Anda di halaman 1dari 30

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Dasar Teori

1. Nyeri

a. Definisi Nyeri

Menurut American Medical Association (2013), nyeri

adalah suatu pengalaman sensori dan emosional yang tidak

menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan yang aktual ataupun

potensial. Keluhan sensorik yang dinyatakan pegal, linu, ngilu dan

seterusnya dapat dianggap sebagai modalitas nyeri. Nyeri

merupakan mekanisme fisiologi yang bertujuan untuk melindungi

diri. Apabila seseorang merasakan nyeri, maka perilakunya akan

berubah (Tetty, 2015).

Nyeri dibagi dua yaitu nyeri akut dan kronis. Nyeri Akut

menurut Tetty (2015) merupakan pengalaman sensori dan

emosional yang tidak menyenangkan yang akibat kerusakan

jaringan yang aktual atau potensial atau digambarkan dalam hal

kerusakan sedemikian rupa, awitan yang tiba-tiba atau lambat dari

intensitas ringan hingga berat dengan akhir yang dapat diantisipasi

atau diprediksi dan berlangsung <6 bulan. Nyeri kronis merupakan

pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangka yang

akibat kerusakan jaringan yang aktual atau potensial atau

digambarkan dalam hal kerusakan sedemikian rupa, awitan yang

13
14

tiba-tiba atau lambat dari intensitas ringan hingga berat dengan

akhir yang dapat diantisipasi atau diprediksi dan berlangsung >6

bulan (Tetty, 2015).

Tabel 2.1 Perbedaan Nyeri Akut Dan Kronis

Karekteristik Nyeri Akut Nyeri Kronis


Awitan (onset) Mendadak Terus menerus dan
intermiten
Intensitas Ringan sampai berat Ringan sampai berat
Durasi <6 bulan >6 bulan
Respon Otonom - Konsisten dengan Tidak ada repon
respons stres simpatis Somnolen
- Frekuensi jantung
meningkat
- Volume sekuncup
- Tekanan darah
meningkat
- Dilatasi pupil meningkat
- Tegangan otot
meningkat
- Motilitas
gastrointestinal
menurun
- Aliran saliva menurun
Kompenen Psikologis Cemas Depresi, mudah
dan respon lainnya marah, menarik diri,
tidur terganggu,
libido menurun,
nafsu makan
menurun.

b. Intensitas Nyeri

Intensitas nyeri adalah hasil rangsangan yang berlebihan

pada reseptor. Setiap rangsangan sensori punya potensi untuk

menimbulkan nyeri jika intensitasnya cukup kuat (Saifullah, 2015).


15

Intensitas nyeri seseorang dapat diukur dengan

menggunakan skala nyeri (Wong, 2011 dalam jurnal yang ditulis

Saputro, 2016). Skala nyeri tersebut adalah :

1) Visual Analog Scale (VAS)

Visual Analog Scale merupakan skala nyeri yang berbentuk

garis lurus yang mewakili intensitas nyeri yang terus menerus

dan pendeskripsian verbal pada setiap ujungnya. VAS adalah

pengukuran keparahan nyeri yang lebih sensitif karena klien

dapat mengidentifikasi setiap titik pada rangkaian dari pada

dipaksa memilih satu kata atau satu angka (Wong, 2011 dalam

jurnal yang ditulis Saputro, 2016).

Gambar 2.1 Skala Analog Visual

2) Numerik Rating Scale (NRS)

Suatu alat ukur yang meminta pasien untuk menilai rasa

nyerinya sesuai dengan level intensitas nyerinya pada skala

numeral dari 0-10 atau 0-100. Angka 0 berarti “no pain” dan

10 atau 100 berarti “severe pain” (nyeri hebat). NRS lebih

digunakan sebagai alat pendeskripsian kata. Skala paling

efektif digunakan saat mengkaji intensitas nyeri sebelum dan

setelah intervensi terapeutik (Wong, 2011 dalam jurnal yang

ditulis Saputro, 2016)..


16

Gambar 2.2 Skala Nyeri Numberik

3) Verbal Rating Scale (VRS)

Alat ukur yang menggunakan kata sifat untuk

menggambarkan level intensitas nyeri yang berbeda, range dari

“no pain” sampai “nyeri hebat” (extreme pain). VRS dinilai

dengan memberikan angka pada setiap kata sifat sesuai dengan

tingkat intensitas nyerinya. Sebagai contoh, dengan

menggunakan skala 5-point yaitu none (tidak ada nyeri) dengan

skala skore “0”, mild (kurang nyeri) dengan skore “1”,

moderate (nyeri yang sedang) dengan skore “2”, severe (nyeri

keras) dengan skore “3”, very severe (nyeri yang sangat keras)

dengan skala skore “4”.

