Oleh :
LEMBAR PENGESAHAN
MENGETAHUI
Kepala Ruangan
……………..
NIP.
A. KONSEP MEDIS
a. DEFINISI
Kelenjar prostat hanya dimiliki oleh pria. Oleh karena itu, penyakit ini hanya
dialami oleh pria. Hampir semua pria mengalami pembesaran prostat, terutama
pada usia 60 tahun ke atas. Meski begitu, tingkat keparahan gejalanya bisa
berbeda pada tiap penderita, dan tidak semua pembesaran prostat menimbulkan
masalah.
Pada sebagian besar pria, prostat akan terus tumbuh seumur hidup. Ketika
ukurannya cukup besar, prostat akan menghimpit uretra, yaitu saluran yang
mengalirkan urine dari kandung kemih ke lubang kencing. Kondisi inilah yang
menyebabkan munculnya gejala-gejala di atas.
Gejala tersebut muncul akibat tekanan pada kandung kemih dan uretra.
Tekanan ini terjadi ketika kelenjar prostat mengalami pembengkakan atau
pembesaran. Oleh sebab itu, segeralah temui dokter jika mengalami gejala-gejala
tersebut.
Dalam kasus BPH, kondisi ini amat memerlukan diagnosis yang tepat. Sebab
ada beberapa kondisi kesehatan lain yang gejalanya mirip dengan BPH.
Contohnya:
e. KOMPLIKASI
Pembesaran prostat ini terkadang bisa mengarah pada komplikasi. Apalagi bila
tak ditangani dengan tepat dan cepat. Contohnya, ketidakmampuan kandung
kemih untuk mengosongkan urine. Selain itu, ada pula beberapa komplikasi yang
bisa terjadi. Contohnya :
f. PEMERIKSAAN PENUNJANG
b. Penghambat 5-Alfa-Reduktase
Penghambat 5-alfa-reduktase, seperti dutasterid dan finasterid, bekerja
untuk mengurangi volume prostat dengan menurunkan kadar hormon
testosterone/dihidrotestosteron. Obat ini juga merupakan salah satu obat yang
sering diberikan, umumnya diberikan pada pasien dengan ukuran prostat >30
gram. Butuh waktu paling tidak 6 bulan untuk mencapai efek terapetik
maksimal. Obat ini dapat mengurangi progesifitas benign prostatic
hyperplasia, tetapi memiliki risiko cukup tinggi untuk menjadi kanker prostat.
Dosis Obat :
Dustaterid : Sekali sehari satu kapsul (0,5 mg), dapat diberikan bersama
dengan maupun tidak bersama dengan makanan. Meskipun perbaikan
mungkin sudah terlihat pada awal pengobatan, pengobatan selama kurang
lebih 6 bulan diperlukan untuk menilai secara obyektif apakah dapat
diperoleh respon yang memuaskan terhadap pengobatan.
Finasterid : 5 mg/hari; pengobatan harus ditinjau ulang setelah 6 bulan.
c. Antimuskarinik
Obat ini merupakan salah satu terapi benign prostatic hyperplasia terkini.
Cara kerja obat ini adalah menginhibisi respon asetilkolin sehingga
menurunkan kontraktilitas otot detrusor dan mengurangi gejala iritatif LUTS.
Obat ini juga dapat diberikan bersamaan dengan antagonis alfa-1-adrenergik.
Obat ini tidak dapat digunakan apabila pasien mengalami obstruksi saluran
kemih.
Antimuskarinik yang digunakan untuk spasme otot polos saluran cerna
meliputi senyawa amin tersier atropin sulfat dan disikloverin
hidroklorida (disiklomin hidroklorida) dan senyawa amonium
kuaterner propantelin bromida dan hiosin butilbromida. Senyawa amonium
kuaterner kurang larut dalam lipid dibandingkan atropin, sehingga lebih sulit
menembus sawar darah-otak. Selain itu juga absorpsinya lebih kecil.
