Anda di halaman 1dari 15

SATUAN ACARA BERMAIN

MENYUSUN PUZZLE PADA ANAK USIA 3 - 5 TAHUN


DI RUANG CEMPAKA RSUD DR. R. GOETENG TAROENADIBRATA
PURBALINGGA
Disusun untuk memenuhi Tugas Program Profesi Ners
Stase Keperawatan Anak
Semester 1

Disusun Oleh:
Nita Yulinda I4B021050
Ayu Putri Ajisti I4B021077
Muhamad Noor .M. I4B021079
Afifah Afdiani .Q. I4B021080
Aisah Tilar Pinanti I4B021081

KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN


KEBUDAYAAN UNIVERSITAS JENDERAL
SOEDIRMAN
FAKULTAS ILMU-ILMU
KESEHATAN PROGRAM PROFESI
NERS
PURWOKERTO
2021
SATUAN ACARA BERMAIN

Jenis Terapi Bermain : Menyusun puzzle


Sub pokok terapi bermain : Terapi bermain menyusun puzzle pada anak sakit yang di rawat di
RS dengan cara stimulasi motorik
Sasaran : Anak usia 3 – 5 tahun (pra sekolah) di Ruang Cempaka
Target : 2 - 4 anak
Waktu Pelaksanaan : Minggu, 10 Februari 2019
Hari/tanggal : Senin, 23 Mei 2022
Tempat :Ruang Cempaka RSUD Dr. R. Goeteng Taroenadibrata
Purbalingga

