Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN

ASUHAN KEPERAWATAN CAMPAK


DI RUANG R7 B RS DR.SAIFUL ANWAR MALANG

DEPARTEMEN
KEPERAWATAN ANAK

OLEH :

INGGAR FOURUSITA

201920461011080

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2020

1
LEMBAR PENGESAHAN

ASUHAN KEPERAWATAN THYPOID


DI RUANG R.7B RS DR.SAIFUL ANWAR MALANG

DEPARTEMEN
KEPERAWATAN ANAK
KELOMPOK 12

NAMA: INGGAR FOURUSITA

NIM: 201920461011080

TGL PRAKTEK/MINGGU KE :13-18 Juli 2020/ MINGGU 1

Malang, 18 Juli 202020


Mahasiswa, Pembimbing,

(Inggar Fourusita) (Nurul Aini, M.Kep)

2
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN.................................................................................................................2
DAFTAR ISI........................................................................................................................................3
BAB I. LAPORAN PENDAHULUAN...............................................................................................4
A. Definisi......................................................................................................................................4
B. Etiologi......................................................................................................................................4
C. Epidemologi..............................................................................................................................5
D. Tanda dan Gejala.......................................................................................................................5
E. Patofisologi................................................................................................................................6
F. Pemeriksaan Penunjang.............................................................................................................8
G. Penatalaksanaan.........................................................................................................................8
H. Konsep Asuhan Keperawatan (FOKUS PADA KASUS)..........................................................9
I. Diagnosa Keperawatan (SDKI)...............................................................................................12
J. Luaran Keperawatan (SLKI) dan Intervensi Keperawatan (SIKI)...........................................12
Daftar Pustaka...................................................................................................................................18

3
BAB I. LAPORAN PENDAHULUAN

A. Definisi

Morbili adalah penyakit infeksi virus akut,menular yang ditandai 3 stadium yaitu
stadium kataral, stadium erupsi, dan stadium konvalensensia. Morbili dapat disebut juga
campak, ”measles”, rubeola (IKA,FKUI Volume 2, 2009) Morbili ialah penyakit infeksi
virus akut, menular yang ditandai dengan 3 stadium yaitu : stadium inkubasi, stadium
prodromal dan stadium erupsi (Rampengan, 2007).
Campak adalah organisme yang sangat menular ditularkan melalui rute udara dari
seseorang yang terinfeksi pada orang lain yang rentan (Smeltzer, 2012).

B. Etiologi

Penyebabnya adalah virus morbili yang terdapat dalam sekret nasofaring dan darah
selama masa prodormal sampai 24 jam setelah timbulnya bercak- bercak. Cara
penularannya dengan droplet dan kontak (IKA,FKUI Volume 2, 2007). Penyebab
penyakit ini adalah sejenis virus yang tergolong dalam famili  paramyxovirus yaitu genus
virus morbili. Virus ini sangat sensitif terhadap  panas dan dingin, dan dapat diinaktifkan
pada suhu 30oC dan -20oC, sinar matahari, eter, tripsin, dan beta propiolakton. Sedang
formalin dapat memusnahkan daya infeksinya tetapi tidak mengganggu aktivitas
komplemen (Rampengan, 2007).
Penyebab morbili adalah virus morbili yang terdapat dalam sekret nasofaring dan
darah selama masa prodromal sampai 24 jam setelah timbul  bercak-bercak, cara
penularan dengan droplet dan kontak (Ngastiyah, 2007). Campak adalah suatu virus
RNA, yang termasuk famili Paramiksoviridae, genus Morbilivirus. Dikenal hanya 1 tipe
antigen saja; yang strukturnya mirip dengan virus penyebab parotitis epidemis dan
parainfluenza. Virus tersebut ditemukan di dalam sekresi nasofaring, darah dan air kemih,
paling tidak selama periode prodromal dan untuk waktu singkat setelah munculnya ruam
kulit. Pada suhu ruangan, virus tersebut dapat tetap aktif selama 34 jam. (Nelson, 2010).

