Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN

DENGAN FRAKTUR HEAD FEMUR DI POLI ORTOPEDI RSD dr.


SOEBANDI JEMBER
disusun guna memenuhi tugas Program Pendidikan Profesi Ners (P3N)
Stase Keperawatan Medikal Bedah

Oleh
Eko Setyawan, S. Kep
NIM 092311101017

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS


PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2015

LAPORAN PENDAHULUAN
KLIEN DENGAN FRAKTUR HEAD FEMUR
Oleh Eko Setyawan, S. Kep.
A. General Concideration
a. Pengertian
Fraktur head femur adalah rusaknya kontinuitas pada tulang femur pada
bagian kaput. Fraktur ini jarang terjadi dan berkaitan dengan adanya
fraktur dislokasi hip. Lokasi dan ukuran dari fraktur serta tingkat
kominusi tergantung pada posisi pinggul saat dislokasi. Kejadian head
femur ini jarang terjadi. Fraktur head femur terjadi sebagai akibat dari
cidera misalnya karena benturan, jatuh dari ketinggian, cidera olahraga,
kecelakaan industry. 5- 15% dari dislokasi pinggul posterior berhubungan
dengan fraktur head femur karena fraktur terjadi antara head femur dan
acetabulum posterior dimana dapat mengakibatkan fraktur impaksi atau
lekukan dari head femur (Woon, Colin dan Taylor Ben. 2014).
Angka kejadian terjadinya fraktur head femur yaitu 10% dapat
diakibatkan dari adanya dislokasi hip posterior dan 25%-75% dapat
disebabkan karena dislokasi hip anterior
B. Anatomi
Head femur atau yang biasa disebut dengan kepala femur adalah tombol
tulang dibagian atas tulang paha. Bagian ini berbentuk seperti bola yang
menghubungkan antara paha dengan panggul dan membentuk sendi panggul.
Bagian head femur ini didukung dengan adanya cairan synovial yang
memungkinkan pergerakan kesegala arah. Femur adalah tulang paha yang
merupakan tulang panjang pada ekstremitas bagian bawah. Poros femur
panjang dan silindris serta memuncak dibagian atas dengan tiga tonjolan yang
disebut dengan trokhanter mayor, trokhanter minor, dan kepala femur atau
head femur. Kepala femur adalah bagian tengah, yang merupakan bagian
terbesar dari tonjolan tersebut dan didukung oleh sebuah cabang kecil dari
tulang yang disebut dengan leher femur atau neck femur. Leher femur

mengarah menuju ke pinggul dengan sudut sekitar 126 derajat, sehingga dapat
menghubungkan dengan acetabulum. Sebuah gerakan pada bagian ini dengan
sudut kecil yang tidak teratut atau sudut besar yang teratur dapat menyebabkan
knock-lutut atau bowleggedness. Head femur hampir bulat, halus, dan
berselubung oleh tulang rawan. Tulang rawan ini membantu melindungi
tulang paha dan panggul selama gerakan sendi panggul.
Sendi pinggul adalah sendi sinovial, dimana ditandai dengan membran
sinovial yang mengeluarkan cairan pelumas sinovial, yang mengisi ruang pada
tulang yang disebut dengan rongga sinovial. Cairan ini membuat lapisan
tulang rawan pada kepala femoral dan acetabulum licin untuk mencegah
gesekan dan kerusakan pada tulang (Kenney, Caitlin. 2014).
Pada Head Femur terdapat beberapa ligamen yaitu :

1. Ligamentum iliofemoraleapexnya terdapat pada os. Illium di antara dua


caput muskulus rectus femoris. Ligamen yang sangat tebal ini berujung
pada

trochanter

major

dan

minor.

Ligamentum

iniberfungsi

mempertahankan art. coxae tetap ekstensi, menghambat rotasi femur,


mencegah batang berputar ke belakang pada waktu berdiri sehingga
mengurangi kebutuhan kontraksi otot untuk mempertahankan posisi
tegak. Ligamentum iliofemorale adalah ligamentum terkuat yang
terdapat pada sendi ini.
2. Ligamentum ischiofemorale mengelilingi caput femoris, jika dilihat
dari posterior. Ligamentum ini berfungsi mencegah rotasi interna
(endorotasi) dari caput femoris.
3. Ligamentum pubofemoralis terdapat pada bagian inferomedialdengan
origo yang lebar pada pubis dan insersionya pada trochanter
minor.Ligamentum ini berfungsi mencegah abduksi, ekstensi, dan rotasi
externa (eksorotasi).
4. Ligamentum transversum acetabuli dan Ligamentum capitifemoris.
Bagian

bolong

disebut

zona

orbicularis.

Capsula

articularis:

membentang dari lingkar acetabulum ke linea intertrochanterica dan


crista intertrochanterica.
5.

