajah. Pada usia 13 bulan, anak sudah mulai
dapat mengucapkan kata-kata sederhana seperti “mama” atau “papa”. Pada usia
17 bulan, umumnya anak sudah dapat mengucapkan kata ganti diri dan
merangkainya dengan beberapa kata sederhana dan mengutarakan pesan-pesan
seperti: “ Adik mau susu.”
8. Cepat menangkap kata-kata baru. Pada usia 18 – 23 bulan, anak mengalami
perkembangan yang pesat dalam mengucapkan kata-kata. Perbendaharaan kata
anak-anak pada usia ini mencapai 50 kata. Selain itu, anak sudah mulai sadar
bahwa setiap benda memiliki nama sehingga hal ini mendorongnya untuk
melancarkan kemampuan bahasanya dan belajar kata-kata baru lebih cepat.
1. Pengertian
Tebak Gambar adalah permainan yang mendorong anak untuk mengenal objek
gambar yang berbeda-beda seperti gambar hewan, buah, dan bangunan, dan lain-lain.
2. Tujuan umum
Klien mampu mengembangkan kemampuan kognitif dengan menebak gambar yang
telah disediakan.
3. Tujuan khusus
a. Anak mampu menebak gambar yang diberikan
b. Anak dapat mengetahui aturan dan cara bermain
c. Anak tidak ragu-ragu dalam melaksanakan permainan
4. Keuntungan Menebak Gambar
Keuntungan-keuntungan yang didapat dari bermain dengan, antara lain:
a. Melatih kemampuan kognitif
b. Aktivitas yang dilakukan dapat merangsang nafsu makan anak.
c. Mengembang imajinasi.
d. Meningkatnya daya kreativitas.
e. Mendapat kesempatan menemukan arti dari benda-benda yang ada disekitar anak.
f. Merupakan cara untuk mengatasi kemarahan, kekuatiran, iri hati dan kedukaan.
g. Kesempatan untuk bergaul dengan anak lainnya.
h. Kesempatan untuk mengikuti aturan-aturan.
i. Dapat mengembangkan kemampuan intelektualnya.
j. Membantu anak untuk mengenal benda-benda yang ada di sekitar
5. Metode Tebak Gambar
Ada beberapa metode dalam Tebak Gambar yaitu :
a. Tebak Gambar dengan cara mengamati (observasi).
Anak bisa menebak gambar dan mengenal gambar sendiri tanpa diberitahu.
Dengan demikian anak dapat melupakan observasi dengan cara menciptakan,
perpikir, dan melampaui kemampuannya.
b. Hal – hal yang perlu diperhatikan saat Tebak Gambar
1) Bermain/alat bermain harus sesuai dengan taraf perkembangan anak.
2) Menebak Gambar disesuaikan dengan kemampuan dan minat anak.
D. Lampiran DDST