A. LATAR BELAKANG
Hospitalisasi merupakan perawatan yang dilakukan di Rumah Sakit dan dapat
menimbulkan trauma dan stres pada klien yang baru mengalami rawat inap di Rumah
Sakit. Hospitalisasi adalah suatu proses oleh karena suatu alasan yang berencana atau
darurat mengharuskan anak untuk tinggal di Rumah Sakit menjalani terapi dan
perawatan sampai pemulangannya kembali ke rumah (Jovan, 2011). Sumaryoko (2008) ,
menyatakan prevalansi kesakitan anak di Indonesia diirawat di Rumah Sakit cukup tinggi
yaitu sekitar 35 per 100 anak, yang ditunjukan dengan selalu penuhnya ruangan anak
baik di Rumah Sakit pemerintah ataupun Rumah Sakit swasta rata-rata anak mendapat
perawatan selama enam hari. Selama membutuhkan perawatan yang spesial disbanding
pasien lain. Waktu yang dibutuhkan untuk merawat anak-anak 20-45% lebih banyak
daripada waktu untuk merawat orang dewasa (Mc Cherty dan Murniasih, 2010).
Wright (2008) dalam penelitiannya tentang efek hospitalisasi pada perilaku anak
menyebutkan bahwa reaksi anak pada hospitalisasi secara garis besar adalah sedih, takut
dan rasa bersalah karena menghadapi suatu yang belum pernah dialami sebelumnya, rasa
tidak aman, rasa tidak nyaman, perasaan kehilangan sesuatu yang bisa dialami dan
sesuatu yang dirasakan menyakitkan. Anak usia prasekolah memandang hospitalisasi
sebagai sebuah pengalaman yang menakutkan. Ketika anak menjalani perawatan di
Rumah Sakit, biasanya ia akan dilarang untuk banyak bergerak dan harus banyak
beristirahat. Hal tersebut akan mengecewakan anak sehingga dapat meningkatkan
kecemasan pada anak (Samiasih, 2011).
Reaksi anak usia prasekolah yang menjalani stres akibat hospitalisasi disebabkan
karena mereka belum beradaptasi dengan lingkungan di Rumah Sakit, masih merasa
asing sehingga anak tidak dapat mengontrol emosi dan mengalami stres, reaksinya
berupa menolak makan, sering bertanya, menangis, dan tidak kooperatif dengan petugas
kesehatan. Banyak metode menurunkan stres hospitalisasi pada anak. Perawat harus peka
terhadap kebutuhan dan reaksi klien untuk menentukan metode yang tepat dalam
melaksanakan intervensi keperawatan dalam menurunkan tingkat kecemasan (Kozier,
2010). Respon secara umun yang terjadi pada anak yang dirawat inap antara lain
mengalami regresi, kecemasan perpisahan, apatis, ketakutan, dan gangguan tidur,
terutama terjadi pada anak dibawah usia 7 tahun (Hockkenberry dan Wilson, 2010).
Kecemasan merupakan perasaan yang paling umum dialami oleh pasien anak yang
mengalami hospitalisasi. Kecemasan yang sering dialami seperti menangis, dan takut
pada orang baru. Banyaknya stresor yang dialami anak ketika menjalani hospitalisasi
menimbulkan dampak negatif yang menggangu perkembangan anak. Lingkungan Rumah
Sakit dapat merupakan penyebab stres dan kecemasan pada anak (Utami, 2014).
Kecemasan hospitalisasi pada anak dapat membuat anak menjadi susah makan, tidak
tenang, takut, gelisah, cemas, tidak mau bekerja sama dalam tindakan medikasi sehingga
menggangu proses penyembuhan anak (Stuart,2007).
Salah satu cara independent untuk menurunkan stres akibat hospitalisasi pada anak
usia prasekolah adalah terapi bermain. Terapi bermain adalah suatu aktivitas bermain
yang dijadikan sarana untuk menstimulasi perkembangan anak, mendukung proses
penyembuhan dan membantu anak lebih kooperatif dalam program pengobatan serta
perawatan. Bermain dapat dilakukan oleh anak sehat maupun sakit. Walaupun anak
sedang dalam keadaan sakit tetapi kebutuhan akan bermainnya tetap ada. Melalui
kegiatan bermain, anak dapat mengalihkan rasa sakitnya pada permainannya dan
relaksasi melalui kesenangannya melakukan permainan (Evism, 2012).
Bermain dapat dilakukan oleh anak yang sehat maupun sakit. Walaupun anak sedang
mengalami sakit, tetapi kebutuhan akan bermain tetap ada (Katinawati, 2011). Bermain
merupakan salah satu alat komunikasi yang natural bagi anak-anak. Bermain merupakan
dasar pendidikan dan aplikasi terapeutik yang membutuhkan pengembangan pada
pendidikan anak usia dini (Suryanti, 2011). Bermain dapat digunakan sebagai media
psiko terapi atau pengobatan terhadap anak yang dikenal dengan sebutan terapi bermain
(Tedjasaputra, 2007).
Aktivitas bermain merupakan salah satu stimulus bagi perkembangan anak secara
optimal. Dalam kondisi sakit atau anak dirawat di rumah sakit, aktivitas bermain ini tetap
dilaksanakan, namun harus disesuaikan dengn kondisi anak. Pada saat dirawat rumah
sakit, anak akan mengalami berbagai perasaan yang sangat tidak menyenangkan, seperti
marah, takut, cemas, sedih dan nyeri. Perasaan tersebut merupakan dampak dari
hospitalisasi yang dialami anak karena menghadapi beberapa stressor yang ada
dilingkungan rumah sakit. Untuk itu, dengan melakukkan permainan anak akan terlepas
dari ketegangan dan stress yang dialaminya karena dengan melakukkan permainan anak
akan dapat mengalihkan rasa sakitnya pada permainannya (distraksi) dan relaksasi
melalui kesenangannya melakukan permainan. Tujuan bermain di rumah sakit pada
prinsipnya adalah agar dapat melanjutkan fase pertumbuhan dan perkembangan secara
optimal, mengembangkan kretifitas anak, dan dapat beradaptasi lebih efektif terhadap
stress. Bermain sangat penting bagi mental, emosional, dan kesejahteraan anak seperti
kebutuhan perkembangan dan kebutuhan bermain tidak juga terhenti pada saat anak sakit
atau anak di rumah sakit (Wong, 2012).
Pada anak usia 3 – 5 tahun (pra sekolah) menyusun puzzle dapat menjadi salah satu
media bagi perawat untuk mampu mengenali tingkat perkembangan anak. Selain itu
menyusun puzle mampu mengembangkan motorik halus, keterampilan kognitif dan
kemampuan berbahasa. Puzzle merupakan salah satu bentuk permainan yang
membutuhkan ketelitian, melatih untuk memusatkan pikiran, karena kita harus
berkonstrasi ketika meyusun kepingan-kepingan puzzle tersebut hingga menjadi sebuah
gambar yang utuh dan lengkap. Sehingga puzzle merupakan jenis permainan yang
memiliki nilai-nilai edukatif.