Ligamentum teres femoris berbentuk pipih dan segitiga. Ligamentum


ini melekat melalui puncaknya pada lubang yang ada di caput femoris
dan melalui dasarnya pada ligamentum transversum dan pinggir
incisura acetabuli. Ligamentum ini terletak pada sendi dan dan
dibungkus membrana sinovial

Suplai darah head femur berasal dari sumber yaitu:

Vaskularisasi sampai ujung os femur pada Art.Coxae dibentuk oleh tiga


kelompok besar:
1. Pembuluh darah yang melewati colum femoris bersama dengan retinacula
kapsularis dan memasuki caput melalui foramina besar pada basis caput.
Pembuluh darah ini berasal dari cabang arteri sirkumfleksa femoralis melalui
anastomiss dengan arteri cruciate dan arteri trochanterica. Pada orang dewasa
ini merupakan sumber pasokan darah terpenting.
2. Pembuluh darah dalam ligamentum teres yang memasuki caput melaluli
foramina kecil pada fovea. Pembuluh ini berasal dari cabang arteri
obturatoria.
3. Melalui diafisis dari pembuluh darah femoralis nutrisia.
Pada fraktur collum femoris sering terjadi terganggunya aliran darah ke caput
femori. Pembuluh darah Retinacular superior dan pembuluh epifisial
merupakan sumber terpenting untuk suplai darah. Pada fraktur terbuka dapat
menyebabkan kerusakan jaringan sekitarnya termasuk pembuluh darah dan
sinovial (Woon, Colin dan Taylor Ben. 2014).
Sumber utama dari pasokan darah ke head femur disuplai oleh arteri
sirkumfleksa femoralis medial dan lateral. Jika arteri ini rusak, kepala femur
tergantung pada arteri kecil di ligamentum kepala femur, atau ligamentum
teres. Ligamentum ini melekat pada acetabulum di satu ujung dan fovea
kepala femur di sisi lain. Fovea adalah cekungan bulat telur di kepala femoral,

hanya sedikit di bawah pusatnya. Kerusakan di head femur jarang terjadi,


tetapi dapat terjadi dalam kasus dislokasi pinggul (Kenney, Caitlin. 2014).

Otot dan tendon yang berpengaruh pada gerak sendi yaitu :


1. Fleksi: M. iliopsoas, M. pectineus, M. rectus femoris, M. adductor
longus, M. adductor brevis, M. adductor magnus pars anterior tensor
fascia lata
2. Ekstensi:

M.

gluteus

maximus,

M.

semitendinosus,

M.

semimembranosus, M. biceps femoris caput longum, M. adductor


magnus pars posterior
3. Abduksi: M. gluteus medius, M. gluteus minimus, M. piriformis, M.
sartorius, M. tensor fasciae latae
4. Adduksi: M. adductor magnus, M. adductor longus, M. adductor brevis,
M. gracilis, M. pectineus, M. obturator externus, M. quadratus femoris
5. Rotasi medialis: M. gluteus medius, M. gluteus minimus, M. tensor
fasciae latae, M. adductor magnus (pars posterior)
6. Rotasi lateralis: M. piriformis, M. obturator internus, Mm. gamelli, M.
obturator externus, M. quadratus femoris, M. gluteus maximus dan
Mm. adductores
C. Klasifikasi atau Tipe Fraktur
Ada empat klasifikasi fraktur head femur menurut Pipkin.
1) Tipe 1

Fraktur terjadi di bawah fovea, tidak melibatkan bagian berat tubuh dari
head femur.
2) Tipe 2
Fraktur terjadi diatas fovea, dan melibatkan bagian berat tubuh dari head
femur.
3) Tipe 3
Fraktur yang terjadi pada di bagian head femur dengan disertai pula pada
bagian neck femur. Pada tipe ini, dapat menyebabkan tingginya insiden
AVN (avascular necrosis).
4) Tipe 4
Fraktur pada head femur yang melibatkan bagian acetabular.
(Woon, Colin dan Taylor Ben. 2014).
Biasanya diperlukan waktu trauma yang cukup ekstrim untuk menyebabkan
kerusakan tersebut dan mungkin memerlukan pembedahan. Gangguan ke
salah satu arteri utama dapat menyebabkan nekrosis avascular, di mana sel-sel
mulai mati karena kekurangan suplai darah. Ini merupakan komplikasi serius
dan dapat memerlukan penggantian pinggul (Kenney, Caitlin. 2014).