Keterbatasan VRS adalah adanya ketidakmampuan pasien

untuk menghubungkan kata sifat yang cocok untuk level

intensitas nyerinya, dan ketidakmampuan pasien yang buta

huruf untuk memahami kata sifat yang digunakan (Wong, 2011

dalam jurnal yang ditulis Saputro, 2016).

.
17

Gambar 2.3 Verbal Rating Scale (VRS)

4) Faces Pain Scale-Revised

Terdiri dari 6 gambar skala wajah kartun yang

bertingkat dari wajah yang tersenyum untuk “tidak ada nyeri”

sampai wajah yang berlinang air mata untuk “nyeri paling

buruk”. Sebagai contoh, dengan menggunakan skala6 point

yaitu “tidak ada nyeri:” dengan skala nyeri (0), “nyeri hanya

sedikit” dengan skala nyeri (2), “sedikit lebih nyeri” dengan

skala nyeri (4), “lebih nyeri” dengan skala nyeri (6), “jauh lebih

nyeri” dengan skala nyeri (8), “nyeri tidak tertahankan dengan

skala nyeri (10). Kelebihan dari skala wajah ini yaitu anak

dapat menunjukkan sendiri rasa nyeri yang dialaminya sesuai

dengan gambar yang telah ada dan membuat usaha

mendeskripsikan nyeri menjadi lebih sederhana (Wong, 2011

dalam jurnal yang ditulis Saputro, 2016).


18

Gambar 2.4 Faces Pain Scale-Revised (FPS-R)

2. Menstruasi

a. Definisi Menstruasi

Menurut Kusmiran (2014), menstruasi atau haid adalah

perdarahan secara periodik dan siklik dari uterus, disertai dengan

pelepasan (deskuamasi) endometrium. Pada dasarnya menstruasi

merupakan proses katabolisme dan terjadi dibawah pengaruh

hormon hipofisis dan ovarium. Menstruasi pertama, disebut

menarche, biasanya terjadi pada usia 12-16 tahun. Berakhirnya

menstruasi, menopause, normalnya terjadi pada usia 49-50 tahun.

Interval dari periode menstruasi bervariasi sesuai usia,

keadaan fisik dan emosi, serta lingkungan. Siklus menstruasi

normal umumnya tetap setiap 28 hari, tetapi interval 24-32 hari

masih dianggap normal kecuali siklusnya sangat tidak teratur. Pada

awal dan akhir masa reproduksi, siklus menstruasi mungkin tidak

teratur dan tidak dapat diperkirakan, sebagai akibat kegagalan

ovulasi. Saat mencapai maturitas, kira-kira dua per tiga wanita


19

mempertahankan periodisitas yang kurang lebih teratur, kecuali

saat hamil, stres atau sakit (Kusmiran, 2014).

Jumlah darah yang keluar rata-rata 30-40 ml dengan

rentang 3-10 hari lamanya menstruasi (Sasak, 2014). Wanita

berusia <35 tahun cenderung kehilangan lebih banyak darah

dibandingkan mereka yang berusia >35 tahun (Kusmiran, 2014).

Cairan menstruasi mengandung darah, sel epitel vagina

dan endometrium yang terkelupas, lendir serviks, dan bakteri.

Prostaglandin dapat ditemukan pada darah menstruasi, bersama

dengan enzim dan fibrinolisindari endometrium. Fibrinolisin ini

mencegah menggumpalnya darah menstruasi kecuali terjadi

perdarahan yang berlebih. Namun demikian, dapat terbentuk

bekuan darah kecil yang rapuh dan kekurangan fibrin dalam vagina

karena adanya mikro protein dan glukosa dalam keadaan basa

(Kusmiran, 2014).

Faktor-faktor berikut yang dapat mempengaruhi

perdarahan menstruasi :

(1) Fluktuasi kadar hormon ovarium, hipofisis, prostaglandin dan

kadar enzim.

(2) Variabilitas sistem saraf otonom.

(3) Perubahan vaskularisasi (statis, spasme-dilatasi).

(4) Faktor-faktor lain (misal, status nutrisi dan psikologis yang

tidak biasa) (Kusmiran, 2014).


