Anda di halaman 1dari 25

PENYAKIT INFEKSI JAMUR PADA PERNAPASAN

Robby Weha,Luthy Attamimi, Achmad Dara, Sri Asriyani, Dario A. Nelwan, Erlin Sjahril
(Subdivisi Respirasi, Departemen Radiologi FK-UNHAS)

A. Pendahuluan
Penyakit infeksi jamur paru atau yang disebut dengan mikosis paru selama
ini masih merupakan penyakit yang relatif jarang dibicarakan. Akan tetapi
akhir-akhir ini perhatian terhadap penyakit ini semakin meningkat dan
kejadian infeksi jamur paru semakin sering dilaporkan. Hal ini mungkin akibat
dari meningkatnya kesadaran dan usaha penemuan infeksi jamur dengan
berbagai cara menggunakan teknik yang tepat, bertambahnya kecepatan
tumbuh jamur sebagai akibat cara pengobatan modern, terutama penggunaan
antibiotik, berspektrum luas, atau kombinasi dari berbagai antibiotik,
penggunaan

kortikosteroid

dan

obat

imunosuppressif

lainnya

serta

penggunaan sitostatika, terdapatnya faktor predisposisi yaitu penyakit kronik


yang berat termasuk penyakit keganasan, dengan meningkatnya umur harapan
hidup akan meningkatkan insiden penyakit jamur paru, mobilitas dari manusia
tinggi sehingga kemungkinan memasuki daerah endemis fungi patogen
semakin tinggi. (Muller et al, 2007).
Walaupun masih relatif jarang bila dibandingkan dengan infeksi bakterial
atau virus, infeksi jamur paru penting karena dapat diobati dan keterlambatan
pengobatan dapat berakibat fatal.2 Permasalahannya ialah bahwa baik
gambaran klinik maupun radiologik penderita mikosis paru tidak khas. Jamur
paru sering tidak lekas didiagnosa secara dini. Pasien baru tertegakkan
diagnosanya sebagai penderita jamur paru dalam keadaan sudah lanjut atau
terlambat, sehingga pengobatan sering tidak berhasil.
Infeksi jamur paru dapat sebagai infeksi primer maupun sekunder.
Timbulnya infeksi sekunder pada paru disebabkan terdapatnya kelainan atau
kerusakan jaringan paru seperti pada TB paru berupa kavitas, bronkiectasis,
destroyed lung dan sebagainya
Gejala umum infeksi jamur paru sama dengan infeksi mikroba lainnya,
antara lain batuk-batuk, batuk darah, banyak dahak, sesak, demam, nyeri dada
dan bisa juga tanpa gejala. Oleh karena infeksi jamur paru sering menyertai
1

penyakit lain dan tidak ada gejala yang khas sehingga infeksi jamur paru
sering tidak terdiagnosa, sehingga pengobatan terhadap infeksi jamur paru
sering terlambat diberikan.( Muller et al, 2008)
B. Definisi dan Etiologi
Ada 3 pembagian utama jamur, yaitu:
1. Infeksi jamur superfisial (superfisial mycoses), menyerang kulit dan selaput
mukosa (pityriasis versicolor, dermatophytosis, superficial candidosis).
2. Infeksi jamur subkutan (subcutaneus mycoses), menyerang jaringan
subkutan dan struktur sekitarnya termasuk kulit dan tulang (mycetoma,
chromomycosis, sporotricosis).
3. Infeksi jamur sistemik (sistemic mycoses), menyerang jaringan organ di
dalam tubuh (deep viscera).
Infeksi jamur sistemik adalah infeksi jamur yang menyerang organ dalam
misalnya paru, hati, limpa, traktus gastrointestinal dan menyebar lewat aliran
darah atau getah bening. (Kobayashi, 2015)
Penyakit jamur paru, termasuk kelompok infeksi jamur sistemik. Dapat
disebabkan oleh 2 kelompok jamur berdasarkan patogenesis, yaitu:
1. Jamur endemik
Jamur ini dapat menginvasi dan berkembang pada jaringan host normal
tanpa adanya predisposisi. Jamur ini ditemukan pada daerah geografis
spesifik. Jumlahnya lebih sedikit. Infeksi jamur patogen sistemik pada paru
yang sering terjadi adalah:

Histoplasmosis, disebabkan Histoplasma capsulatum.

Koksidioidornikosis, disebabkan oleh Coccidioides immitis.

Parakoksidioidornikosis,

disebabkan

oleh

Paracoccidioides

brasiliensis.

Blastomikosis, disebabkan oleh Blastomyces dermatitidis.

Kriptokokosis, disebabkan oleh Cryptococcus neoformans.