D. Gejala Trias Klinis Dari Fraktur Head Femur


1. Nyeri hebat di tempat fraktur
2. Tak mampu menggerakkan ekstremitas bawah
3. Rotasi luar dari kaki lebih pendek

Diikuti tanda gejala fraktur secara umum, seperti : fungsi berubah, bengkak,
kripitasi, sepsis pada fraktur terbuka, deformitas.
E. Algoritma Pengambilan Keputusan untuk Fraktur Head Femur
Pada fraktur femur anak, dilakukan terapi berdasarkan tingkatan usia. Pada
anak usia baru lahir hingga 2 tahun dilakukan pemasangan bryant traksi.
Sedangkan usia 2-5 tahun dilakukan pemasangan thomas splint. Anak
diperbolehkan pulang dengan hemispica.Pada anak usia 5-10 tahun
ditatalaksana dengan skin traksi dan pulang dengan hemispica gips.
Sedangkan usia 10 tahun ke atas ditatalaksana dengan pemasangan
intamedullary nails atau plate dan screw.
Untuk fraktur femur dewasa, tipe Femoral Head, prinsipnya adalah reduksi
dulu dislokasi panggul. Pipkin I, II post reduksi diterapi dengan touch down
weight-bearing 4-6 minggu. Pipkin I, II dengan peranjakan >1mm diterapi
dengan ORIF. Pipkin III pada dewasa muda dengan ORIF, sedangkan pada
dewasa tua dengan endoprothesis. Pipkin IV diterapi dengan cara yang sama
pada fraktur acetabulum.
1)

Non operatif
a) Hip reduction
Indikasi:
1. Dislokasi akut
2. Mengurangi terjadinya dislokasi pinggul dalam waktu 6 jam
b) TDWB x 4-6 minggu, membatasi adduksi dan rotasi internal
Indikasi:
1. Fraktur head femur tipe 1
2. Fraktur head femur tipe 2 dengan laserasi tulang <1 mm
3. Fragmen tidak stabil
4. Sendi pinggul dalam kondisi stabil

2) Operatif
a) ORIF
Indikasi:
1. Fraktur tipe 2 dengan laserasi >1 mm

2. Jika menunjukkan keterlibatan fraktur pada bagian pinggul


3. Fraktur yang terjadi dengan melibatkan bagian neck femur atau
pada bagian acetabular (tipe 3 dan 4)
4. Polytrauma
5. Dislokasi
Indikasi dan keunggulan:
ORIF (fraktur tipe 1, 2, dan 3)
1. Anterior (Smith-Peterson):
a) Meminimalkan resiko terjadinya AVN
b) Waktu bedah lebih pendek
c) Kehilangan darah sedikit
d) Kemudahan reduksi dan fiksasi (karena head femur umumnya
anteromedial,

dapat

menggunakan

bedah

pinggul

bila

diperlukan)
e) Pembedahan

dengan

menggunakan

pendekatan

anterior

(Smith-Peterson) dan anterolateral (Watson-Jones) dapat


memberikan visualisasi terbaik dari head femur dibandingkan
dengan

pendekatan

posterior.

Pendekatan

ini

dengan

menggunakan internervous plane antara glutealis superior dan


saraf femoralis.
2. Anterolateral (Watson-Jones)
Menggunakan cara intermuscular plane antara tensor fascia lata dan
gluteus medius (kedua nervus gluteal superior).

ORIF (fraktur tipe 4)


1. Posterior

(Kocher-Langenbeck)

approach dengan

digastric

osteotomy
a) Memberikan visualisasi atau gambaran terbaik dari fraktur
head femur dan fraktur dinding acetabulum posterior

b) Mempertahankan sirkulasi arteri sirkumfleksa medial ke HEA


femoralis
2. Anterior (Smith-Peterson)
Untuk fiksasi dari fraktur suprafoveal (jika fraktur fragmen pada
dinding kecil, dapat diatasi tanpa dengan pembedahan).
b) Arthroplasty
Indikasi:
1. Pada fraktur tipe 1, 2, 3, dan 4 pada pasien yang lebih tua
2. Fraktur yang terjadi pada tempat yang signifikan, pada pasien
dengan osteoporosis, dan comminuted.
3. Pendekatan posterior (Kocher-Langenbeck) dapat memberikan
gambaran atau visualisasi terbaik pada fraktur dinding acetabular
posterior.
Total Hip Replacement
Prosedur operasi ini adalah memerlukan caput femur buatan dan
acetabular cup buatan. Pertimbangan sebelum operasi adalah umur
hewan minimal 9 bulan, ukuran dari femur dan cup acetabular, berat
badan hewan minimal 13-18 kg, dan hewan harus bebas dari infeksi.
Teknik Operasi
a. Pendekatan persendian coxofemoral bersambung dengan pendekatan
craniolateral.
b. Pindahkan caput femur dan porsi leher terus osteotomy garis yang
paralel kerah dari prosthesis, dan melebarkan cup acetabular ke
medial dinding pelvis. Lebarkan dan kaitkan medullary cavity dari
femur untuk menerima sebuah batang femur percobaan.
c. Eratkan prosthetic cup acetabular dan batang femur kedalam
posisinya dengan polymethilmethacrylate (Howemedica).
d. Setelah caput femur diamankan ke atas batang, turunkan kedalam cup.
e. Tutup kapsul persendian dengan rapat, tutup sisa jaringan dengan
jahitan.
Post operasi dan komplikasi
a. Batasi aktivitas untuk berjalan selama 3 bulan, setelah itu hewan dapat
kembali beraktivitas.
b. Lebih dari 95% hewan dengan prosedur ini dapat pulih kembali
seperti hewan normal.

c.