20

b. Siklus Menstruasi

Siklus menstruasi pada manusia paling mudah dimengerti

jika proses ini dibagi menjadi empat fase berdasarkan perubahan

fungsional dan morfologis didalam ovarium dan endometrium

(Nugroho, 2014) :

1) Fase Folikuler

Secara konvensional fase ini dikenal sebagai fase pertama

yang merupakan suatu fase pada siklus menstruasi sampai

terjadinya ovulasi. Sekelompok folikel ovarium akan mulai

matang, walaupun hanya satu yang akan menjadi folikel

dominan, yang disebut sebagai folikel de graaf. Perkembangan

folikel dari bentuk primordial atau bentuk istirahatnya dalam

ovarium dimulai selama berapa hari sebelum dimulainya

menstruasi pada siklus sebelumnya. Setelah satu siklus

berakhir, kematian dari korpus luteum yang telah diprogram

menyebabkan penurunan sekresi hormon yang dratis (Nugroho,

2014).

Hari pertama perdarahan menstruasi ditetapkan sebagai

hari pertama fase folikular. Selama 4-5 hari pertama fase ini,

perkembangan folikel ovarium awal ditandai oleh proliferasi

dan aktivitas aromatase sel granulosa yang diinduksi oleh FSH.

FSH menstimulasi sintesis reseptor LH yang baru pada sel


21

granulosa, yang kemudian memulai respons LH (Nugroho,

2014).

Selama fase folikular tengah hingga akhir, kadar estradiol

dan inhibin B terus meningkat dalam sirkulasi akan menekan

sekresi FSH, sehingga mencegah pengambilan folikel yang

baru. Peningkatan estradiol dalam sirkulasi yang sangat tinggi

dan terus-menerus menimbulkan efek yang tidak diharapkan

pada kelenjar hipofisis : peningkatan eksponensial pada sekresi

LH. Ovarium juga menunjukkan respons yang meningkat

terhadap gonadotropin. Akhirnya, kadar estrogen yang tinggi

menyebabkan pertumbuhan jaringan endometrium yang

melapisi uterus (Nugroho, 2014).

2) Fase Ovulatoir

Fase dalam siklus menstruasi ini ditandai oleh lonjakan

sekresi LH hipofisis, yang memuncak saat dilepaskannya ovum

yang matang melalui kapsul ovarium. 2-3 hari sebelum onset

lonjakan LH, estradiol dan inhibin B yang bersikulasi

meningkat secara cepat dan bersamaan. Sintesi estradiol berada

dalam keadaan maksimal dan tidak lagi bergantung pada FSH.

Progesteron mulai meningkat saat lonjakan LH menginduksi

sintesis progesteron oleh sel granulosa (Nugroho, 2014).

Kunci dari ovulasi adalah efek umpan balik positif

estrogen pada sekresi LH dipertengahan siklus. Efek


22

peningkatan estrogen yang bersirkulasi lebih jauh lagi

diperkuat dengan adanya progesteron ovarium. Lokasi kerja

umpan balik positif estrogen pada siklus pertengahan terhadap

sekresi LH tampaknya terjadi di dalam sel-sel neuroendokrin

hipotalamus dan gonadotropin hipofisis (Nugroho, 2014).

3) Fase Luteal

Setelah ovulasi, gambar morfologis dan fungsional yang

dominan pada ovarium adalah pembentukan dan pemeliharaan

korpus luteum. Pada manusia, sel luteal membuat estrogen dan

inhibin dalam jumlah besar. Progesteron pada kadar yang

meningkat ini mencegah estrogen untuk menstimulasi lonjakan

LH yang lain dari hipofisis. Selain itu, pada keadaan

terdapatnya komnbinasi antara tingginya konsentrasi

progesteron dan estrogen, frekuensi denyut GnRH praovulatoir

menerun, menyebabkan sekresi FSH dan LH hanya pada garis

dasar.

Peningkatan sekresi FSH menjelang akhir fase lateral

bergantung pada penurunan kadar progesteron, estradiol, dan

inhibin dalam sirkulasi yang masih berlangsung. Pemberian

antagonis estrogen seperti klomifen sitrat pada fase luteal

bermakna secara klinis menyebabkan peningkatan kadar FSH

dalam sirkulasi dan mengawali penambahan folikel (Nugroho,

2014).
23

4) Fase Menstruasi

Hari pertama menstruasi menandai permulaan siklus

berikutnya. Sekelompok folikel yang baru telah direkrut dan

akan berlanjut menjadi folikel yang matang, dan salah satunya

akan berevolusi. Fenomenal yang disebut menstruasi sebagian

besar merupakan peristiwa endometrial yang dipicu oleh

hilangnya dukungan progesteron terhadap korpus luteum pada

siklus nonkonsepsi. Protease pemecahan matriks dan lisosom

yang dikendalikan secara hormonal tampaknya terlibat.