4
C. Epidemologi
Penyakit campak bersifat endemik di seluruh dunia, pada tahun 2013 terjadi 145.700
kematian yang disebabkan oleh campak di seluruh dunia (berkisar 400 kematian setiap
hari atau 16 kematian setiap jam) pada sebagian besar anak kurang dari 5
tahun.2Berdasarkan laporan DirJen PP&PL DepKes RI tahun 2014, masih banyak kasus
campak di Indonesia dengan jumlah kasus yang dilaporkan mencapai 12.222 kasus.
Frekuensi KLB sebanyak 173 kejadian dengan 2.104 kasus. Sebagian besar kasus campak
adalah anak-anak usia pra-sekolah dan usia SD. Selama periode 4 tahun, kasus campak
lebih banyak terjadi pada kelompok umur 5-9 tahun (3591 kasus) dan pada kelompok
umur 1-4 tahun (3383 kasus) (Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan
Lingkungan, 2014).

D. Tanda dan Gejala


Masa tunasnya adalah 10-20 hari, dan penyakit ini dibagi menjadi dalam 3 stadium
yaitu:
1. Stadium Kataral (Prodormal) Berlangsung selama 4-5 hari dengan tanda gejala
sebagai berikut: panas, malaise, batuk, fotofobia, konjungtivitis, koriza (menjelang
akhir stadium kataral dan 24 jam sebelum timbul enantema, timbul bercak koplik
berwarna putih kelabu, sebesar ujung jarum dan dikelilingi oleh eritema tapi itu sangat
jarang dijumpai. Diagnosa  perkiraan yang besar dapat dibuat bila ada bercak koplik
dan penderita  pernah kotak dengan penderita morbili dalam waktu 2 minggu
terakhir).
2. Stadium Erupsi Gejala klinik yang muncul pada stadium ini adalah:
a) Koriza dan Batuk bertambah  
b) Timbul enantema dipalatum durum dan palatum mole
c) Kadang terlehat bercak koplik
d) Adanya eritema, makula, papula yang disertai kenaikan suhu badan.
e) Terdapat pembesaran kelenjar getah bening
f) Splenomegali
g) Diare dan muntah
Variasi dari morbili disebut “Black Measles” yaitu morbili yang disertai pendarahan
pada kulit, mulut, hidung dan traktus digestivus.
3. Stadium konvalensensi
a. Erupsi mulai berkurang dengan meninggalkan bekas (hiperpigmentasi)  

5
b. Suhu menurun sampai normal kecuali ada komplikasi (IKA,FKUI Volume
2,2006).
E. Patofisologi
Virus masuk melalui saluran pernafasan secara dropletdan selanjutnya masuk kelenjar
getah bening yang berada di bawah mukosa,virus memperbanyak diri kemudian
menyebar ke sel-sel jaringan limforetikuler seperti limpa. Sel monokuler yang terinfeksi
membentuk sel berinti raksasa yang disebut sel warthin, sedangkan sel T limfosit meliputi
kelas penekanan dan penolong yang rentan terhadap infeksi, aktif membelah. Pada saat 5-
6 hari sesudah infeksi awal, fokus infeksi terwujud yaitu ketika virus masuk ke dalam
pembuluh darah dan menyebar ke permukaan epitel orofaring, konjungtiva, saluran
pernafasan, kulit, kandung seni, saluran usus, dan selanjutnya pada hari ke 9-10 fokus
infeksi berada di epitel saluran napas. Pada saat itu muncul gejala coriza(pilek) disertai
dengan peradangan selaput konjungtiva yang tampak merah. Pasien tampak lemah
disertai suhu tubuh yang meningkat, selanjutnya pasien tampak sakit berat sampai muncul
ruam kulit. Pada hari ke 2 tampak pada mukosa pipi suatu ulcera kecil merupakan tempat
virus tumbuh selanjutnya mati dan kelainan ini merupakan tanda patognomonik untuk
menegakkan diagnosa. Akhirnya muncul ruam makulopapular di hari ke-14 sesudah awal
infeksi dan pada saat itu antibodi humoral dapat dideteksi dan selanjutnya suhu tubuh
menurun (Sayetno,2008).