Komplikasi termasuk infeksi, luksasio, fraktura, dan neurapraxia.

Femoral Head dan Neck Osteotomy


Teknik Operasi
a. Buat pendekatan craniolateral ke persendian pinggul dan luksasi dari
pinggul, jika ligamennya utuh sayat.
b. Lakukan osteotomy dengan memutar bagian luar kaki dimana garis
persendian dari stifle adalah paralel dengan meja operasi.
c. Identifikasi garis osteotomy perpendicular ke meja operasi pada
penghubung leher femur dan metaphysis femur.
d. Periksa setelah kepala dan leher femur dihilangkan, untuk palpasi
permukaan dari potongan (irregular permukaan)
e. Jahit kapsul persendian dan otot gluteal bagian dalam sampai
acetabulum jika memungkinkan.
f. Tutup dengan menjahit vastus lateralis dan otot gluteal bagian dalam,
tensor fascia lata, jaringan subkutan dan kulit (Woon, Colin dan Taylor
Ben. 2014).
F.

Perawatan post operasi


Drainase dengan menggunakan suction digunakan untuk mencegah terjadinya
hematoma. Dapat dilepas setelah 24 36 jam setelah operasi. Fisioterapi yang
dapat dilakukan post operasi fraktur head femur adalah terapi latihan, dimana
untuk melatih gerak dari femur. Terapi latihan adalah usaha pengobatan
dalam fisioterapi yang pelaksanaannya menggunakan latihan-latihan gerakan
tubuh, baik secara aktif maupun pasif. Terapi yang dapat dilakukan post op
yaitu:
1) Static Contraction
Terjadi kontraksi otot tanpa disertai perubahan panjang otot dan tanpa
gerakan pada sendi. Latihan ini dapat meningkatkan tahanan perifer
pembuluh darah, vena yang tertekan oleh otot yang berkontraksi
menyebabkan darah di dalam vena akan terdorong ke proksimal yang
dapat mengurangi oedem, dengan oedem berkurang, maka rasa nyeri juga
dapat berkurang. Latihan ini dapat dilakukan pada hari pertama post op.
cara melakukannya yaitu, posisi pasien berbaring terlentang, ditujukan
untuk otot quadriceps femoris. Tangan terapis berada di bawah fossa
poplitea sisi yang sakit, lalu pasien diminta menekan tangan terapis selama
6 kali hitungan. Latihan ini dilakukan sekali sehari dengan pengulangan

10-12 kali dan dilakukan setiap hari. Latihan ini diharapkan dapat
mengurangi oedem dan nyeri.
2) Passive Movement
Passive movement adalah gerakan yang ditimbulkan oleh adanya kekuatan
dari luar sementara itu otot pasien lemas. Passive movement ada 2, yaitu :
a) Relaxed Passive Movement
Gerakan pasif hanya dilakukan sebatas timbul rasa nyeri. Bila pasien
sudah merasa nyeri pada batas lingkup gerak sendi tertentu, maka
gerakan dihentikan.
b) Forced Passive Movement
Forced Passive Movement bertujuan untuk menambah lingkup gerak
sendi. Tekniknya hampir sama dengan relaxed passive movement,
namun di sini pada akhir gerakan diberikan penekanan sampai pasien
3)

mampu menahan rasa nyeri


Active Movement
Merupakan gerakan yang dilakukan oleh otot anggota gerak tubuh pasien
itu sendiri. Pada kondisi oedem, gerakan aktif ini dapat menimbulkan
pumping action yang akan mendorong cairan bengkak mengikuti aliran
darah ke proksimal. Latihan ini juga dapat digunakan untuk tujuan
mempertahankan kekuatan otot, latihan koordinasi dan mempertahankan
mobilitas sendi. Active Movement terdiri dari :
a) Free Active Movement
Gerakan dilakukan sendiri oleh pasien, hal ini dapat meningkatkan
sirkulasi darah sehingga oedem akan berkurang, jika oedem berkurang
maka nyeri juga dapat berkurang. Gerakan ini dapat menjaga lingkup
gerak sendi dan memelihara kekuatan otot.
b) Assisted Active Movement
Gerakan ini berasal dari pasien sendiri,

sedangkan

terapis

memfasilitasi gerakan dengan alat bantu, seperti sling, papan licin


ataupun tangan terapis sendiri. Latihan ini dapat mengurangi nyeri
karena merangsang relaksasi propioseptif.
c) Ressisted Active Movement
Ressisted Active Movement merupakan gerakan yang dilakukan oleh
pasien sendiri, namun ada penahanan saat otot berkontraksi. Tahanan
yang diberikan bertahap mulai dari minimal sampai maksimal.
Latihan ini dapat meningkatkan kekuatan otot.