Protease pemecahan matriks merupakan bagian dari golongan

enzim metaloproteinase yang substratnya mengandung kolagen

dan matriks protein lainnya. Pada akhirnya, penurunan

progesteron pramenstruasi berhubungan dengan penurunan

aktivitas 15-hidroksiprostaglandin dehidrogenase (Rudi

Haryono, 2016).

Gambar 2.5 siklus menstruasi


24

c. Tanda dan Gejala Menstruasi

Rudi Haryono (2016), dalam buku siap menghadapi

menstruasi dan menopause, beberapa tanda dan gejala yang

dapat terjadi pada masa menstruasi:

1) Perut terasa mulas, mual dan panas

2) Terasa nyeri saat buang air kecil

3) Tubuh tidak fit

4) Demam

5) Sakit kepala dan pusing

6) Keputihan

7) Radang pada vagina

8) Gatal-gatal pada kulit

9) Emosi meningkat, lebih sensitive dann mudah tersinggung

10) Nyeri dan bengkak pada payudara

11) Bau badan tidak sedap

12) Nafsu makan menurun

13) Sulit tidur

Gangguan yang disebutkan diatas disebabkan adanya kontraksi

otot-otot halus rahim, yang dikendalikan oleh interaksi hormone yang

dikeluarkan oleh hipotalamus, kelenjar dibawah otak depan dan indung

telur (ovarium). Tetapi tidak semua wanita mengalami hal yang sama

seperti diatas, karena jenis dan beratnya bervariasi pada wanita setiap

bulannya. Satu contoh wanita yang menderita epilepsi atau penyakit


25

jaringan ikat (seperti lupus) mungkin akan sering mengalami kejang-

kejang.

3. Dismenore

a. Definisi Dismenore

Sukarni dan Margareth (2013), pada sebagian wanita yang

mengalami menstruasi akan timbul nyeri saat menstruasi yang

biasanya disebut dismenore. Dysmenorrhea berasal dari bahasa

Yunani: dys yang berarti sulit, nyeri, abnormal, meno berarti bulan,

dan rrhea berarti aliran. Dysmenorrhea atau dismenore dalam

bahasa Indonesia berarti nyeri pada saat menstruasi. Hampir semua

wanita mengalami rasa tidak enak pada perut bagian bawah saat

menstruasi. Namun, istilah dismenore hanya dipakai bila nyeri

begitu hebat sehingga mengganggu aktivitas dan memerlukan obat-

obatan.

Dismenore atau nyeri haid merupakan masalah yang sering

menjadi keluhan wanita saat memasuki siklus mentruasi. Pada

dasarnya nyeri haid merupakan hal yang lumrah dialami oleh

seorang wanita. Hanya saja keluhan ini perlu mendapat perhatian

khusus jika mengganggu aktivitas sehari-hari. Meskipun

mengganggu tak banyak wanita yang mencari penanggulangan dan

memberi perhatian lebih pada keluhan ini karena menganggap

nyeri haid merupakan hal yang sudah biasa dan bisa hilang seiring

berjalannya waktu.
26

Taufan (2014), dismenorea merupakan keluhan sakit pada

bagian bawah perut yang dirasakan ketika haid yang biasanya baru

timbul 2 atau 3 tahun sesudah menarche. Kemungkinan lebih dari

50% wanita mengalami dismenore primer dan 15% diantaranya

mengalami nyeri yang hebat.

b. Penyebab Dismenore

Menurut Wratsongko (2011) dalam Nugroho (2014), ada

beberapa penyebab nyeri haid (Dismenore) sebagai berikut :

1) Terjadi akibat kontraksi yang kuat atau lama dinding rahim.

2) Hormon prostaglandin yang tinggi.

3) Pelebaran leher rahim saat keluarnya darah haid.

4) Infeksi daerah panggul.

5) Endometriosis (terutama jika terjadi setelah usia 20 tahun).

6) Tumor jinak rahim.

7) Postur tubuh kurang baik (sikap yang salah).

8) Secara anatomis rahim tidak berkembang optimal.

9) Diperberat jika stres psikis atau kecemasan berlebih.

c. Derajat Dismenore

Setiap menstruasi menyebabkan rasa nyeri, terutama pada

awal menstruasi namun dengan kadar nyeri yang berbeda-beda.

Menurut, Margareth (2013) dismenore dibagi menjadi tiga

tingkat keparahan, yaitu :


27

1) Dismenore Ringan

Seseorang akan mengalami nyeri atau masih dapat

ditoleransi karena masih berada pada ambang rangsangan,

berlangsung beberapa saat dan dapat melanjutkan kerja sehari-

hari.

Dismenore ringan terdapat pada skala nyeri dengan

tingkatan 1-4, untuk skala wajah dismenore ringan terdapat

pada skala nyeri dengan tingkatan 1-2 (Margareth, 2013).