B. TUJUAN

1. Tujuan Umum
Anak diharapkan dapat melanjutkan tumbuh kembangnya, mengembangkan aktifitas
dan kreatifitas melalui pengalaman bermain dan beradaptasi efektif terhadap stress
karena penyakit dan dirawat.
2. Tujuan Khusus
Setelah mengikuti permainan selama 35 menit anak akan mampu:
a. Mengembangkan kreativitas dan daya pikirnya
b. Mengekspresikan perasaannya selam menjalani perawat.
c. Mengekspresikan rasa senangnya terhadap permainan
d. Beradaptasi dengan lingkungan
e. Mempererat hubungan antara perawat dan anak
C. METODE
Bermain bersama dengan anak untuk menyusun puzzle
D. SARANA DAN MEDIA

1. Sarana:
a. Ruangan tempat bermain/ruang kamar anak
2. Media:
Gambar yang belum disusun (Puzzel)
E. SETTING RUANGAN

☺ ☺

☺ ☺ ☺ ☺ ☺


Keterangan:

☺ : Moderator

☺ : Fasilitator

☺ : Pasien

☺ : observer

F. MATERI (terlampir)
1. Materi Pertumbuhan dan Perkembangan Sesuai Tahapan Anak Usia Pra
Sekolah (3 – 5 Tahun)
2. Konsep Bermain Sesuai Tahapan
3. Konsep Bermian Puzzle
G. PENGORGANISASIAN
 Moderator : Aisah dan Nita
Bertugas untuk memimpin jalannya acara terapi bermain dari awal
hingga berakhirnya terapi. Pemimpin bermain juga harus membuat
suasana bermain agar lebih tenang dan kondusif.
 Fasilitator: Afifah dan Ayu
Bertugas sebagai pemandu dan memotivasi anak agar dapat kooperatif
dalam permainan yang akan dilakukan.
 Observer : Muhamad Noor
Bertugas mengawasi dan menilai kemampuan masing-masing anak
selama dilakukan terapi bermain.

Jadwal Kegiatan

NO KEGIATAN PESERTA WAKTU


1 Pembukaan: 5 menit
- Menjawab salam
- Memberi salam pembuka
dan merespon
- Memperkenalkan diri
- Memperhatikan
- Menjelaskan tujuan dan strategi bermain
- Apersepsi
2 - Melaksanakan 25 menit
Pelaksanaan Terapi Bermain:
Terapi Bermain
- Pelaksanaan terapi bermain (mewarnai
gambar)
- Komunikasi efektif
- Motivasi keterlibatan keluarga
- Evaluasi sesuai dengan pedoman evaluasi.
3 - Merespon 5 menit
Penutup :
- Menjawab salam
- Menyimpulkan bersama keluarga.

- Memberi pujian dan motivasi kepada


keluarga.

- Kontrak pertemuan berikutnya

- Mengucapkan salam penutup.

- Merapikan peralatan
H. EVALUASI
1. Struktur
 Apakah alat-alat yang digunakan lengkap?
 Apakah kegiatan yang direncanakan dapat terlaksana?
2. Evaluasi Proses
 Apakah terapi dapat berjalan dengan baik?
 Apakah anak dapat mengikuti terapi bermain dengan baik?
 Apakah tidak ada hambatan saat melakukan terapi?
 Apakah semua anak dapat bekerja sama dan bekerja sesuai tugasnya?
3. Evaluasi Hasil
 Apakah anak dapat mengembangkan motorik halus dengan menyusun puzzle
kemudian berhasil?
 Apakah anak dapat mengikuti kegiatan dengan baik?