4)

Hold Relax
Hold Relax adalah teknik latihan gerak yang mengkontraksikan otot
kelompok antagonis secara isometris dan diikuti relaksasi otot tersebut.
Kemudian dilakukan penguluran otot antagonis tersebut. Teknik ini

5)

digunakan untuk meningkatkan lingkup gerak sendi.


Latihan Jalan
Latihan transfer dan ambulasi penting bagi pasien agar pasien dapat
kembali ke aktivitas sehari-hari. Latihan transfer dan ambulasi di sini
yang penting untuk pasien adalah latihan jalan. Mula-mula latihan jalan
dilakukan dengan menggunakan dua axilla kruk secara bertahap dimulai
dari non weight bearing atau tidak menumpu berat badan sampai full
weight bearing atau menumpu berat badan. Metode jalan yang digunakan
adalah swing, baik swing to ataupun swing through dan dengan titik
tumpu, baik two point gait, three point gait ataupun four point gait.
Latihan ini berguna untuk pasien agar dapat mandiri walaupun masih
menggunakan alat bantu.

G. Komplikasi
1) Osifikasi heterotropic
Merupakan pembentukan tulang di luar jaringan lunak . Kejadian

secara

keseluruhan

adalah

6-64%.

Pendekatan

anterior

dapat

meningkatkan resiko terjadinya osifikasi heterotopic dibandingkan dengan


pendekatan posterior
Penanganan:
Dengan terapi radiasi jika ada kekhawatiran untuk terjadinya HO terutama
jika ada kaitannya dengan adanya cedera kepala
2) AVN
Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau
terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali dengan
adanya Volkmans Ischemia. Kejadiannya adalah 0-23% resiko lebih besar
pada pasien dengan reduksi yang gagal pada dislokasi hip.

3) Sciatic nerve neuropraxia


Kejadiannya adalah 10-23%. Biasanya pada bagian nervus sciatic dan 6070% dapat pulih secara spontan.

4) DJD (Degenerative Joint Disease) atau osteoarthritis


Insidensi infeksi 8-75%, hal ini terjadi karena keganjilan sendi atau
kerusakan tulang rawan awal. Sistem pertahanan tubuh rusak bila ada
trauma pada jaringan. Pada trauma orthopedic infeksi dimulai pada kulit

(superficial) dan masuk ke dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur
terbuka, tapi bisa juga karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan
seperti pin dan plat.

5) Penurunan rotasi internal


Mungkin secara klinis tidak bermasalah atau bahkan dapat menyebabkan
kecacatan
H. Managemen Keperawatan
a. Pengkajian
1. Data Biografi
Identitas pasien seperti umur, jenis kelamin, alamat, agama,
2.

3.

penaggung jawab, status perkawinan.


Riwayat Kesehatan
a. Riwayat medis dan kejadian yang lalu
b. Riwayat kejadian cedera, seperti kapan terjadi dan penyebab
terjadinya
Pemeriksaan fisik
a. Aktivitas/istirahat
Tanda: Keterbatasan/kehilangan fungsi pada bagian yang terkena
(mungkin segera, fraktur itu sendiri, atau terjadi secara sekunder,
dari pembengkakan jaringan, nyeri).
b. Sikulasi
Tanda: Hipertensi (kadang-kadang terlihat sebagai respon terhadap
nyeri/ansietas) atau hipotensi

(kehilangan darah). Takikardia

(respon stres, hipovolemia). Penurunan/tak ada nadi pada bagian

distal yang cedera, pengisian kapiler lambat, pucat pada bagian


yang terkena. Pembengkakan jaringan atau massa hematoma pada
sisi cedera.
c. Neurosensori
Gejala: hilang gerakan/sensasi, spasme otot, kebas/kesemutan
(parestesis).
Tanda: deformitas lokal, angulasi abnormal, pemendekan, rotasi,
krepitasi (bunyi berderit), spasme otot, terlihat kelemahan/hilang
fungsi. Agitasi (mungkin berhubungan dengan nyeri/ansietas atau
trauma lain).
d. Nyeri/kenyamanan
Gejala : nyeri berat tiba-tiba pada saat cedera (mungkin
terlokalisasi pada area jaringan/kerusakan tulang, dapat berkurang
pada imobilisasi), tidak ada nyeri akibat kerusakan saraf.
Spasme/kram otot (setelah imobilisasi)
e. Keamanan
Tanda: laserasi kulit, avulsi jaringan, perdarahan, perubahan
warna. Pembengkakan lokal (dapat meningkat secara bertahap atau
tiba-tiba).
f. Keadaan Lokal
5 P yaitu Pain, Palor, Parestesia, Pulse, Pergerakan). Pemeriksaan
pada sistem muskuloskeletal adalah harus diperhitungkan keadaan
proksimal