Pneumonia yang disebabkan jamur jenis endemik ini biasanya merupakan


self-limited pada pasien imunokompeten.
2

2. Jamur Oportunistik
Organisme Oportunistik artinya dalam keadaan normal sifatnya non
patogen tetapi dapat berubah menjadi patogen bila keadaan tubuh melemah,
dimana mekanisme pertahanan tubuh terganggu.
lnfeksi jamur oportunistik temyata lebih sering terjadi dibandingkan
infeksi jamur patogen sistemik. lnfeksi ini umumnya terjadi pada penderita
defisiensi sistem pertahanan tubuh atau pasien-pasien dengan keadaan umum
yang lempah patient. Pneumonia yang disebabkan oleh jamur jenis ini
memiliki morbiditas yang lebih tinggi serta kasus fatal mencapai hingga
90%.3
lnfeksi jamur paru oportunistik yang sering terjadi adalah:
1. Kandidiasis paru.
2. Aspergilosis paru. (Parker et al, 2012)
C. Epidemiologi
Meskipun beberapa jamur cenderung untuk berada atau tumbuh pada suatu
daerah geografis tertentu, seperti misalnya di Inggris jamur yang paling
banyak dijumpai ialah aspergillus, kandida, actinomyces dan cryptococcus.
Demikian pula jamur-jamur seperti histoplasma, coccidioides dan blastomyces
distribusinya secara geografis amat terbatas, namun transportasi yang semakin
lancar dan arus perpindahan penduduk yang makin cepat menyebabkan infeksi
jamur yang tadinya langka disesuatu daerah menjadi tidak langka lagi serta
ditambah dengan meningkatnya jumlah pasien dengan imunokompeten
mengakibatkan resiko terinfeksi jamur akan semakin meningkat pula.(Muller
et al, 2007)
Kecuali aktinomikosis dan kandidiasis, penyakit jamur paru umumnya
terjadi akibat menghirup spora jamur. Hampir seluruh jamur merupakan
organisme yang hidup di atas tanah (soil). Beberapa dari jamur tersebut untuk
pertumbuhannya memerlukan kondisi-kondisi khusus.

Pada umumnya jamur memilih hidup dan tumbuh di daerah yang basah
atau lembab. H capsulatum dan B dermatitides misalnya suka hidup di rawarawa dekat sungai-sungai, sedangkan H. capsulatum dan Cryptococcus
neoformans tumbuh subur pada tanah yang telah terkontaminasi kotoran
burung ataupun kotoran kelelawar (seperti di gua-gua yang banyak
kelelawarnya). Satu-satunya jamur yang memilih hidup subur di tanah yang
padat dan kering ialah Coccidioides immitis.
Berbeda dengan kebanyakan jamur pada umumnya, maka Kandida dan
actinomyces hidup komensal di dalam rongga pipi (buccal cavity) manusia.
Infeksi pada paru oleh kedua jenis jamur ini hanya terjadi apabila daya tahan
tubuh menurun.
Sesuatu yang unik namun menarik perhatian ialah bahwa meskipun spora
jamur mudah menyebar kemana-mana, namun sangat jarang terjadi penularan
penyakit jamur paru dari seseorang ke orang lain. Satu-satunya yang pernah
dilaporkan ialah epidemi koksidioidomikosis yang mengenai 6 kasus dan
diduga terjadinya melalui penularan orang ke orang. Tidak terdeteksinya
adanya penularan pada jamur paru boleh jadi karena penyakit ini rnemberi
gambaran subklinis artinya dengan gejala yang tidak khas dan tak menonjol.
Baik

Actinomyces

israeli

dan

Candida

albicans

masing-masing

menyebabkan candidiasis dan actinomycosis. Sebagaimana telah dikemukakan


keduanya bersifat parasitik yang obligatoir dan mengadakan simbiose dengan
tuan rumahnya sampai suatu saat terjadi atau terdapat faktor-faktor
predisposisi tertentu terutama proses-proses devitalisasi (mendapat terapi
antibiotika, atau steroid atau radiomimetik jangka panjang, ataupun menderita
penyakit-penyakit kronis berat). Pada keadaan-keadaan tersebut mekanisme
pertahanan tubuh yang dalam keadaan normal mampu mengontrol
pertumbuhan dan patogenitas jamur menjadi berkurang; dan dalam hal seperti
ini jamur candida yang tadinya bersifat saprofit menjadi patogen, dan
terjadilah suatu infeksi opportunistik. (Kobayashi, 2015)
Spora

dari

jamur-jamur

yang

menyebabkan

histoplasmosis,

coccidioidomycesis, kriptokokosis dan aspergilosis dihasilkan di permukaan


tanah (soil) terbawa dan tersebar kemana-mana oleh angin, lalu terhirup

manusia dan menimbulkan infeksi. Hingga saat ini hanya 2 jenis jamur yang
menimbulkan infeksi paru yang tidak dijumpai hidup diatas permukaan tanah,
yaitu Blastomyces dermatitidis dan Paracoccidioides brasiliensis. Distribusi
geografis jamur Coccidioides imitis dibatasi oleh kondisi iklim. lnfeksi oleh
jamur ini biasa dijumpai di Amerika Serikat bagian Barat Daya, Mexico dan
Venezuela, yaitu daerah-daerah yang kering, sebab sebagaimana dikemukakan
diatas tadi jamur ini suka hidup di permukaan tanah yang padat dan kering.
Penderita infeksi jamur ini banyak dari suku-suku Indian Amerika yang diam
di daerah-daerah tersebut.(McLoud, 2010)
Sebagaimana juga telah disebutkan Histoplasma capsulatum dan
Cryptococcus neoformans suka hidup di lingkungan yang tercemar kotoran
burung atau kelelawar. Histoplasma capsulatum menimbulkan penyakit infeksi
jamur dengan gejala mirip influenzae pada penyelidik-penyelidik di Venezuela
dan Afrika Selatan sehingga disebut juga dengan penyakit "Cave disease".
Diperlukan masa bertahun tahun sejak seseorang terinfeksi dengan jamur
Histoplasma capsulatum sampai terjadinya penyakit muncul dengan gejala
klinis yang jelas.
Kriptokokosis atau penyakit yang disebut infeksi jamur cryptococus
neoformans terjadi bila seseorang termakan buah-buahan atau terminum susu
yang telah tercemari atau terkontaminasi dengan kotoran burung yang
mengandung jamur tersebut. Mastitis pada lembu bisa pula akibat infeksi
jamur Cryptoccus neoformans, sehingga terminum susu lembu yang mengidap
mastitis bisa pula mengundang infeksi jamur tersebut. (Gotway, 2011)
D. Insidensi
lnsidensi atau kejadian infeksi jamur paru belum diketahui secara pasti.
Yang jelas ialah bahwa kejadian infeksi jamur di paru semakin sering dengan
makin meningkatnya penggunaan jangka panjang berbagai antibiotika.
kortikosteroid, radiomimetik. Infeksi Candida albicans secara lokal seperti di
mulut, esotagus, usus dan vagina nampak makin sering, sedangkan kandidiasis
sistemik relatif masih jarang.