2) Dismenore Sedang

Seseorang mulai merespon nyerinya dengan merintih dan

menekan-nekan bagian yang nyeri, diperlukan obat penghilang

rasa nyeri tanpa perlu meninggalkan kerjanya.

Dismenore sedang terdapat pada skala nyeri dengan

tingkatan 5-6, untuk skala wajah dismenore sedang terdapat

pada skala nyeri terbakar dan ada kemungkinan seseorang

tidak mampu lagi melakukan pekerjaan biasa dan perlu istirahat

beberapa hari disertai sakit kepala, migrain, pingsang, diare,

rasa tertekan, mual dan sakit perut.

Dismenore berat terdapat pada skala nyeri dengan

tingkatan 7-10, untuk skala wajah dismenore berat terdapat

pada skala nyeri dengan tingkatan 4-5 (Margareth, 2013).


28

d. Klasifikasi Dismenore

1) Dismenore Primer

Dismenore primer adalah perasaan sakit di bagian perut

bawah yang terjadi karena ketidakseimbangan hormon, tanpa

kelainan organ dalam pelvis. Nyeri primer akan dialami oleh

sebagian waanita normal (Anurogo, 20014).

Menurut Reeder (2013), dismenore primer adalah

menstruasi yang sangat nyeri, tidak berkaitan dengan penyebab

fisik yang nyata. Dismenore primer muncul berupaa serangan

ringan, kram pada bagian tengah, bersifat spasmodis yang

dapat menyebar ke punggung atau paha bagian dalam.

Umumnya ketidaknyamanan dimulai 1-2 hari sebelum

menstruasi, namun nyeri paling berat selama 24 jam pertama

menstruasi dan mereda pada hari kedua.

Sedangkan dalam kamus saku perawat, dismenore primer

adalah haid yang nyeri tanpa penyebab yang jelas biasanya

terjadi segera sesudah pubertas dan muncul pada setiap perode

haid berikutnya.

2) Dismenore Sekunder

Dismenore sekunder menurut Margareth (2013), adalah

menstruasi yang sangat nyeri, berkaitan dengan penyakit

panggul yang nyata. Dismenore sekunder mungkin disebabkan

oleh kondisi endometriosis, polip atau fibroid uterus, penyakit


29

radang panggul, perdarahan uterus disfungsional, prolaps

uterus, maladaptasi pemakaian AKDR, produksi kontrasepsi

yang tertinggal setelah abortus atau melahirkan, atau kanker

ovarium atau uterus. Dismenore sekunder dimulai setelah usia

20 tahun dan nyeri bersifat munilateral.

Sedangkan dalam Kamus Saku Perawat, dismenore

sekunder adalah haid yang nyeri pada wanita yang sebelumnya

selama bertahun-tahun sudah memiliki periode haid yang

normal. Dismenore ini terjadi akibat endometritis dan

cenderung memburuk ketika terjadi peningkatan kongesti lokal

(Anurogo, 2014). Dismenore sekunder ditandai dengan adanya

kelainan organ pelvis. Hal seperti ini harus dilakukan

pemeriksaan yang serius. Mungkin ada kista, mioma atau

tumor di rahim.

e. Tanda dan Gejala Dismenore

Menurut Reeder (2013), tanda dan gejala dismenore

adalah:

1) Kram yang nyeri dan hebat selama haid.

2) Dismenore primer timbul berulang secara teratur sejak

pertama kali haid.

3) Dismenore sekunder jika terjadi setelah bertahun-tahun

mengalami siklus haid.


30

4) Rasa kram dan nyeri yang menusuk ini terasa di perut

bagian bawah, punggung bawah, dan paha.

5) Kadang-kadang disertai mual/muntah, diare.

6) Berkeringat banyak, badan terasa lemah.

4. Latihan Stretching

a. Definisi Stretching

Exercise merupakan salah satu manajemen non

farmakologis yang lebih aman digunakan karena menggunakan

proses fisiologis (Widayanto, 2015).

Stretching (peragangan) adalah aktivitas fisik yang paling

sederhana. Stretching merupakan suatu latihan untuk memelihara

dan mengembangkan fleksibilitas atau kelenturan (Widayanto,

2015).

Adapun salah satu cara exercise/latihan untuk mengurangi

intensitas nyeri haid adalah dengan melakukan abdominal

stretching exercise (Jaenabi, 2013).

b. Manfaat Latihan Stretching

Menurut Widayanto (2015), manfaat stretching antara lain:

1) Meningkatkan kebugaran fisik seorang atlet.