6
Pathway

Paramyxiviridae morbili Mengendap pada organ Saluran cerna


virus

Hiperplasi
Masuk sel nafas Kulit Epital saluran napas
jaringan
limfoid

Ditangkap oleh Poliferasi sel endotel kapiler Penurunan fungsi


makrofag dalam korium silia Iritasi mukosa usus

Eksudasi serum/eritrosit Sekresi ↑


Menyebar ke kelenjar limfa ↑ sekret
dalam epidermis
regional
Peristaltik ↑
Reflek batuk
Megalami replikasi Ruam
Diare
Ketidakefektifan
Virus dilepas kedalam bersihan jalan
Gangguan citra Gangguan Dehidrasi
aliran darah (viremia napas
diri Integritas kulit
primer)
Set point meningkat

Virus sampai RES Hipovolemi


Peningkatan suhu tubuh
Histamin
Replikasi kembali
Hipertermi
Gatal (nyeri ringan)
Reaksi radang
Gangguan rasa
nyaman
Pengeluaran mediator kimia

Virus sampai ke multiple tissue


site (viremia sekunder)

Mempengaruhi termostat
dalam hipotalamus

7
F. Pemeriksaan Penunjang

1. Gambaran klinis yang khas


2. Pemeriksaan laboratorium
3. Pada pemeriksaan darah tepi hanya ditemukan leukopeni
4. Dalam spuntum, sekresi nasal, sedimen urine dapat ditemukan adanya
multinucleated giant cells yang khas
5. Pada pemeriksaan serologis dengan cara hemagglutination inhibition test dan
complemen fixation test akan ditemukan adanya antibody yang spesifik dalam 1-3
hari setelah timbulnya rash dan mencapai puncaknya  pada 2-4 minggu kemudian.
(Rampengan, 2011).
6. Dalam sputum, sekresi nasal, sediment urine dapat ditemukan adanya
multinucleated giant sel yang khas.
7. Pada pemeriksaan serologi dengan cara hemaglutination inhibition test dan
complement fiksatior test akan ditemukan adanya antibody yang spesifik dalam 1-3
hari setelah timbulnya ras dan mencapai puncaknya pada 2 minggu kemudian.
B. Penatalaksanaan
Tidak ada pengobatan yang spesifik untuk mengatasi penyakit campak. Pada kasus
yang ringan, tujuan terapi hanya untuk mengurangi demam dan batuk, sehingga penderita
merasa lebih nyaman dan dapat beristirahat dengan lebih baik. Dengan istirahat yang
cukup dan gizi yang baik, penyakit campak (pada kasus yang ringan) dapat sembuh
dengan cepat tanpa menimbulkan komplikasi yang berbahaya. Bila ringan, penderita
campak tidak perlu dirawat. Penderita dapat dipulangkan dengan nasehat agar selalu
mengupayakan peningkatan daya tahan tubuh, dan segera kontrol bila  penyakit
bertambah berat. Umumnya dilakukan tindakan-tindakan sebagai  berikut :
1. Isolasi untuk mencegah penularan
2. Tirah baring dalam ruangan yang temaram (agar tidak menyilaukan)
3. Jaga agar penderita tetap merasa hangat dan nyaman
4. Diet bergizi tinggi dan mudah dicerna. Bila tidak mampu makan  banyak, berikan
porsi kecil tapi sering (small but frequent).
5. Asupan cairan harus cukup untuk mencegah dehidrasi
6. Kompres hangat bila panas badan tinggi
7. Humidikasi ruangan bagi penderita laringitis atau batuk mengganggu dan lebih baik
mempertahanakan suhu ruangan yang hangat.