Dosis :
Propantelin bromida : 15 mg 3 kali sehari sekurang-kurangnya 1 jam
sebelum makan dan 30 mg sebelum tidur, maksimal 120 mg sehari; Anak
tidak dianjurkan
Hiosin butilbromida : Oral (namun absorpsinya buruk, lihat keterangan
di atas), 20 mg 4 kali sehari; Anak 6-12 tahun: 10 mg 3 kali sehari. Injeksi
intramuskuler atau intravena lambat (spasme akut dan spasme pada
prosedur diagnostik) 20 mg, bila perlu diulang setelah 30 menit (dapat
diulang lebih sering pada endoskopi) maksimal 100 mg sehari; Anak: tidak
disarankan.
d. Inhibitor Fosfodiesterase-5
Obat ini merupakan salah satu obat benign prostatic hyperplasia terkini
tetapi cara kerjanya belum diketahui secara pasti. Studi yang ada menyatakan
bahwa penghambat fosfodiesterasi-5, seperti tadalafil, dapat memicu relaksasi
otot halus sehingga melancarkan aliran urin. Obat ini merupakan pilihan
apabila pasien memiliki gejala LUTS yang disertai disfungsi ereksi.
Dosis Tadalafil
Kondisi Dosis
Dosis awal adalah 10 mg, dikonsumsi setidaknya 30 menit
sebelum melakukan hubungan seksual. Dosis dapat
Disfungsi ereksi ditingkatkan menjadi 20 mg sesuai respons tubuh.Obat
juga dapat dikonsumsi 5 mg sekali sehari secara berkala,
dan dapat diturunkan menjadi 2,5 mg sesuai respons tubuh.
e. Agonis Beta-3-Adenoreseptor
Agonis beta-3-adenoreseptor, seperti mirabegron, merupakan obat benign
prostatic hyperplasia yang lebih baru dan dapat digunakan terutama pada
pasien benign prostatic hyperplasia dengan glaukoma. Cara kerja obat ini
masih belum diketahui secara pasti.
Dosis Mirabegron
a. Dewasa dan lanjut usia: 50 mg sebanyak 1 kali/hari.
b. Pasien penderita gangguan fungsi ginjal :
Ringan dan sedang :
a. Tanpa inhibitor : 50 mg/hari.
b. Dengan inhibitor : 25 mg/hari.
Berat tanpa inhibitor : 25 mg/hari.
c. Pasien penderita gangguan fungsi hati :
Ringan :
a. Tanpa inhibitor: 50 mg/hari.
b. Dengan inhibitor: 25 mg/hari.
Sedang tanpa inhibitor : 25 mg/hari
Pembedahan
Tindakan pembedahan pada benign prostatic hyperplasia dapat dilakukan
pada pasien dengan skor IPSS 8 hingga 35. Indikasi tindakan pembedahan
pada benign prostatic hyperplasia adalah kegagalan terapi farmakologi, retensi
urin yang sulit diatasi (evakuasi dengan kateter tidak berhasil), infeksi saluran
kemih berulang, hematuria, batu saluran kemih, dan insufisiensi renalis karena
obstruksi. Pilihan tindakan pembedahan yang ada antara lain adalah:
a. Prostatektomi Terbuka / Open Prostatectomy
Prostatektomi terbuka merupakan pilihan tindakan bedah utama bagi
pasien benign prostatic hyperplasia dengan ukuran prostat yang terlalu besar (100
gram atau lebih) dibandingkan transurethral resection of the prostate (TURP).
Ukuran prostat yang terlalu besar dapat mengakibatkan tidak tuntasnya reseksi
pada TURP.
b. Pembedahan Endourologi
Pembedahan endourologi adalah metode yang paling umum dilakukan untuk
terapi benign prostatic hyperplasia. Prosedur yang dapat dilakukan antara lain
adalah transurethral resection of the prostate (TURP), transurethral incision of
the prostate (TUIP), prostatektomi laser, dan elektrovaporasi. TURP adalah
teknik pembedahan yang paling baik untuk pasien benign prostatic
hyperplasia dengan gejala sedang hingga berat. Sebanyak 95%
pembedahan benign prostatic hyperplasia dilakukan dengan TURP. Tindakan ini
paling ideal dilakukan pada pasien dengan ukuran prostat sedang (60-80 gram)
dengan batas toleransi hingga 100 gram. Akan tetapi, hal ini sangat bergantung
pada pengalaman operator. Prostatektomi dengan laser juga memberikan hasil
yang sama dengan TURP tetapi lebih jarang dilakukan karena harus dilakukan
oleh dokter spesialis urologi yang secara khusus memiliki keterampilan untuk
prostatektomi laser. TUIP merupakan teknik pembedahan untuk benign prostatic
hyperplasia yang cukup baik. Prosedur ini tidak dapat dilakukan pada pasien
dengan karsinoma prostat.