Aktinomikosis

bisa

dijumpai

di

banyak

negara,

namun

sejak

diketemukannya penisilin penyakit ini makin jarang, terutama aktinomikosis


yang kronis dengan pembentukan sinus-sinus, sudah semakin langka.
Di daerah-daerah endemik koksidioidomikosis, hampir 100% populasi
terinfeksi, namun hanya sekitar 25% yang memperlihatkan gejala klinis, dan
sebagian besar hanya berupa mirip influensa saja dan hanya 0,2%
menunjukkan histoplasmosis sistemik.
Aspergillus fumigatus telah dilaporkan dijumpai pada sekitar 10%
penderita dengan bronkhitis dan pada persentasi yang lebih banyak lagi
dijumpai pada penderita asma. Jamur ini merupakan kontaminan yang sering
di laboratorium-laboratorium, sehingga bila jamur ini berhasil di isolir dari
suatu spesimen belum berarti bahwa jamur ini memang sebagai penyebab
suatu penyakit atau kelainan, namun bila dijumpai kultur berulang-ulang tetap
hasilnya positif, maka hal ini suatu sugestif, dan memang bukti-bukti
menyatakan bahwa Aspergilosis bronkopulmonal lebih sering dari yang
diperkirakan sebelumnya. (Kobayashi, 2015)
Angka kekerapan mikosis paru di dunia dan di Indonesia belum diketahui
secara pasti. Walaupun infeksi jamur lokal seperti pada mulut, esofagus, usus
dan vagina cukup sering, namun yang bersifat sistemik termasuk di paru tidak
sebanyak itu. Begitu pula, walaupun pada daerah endemik infeksi oleh
koksidioidomikosis dapat mencapai 100%, tapi yang sakit secara klinik
mungkin hanya 20%. Masalah lain adalah karena sulitnya mendiagnosis
mikosis paru. Sediaan apus sputum, biakan jamur, pemeriksaan histologik
paru dan uji serologikpun kadang hasilnya membingungkan. Dan penyakitpenyakit infeksi jamur paru tersebut yang banyak diketemukan di Indonesia
adalah Kandidiasis paru, namun belum diketahui berapa besar prevalensinya.
Namun demikian adanya kecenderungan peningkatan beberapa penyakit jamur
paru akibat berbagai situasi di Indonesia harus diantisipasi berdasarkan hal-hal
sebagai berikut:
1. Masih tingginya kekerapan TB paru yang dengan obat anti TB dapat
disembuhkan namun sering meninggalkan lesi sisa seperti kavitas,
bronkiektasis,"destroyed lung" dsb.

2. Penggunaan steroid sistemik dan aerosol yang merupakan pengobatan


utama pada penderita asma dapat menimbulkan infeksi jamur sekunder.
3. Masih tingginya kekerapan bronkiektasis yang sering mendapat terapi
antibiotika berulang.
4. Meningkatnya kasus kanker paru akhir-akhir ini disertai penurunan daya
tahan tubuh memudahkan tumbuhnya jamur.
5.

Keadaan-keadaan

"immunocompromized"

akibat

penyakit

lain,

meningkatkan resiko infeksi jamur sistemik atau lokal di paru.


Aspergilosis primer sangat jarang ditemukan, yang banyak ditemukan
adalah Aspergilosis sekunder akibat adanya kelainan pada paru seperti TB
paru, bronkiektasis, asma bronkial, PPOM, asbestosis, kanker paru, kelainan
sistemik seperti leukemia, anemia plastik, DM,AIDS, transplantasi organ.
Di Indonesia data angka kejadian penyakit jamur paru belum ada hanya
beberapa laporan mengenai infeksi jamur paru telah dilaporkan. Namun
demikian adanya kecenderungan peningkatan kekerapan penyakit jamur paru
akibat berbagai situasi di Indonesia harus diantisipasi berdasarkan masih
tingginya kekerapan TB paru yang dengan obat anti tuberkulosa dapat
disembuhkan namun meninggalkan lesi sisa seperti kavitas, bronkiektasis,
destroyed lung, dan sebagainya.
Terjadinya infeksi sekunder dengan jamur akan menimbulkan keluhan
yang mirip gejala klinis TB paru sehingga walaupun masa pengobatan TB
sudah selesai masih ada keraguan untuk menghentikan pengobatan, yang
menyebabkan pengobatan TB menjadi berkepanjangan. Hal ini tentunya dapat
dihindari bila infeksi jamur paru terdiagnosa dan diberikan pengobatan.
Diagnosis penyakit jamur biasanya diduga dari gambaran klinis dan lesi-lesi
yang terjadi. Diagnosa pasti hanya dapat ditegakkan secara laboratoris dengan
menemukan jamur penyebab penyakit pada lesi atau eksudat yang berasal dari
penderita. Untuk pembiakan jamur membutuhkan waktu 1-5 minggu.
(Mandanas, 2014)
E. Patogenesis Mikosis Paru