2) Mengoptimalkan daya tangkap, latihan dan penampilan atlet

berbagai bentuk gerakan yang terlatih.

3) Meningkatkan mental dan relaksasi fisik.

4) Meningkatkan perkembangan kesadaran tubuh.


31

5) Mengurangi resiko keseleo sendi dan cedera otot (kram).

6) Mengurangi resiko cedera punggung.

7) Mengurangi rasa nyeri otot dan ketegangan otot.

8) Mengurangi rasa sakit pada saat menstruasi (dismenore) bagi

atlet wanita.

c. Teknik Latihan Abdominal Stretching

Adapun langkah-langkah latihan abdominal stretching

adalah sebagai berikut :

1) Cat Stretch

Posisi awal : tangan dan lutut dilantai.

a) Punggung dilengkungkan, perut digerakan kearah lantai

senyaman mungkin. Tegakkan dagu dan mata melihat

lantai. Tahan selama 10 detik sambil dihitung dengan

bersuara, lalu relaks.

Gambar 2.6.a. Cat Stretch

b) Kemudian punggung digerakan ke atas dan kepala

menunduk ke lantai. Tahan selama 10 detik sambil

dihitung dengan bersuara, lalu relaks.

Gambar 2.7.b. Cat Stretch


32

c) Duduk di atas tumit, rentangkan lengan ke depan sejauh

mungkin. Tahan selama 20 detik sambil dihitung

dengan bersuara, lalu relaks.

Gambar 2.8.c. Cat Stretch

Latihan dilakukan sebanyak 3 kali.

2) Lower Trunk Rotation

Posisi awal : berbaring terlentang, lutut ditekuk, kaki di lantai,

kedua lengan dibentangkan keluar.

a) Putar perlahan lutut ke kanan sedekat mungkin dengan

lantai. Pertahankan bahu tetap di lantai. Tahan selama 20

detik sambil dihitung dengan bersuara.

b) Putar perlahan kembali lutut ke kiri sedekat mungkin

dengan lantai. Pertahankan bahu tetap di lantai. Tahan

selama 20 detik sambil dihitung dengan bersuara, kemudian

kembali ke posisi awal.

Gambar 2.9.b. Lower Trunk Ratation

Latihan dilakukan sebanyak 3 kali.

3) Buttock/Hip Stretch

Posisi awal : berbaring terlentang, lutut ditekuk.


33

a) Letakkan bagian luar pergelangan kaki kanan pada paha

kiri diatas lutut.

Gambar 2.10.a. Buttock/Hip Stretch

b) Pegang bagian belakang paha dan tarik ke arah dada

senyaman mungkin. Tahan selama 20 detik sambil dihitung

dengan berssuara, kemudian kembali ke posisi awal dan

relaks.

Gambar 2.11.b. Buttock/Hip Stretch

Latihan dilakukan sebanyak 3 kali.

4) Abdominal Strengthening : Curl Up

Posisi awal : berbaring terlentang, lutut di tekuk, kaki di lantai,

tangan di bawah kepala.

a) Lengkungkan punggung ke lantai dan dorong ke arah

langit-langit. Tahan selama 20 detik sambil dihitung dengan

bersuara.

Gambar 2.12.a. Curl Up


34

b) Ratakan punggung sejajar lantai dengan mengencangkan


otot-otot perut dan bokong.
c) Lengkungkan sebagaian tubuh bagian atas ke arah lutut,
tahan selama 20 detik.

Gambar 2.13.c. Curl Up

Latihan dilakukan sebanyak 3 kali.

5) Lower Abdominal Strengthening

Posisi awal : berbaring terlentang, lutut ditekuk, lengan

dibentangkan sebagian keluar.

a) Letakkan bola antara tumit dan bokong. Ratakan punggung

bawah ke lantai dengan mengencangkan otot-otot perut dan

bokong.

Gambar 2.14.a. Lower Abdominal Strengthening

b) Perlahan tarik kedua lutut ke arah dada sambil menarik

tumit dan bola, kencangkan otot bokong. Jangan

melengkungkan punggung.

Gambar 2.15.b. Lower Abdominal Strengthing

Latihan dilakukan sebanyak 15 kali.


35

6) The Bridge Position

Posisi awal : berbaring terlentang, lutut ditekuk, kaki dan siku

di lantai, lengan dibentangkan sebagian keluar.

a) Ratakan punggung di lantai dengan mengencangkan otot-

otot perut dan bokong.

b) Angkat pinggul dan punggung bawah untuk membentuk

garis lurus dari lutut ke dada. Tahan selama 20 detik sambil

dihitung dengan bersuara, kemudian perlahan kembali ke

posisi awal dan relaks.