serta

bagian

distal

terutama

mengenai

status

neurovaskuler (untuk status neurovaskuler


1) Look (inspeksi)
Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain:
a) Cicatriks (jaringan parut baik yang alami maupun buatan
seperti bekas operasi).
b) Fistulae.
c) Warna
kemerahan

atau

kebiruan

(livide)

atau

hyperpigmentasi.
d) Benjolan, pembengkakan, atau cekungan dengan hal-hal yang
tidak biasa (abnormal).
e) Posisi dan bentuk dari ekstrimitas (deformitas)
f) Posisi jalan (gait, waktu masuk ke kamar periksa)
2) Feel (palpasi)

Pada waktu akan palpasi, terlebih dahulu posisi pasien


diperbaiki mulai dari posisi netral (posisi anatomi). Pada
dasarnya

ini merupakan pemeriksaan yang memberikan

informasi dua arah, baik pemeriksa maupun pasien. Yang perlu


dicatat adalah: Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan
kelembaban kulit, apabila ada pembengkakan apakah terdapat
fluktuasi atau oedema terutama disekitar persendian, nyeri tekan
(tenderness),

krepitasi,

catat

letak

kelaina.

Otot: tonus pada waktu relaksasi atau kontraksi, benjolan yang


terdapat di permukaan atau melekat pada tulang. Selain itu juga
diperiksa status neurovaskuler. Apabila ada benjolan, maka sifat
benjolan perlu dideskripsikan permukaannya, konsistensinya,
pergerakan terhadap dasar atau permukaannya, nyeri atau tidak,
dan ukurannya.
3) Move (pergerakan terutama lingkup gerak)

Setelah melakukan pemeriksaan feel, kemudian diteruskan


dengan menggerakan ekstrimitas dan dicatat apakah terdapat
keluhan nyeri pada pergerakan. Pencatatan lingkup gerak ini
perlu,

agar

dapat

mengevaluasi

keadaan

sebelum

dan

sesudahnya. Gerakan sendi dicatat dengan ukuran derajat, dari


tiap arah pergerakan mulai dari titik 0 (posisi netral) atau dalam
ukuran metrik. Pemeriksaan ini menentukan apakah ada
gangguan gerak (mobilitas) atau tidak. Pergerakan yang dilihat
adalah gerakan aktif dan pasif.
4) Pemeriksaan Diagnostik
a) Pemeriksaan Radiologi
Sebagai penunjang, pemeriksaan yang penting adalah
pencitraan menggunakan sinar rontgen (x-ray). Untuk
mendapatkan gambaran 3 dimensi keadaan dan kedudukan
tulang yang sulit, maka diperlukan 2 proyeksi yaitu AP atau
PA dan lateral. Dalam keadaan tertentu diperlukan proyeksi
tambahan (khusus) ada indikasi untuk memperlihatkan
pathologi yang dicari karena adanya superposisi. Perlu

disadari bahwa permintaan x-ray harus atas dasar indikasi


kegunaan pemeriksaan penunjang dan hasilnya dibaca
sesuai dengan permintaan.
1) Tomografi: menggambarkan tidak satu struktur saja tapi
struktur yang lain tertutup yang sulit divisualisasi. Pada
kasus ini ditemukan kerusakan struktur yang kompleks
dimana tidak pada satu struktur saja tapi pada struktur
lain juga mengalaminya.
2) Myelografi: menggambarkan

cabang-cabang

saraf

spinal dan pembuluh darah di ruang tulang vertebrae


yang mengalami kerusakan akibat trauma.
3) Arthrografi: menggambarkan jaringan-jaringan ikat
yang rusak karena ruda paksa.
4) Computed
Tomografi-Scanning:

menggambarkan

potongan secara transversal dari tulang dimana


didapatkan suatu struktur tulang yang rusak.
5) MRI: menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur.
b) Pemeriksaan Laboratorium
1) Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada
tahap penyembuhan tulang.
2) Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan

menunjukkan kegiatan osteoblastik dalam membentuk


tulang.
3) Enzim

otot

seperti

Kreatinin

Kinase,

Laktat

Dehidrogenase (LDH-5), Aspartat Amino Transferase


(AST),

Aldolase

yang

meningkat

penyembuhan tulang.
c) Pemeriksaan lain-lain
1) Pemeriksaan mikroorganisme

kultur

pada

dan

tahap

test

sensitivitas: didapatkan mikroorganisme penyebab


infeksi.
2) Biopsi tulang dan otot: pada intinya pemeriksaan ini
sama dengan pemeriksaan diatas tapi lebih dindikasikan
bila terjadi infeksi.