KRITERIA EVALUASI
1. Struktur
 Anak : subjek proses bermain
 Perawat : pelaksana permainan
 Keluarga : pembantu pelaksana
2. Proses
Sebelum bermain, perawat menjelaskan tentang tata cara bermain dan
menunjukkan contoh dalam menyusun puzzle. Selain menjelaskan, perawat juga
memperagakan tentang alat permainannya dan memvalidasi bahwa anak telah
mengerti dan memahami teknik bermain. Perawat juga melibatkan keluarga
untuk mendampingi anak dalam proses bermain. Setelah anak mengerti maka
perawat memberikan kesempatan kepada anak untuk mencoba melakukan
permainannya yaitu menyusun puzzle. Perawat membantu anak ketika anak
mengalami kesulitan dan menjaga interaksi untuk meningkatkan komunikasi
pada anak.
1. Hasil
Anak mampu menyelesaikan permainan dengan baik, memberi apresiasi pada
permainannya dan merasa senang dapat bermain bersama. Keluarga dapat
membantu anak dengan cara menemani selama proses bermain
Lampiran Materi SAB
A. TAHAPAN PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN ANAK USIA 3
– 5 TAHUN (PRA SEKOLAH)
1. Pengertian Preschool
Menurut Joyce Engel (2010), yang dikatakan anak usia pra sekolah
adalah anak-anak yang berusia berkisar 3-6 tahun. Ada beberapa aspek
yang perlu diperhatikan untuk mengukur tingkat pertumbuhan dan
perkembangan anak.Anak usia pra sekolah adalah anak yang berusia antara
3 – 5 tahun ( Wong, 2011), anak usia prasekolah memiliki karakteristik
tersendiri dalam segi pertumbuhan dan perkembangannya. Dalam hal
pertumbuhan, Secara fisik anak pada tahun ketiga terjadi penambahan BB
1,8 s/d 2,7 kg dan rata-rata BB 14,6 kg.penambahan TB berkisar antara 7,5
cm dan TB rata-rata 95 cm (Mulkiya dkk 2017).
2. Aspek Bahasa

Pada awal masa prasekolah perbendaharaan kata yang dicapai jarang


dari 900 kata,mengunjak tahun keempat sudah mencapai 1500 kata atau
lebih dan pada tahun kelima sampai keenam mencapai 2100
kata,mengunakan 6 sampai 8 kata,menyebut 4 warna atau lebih,dapat
menggambar dengan banyak komentar serta menyebutkan
bagiannya,mengetahui waktu seperti hari,minggu dan bulan,anak juga
sudah mampu mengikuti 3 perintah sekaligus.
3. Aspek Sosial

Pada tahun ketiga anak sudah hampir mampu berpakaian dan makan
sendiri,rentang perhatian meningkat ,mengetahui jenis kelaminnya
sendiri,dalam permainan sering mengikuti aturannya sendiri tetapi anak
sudah mulai berbagi.tahun keempat anak sudah cenderung mandiri dan
Keras kepala atau tidak sabar,agresif secara fisik dan vweerbal,mendapat
kebanggan dalam pencapaian,masih mempunyai banyak rasa takut.pada
akhir usia prasekolah anak sudah jarang memberontak,lebih
tenang,mandiri,dapat dipercaya,lebih bertanggungjawab,mencoba untuk
hidup berdasarkan aturan,bersikap lebih baik,dalam permainan sudah
mencoba mengikuti aturan tetapi kadang curang.
Personal social :
a. Menyatakan keinginan untuk melakukan sesuatu yang ingin dilakukan
supaya di anggap di masyarakat
b. Anak mulai mengetahui aturan-aturan, di lingkungan keluarga dan
lingkungan
c. Menyadari hak dan kepentingan orang lain
d. Mulai dapat bermain dengan teman sebaya
e. Keluarga harmonis, komunikasi baik maka anak akan mempunya
kemampuan dan penyesuaian dalam hubungan dengan orang lain.
f. Masuk TK akan sangat membantu anak untuk “jembatan bergaul” dan
sosialisasi dengan teman sebaya.
4. Aspek Kognitif
Tahun ketiga berada pada fase pereptual,anak cenderung egosentrik
dalam berfikir dan berperilaku,mulai memahami waktu,mengalami
perbaikankonsep tentang ruang,dan mulai dapat memandang konsep dari
perspektif yang berbeda. Tahun keempat anak berada pada fase
inisiatif,memahami waktu lebih baik,menilai sesuatu menurut
dimensinya,penilaian muncul berdasarkan persepsi,egosentris mulai
berkurang,kesadaran social lebih tinggi,mereka patuh kepada orang tua
karena mempunyai batasan bukan karena memahami hal benar atau salah.
Pada akhir masa prasekolah anaka sudah mampu memandang perspektif
orang lain dan mentoleransinya tetapi belum memahaminya,anak sangat
ingin tahu tentang factual dunia.
Motorik halus : Bisa menggunakan gunting, Menggambar lingkaran, kotak
Motorik kasar : Melempar bola melewati atas kepala, Memanjat, Menaiki
sepeda roda tiga, Belajar menalikan tali sepatu, mengkancing, menyikat
gigi
5. Faktor Pengaruh Pertumbuhan dan Perkembangan Anak
a. Faktor herediter
Merupakan faktor yang dapat diturunkan sebagi dasar dalam mencapai
tumbuh kembang anak disamping faktor lain. Faktor herediter adalah
bawaan, jenis kelamin, ras, suku bangsa.
b. Faktor lingkungan
Merupakan faktor yang memegang peranan penting dalam menentukan
tercapai dan tidaknya potensi yang sudah dimiliki antara lain :
1) Lingkungan prenatal
Merupakan lingkungan dalam kandungan, mulai konsepsi lahir
sampai yang meliputi gizi pada waktu ibu hamil, zat kimia atau
toksin, kebiasaan merokok dan lain-lain.