c. Pembedahan Invasif Minimal
Teknik pembedahan invasif minimal pada benign prostatic hyperplasia antara
lain adalah transurethral needle ablation (TUNA), transurethral microwave
therapy (TUMT), dan pemasangan sten. Tindakan bedah invasif minimal
umumnya dilakukan pada pasien benign prostatic hyperplasia dengan ukuran
prostat kecil (30-50 gram). TUMT merupakan pilihan tindakan yang cukup sering
dilakukan, namun memberikan hasil yang kurang baik dibandingkan dengan
TURP. TUNA dapat dilakukan terutama pada pasien benign prostatic
hyperplasia yang masih cukup muda karena resiko untuk
ejakulasi retrograde lebih kecil. Akan tetapi, baik TUMT ataupun TUNA
kecenderungan untuk melakukan operasi ulang dalam 5 tahun lebih tinggi.
Pemasangan stent dapat dilakukan pada pasien dengan gejala berat yang
kondisinya tidak memungkinkan untuk dilakukan pembedahan.
B. KONSEP KEPERAWATAN
Pengkajian
1. Meliputi Meliputi nama,umur, jenis kelamin, agama, suku, alamat, tanggal
masuk, tanggal pengkajian, diagnose medis.
2. Riwayat kesehatan
a. Keluhan utama
b. Keluhan saat pengkajian
c. Keluhan terdahulu
d. Riwayat kesehatan keluarga
3. Pola fungsi kesehatan
a. Aktifitas
b. Istirahat
c. Eliminasi
d. Nutrisi
4. Pemeriksaan fisik
a. Status kesehatan umum
- Keadaan umum
- Kesadaran
- TTV
- TB dan BB
b. Pemeriksaan fisik secara head to toe
5. Data psikologis
a. pendidikan
b. hubungan siosial
c. gaya hidup
d. peran dalam keluarga
6. Data penunjang
7. Pengobatan
Diagnosa keperawatan
1. Retensi urine b/d obtruksi, penyempitan lumen posterior
2. Nyeri akut b/d cortex cerebri saraf eferen, gate kontrol terbuka
3. Resiko infeksi b/d adanya tempat masuk mikroorganisme, luka, iritasi luka
kandung kemih
Intervensi
1.04148
2. Nyeri akut b/d cortex cerebri Setelah dilakukan tindakan Observasi
saraf eferen, gate kontrol dalam waktu 1x24 jam
diharapkan keluhan nyeri 1. Identifikasi
terbuka
menurun, gelisah menurun, lokasi,
tekanan darah membaik, karakteristik,
fungsi berkemih membaik. durasi,
L.08066 frekuensi,
kualitas,
intensitas nyeri.
2. Identifikasi
skala nyeri.
3. Respon nyeri
non verbal.
4. Identifikasi
faktor yang
memperberat
dan
memperingan
nyeri.
5. Identifikasi
pengetahuan
dan keyakinan
tentang nyeri.
6. Identifikasi
pengaruh nyeri
pada kualitas
hidup.
7. Monitor efek
samping
penggunaan
analgetik.
Terapeutik
1. Berikan teknik
nonfarmakologi
untuk
mengurangi
nyeri (mis.
Hipnosis, terapi
pijat,
aromaterapi)
2. Kontrol
lingkungan
yang
memperberat
rasa nyeri (mis.
Suhu ruangan,
pencahayaan,
kebisingan)
3. Fasilitas
istirahat dan
tidur.
4. Pertimbangkan
jenis dan
sumber nyeri
dalam
pemilihan
strategi
meredakan
nyeri.
Edukasi
1. Jelaskan
penyebab,
periode dan
pemicu nyeri.
2. Jelaskan
strategi
meredakan
nyeri.
3. Anjurkan
memonitor
nyeri secara
mandiri.
4. Anjurkan
menggunakan
analgetik secara
cepat.
5. Ajarkan teknik
nonfarmakologi
untuk
mengurangi
rasa nyeri.
Kolaborasi
Kolaborasi
pemberian
analgetik, jika
perlu.