Gambar 2.16. The Bridge Position

Latihan dilakukan sebanyak 3 kali.

5. Remaja

a. Definisi Remaja

Remaja didefinisikan sebagai masa peralihan dari masa

kanak-kanak ke dewasa. Batasan usia remaja menurut WHO

(2017) adalah 12 -24 tahun. Namun, jika pada usia remaja

seseorang sudah menikah, makan ia tergolong dalam dewasa dan

bukan lagi remaja. Sebaliknya, jika usia sudah bukan lagi remaja

tetapi masih tergantung pada orang tua (tidak mandiri), maka tetap

dimasukkan kedalam kelompok remaja (Sa’id, 2015).


36

Masa remaja yang secara literatur berarti “tumbuh hingga

mencapai kematangan”, secara umum berarti fungsi fisiologis,

sosial, dan kematangan yang dimulai dengan perubahan pubertas

(Sa’id, 2015). Pubertas (puberty) adalah perubahan cepat pada

kematangan fisik yang meliputi perubahan tubuh dan hormonal

yang terutama terjadi selama masa awal (Sa’id, 2015).

Masa remaja dibagi menjadi masa awal dan masa remaja

akhir (Sa’id, 2015). Masa remaja awal (early adolescence) kira-

kira sama dengan masa sekolah menengah pertama dan mencakup

kebanyakan perubahan pubertas, berlangsung antara usia 13-17

tahun (Sa’id, 2015). Masa remaja akhir (late adolescence), yaitu

usia matang secara hukum berkisar antara 16-17 tahun hingga 18

tahun (Sa’id, 2015).

b. Ciri Masa Remaja

Beberapa perubahan yang terjadi masa remaja, diantara

perubahan biologis, sosial, kognitif, dan emosional (Sa’id, 2015).

1) Perubahan Biologis/Fisik

Terdapat lima perubahan fisik yang terjadi pada masa

remaja, yaitu pertambahan tinggi badan yang cepat (pacu

tumbuh), perkembangan seks sekunder, perkembangan organ-

organ reproduksi, perubahan komposisi tubuh serta perubahan

sistem sirkulasi dan sistem respirasi yang berhubungan dengan

kekuatan dan stamina tubuh. Perubahan fisik yang terjadi, yang


37

paling tampak nyata semasa pubertas adalah masa

meningkatnya tinggi dan berat, serta kematangan seksual

(Sa’id, 2015).

Perubahan fisik pada remaja merupakan hal yang sangat

penting dalam kesehatan reproduksi karena pada masa ini

terjadi perubahan fisik yang sangat cepat untuk mencapai

kematangan, termasuk organ-organ reproduksi sehingga

mampu melaksanakan fngsi reproduksi. Perubahan yang terjadi

yaitu :

a) Munculnya tanda-tanda seks primer : terjadinya haid yang

pertama (menarche) pada perempuan dan mimpi basah

pada laki-laki.

b) Munculnya tanda-tanda seks sekunder yaitu :

 Pada remaja laki-laki : tumbuhnya jakun, penis dan buah

jakar bertambah besar, terjadinya ereksi dan ejakulasi,

suara bertambah besar, dada lebih lebar, badan berotot,

tumbuh kumis di atas bibir, cambang dan rambut di

sekitar kemaluan dan ketiak.

 Pada remaja wanita : pinggul melebar, pertumbuhan

rahim dan vagina, tumbuh rambut di sekitar kemaluan

dan ketiak, payudara membesar (Sa’id, 2015).


38

2) Perubahan Kognitif

Berpikir kognitif mencapai puncaknya pada kemampuan

berpikir abstrak. Pada tahap ini, yaitu periode operasional

formal, merupakan tahap piaget yang ke empat dan terakhir.

Remaja tidak lagi dibatasi dengan kenyataan dan aktual, yang

merupakan ciri berpikir konkret. Piaget juga mengatakan

bahwa remaja termotivasi untuk memahami dunia dan

menyesuaikan berpikirnya untuk mendapatkan informasi baru

(Sa’id, 2015).

Remaja dalam piaget, secara aktif membangun dunia

kognitif mereka, dimana informasi yang didapatkan tidak

langsung diterima begitu saja kedalam skema kognitif mereka

(Sa’id, 2015). Dengan kata lain, pada saat ini meraka jauh lebih

ke depan. Tanpa memusatkan perhatian pada situasi saat ini,

mereka dapat membayangkan suatu rangkaian peristiwa yang

mungkin terjadi seperti kemungkinan kuliah dan bekerja,

memikirkan bagaimana segala sesuatu mungkin dapat berubah

di masa depan, seperti hubungan dengan orang tua, dan akibat

tindakan mereka, misalnya dikeluarkan dari sekolah. Pada saat

ini, pikiran mereka dapat dipengaruhi oleh prinsip-prinsip logis

daripada hanya persepsi dan pengalaman mereka sendiri.