8
8. Obat-obat yang dapat diberikan antara lain:
- Penurun panas (antipiretik): Parasetamol atau ibuprofen  
- Pengurang batuk (antitusif)
- Vitamin A dosis tunggal : 1) Di bawah 1 tahun: 100.000 unit, 2) Di atas 1 tahun:
200.000 unit
- Antibiotika Antibiotika hanya diberikan bila terjadi komplikasi berupa infeksi
sekunder (seperti otitis media dan pnemonia).
- Kortikosteroid dosis tinggi biasanya diberikan pada penderita morbili dengan
ensefalitis.
- Hidrokortison 100-200 mg/hr selama 3-4 hari
- Prednison 2 mg/kgBB/hr selama 1 minggu.
C. Konsep Asuhan Keperawatan (FOKUS PADA KASUS)
Pengkajian
Pengkajian Data Dasar
1. Biodata Terdiri dari biodata pasien dan biodata penanggung jawab.
2. Proses keperawatan
a. Keluhan utama Keluhan utama pada pasien dengan morbili yaitu demam
terusmenerus  berlangsung 2 – 4 hari. (Pusponegoro, 2008 : 96)  
b. Riwayat keperawatan sekarang Anamnesa adanya demam terus-menerus
berlangsung 2 –  4 hari,  batuk, pilek, nyeri menelan, mata merah, silau bila
kena cahaya (fotofobia), diare, ruam kulit. (Pusponegoro, 2004 : 96) Adanya
nafsu makan menurun, lemah, lesu. (Suriadi, 2010 : 213)
c. Riwayat keperawatan dahulu Anamnesa pada pengkajian apakah klien pernah
dirawat di Rumah Sakit atau pernah mengalami operasi (Perry, 2010).
Anamnesa riwayat penyakit yang pernah diderita pada masa lalu, riwayat
imunisasi campak (Wong, 2007). Anamnesa riwayat kontak dengan orang
yang terinfeksi campak. (Suriadi, 2009).
d. Riwayat Keluarga Dapatkan data tentang hubungan kekeluargaan dan
hubungan darah, apakah klien beresiko terhadap penyakit yang bersifat
genetik atau familial. (Perry, 2010).
3. Data Bio-Psiko-Sosial-Spiritual
a. Bernafas Kaji pernafasan pasien. Kaji apakah pasien mengalami kesulitan saat
bernafas.

9
b. Makan dan Minum Perlu ditanyakan kebiasaan makan dan minum sebelum
dan selama MRS . Kebiasaan : pola makan, frekuensi, jenis. Perubahan
:setelah di rumah sakit.
c. .Eliminasi
- BAK Kebiasaan : frekuensi, warna, bau. Perubahan setelah saki.
- BAB Kebiasaan : frekuensi, warna, konsistensi. Perubahan setelah sakit.
d. Gerak dan Aktivitas Kaji gerak dan aktivitas pasien selama berada di RS.
e. Istirahat dan tidur Kebiasaan : kaji kebiasaan istirahat tidur pasien. Perubahan
setelah sakit.
f. Kebersihan Diri. Kaji bagaimana toiletingnya pasien.
g. Pengaturan suhu tubuh Cek suhu tubuh pasien, normal (36°-37°C),
pireksia/demam(38° -40°C), hiperpireksia=40°C< ataupun hipertermi <35,5°C
h. Rasa Nyaman, Observasi adanya keluhan yang mengganggu kenyamanan
pasien. Observasi nyeri yang di keluhkan pasien.
i. Rasa Aman. Kaji keluarga pasien mengenai kecemasan yang ia rasakan  
j. Sosialisasi dan Komunikasi Observasi social dan komunikasi pasien. Kaji
apakan pasien mampu bercanda dengan keluarganya.
k. Bekerja Kaji pasien apakah pasien mampu bermain dan bercanda dengan
keluarganya.
l. Ibadah Ketahui agama apa yang dianut pasien.
m. Rekreasi. Observasi apakah sebelumnya pasien sering rekreasi dan sengaja
meluangkan waktunya untuk rekreasi. Tujuannya untuk mengetahui teknik
yang tepat saat depresi.
n. Pengetahuan atau belajar. Seberapa besar keingintahuan keluarga mengenai
cara pencegahan diare pada anak. Disinilah peran perawat untuk memberikan
HE kepada keluarga pasien mengenai cara  pencegahan diare pada anak.
Pemeriksaan Fisik Kulit :

a. Timbul rash. Rash mulai timbul sebagai eritema makulopapular (  penonjolan pada
kulit yang berwarna merah ). Timbul dari belakang telinga pada batas rambut dan
menyebar ke daerah pipi, seluruh wajah, leher, lengan bagian atas dan dada bagian
atas dalam 24 jam I. Dalam 24 jam berikutnya, menyebar menutupi punggung,
abdomen, seluruh lengan dan paha, pada akhirnya mencapai kaki pada hari ke 2-3,
maka rash pada wajah mulai menghilang. Proses menghilangnya rash berlangsung