Seluruh infeksi jamur dari jenis apapun pada umumnya menimbulkan


aneka ragam reaksi keradangan, yang dalam hal ini bisa dijumpai hiperplasia
epitel, granuloma histiositik, arteritis trombotik, campuran reaksi radang
piogenik dan granulomatous, granuloma pengkejuan, fibrosis dan kalsifikasis.
Hampir dapat dikatakan bahwa jamur apapun bila menginfeksi baik diparu
atau pada jaringan manapun didalam tubuh menimbulkan gambaran
granuloma yang secara patologik sulit dibedakan dengan granuloma yang
terjadi pada TBC ataupun sarkoidosis. Meskipun dikemukakan bahwa
diagnosa patologik ditegakkan dengan isolasi organisme jamur dari jaringan
yang terlibat, namun ini masih mempunyai problem yaitu bahwa beberapa
jamur seperti H Capsulatum, Sporothricum Schenkii, Torulapsis glabrata,
Blastomyces clan Coccidioides mempunyai sel-sel berbentuk mirip ragi (Yeast
like cells) yang secara histologik sukar dibedakan satu dengan lainnya.
Diagnosa pasti dengan demikian memerlukan pemeriksaan kultur (biakan) dan
pemeriksaan serologik.
lnfeksi jamur paru ternyata lebih sering disebabkan oleh infeksi jamur
oportunistik kandidia dan aspergilus. Sebagai infeksi oportunistik jamur ini
terdapat dimana-mana dan sering menginfeksi pada penderita dengan
pemakaian obat antibiotik secara luas atau dalam jangka waktu yang cukup
lama, kortikosteroit, disamping munculnya faktor predisposisi seperti penyakit
kronis dan penyakit keganasan.
Timbulnya infeksi skunder pada jamur paru disebabkan terdapatnya
kelainan paru seperti kavitas tuberkulosa, bronkiektasis, krasinomabronkus
yang sering menurunkan daya tahan tubuh.
Jamur kandida albikans merupakan flora normal dalam rongga mulut,
saluran cerna dan vagina pada individu normal dan dapat menginvasi
penderita dengan imunokompromi atau keadaan netropenia yang lama. Koloni
akan meningkat pada penderita dengan mendapat pengobatan antibiotika
secara luas yang menekan flora normal dan penyakit yang menimbulkan defek
anatomi maupun defek imunologi.
Kandidiasis paru dapat disebabkan oleh invasi langsung infeksi pada
bronkopulmoner atau terjadi secara endogen karena jamur telah ada dalam

tubuh penderita terutama di usus, selanjutnya mengadakan invasi ke alat-alat


dalam diseluruh tubuh melalui aliran darah.
Perkembangan penyakit kandidiasis ditentukan oleh interaksi yang
kompleks antara patogenisitas internal organisme tersebut dan mekanisme
pertahanan pejamu. Mekanisme pertahanan pejamu yang berperan adalah
imun dan non Imun.
Faktor imun yang berperan dalam pertahanan terhadap jamur yaitu respon
imun humoral dan seluler. Faktor imun seluler diperkirakan mempunyai
peranan yang lebih penting. Bukti-bukti ini didapat dari pengalaman pada
kandidiasis mukokutaneus kronik dan infeksi HIV, adanya defek imunitas
selurer tersebut menyebabkan kandidiasis superfisialis yang luas, walaupun
sistem imunitas humoral normal.
Faktor non imun yang berperan antara lain interaksi dengan flora-flora
mikrobial lain pada kulit dan mukosa yang merupakan efek protektif terhadap
pertumbuhan patogen jamur oportunistik, sekresi saliva dan keringat
merupakan anti fungal alamiah.
Pada penderita TB Paru dengan defek anatomi paru disertai pemberian
obat anti tuberkulosa dalam waktu lama yang akan menekan flora normal
sehingga pertumbuhan jamur oportunistik tidak terhambat.
Penyakit granulomatous kronik juga merupakan predisposisi terhadap
aspergilosi invasif paru. Terinhalasi spora jamur aspergilus dalam jumlah
banyak dapat menimbulkan peneunitis akut, divus dan dapat sembuh dengan
sendirinya.
Aspergilus dapat membentuk kolonisasi pada bronkus dan kavitas paru
dengan latar belakang penyakit TB. Paru. Bola jamur bisa terdapat pada
rongga kista atau kavitas yang disebut aspergiloma, biasanya terdapat pada
logus atas paru dengan diameter beberapa sentimeter dan dapat terlihat pada
foto dada. (Muller, 2010)