39

3) Perubahan Sosial

Remaja menginginkan kebebasan, tetapi di sisi lain mereka

takut akan tanggung jawab yang menyertai kebebasan ini, serta

meragukan kemampuan mereka sendiri untuk memikul

tanggung jawab terkait dengan kemandirian (Sa’id, 2015).

4) Perubahan Emosional

Masa remaja adalah masa stres emosional, yang timbul

dari perubahan fisik yang sedemikian cepat pada masa pubertas

(Sa’id, 2015). Peningkatan emosional yang terjadi secara cepat

pada masa remaja awal yang dikenal sebagai masa storm and

stress. Segi kondisi sosial, peningkatan emosi ini merupakan

tanda bahwa remaja berada dalam kondisi baru yang berbeda

dari masa sebelumnya (Sa’id, 2015).


40

B. Kerangka Teori
Menstruasi

Remaja Tanda & Gejala

- Perubahan - Dismenore/nyeri haid


Biologis
- Payudara terasa berat, penuh,
- Perubahan membesar dan nyeri tekan.
Kognitif - Nyeri panggung, merasa
- Perubahan rongga pelvis semakin penuh.
Sosial - Nyeri kepala dan muncul
- Perubahan jerawat.
Emosional - Iritabilitas atau sensitifitas
(Sa’id, 2015) meningkat.
- Metabolisme meningkat dan
diikuti dengan rasa keletihan.
- Suhu basal tubuh meningkat
0.2-0.40C.
- Ostium menutup secara
bertahap.
(Rudi Haryono, 2016)

Latihan Nyeri
Abdominal
1. Tetap
Stretching 2. Menurun
3. Meningkat

Bagan 2.1 Kerangka Teori

Keterangan :
: variabel yang tidak diteliti
: variabel yang diteliti
41

C. Penelitian Terkait

Beberapa penelitian terkait dismenore dan exercise pada remaja putri

adalah sebagai berikut :

1. Penelitian yang dilakukan oleh Faridah Alatas (2014) dengan judul

“ The Effect Of Exercise On Primary Dysmenorrhea”

menunjukkan bahwa intensitas nyeri pada kelompok intervensi

mengalami penurunan nyeri haid (8,59-4,63) pada periode ketiga

dan 2,84 pada periode keempat (p < 0,01). Sedangkan untuk

kelompok kontrol intensitas nyeri tidak signifikan. Hasil lain

menunjukkan bahwa pada akhir siklus, siswa melaporkan rasa sakit

mereka yaitu 10% tidak ada rasa sakit, 40% ringan, 44% sedang,

3% berat dan 2% sangat parah. Hasil penelitian menunjukkan

bahwa rata-rata durasi nyeri menurun dari 7,15-4,22 pada periode

ketiga dan 2,23 pada periode keempat untuk kelompok intervensi

(p < 0,01) sedangkan untuk kelompok kontrol tidak signifikan.

2. Penelitian yang dilakukan Istiqomah (2014) dengan judul

“Efektivitas Senam Dismenore dalam Mengurangi Dismenore pada

Remaja Putri Di SMU N 5 Semarang” menyatakan bahwa senam

dismenore efektif untuk mengurangi dismenore pada remaja

dengan hasil penelitian menunjukkan nilai t hitung 4,525, lebih

besar dari t tabel (1,761) dan nilai signifikansi hasil uji Paired

Sample T-Test yaitu 0,000 yang nilainyalebih kecil dari tarif


42

kesalahan (a) 0,05 atau dengan signifikansi 95% maka nilai di luar

daerah penerimaan Ho, artinya Ho ditolak dan Ha diterima.

3. Penelitian yang dilakukan Maya dkk (2013) dengan judul

penelitian “Manfaat Penambahan Latihan Otot Diafragma Pelvis

pada Latihan Otot Abdomen terhadap Dismenore Primer pada

Remaja Putri” menyatakan bahwa terdapat perbedaan nyeri haid

sebelum dan sesudah dilakukan penambahan latihan otot diafragma

pelvis pada latihan otot abdomen dengan rata-rata nyeri haid pada

latihan otot abdomen (Latihan 1) adalah 3.19 dan nyeri haid pada

latihan otot diafragma pelvis pada latihan otot abdomen (Latihan

II) adalah 2,13.

Anda mungkin juga menyukai