10
dari atas ke bawah dengan urutan sama dengan urutan proses pemunculannya. Dalam
waktu 4 - 5 hari menjadi kehitam  –  hitaman ( hiperpigmentasi ) & pengelupasan
(desquamasi).  
b. Kepala
1) Mata Konjungtivitis & fotofobia. Tampak adanya suatu garis melintang dari
peradangan konjungtiva yang dibatasi pada sepanjang tepi kelopak mata
(Transverse Marginal Line Injectio)  pada palpebrae inferior, rasa panas di
dalam mata & mata akan tampak merah, berair, mengandung eksudat pada
kantong konjungtiva.
2) Hidung Bersin yang diikuti hidung tersumbat & sekret mukopurulen dan
menjadi profus pada saat erupsi mencapai puncak serta menghilang
bersamaan dengan menghilangnya panas.
3) Mulut Didapatkan koplik's spot. Merupakan gambaran bercak  –  bercak kecil
yang irregular sebesar ujung jarum / pasir yang berwarna merah terang dan
bagian tengahnya berwarma putih kelabu. Berada pada mukosa pipi
berhadapan dengan molar ke  –  2 , tetapi kadang – kadang menyebar tidak
teratur mengenai seluruh  permukaan mukosa pipi. Timbulnya pada hari ke
–  2 setelah erupsi kemudian menghilang. Tanda ini merupakan tanda khas
pada morbili.
4) Leher Terjadi pembesaran kelenjar limfe pada sudut atas rahang daerah
servikal posterior. Hal ini disebabkan karena aktivitas  jaringan limphoid
untuk menghancurkan agen penyerang (virus morbili).
5) Dada
Paru : Bila terjadi perubahan pola nafas & ketidakefektifan bersihan  jalan
nafas akan didapatkan peningkatan frekuensi pernafasan, retraksi otot bantu
pernafasan dan suara nafas tambahan. Batuk yang disebabkan oleh reaksi
inflamasi mukosa saluran nafas  bersifat batuk kering. Intensitas batuk
meningkat mencapai  
c. 12  puncak pada saat erupsi. Bertahan lama & menghilang secara  bertahap dalam 5 -
10 hari.
d. Jantung : Terdengar suara jantung I & II.
e. Abdomen : Bising usus terdengar, pada keadaan hidrasi turgor kulit dapat menurun.
7)

11
f. Anus & genetalia Eliminasi alvi dapat terganggu berupa diare Eliminasi uri tidak
t.erpengaruh.
g. Ekstremitas atas dan bawah : Ditemukan rash dengan sifat sesuai waktu timbulnya. 5.
Pemeriksaan penunjang Dari hasil  pemeriksaan laboratorium ditemukan leukopenia
ringan
D. Diagnosa Keperawatan (SDKI)
1. Bersihan jalan napas tidak efektif
2. Hipertermi 
3. Hipovolemia 
4. Gangguan integritas kulit
5. Gangguan rasa nyaman 
E. Luaran Keperawatan (SLKI) dan Intervensi Keperawatan (SIKI)
1. Bersihan jalan napas tidak efektif
SLKI SIKI
Setelah di lakukan tindakan keperawatan MANAJEMEN JALAN NAPAS (I.01011)
selama 3x 24 jam, maka Bersihan Jalan 1. Observasi
Napas meningkat dengan kriteria hasil: o Monitor pola napas
1. Batuk efektif, meningkat o Monitor bunyi napas
2. produksi sputum, menurun tambahan
3. Mengi, menurun o Monitor sputum
4. Wheezing, menurun 2. Terapeutik
o Posisikn semi fowler atau
fowler
o Berikan minuman hangat
o Lakukan fisioterapi dada
o Lakukan penghisapan lendir
kurang dari 15 detik
o Berikan oksigen, jika perlu
3. Edukasi
o Anjurkan asupan cairan 2000
ml/hari, jika tidak terkontraindikasi
o Ajarkan teknik batuk efektif
4. Kolaborasi