2) Lingkungan post natal


Seperti sosial ekonomi orang tua, nutrisi, iklim atau cuaca, olahraga,
posisi anak dalam orang tua dan status kesehatan.

6. Bentuk-bentuk Permainan Menurut 3 - 5 Tahun Tujuannya adalah :


a. Mengembangkan kemampuan menyamakan dan membedakan.
b. Mengembangkan kemampuan berbahasa.
c. Mengembangkan pengertian tentang berhitung, menambah, mengurangi.
d. Merangsang daya imajinasi dengan berbagai cara bermain pura-pura
e. Membedakan benda dengan permukaan.
f. Menumbuhkan sportivitas.
g. Mengembangkan kepercayaan diri.
h. Mengembangkan kreativitas.
i. Mengembangkan koordinasi motorik (melompat, memanjat, lari, dll).
j. Mengembangkan kemampuan mengontrol emosi, motorik halus dan kasar.
k. Mengembangkan sosialisasi atau bergaul dengan anak dan orang diluar
rumahnya.
l. Memperkenalkan pengertian yang bersifat ilmu pengetahuan, misal :
pengertian mengenai terapung dan tenggelam.
m. Memperkenalkan suasana kompetisi dan gotong royong.
Alat permainan yang dianjurkan :
a. Berbagai benda dari sekitar rumah, buku bergambar, majalah anak-anak,
alat gambar & tulis, kertas untuk belajar melipat, gunting, menyusun
puzzle.
b. Teman-teman bermain : anak sebaya, orang tua, orang lain diluar rumah.
B. KONSEP TERAPI BERMAIN PADA ANAK YANG DIRAWAT DI
RUMAH SAKIT
1. Pengertian
Bermain merupakan cara ilmiah bagi seorang anak untuk
mengungkapkan konflik yang ada dalam dirinya yang awalnya anak belum
sadar bahwa dirinya sedang mengalami konfik.
Menurut Foster dan Pearden bermain didefinisikan sebagai suatu
kegiatan yang dilakukan oleh seorang anak secara sungguh-sungguh sesuai
dengan keinginannya sendiri/tanpa paksaan dari orang tua maupun
lingkungan dimana dimaksudkan semata hanya untuk memperoleh
kesenangan dan kepuasan.
Dengan bermain seorang anak dapat mengekspresikan pikiran, perasaan,
fantasi, serta daya kreasi dengan tetap mengembangkan kreatifitasnya dan
beradaptasi lebih efektif terhadap berbagai sumber stress. Bermain dapat
membuat anak mengungkapkan isi hati melalui kata-kata, anak belajar dan
mampu menyesuaikan diri dengan lingkungannya, objek bermain, waktu,
ruang dan orang.
2. Variasi dan Keseimbangan Dalam Aktivitas Bermain
Variasi dan keseimbangan dalam aktivitas bermain (Sujono Riyadi dan
Sukarmin, 2009), antara lain :
a. Bermain aktif
Adalah kesenangan diperoleh dari apa yang diperbuat oleh mereka sendiri,
seperti:
1) Bermain mengamati/menyelidiki (exploratory play)
Perhatian anak pada aat bermain aalah memeriksa alat permainan
tersebut. Anak memperhatikan alat permainan, mengocok-ngocok
apakah ada bunyinya, mencium, meraba, menekan dan kadang
berusaha untuk membongkar.
2) Bermain konstruksi (Constuction play)
Pada anak umur 3 tahun misalnya dengan menyusun balok- balok
menjadi rumah-rumahan, dll.
3) Bermain drama (dramatic play)
Misalnya bermain sandiwara boneka, main rumah-rumahan
4) Bermain bola, tali dan sebagainya.
b. Bermain pasif
Dalam hal ini anak berperan pasif, seperti dengan melihat atau
mendengar. Bermain pasif ini adalah ideal, apabila anak sudah lelah
bermain aktif dan membutuhkan sesuatu untuk mengatasi kebosanan
dan keletihannya. Contoh:
1) Melihat gambar- gambar dibuku/ majalah
2) Mendengarkan cerita atau musik
3) Menonton tv,dll
3. Fungsi Bermain Terhadap Pertumbuhan dan Perkembangan Anak
Fungsi bermain terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak, (Alice
Zellawati, 2011) antara lain :
a. Perkembangan sensori motorik
Permainan akan membantu perkembangan gerak halus dan pergerakkan
kasar anak dengan cara memainkan suatu objek yang sekiranya anak
merasa senang.
b. Perkembangan kognitif
Membantu anak untuk mengenal benda-benda yang ada disekitarnya.
Misalnya mengenalkan anak dengan warna dan bentuk.
c. Kreatifitas
Mengembangkan kreatifitas pada anak bisa dengan cara memberikan
balok-balok yang banyak kemudian biarkan anak untuk menyusunnya
menajdi bentuk-bentuk yang dia inginkan, kemudian tanyakan bentuk
apa yang sudah dia buat.
d. Perkembangan sosial
Dapat dilakukan dengan mengajari anak berinteraksi dengan orang lain
ataupun teman sebayanya.
e. Kesadaran diri (self awareness)
Dengan bermain anak sadar akan kemampuannya sendiri, kelemahannya
dan tingkah laku terhadap orang lain.
f. Perkembangan moral
Dapat dipeoleh dari orang tua, orang lain yang ada disekitar anak.
g. Komunikasi
Bermain merupakan alat komunikasi terutama pada anak yang masih
belum dapat menyatakan perasaannya secara verbal.