F. Penyakit-Penyakit Jamur Paru & Gambaran radiologis


1. Histoplasmosis
Histoplasmosis disebabkan oleh jamur dimorfik Histoplasma capsulatum,
dimana tumbuh sebagai mycelium berseptasi pada tanah. Unggas seperti
ayam maupun merpati dapat membawa jamur ini pada kotoran maupun
bulunya. Kelelawar dilaporkan merupakan penginfeksi utama dari jamur jenis
ini. Pada banyak kasus infeksi terjadi setelah membersihkan kandang ayam
maupun memasuki gua kelelawar. Infeksi jamur ini prevalensi terjadinya
terutama pada Amerika bagian tengah dan timur.
Kebanyakan infeksi pada manusia terjadi akbat inhalasi dari spora yang
berkecambah dan menjadi bentuk ragi. Bentuk ini kemudian masuk melalui
peredaran darah dan sistem limfatik. Infeksi akut pada orang normal,
biasanya asimptomatik. Kebanyakan kasus yang menimbulkan gejala ketika
sudah terjadi defek struktural paru seperti emfisema.
Gambaran Radiologi
Pada foto thorax konvensional kebanyakan pasien akut akan ditemukan
kondisi normal. Gambaran yang bisa ditemukan antara lain adanya area
konsolidasi multifokal nonspesifik. Jika pada infeksi parah, pola akan seperti
pneumonia. Biasanya disertai lymphadenopathy. Tidak ada efusi pleura.

.
Kiri : Perselubungan luas pada lobus bawah paru kiri dengan bercak-bercak infiltrat dan
lymphadenopathy
Kanan : Nodul kalsifikasi luas

10

Kiri : Pasien dengan stridor. Massa berkalsifikasi pada KGB pretracheal yang mendesak carina.
Biopsi sesuai H.capsulatum
Kanan : Gambaran Histoplasmosis akut, Multipel nodul luas dan lymphadenopathy perihilar
bilateral

Pada pasien dengan expose yang luas, nodul-nodul ukuran kecil akan
muncul. Nodul-nodul ini akan menjadi kalsifikasi pada proses penyembuhan.
Pada nodul yang soliter dari infeksi H. Capsulatum ini, bila membesar
mencapai hingga lebih dari 3 cm maka akan disebut dengan Histoplasmoma.
Histoplasmoma ini biasanya mengandung kalsifikasi target di sentralnya

Kiri : Foto thorax konvensional menunjukkan massa pada lobus atas paru kiri(panah)
Kanan : CT Scan menunjukkan massa dengan kalsifikasi yang memberikan gambaran cincin

Pada

kasus

kronik,

gambaran

yang

mungkin

didapatkan

yaitu

perselubungan fibrocavitas pada lobus atas paru. Gambaran ini mirip dengan
gambaran TB postprimer.

11

Histoplasmosis kronik meberikan gambaran perselubungan pada lobus atas paru kanan , garis fibrotik dan
kavitas

2. Coccidioidomycosis
Coccidioides immitis adalah jenis jamur dimorfik yang tumbuh di tanah
dalam bentuk miselium. Miselium inilah yang memproduksi arthrospora yang
dapat menginfeksi manusia jika terhirup. Bila sudah masuk ke jaringan, jamur
ini akan keluar sebagai sprula dan bereproduksi.
Infeksi Coccoidioides immitis endemis pada Amerika utara bagian selatan
dan Mexico utara. Infeksi jamur ini dibagi atas infeksi primer, infeksi primer
persisten dan pola infeksi luas. Primer infeksi terjadi jika arthospora
C.immitis terhirup berkembang menjadi sporangia dan merangsang terjadinya
inflamasi

pada

paru.

Biasanya

gambaran

awal

inflamasi

berupa

bronchopneumonia, kemudian menjadi inflamasi granuloma.


Infeksi primer persisten terjadi bila infeksi primer berlangsung lebih dari 6
minggu. Gambaran yang dapat timbul berupa pneumonia ataupun lesi-lesi
nodular dengan sentral nekrosis.
Infeksi luas biasanya timbul pada ras Afro Amerika dan pasien
imunokompresi. Dengan menggunakan paru-paru sebagai port d entre,
C.immitis dapat menyebar ke ke otak dan selaput mening, tulang, kulit, sendi
maupun ginjal. Gambaran radiologi yang timbul biasanya tidak jelas.
Biasanya berupa gambaran bercak miliar.

12

Infeksi paru coccidioidomycosis primer yang dibuktikan berdasarkan pemeriksaan serologi dan
bronkoskopi. A: Perselubungan homogen pada lobus bawah paru kiri dengan ltmphadenopathy. B: CT Scan
memperlihatkan adanya densitas menyerupai massa homogen tanpa air-bronchogram pada LLL.

3. Blastomycosis
Kebanyakan kasus infeksi Blastomyces dermatitidis terjadi di sentral
selatan Amerika dan Kanada. Tapi bahkan pada daerah endemisnya, kasus
yang terdiagnosis dengan benar saat pertama MRS hanya sekitar 18%.
Lainnya terdiagnosis sebagai pneumonia, kasus malignansi dan tuberculosis.
Proses infeksi jamur ini biasanya berhubungan dengan tanah. Jalan masuk
dari jamur ini setelah terhirup adalah paru-paru. Organisme kemudian akan
merubah bentuk miceliumnya menjadi bentuk ragi yang akan menyebabkan
infeksi di paru dan kulit serta penjalaran ke organ lainnya. Infeksi paru
biasanya asimptomatik. Jika menimbulkan gejala, akan bervariasi yang
biasanya menyerupai gejala dari pneumonia akut.
Gambaran radiologi berupa perselubungan batas tidak tegas pada paru.
Perselubungan dapat unifokal maupun multifokal. Perselubungan lebih sering
terjadi pada lobus atas daripada lobus bawah. Kavitas biasanya timbul pada
kasus kronik.