3) Elektromyografi: terdapat kerusakan konduksi saraf


yang diakibatkan fraktur.
4) Arthroscopy: didapatkan jaringan ikat yang rusak atau
sobek karena trauma yang berlebihan.
5) Indium Imaging: pada pemeriksaan ini didapatkan
adanya infeksi pada tulang.

b. Pathway
Trauma (langsung/ tidak langsung)

Fraktur patologis

Fraktur (terbuka atau tertutup)


Kehilangan integritas tulang

Ketidaksetabilan posisi
fraktur apabila organ
fraktur digerakkan
Fragmen tulang yang
patah menusuk organ
sekitar

Perubahan fragmen tulang,


kerusakan pada jaringan dan
pembuluh darah
Perdarahan lokal

Hematoma pada
daerah fraktur

Fraktur terbuka ujung


tulang menembus otot
dan kulit
luka

Gangguan integritas
kulit

Nyeri
Kompartemen
sindrom, keterbatasan
aktifitas
Defisit perawatan
diri

Aliran darah ke daerah


distal berkurang atau
terhambat
Warna jaringan pucat,
nadi lemah, sianosis,
kesemutan

Port de entry kuman


Resiko infeksi
Gangguan
perfusi
jaringan

Kerusakan
neuromuskular
Gangguan fungsi
organ distal
Hambatan
mobilitas fisik

c. Diagnosa
1) Nyeri akut berhubungan dengan diskontinuitas tulang.
2) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan

kerusakan

muskuloskeletal.
3) Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan kerusakan akibat
trauma.
4) Resiko infeksi berhubungan dengan adanya port de entry akibat
trauma fisik.
5) Gangguan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan suplai oksigen
tidak adekuat
d. Perencanaan Keperawatan
No.
1.

Diagnosa
Keperawatan
Nyeri akut
berhubungan
dengan
diskontinuitas
tulang.

Tujuan dan Kriteria


Hasil
NOC : Pain level and
Pain Control
Kriteria Hasil :
a. Klien mampu
mengontrol nyeri

Intervensi dan
Rasional
NIC : Pain management
1. Lakukan pengkajian
nyeri secara
komprehensif
(PQRST)

(tahu penyebab
nyeri dan mampu
menggunakan
teknik non
farmakologik untuk
mengurangi nyeri)
b. Mampu mengenali
nyeri (skala,
intensitas,
frekuensi)
c. Klien menyatakan
rasa nyaman setelah
nyeri berkurang

2.

3.

4.

5.

2.

Resiko infeksi
berhubungan
dengan adanya port
de entry akibat
pemasangan trauma
fisik.

Rasional :
mengetahui skala
nyeri yang dirasakan
pasien
Kontrol lingkungan
pasien yang dapat
mempengaruhi nyeri
seperti suhu ruangan,
pencahayaan, dan
kebisingan
Rasional :
memberikan
kenyamanan bagi
pasien
Ajarkan tentang
teknik non
farmakologik seperti
teknik nafas dalam
Rasional :
mengalihkan rasa
nyeri yang dirasakan
pasien
Tingkatkan istirahat
Rasional :
manajemen nyeri
pasien
Evaluasi keefektifan
kontrol nyeri
Rasional :
mengevaluasi hasil
tindakan dan
menentukan
intervensi lanjutan

NOC: immune status


1. pertahankan teknik
Kriteria hasil:
aseptic
a. klien bebas dari
Rasional : mencegah
tanda infeksi
persebaran kuman
b. jumlah lekosit
dalam batas normal 2. batasi jumlah
pengunjung
Rasional : mencegah
pertambahan kuman
baru

3.

Kerusakan integritas
jaringan
berhubungan
dengan kerusakan
akibat trauma.

Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
selama 7x24 jam
kerusakan integritas
kulit dapat teratasi
dengan kriteria hasil :
NOC : Wound Healing
a. Integritas
permukaan kulit
kembali
b. Melaporkan
adanya penrubahan
sensasi nyeri pada
tempat luka
c. Mampu
mendemonstrasika
n rencana untuk
penyembuhan kulit
dan mencegah
trauma berulang

3. intruksikan
pengunjung untuk
mencuci tangan dan
menggunakan baju
yang diperbolehkan
masuk ruangan
Rasional :
meminimalisir
jumlah kuman
4. tingkatkan intake
nutrisi
Rasional :
meningkatkan status
imun untuk
meningkatkan daya
tahan tubuh
5. monitor tanda-tanda
vital, dan hasil
laboratorium
Rasional :
memonitor status
infeksi
NIC : Incision site care
1. Kaji lokasi
kerusakan kulit dan
ketahui penyebab
kerusakan
Rasional :
pengkajian utama
untuk menentukan
intervensi yang dapat
dilakukan
2. Tentukan kondisi
kerusakan kulit saat
ini
Rasional:
mengetahui seberapa
dalam luka yang
merusak jaringan
3. Monitor area yang
rusak dari perubahan

d. Mampu
menjelaskan
langkah-langkah
untuk
penyembuhan

4.