C. KONSEP BERMAIN MENYUSUN PUZZLE

1. Pengertian Bermain Puzzel


Puzzel berasal dari bahasa Inggris yang berarti teka-teki atau bongkar
pasang, media puzzle merupakan media sederhana yang dimainkan dengan
bongkar pasang. Berdasarkan pengertian tentang media puzzle, maka dapat
disimpulkan bahwa media puzzle merupakan alat permainan edukatif yang
dapat merangsang kemampuan matematika anak, yang dimainkan dengan
cara membongkar pasang kepingan puzzle berdasarkan pasangannya
(Maulida & Zulfitria. 2017)
2. Fungsi Bermain Puzzel (Wulandari. 2018)
Permainan puzzle berfungsi untuk:
a. Melatih konsentrasi, ketelitian dan kesabaran
b. Melatih koordinasi mata dan tangan. Anak belajar mencocokkan keping-
keping puzzle dan menyusunnya menjadi satu gambar.
c. Memperkuat daya ingat
d. Mengenalkan anak pada konsep hubungan
e. Dengan memilih gambar/bentuk, dapat melatih anak untuk berfikir
matematis (menggunakan otak kiri).
3. Jenis-jenis Puzzel
Ada beberapa jenis puzzle, antara lain:
a. Puzzle konstruksi
Puzzle rakitan (construction puzzle) merupakan kumpulan potongan-
potongan yang terpisah, yang dapat digabungkan kembali menjadi
beberapa model. Mainan rakitan yang paling umum adalah blok-blok
kayu sederhana berwarna-warni. Mainan rakitan ini sesuai untuk anak
yang suka bekerja dengan tangan, suka memecahkan puzzle, dan suka
berimajinasi.
b. Puzzle batang (stick)
Puzzle batang merupakan permainan teka-teki matematika sederhana
namun memerlukan pemikiran kritis dan penalaran yang baik untuk
menyelesaikannya. Puzzle batang ada yang dimainkan dengan cara
membuat bentuk sesuai yang kita inginkan ataupun menyusun gambar
yang terdapat pada batang puzzle.
c. Puzzle lantai
Puzzle lantai terbuat dari bahan sponge (karet/busa) sehingga baik untuk
alas bermain anak dibandingkan harus bermain di atas keramik. Puzzle
lantai memiliki