13

Kiri : Pneumonia Blastomycosis menunjukkan perselubungan bilateral, terutama pada LUL


Kanan : Nodul miliar luas pada paru

4. Kandidiasis
Beberapa keadaan yang mempredisposisi terjadinya kandidiasis sistemik
menurut Winner dan Hurley ialah kehamilan, trauma lokal seperti bekas bekas
garukan akibat alergi pada kulit, berbagai gangguan endokrin (DM, Adison
Disease, hipoparatiroid, hipotiroid), pancreatitis, malnutrisi, malabsorbsi,
penggunaan antibiotika dan steroid yang lama, kelainan kelainan darah
(leukimia, anemia plastik, agranulusitosis), berbagai penyakit keganasan dan
paska bedah.
Kandida albikans merupakan species kandida yang paling sering
menyebabkan kandidiasis pada manusia, baik kandidiasis superfisialis maupun
sistemik. Pada media agar khusus akan terlihat struktur hyphae, pseudohypae
dan ragi. Kandida dapat menyebabkan penyakit sistemik progresif pada
penderita yang lemah atau sistem imunnya tertekan.
Kandida albikan merupakan flora normal rongga mulut, saluran cerna dan
vagina pada individu normal dan hanya menginvasi penderita dengan
imunokompromise atau kedaaan netropenia yang lama. Koloni meningkat
pada penderita yang mendapat pengobatan antibiotika yang berspektrum luas,
dan pada penderita diabetes melitus. Kandida albikans merupakan species
yang paling sering menginfeksi manusia yaitu sekitar 75%.
Pada pasien yang menderita sesuatu penyakit yang berat dan kronis pernah
dilaporkan terjadi pneumonia akibat Kandida albikans. Dalam garis besarnya

14

kandidiasis paru terdiri dari dua bentuk yaitu Kandidiasis bronkial dan
Kandidiasis paru.
Pada kandidiasis bronkial dinding mukosa bronkus tampak diselaputi oleh
plak plak sama seperti yang menutupi mukosa mulut dan tenggorokan pada
Kandidiasis mulut dan Kandidiasis tenggorokan. Pasien mengeluh batuk batuk
keras, dahak sedikit dan mengental dan berwarna seperti susu. didalam dahak
bisa dijumpai Kandida albikans namun perlu diingat bahwa Kandida albicans
dalam keadaan normal bisa dijumpai sebagai saprofit dirongga mulut dan pipi.
Pada sekitar 50% penderita Tb paru bisa dijumpai Kandida albikans dalam
dahak mereka, sehingga untuk menetapkan bahwa seseorang menderita
Kandidiasis bronkial harus diperiksa dan dijumpai kepositipan organisme ini
di dahak secara berulang ulang. Jadi tidak cukup sekali pemeriksaan.
Gambaran radiologik foto dada biasanya normal saja, ataupun paling dijumpai
pengaburan berupa garis dilapangan tengah dan bawah paru.
Pasien yang menderita Kandidiasis paru biasanya tampak lebih sakit,
mengeluh demam dengan pernapasan dan nadi yang cepat. Batuk-batuk,
hemaptoe, sesak dan nyeri dada. Pada foto dada biasa tampak pengaburan
dengan batas tidak jelas terutama dilapangan bawah paru. Bayangan lebih
padat atau bahkan efusi pleura bisa juga terjadi/dijumpai pada foto dada.
Diagnosa dengan menemukan jamur Kandida di sputum serta kultur yang
positip dengan medium agar Sabouraud pada pemeriksaan berulang-ulang.
Kandidiasis (moniliasis, kandidosis) yaitu infeksi yang disebabkan oleh
jamur kandida baik primer maupun sekunder terhadap penyakit lain yang telah
ada (Suprihatin, 1982). Lesi kandidiasis paru secara radiologi umumnya
memberikan

gambaran

berupa

bronkopneumonia,

tetapi

dapat

pula

memberikan gambaran berupa infiltrat bulat seperti cotton ball, tunggal atau
multipel, atau abses paru

15

Pneumonia candidiasis pada pasien terapi kortikosteroid. CXR memperlihatkan suatu gambaran
pneumonia fokal pada lobus atas paru kiri

5. Aspergillosis
Spesies Aspergillus merupakan jenis jamur yang dapat ditemukan pada
berbagai area di muka bumi. Hal ini mungkin yang menyebabkannya lebih
sering terdiagnosa. Spesies Aspergillus yang paling memainkan peranan
penting pada infeksi ke manusis adalah A.fumigatus. Organisme ini keluar dari
bentuk miselial dengan hifa.
Infeksi yang disebabkan A.fumigatus diklasifikasikan atas :
1. Aspergillosis invasif
2. Aspergillosis semi invasif (aspergillosis nekrosis kronik)
3. Aspergillosis bronkhopulmonal alergik
4. Aspergilloma
Infeksi Aspergillosis dapat terjadi bila host menghirup organisme ini.
1. Aspergillosis invasif
Merupakan infeksi jamur paru oportunistik tersering. Faktor pencetus
utama terjadinya yaitu neutropenia kronis dan berat, terapi kortikosteroid
jangka panjang, post transplantasi stem cell, serta AIDS tahap lanjut.
Saat spora terhirup ke jalan napas, dengan kekurangan respon imunitas
dari hostmaka spora matur yang berubah menjadi hifa akan masuk ke

16

arteri pulmonal menyebabkan thrombosis a.pulmonal, hemoragik, nekrosis


paru maupun infeksi sitemik.
Gejala klinik termasuk demam, batuk dan sesak. Nyeri dada serta
hemoptisis dapat timbul bila telah terjadi emboli paru.
Gambaran radiologi dapat berupa multipel nodul batas tidak tegas
ukuran 1-3 cm pada regio perifer dan lobus bawah paru. Nodul lama
kelamaan akan menjadi massa besar ataupun area perselubungan.
CT Scan biasanya akan memperlihatkan gambaran suatu nodul yang
dikelilingi rim densitas ground glass yang memberikan gambaran CT
halo.