Gangguan mobilitas
fisik berhubungan
dengan kerusakan
muskuloskeletal

warna, kemerahan,
bengkak, perubahan
suhu, nyeri atau
tanda infeksi lainnya.
Rasional:
mengidentifikasi
masalah lain yang
mungkin muncul
4. Hindari tekanan pada
area yang sakit
Rasional : mencegah
adanya tekanan yang
menyebabkan luka
semakin parah
5. Evaluasi penggunaan
alas pada bagian
yang sakit
Rasional:
mempertahankan
kenyamanan pasien
6. Kolaborasi untuk
pemberian salep atau
obat topical lainnya
Rasional :
pencegahan untuk
infeksi dan juga
penyembuhan
Setelah dilakukan
NIC: exercise therapy
asuhan keperawatan
(ambulation)
1. Kaji kemampuan
selama 7x24 jam
fungsional otot
pasien mampu
Rasional :
bergerak bebas dengan
mengidentifikasi
kriteria hasil
kekuatan /kelemahan
NOC: joint movement
dapat membantu
dan mobility level
memberi informasi
a. Peningkatan
aktivitas pasien
yang diperlukan untuk
b. Memperagakan
membantu pemilihan
penggunaan alat
intervensi
bantu untuk
2. Atur posisi tiap 2 jam,
mobilisasi
(supinasi, sidelying)
terutama pada bagian
yang sakit

Rasional : dapat
menurunkan resiko
iskemia jaringan
injury. Sisi yang sakit
biasanya kekurangan
sirkulasi dan sensasi
yang buruk serta lebih
mudah terjadi
kerusakan
kulit/dekubitus.
3. Mulai ROM.
Aktif/pasif untuk
semua ekstremitas .
Anjurkan latihan
meliputi latihan otot
quadriceps/gluteal
ekstensi, jari dan
telapak tangan serta
kali.
Rasional :
meminimalkan atropi
otot, meningkatkan
sirkulasi, membantu
mencegah kontraktur,
menurunkan resiko
hiperkalsiurea dan
osteoporosis pada
pasien dengan
haemorhagic.
4. Tempatkan bantal di
bawah aksila sampai
lengan bawah
Rasional : mencegah
abduksi bahu dan
fleksi siku
5. Elevasi lengan dan
tangan
Rasional : dapat
meningkatkan aliran
balik vena dan
mencegah terjadinya
formasi edema.

5.

Gangguan perfusi
jaringan perifer
berhubungan
dengan suplai
oksigen tidak
adekuat

6. Observasi sisi yang


sakit seperti warna,
edema, atau tanda lain
seperti perubahan
sirkulasi.
Rasional : jaringan
yang edema sangat
mudah mengalami
trauma, dan sembuh
dengan lama.
7. Kolarobarsi dengan
ahli terapi fisik, untuk
latihan aktif, latihan
dengan alat bantu dan
ambulasi pasien.
Rasional : program
secara individual akan
sesuai dengan
kebutuhan pasien baik
dalam perbaikan
deficit keseimbangan ,
koordinasi dan
kekuatan
Tujuan : setelah
1. Ukur tanda-tanda
vital, observasi
dilakukan tindakan
pengisian kapiler,
keperawatan selama 3
warna
x 24 jam pasien
kulit/membrane
menunjukkan perfusi
mukosa, dasar kuku.
yang adekuat
2. Auskultasi bunyi
Kriteria Hasil :
napas
a. Tanda-tanda
vital3. Observasi keluhan
nyeri dada, palpitasi.
stabil
4.
Evaluasi respon
b. Membran mukosa
verbal melambat,
berwarna
merah
agitasi, gangguan
muda
memori, bingung.
c. Pengisian kapiler
Haluaran urine adekuat 5. Evaluasi keluhan
dingin, pertahankan
suhu lingkungan dan
tubuh supaya tetap
hangat.
Kolaborasi
6. Observasi hasil

7.
8.
9.

pemeriksaan
laboratorium darah
lengkap.
Berikan transfusi
darah lengkap/packed
sesuai indikasi
Berikan oksigen
sesuai indikasi
Siapkan intervensi
pembedahan sesuai
indikasi.

Daftar pustaka
Caitlin Kenney. 2014. Femoral Head Fracture. http://www.wisegeek.com/what-isthe-femoral-head.htm [30 Agustus 2014]
Colin Woon, Ben Taylor. 2014. Femoral Head Fracture. http:// www. orthobullets.
com/trauma/ 1036/femoral-head-fractures [30 Agustus 2014]
_. 2008. Nursing Interventions Classification (NIC). Mosby: Missouri
_. 2008. Nursing Outcomes Classification (NOC). Mosby: Missouri

Anda mungkin juga menyukai