desain yang sangat menarik dan tersedia banyak pilihan warna yang
cemerlang. Juga dapat merangsang kreativitas dan melatih kemampuan
berpikir anak. Puzzle lantai sangat mudah dibersihkan dan tahan lama.
d. Puzzle angka
Mainan ini bermanfaat untuk mengenalkan angka. Selain itu anak dapat
melatih kemampuan berpikir logisnya dengan menyusun angka sesuai
urutannya. Selain itu, puzzle angka bermanfaat untuk melatih koordinasi
mata dengan tangan, melatih motorik halus serta menstimulasi kerja
otak.
e. Puzzle transportasi
Transportasi merupakan permainan bongkar pasang yang memiliki
gambar berbagai macam kendaraan darat, laut dan udara. Fungsinya
selain untuk melatih motorik anak, juga untuk stimulasi otak kanan dan
otak kiri. Anak akan lebih mengetahui macam-macam kendaraan.
f. Puzzle logika
Puzzle logika merupakan puzzle gambar yang dapat mengembangkan
keterampilan serta anak akan berlatih untuk memecahkan masalah.
Puzzle ini dimainkan dengan cara menyusun kepingan puzzle hingga
membentuk suatu gambar yang utuh.
g. Puzzle geometri
Puzzle geometri merupakan puzzle yang dapat mengembangkan
keterampilan mengenali bentuk geometri (segitiga, lingkaran, persegi
dan lain-lain), selain itu anak akan dilatih untuk mencocokkan kepingan
puzzle geometri sesuai dengan papan puzzlenya.
h. Puzzle Penjumlahan dan Pengurangan
Puzzle penjumlahan dan pengurangan merupakan puzzle yang dapat
mengembangkan kemampuan logika matematika anak. Dengan puzzle
penjumlahan dan pengurangan anak memasangkan kepingan puzzle
sesuai dengan gambar pasangannya.
4. Cara Bermain Puzzel
a. Sediakan kertas puzzel bergambar
b. Bongkar kertas pazzel tersebut
c. Pasang kembali kertas pazzel sesuai pasangannya masing
d. Di anjurkan lebih baik pada bagian ujung kertas terlebih dahulu
e. Setelah itu bagian samping dengan sesuai pasangannya
f. Kerjakan sampai selesai sesuai dengan gambar seperti semula sebelm
kertas puzzel di bongkar
DAFTAR PUSTAKA

Dora alfiyanti. 2007. Pengaruh terapi bermain terhadap tingkat kecemasan anak usia
pra sekolah selama tindakan keperwatan di Ruang Lukman Rs.Roemani
Semarang. Jurnal keperawatan vol.1. No.1

Maulida, Achlisa & Zulfitria. 2017. Pengembangan Kecerdasan Interpersonal Anak


Autis Melalui Pemanfaatan Media Puzzle Pada Siswa Kelas 2Sekolah Dasar.
1(02): 120-130.

Mulqiah, Zuraida dkk. 2017. Pola Asuh Orang Tua Dengan Perkembangan
Bahasa Anak Prasekolah (Usia 3-6 Tahun). Dunia Keperawatan. 5(01): 61-67.

Perry, Potter. Fundamental of Nursing Fifth Edition. St.Louis: Mosby Company.


2001

Riyadi, Sujono dan Sukarmin. 2009. Asuhan Keperawatan Anak. Yogyakarta: Graha
Ilmu

Soetjiningsih. 1995. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta: EGC

Wong, Donna L, et al. 2007. Wong’s essential of pediatric nursing Sixth Edition.
St.Louis: Mosby Company.

Wulandari, Efi. 2018. Pengaruh Permainan Puzzle Terhadap Perkembangan Kognitif


Pada Anak 5-6 Tahun di Paud Harapan Ananda Kota Bengkulu. Skripsi Tesis.
Istitut Agama Islam Negeri (Iain) Bengkulu.

Zellawati, Alice. 2011. Terapi bermain untuk mengatasi permasalahan pada anak.
Majalah ilmiah informatika vol.2 No.3. Fakultas Psikologi Universitas AKI.

Anda mungkin juga menyukai