1.08238
3. Resiko infeksi b/d adanya Setelah dilakukan tindakan Observasi
tempat masuk dalam waktu 1x24 jam - Monitor tanda dan
mikroorganisme, luka, iritasi diharapkan kebersihan
gejala infeksi lokal
tangan meningkat,
luka kandung kemih dan sistemik
kebersihan badan
Terapeutik
meningkat, demam
- Batasi jumlah
menurun, kultur urine
membaik. pengunjung
Evaluasi
1. Retensi urine pada pasien membaik
2. Nyeri pada pasien menurun
3. Risiko infeksi pada pasien menurun
FORMAT ASUHAN KEPERAWATAN
NIM : 0118036
I. IDENTITAS
Suku / Bangsa : -
Agama :-
Pendidikan :-
Pekerjaan :-
Alamat :-
1. Keluhan utama :
- Nyeri post operasi
2. Riwayat keperawatan sekarang :
P : Post op BPH
Q : Cekot-cekot, panas
R : di bagian genetalia
S : Skala 7
TB : -
b. Reflek Patologis
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
VII.ANALISA DATA
NO. SYMPTOM ETIOLOGI DIAGNOSA
1. DS : Peningkatan tekanan uretra
- Pasien mengatakan Kerusakan arkus relfeks
susah kencing Blok spinger Retensi urine
DO : Disfungsi neurologis
- Disuria/anuria Efek agen farmakologis
- Distensi kandung kemih
2. DS : Kerusakan jaringan
- Pasien mengeluh nyeri Pelepasan mediator nyeri
DO : Diterima Reseptor nyeri perifer
- Tampak meringis Diterima otak Nyeri akut
- Gelisah Persepsi nyeri
3. DS : - Faktor resiko Resiko infeksi
DO : - Tindakan pembedahan post
TURP
Trauma jaringan
Perawatan tidak adekuat
Resiko infeksi
VIII.DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.04148
2. Nyeri akut b/d post op Setelah dilakukan tindakan Observasi
dalam waktu 1x24 jam 1. Identifikasi lokasi,
diharapkan keluhan nyeri karakteristik, durasi,
menurun, gelisah menurun, frekuensi, kualitas,
tekanan darah membaik, fungsi intensitas nyeri.
berkemih membaik. 2. Identifikasi skala nyeri.
L.08066 3. Respon nyeri non verbal.
4. Identifikasi faktor yang
memperberat dan
memperingan nyeri.
5. Identifikasi pengetahuan
dan keyakinan tentang
nyeri.
6. Identifikasi pengaruh
nyeri pada kualitas
hidup.
7. Monitor efek samping
penggunaan analgetik.
Terapeutik
1. Berikan teknik
nonfarmakologi untuk
mengurangi nyeri (mis.
Hipnosis, terapi pijat,
aromaterapi)
2. Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
(mis. Suhu ruangan,
pencahayaan,
kebisingan)
3. Fasilitas istirahat dan
tidur.
4. Pertimbangkan jenis dan
sumber nyeri dalam
pemilihan strategi
meredakan nyeri.
Edukasi
1. Jelaskan penyebab,
periode dan pemicu
nyeri.
2. Jelaskan strategi
meredakan nyeri.
3. Anjurkan memonitor
nyeri secara mandiri.
4. Anjurkan menggunakan
analgetik secara cepat.
5. Ajarkan teknik
nonfarmakologi untuk
mengurangi rasa nyeri.
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu.
1.09290
3. Resiko infeksi b/d prosedur Setelah dilakukan tindakan Observasi
invasif pembedahan dalam waktu 1x24 jam - Monitor tanda dan gejala
diharapkan kebersihan tangan infeksi lokal dan sistemik
meningkat, kebersihan badan Terapeutik
meningkat, demam menurun, - Batasi jumlah pengunjung
kultur urine membaik. - Berikan perawatan kulit pada
L.12106 area edema
- Cuci tangan sebelum dan
sesudah kontak dengan
pasien dan lingkungan
pasien
- Pertahankan teknik aseptik
pada pasien berisiko tinggi
Edukasi
- Jelaskan tanda dan gejala
infeksi
- Ajarkan cara mencuci tangan
dengan benar
- Ajarkan etika batuk
- Ajarkan cara memeriksa
kondisi luka atauluka operasi
- Anjurkan meningkatkan
asupan nutrisi
- Anjurkan meningkatkan
asupan cairan
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian
imunisasi, jika perlu
1.14539
IX. EVALUASI
DAFTAR PUSTAKA