12
o Kolaborasi pemberian
bronkodilator, ekspektoran, mukolitik
jika perlu.
2. Hipertermi
SLKI SIKI
Setelah di lakukan tindakan keperawatan MANAJEMEN HIPERTERMIA (I.15506)
selama 3x 24 jam, maka Termoregulasi 5. Observasi
membaik dengan kriteria hasil: o Identifkasi penyebab
5. Menggigil, menurun (5) hipertermi (mis. dehidrasi terpapar
6. Kulit merah, menurun (5) lingkungan panas penggunaan
7. Takikardi, menurun (5) incubator)
8. Takipnea, menurun (5) o Monitor suhu tubuh
9. Suhu tubuh, membaik (5) o Monitor kadar elektrolit
10. Tekanan darah , membaik (5) o Monitor haluaran urine
6. Terapeutik
o Sediakan lingkungan yang
dingin
o Longgarkan atau lepaskan
pakaian
o Basahi dan kipasi permukaan
tubuh
o Berikan cairan oral
o Ganti linen setiap hari atau
lebih sering jika mengalami
hiperhidrosis (keringat berlebih)
o Lakukan pendinginan
eksternal (mis. selimut hipotermia atau
kompres dingin pada dahi, leher, dada,
abdomen,aksila)
o Hindari pemberian antipiretik
atau aspirin
o Batasi oksigen, jika perlu
7. Edukasi

13
o Anjurkan tirah baring
8. Kolaborasi
o Kolaborasi cairan dan
elektrolit intravena, jika perlu
3. Hipovolemia
SLKI SLKI
Setelah di lakukan tindakan keperawatan MANAJEMEN HIPOVOLEMIA (I.03116)
selama 3x24 jam, maka status cairan 1. Observasi
membaik dengan kriteria hasil: o Periksa tanda dan gejala
1. Kekuatan nadi, Meningkat (5) hipovolemia (mis. frekuensi nadi
2. Frekuensi nadi, Membaik (5) meningkat, nadi teraba lemah, tekanan
3. Tekanan darah, membaik (5) darah menurun, tekanan nadi
4. Turgor kuli, membaik (5) menyempit,turgor kulit menurun,
5. Dyspnea, menurun (5) membrane mukosa kering, volume urine
6. Suhu tubuh, membaik (5) menurun, hematokrit meningkat, haus
dan lemah)
o Monitor intake dan output
cairan
2. Terapeutik
o Hitung kebutuhan cairan
o Berikan posisi modified
trendelenburg
o Berikan asupan cairan oral
3. Edukasi
o Anjurkan memperbanyak
asupan cairan oral
o Anjurkan menghindari
perubahan posisi mendadak
4. Kolaborasi
o Kolaborasi pemberian cairan
IV issotonis (mis. cairan NaCl, RL)
o Kolaborasi pemberian cairan
IV hipotonis (mis. glukosa 2,5%, NaCl

14
0,4%)
o Kolaborasi pemberian cairan
koloid (mis. albumin, plasmanate)
o Kolaborasi pemberian produk
darah
4. Gangguan Rasa Nyaman
Setelah di lakukan tindakan keperawatan Pemberian Analgetik (1.08243)
selama 3x24 jam, maka status Observasi:
kenyamanan meningkat dengan kriteria 1. Identifikasi karakteristik nyeri
hasil: (mis. Pencetus, pereda, kualitas, lokasi,
1. Keluhan tidak nyama, menurun (5) intensitas, frekuensi, durasi)
2. Gelisah, menurun (5) 2. Identifikasi riwayat alergi obat
3. Gatal, menurun (5) 3. Identifikasi kesesuaian jenis
analgesik (mis. Narkotika, non-
narkotika, atau NSAID) dengan tingkat
keparahan nyeri
4. Monitor tanda-tanda vital sebelum
dan sesudah pemberian analgesik
5. Monitor efektifitas analgesik
Terapeutik:
1. Diskusikan jenis analgesik yang
disukai untuk mencapai analgesia
optimal, jika perlu
2. Pertimbangkan penggunaan infus
kontinu, atau bolus opioid untuk
mempertahankan kadar dalam serum
3. Tetapkan target efektifitas
analgesic untuk mengoptimalkan
respon pasien
4. Dokumentasikan respon terhadap
efek analgesic dan efek yang tidak
diinginkan
Edukasi:

15
1. Jelaskan efek terapi dan efek samping
obat
Kolaborasi:
1. Kolaborasi pemberian dosis dan jenis
analgesik, sesuai indikasi
5. Gangguan Integritas Kulit
Setelah di lakukan tindakan keperawatan Perawatan Integritas Kulit (1.11353)
selama 3x24 jam, maka integritas kulit Observasi:
meningkat dengan kriteria hasil: 1. Identifikasi penyebab gangguan
1. Kerusakan jaringan, menurun (5) integritas kulit
2. Kerusakan lapisan kulit, menurun (5) Terapeutik:
3. Kemerahan menurun(5) 1. Ubah posisi tiap 2 jam jika tirah
baring.
2. Bersihkan perineal dengan air
hangat, terutama selama periode diare
3. Gunakan produk pprotalium atau
minyak pada kulit kering
Edukasi:
1. Anjurkan menggunakan pelembab
2. Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi

16
Intervesi by Evidence Based Nursing (Journal)
Judul jurnal
The Difference Between the Conventional Warm Compress and Tepid Sponge
Technique Warm Compress in the Body Temperature Changes of Pediatric Patients
with Thypoid

Demam yang tidak mendapatkan perawatan yang baik dapat menyebabkan dehidrasi,
kerusakan neurologis, dan keang demam. Penggunaa kompres hangat dan teknik spons
hangat sebagai terapi modalitas untuk manajemen demam pada anak-anak tifoid memiliki
pengaruh yang baik, pada jurnal diatas peneliti ingin mengetahui perbedaan antara dua
intervensi tersebut. Pada kompres hangat konvensional hanya dikompres di dahi, sedangkan
teknik kompres spons hangat ditempatkan di dahi, ketiak, dan lipatan pada secara bersamaan.
Hasilnya teknik tepid spons hangat lebih signifikan dengan perubahan suhu yang lebih baik
setelah di kompres.

17
Daftar Pustaka

Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. (2015). Profil


Pengendalian Penyakit Dan Penyehatan Lingkungan Tahun 2014. Jakarta
Karra, Aaulya Kartini Dg., Muh Aswar Anas, Muhammad Anwar Hafid, Rosdianah
Rahim. (2019). The Difference Between the Conventional Warm Compress and Tepid
Sponge Technique Warm Compress in the Body Temperature Changes of Pediatric
Patients with Thypoid. Jurnal Ners, Vol 14, No 3 (2019)
Perry, P. (2010). Fundamentals Of Nursing : Fundamental keperawatan. Edisi ke-7 Jilid 2.
Jakarta : Salemba Medika
PPNI, T. P. S. D. (2017). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia Edisi 1. Jakarta
Selatan: DPP PPNI.
PPNI, T. P. S. D. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Edisi 1. Jakarta
Selatan: DPP PPNI.
PPNI, T. P. S. D. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia Edisi 1. Jakarta
Selatan: DPP PPNI.
Rampengan, T.H. (2007). Infeksi Tropik Pada Anak Edisi 2. Jakarta: EGC
Smeltzer, Susan C. (2014). Keperawatan Medikal-Bedah. Jakarta: EGC
Smeltzer, Suzanna C. (2012). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Brunner dan
Suddarth Edisi 8 Volume 2. Jakarta: EGC
Suriadi. & Yuliani, R. (2010) Buku Pegangan Praktik Klinik: Asuhan Keperawatan pada
Anak. Edisi ke-2. Jakarta: CV. Sagung Seto
Wong, L.D. (2009). Buku Ajar Keperwatan Pediatrik (Vols.2). Jakarta: EGC

18

Anda mungkin juga menyukai