Kiri : Foto thorax konvensional memperlihatkan perselubungan pada perifer lobus atasparu kanan
Kanan : CT Scan menunjukkan multipel nodul irreguler dengan rim yang groud glass (CT halo sign)

2. Aspergillosis semi invasif (aspergillosis nekrosis kronik)


Merupakan jenis aspergillosis granulomatous kronik. Jarang terjadi,
biasanya timbul sebagai komplikasi dari penyakit pernapasan kronik
lainnya seperti tuberculosis, actinomikosis dan histoplasmosis.
Gejala klinis yang ditimbulkan bervariasi seperti hemoptisis, produksi
sputum, berat badan berkurang dan demam. Biasanya pertama kali muncul
dalam gambaran radiologi berupa perselubungan fokal pada lobus atas
paru yang kemudian bertambah berat menjadi kavitas, beberapa kasus
disertai bentukan aspergilloma dan penebalan pleura.

17

Kiri : Semi invasif aspergilloma memperlihatkan gambaran perselubungan pada perihilar berbatas tidak
tegas
Kanan : CT memperlihatkan konsolidasi dan ground glass opasitas serta nodul pada lobus atas paru kanan

3. Aspergillosis Bronkhopulmonal Alergik


Merupakan gangguan pulmonal yang sangat jarang dan hampir selalu
hanya didapatkan pada pasien asma. Patogenesis masih belum jelas tapi
dipercaya melibatkan reaksi alergi tipe I dan tipe III. Pada pasien asma
yang terhirup spora dari Aspergillus akan mengakibatkan cedera pada
mukosa jalan napas proksimal. Hifa jamur ini akan merangsang
peningkatan sekresi mukus dan kemudian mengakibatkan bronkhiektasis.
Gambaran awal radiologi berupa perselubungan multifokal bilateral .
Pada CT Scan didapatkan bronkhiectasis kistik di bronkhus lobus atas
segmental dan subsegmental.

Foto Thorax konvensional


memperlihatkan
perselubungan
multifokal
bilateral dan nodul berbatas
tidak tegas

18

CT Scan memperlihatkan pada level distal main bronkhus kiri (A) dan bronkhus lingula (B) adanya
konsolidasi parenkimal, bronkhiektasis, mukus(panah) serta nodul sentrilobular kecil

4. Aspergilloma
Aspergilloma atau mycetoma atau fungus ball merupakan infeksi yang
timbul pada pasien-pasien dengan penyakit paru struktur yang tidak
terdiagnosis. Pasien dengan mycetoma biasanya memiliki imunitas yang
normal. Secara patologis, aspergilloma mengandung kombinasi dari hifa
jamur, debris sel dan mukus di dalam suatu kavitas. Dinding kavitas
terbentuk dari jaringan fibrosa, sel radang dan jaringan granulasi.
Penyebab tersering dari penyakit paru struktur yang tidak terdiagnosis
dengan aspergilloma adalah kavitas dari penyakit TB sebelumnya.
Sarcoidosis merupakan penyebab tersering kedua.
Gejala klinis yang ditimbulkan biasanya asimptomatik. Bila gejala ada
berupa batuk, berat badan berkurang dan hemoptisis.
Aspergilloma pada gambaran radiologi biasanya berupa massa bulat
atau oval yang mengisi suatu kavitas yang memberikan gambaran aircrescent sign. Air-crescent sign tidak akan terlihat bila fungus ball besar
dan mengisi seluruh rongga kavitas. Aspergilloma dapat berubah posisi
sesuai posisi pasien. Aspergilloma biasanya menempati lobus atas paru.
CT akan memperlihatkan massa intrakavitas yang mobile dan juga
akan memperlihatkan jaring jamur kecil yang menghubungkan fungus ball
dan dinding kavitas.

19

Foto
Thorax
konvensional
memperlihatkan suatu kavitas
dengan fungus ball di dalamnya.
Tampak adanya air-crescent sign
di atas mycetoma, penebalan
pleura dan mobilitas dari fungus
ball. Pada kasus ini penyakit yang
mendasari adalah infeksi TB.
A. PA
B. Lateral dekubitus
C. PA
1
tahun
sebelumnya
yang
memperlihatkan
kavitas tanpa adanya
mycetoma

20

Kiri : CT Scan axial posisi supine memperlihatkan gambaran fungus ball di dalam kavitas
Kanan : CT Scan axial posisi prone memperlihatkan gambaran posisi fungus ball yang berubah

6. Pneumocystis jiroveci (Pneumocystis carinii)


Pneumocystis jiroveci, dulunya dikenal dengan P.carinii. Dahulu
diklasifikasikan sebagai protozoa tapi sekarang ternyata merupakan suatu
jamur. Pneumonia P.jiroveci selalu timbul eksklusif pada pasien-pasien
dengan imunosupresi. Pasien dengan AIDS paling sering terkena, kemudian
pasien post transplantasi dan penggunaan kortikosteroid.
Infeksi P.jiroveci ini kemungkinan timbul sebagai akibat dari reaktivasi
dari infeksi laten, yang timbul akibat imunosupresi. Infeksi menyebabkan
inflamasi alveolar dengan eksudat eosinofil mengandung kista, trophozoit dan
material lainnya. Bentukan membran hialin, edema interstitial dan hiperplasia
pneumosit tipe II dapat pula terjadi.
Gejala klinis yang timbul antara lain sesak, napas pendek, batuk kering
dan demam tinggi. Pasien AIDS dengan infeksi P.jiroveci biasanya menderita
imunocompromised berat(sel CD4<200sel/L). Diagnosis dapat ditegakkan
dengan penemuan organisme pada sputum maupun denngan bronkhoskopi.
Gambaran awal radiologi thorax konvensional memberikan manifestasi
berupa ground-glass perihilar bilateral ataupun penebalan interstitial ataupun
corakan bronchovasvular yang menghilang. Kemudian, perselubungan
dengan air bronchogram sign multifokal dapat terlihat. Efusi pleura biasanya
jarang.
Beberapa pasien dengan AIDS akan memperlihatkan area kistik yang
disebut pneumatokel. Pneumatokel ini berdinding tipis dan biasanya

21

ditemukan pada lobus atas paru. Adanya lesi ini merupakan predisposisi
terjadinya pneumothorax.
CT Scan akan memberikan gambaran ground-glass multifokal yang
predominan pada perihilar. Penebalan septal interlobular dan konsolidasi foci
mungkin terlihat pula. Pneumatokel dan pneumothorax juga dapat terjadi.

Pneumonia Pneumocystisjiroveci pada pasien AIDS.


A: Foto thorax konvensional memperlihatkan gambaran ground-glass perihilar, penebalan interstitial serta
corakan bronchovascular yang mengabur.
B : CT memperlihatkan opasitas ground-glass dan retikular

Pneumonia P.jiroveci dan pneumothorax pada pasien AIDS dengan sel CD4 yang rendah.CT Scan axial
memperlihatkan beberapa kista dinding tipis (panah) yaitu pneumatokel dikelilingi dengan opasitas groundglass. Pneumothorax kanan terjadi akibat ruptur dari pneumatokel.

22

Kesimpulan
lnsidensi atau kejadian infeksi jamur paru belum diketahui secara pasti. Yang
jelas ialah bahwa kejadian infeksi jamur di paru semakin sering dengan makin
meningkatnya penggunaan jangka panjang berbagai antibiotika. kortikosteroid,
radiomimetik.
Sangat sulit untuk menentukan infeksi jamur di paru oleh karena sebagian
besar gejalanya mula-mula tidak mencolok dan sering sekali seperti gejala flu
biasa atau infeksi paru oleh sebab lain. Permasalahan lain dalam mendiagnosis
infeksi oleh jamur yaitu kita harus dapat menentukan apakah jamur tersebut hanya
bersifat koloni atau telah terjadi infeksi/patogenik.
Timbulnya infeksi sekunder pada jamur paru disebabkan terdapatnya kelainan
paru seperti kavitas tuberkulosa, bronkiektasis, karsinomabronkus yang sering
menurunkan daya tahan tubuh. Pemeriksaan radiologis dapat digunakan sebagai
untuk menegakkan diagnosa kasus-kasus mikosis jamur tertentu pada paru karena
ada beberapa gambaran radiologis infeksi jamur paru ini yang tidak khas dan
memberikan gambaran yang mirip pada penyakit-penyakit infeksi lainnya.

23

DAFTAR PUSTAKA
Burgener, F. A., et al. The Chest X-Ray Differential Diagnosis in
Conventional Radiology, 2nd revised edition, Thieme New York, New York.
Eisenberg, R. L., Clinical Imaging An Atlas Of Differential Diagnosis, 5th
edition, Lippincott Williams & Wilkins, Philadelphia.
Herzog, C and Burgener, F. A, Lungs, Burgener, F. A. et al., Differential
Diagnosis in Computed Tomography, 2nd edition, Thieme New York, New York.
Hansell, D. M., et al., Imaging of Diseases of the Chest, 5th edition,
Mosby, London.
Kobayashi,

G.

S.,

2015,

Disease

of

Mechanism

of

Fungi,

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK8103/
Lee, K. S., et al., Radiology Illustrated Chest Radiology, Springer, New
York.
Lee, K. S., et al., Mullers Diseases of the Lung Radiologic and
Pathologic Correlations, 2nd edition, Lippincott Williams & Wilkins,
Philadelphia.
Mandanas,

R.

A.,

et

al.,

2014,

Fungal

Pneumonia,

http://www/emedicine.medscape.om/article/300341-overview
McLoud, T. C., Boiselle, P. M., The Requisites Thoracic Radiology, 2nd
edition, Mosby, Philadelphia.
Muller, N. L. And Silva, C. I. S., Imaging of the Chest, volume 1,
Saunders, Philadelphia.
Muller, N. L., et al., Imaging of Pulmonary Infections, Lippincott Williams
& Wilkins, Philadelphia.
Parker, M. S., et al., Chest Imaging Case Atlas, 2nd edition, Thieme New
York, New York.
Webb, W. R., Higgins, C. B., Thoracic Imaging Pulmonary and
Cardiovascular Radiology, 2nd edition, Lippincott Williams & Wilkins,
Philadelphia.

24

Stern, E. J., et al., Expert ddx Chest, Amirsys Publishing, Washington

25

Anda mungkin juga menyukai