Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH PRNGKAJIAN RESEP DAN DISPENSING

“ INTERPROFESSIONAL COLLABORATION “

Oleh :

KELOMPOK 2

SOFIA RAMADANI (1711011011)

ANNISA ARRAHMAN (1711011013)

SINDI SUIJA (1711011015)

RAUDHATUL JANNAH (1711011017)

ULI WAHDA (1711011019)

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS ANDALAS

PADANG

2019
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT. yang telah memberikan kami rahmat dan hidayah-Nya
sehingga kami diberi kemudahan serta kelancaran dalam menyelesaikan makalah ini dengan
tepat waktu. Shalawat beriring salam tak lupa pula kita curahkan kepada baginda kita tercinta
yaitu Nabi Muhammad SAW yang telah membawa kita kealam yang penuh ilmu
pengetahuan seperti sekarang ini.

Pembuatan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas yang telah ditetapkan oleh
Bapak Dr. Muslim Suardi, M.Si, Apt., selaku dosen pengampu mata kuliah Pengkajian Resep
dan Dispensing juga untuk melatih mahasiswa dalam proses pembuatan makalah.

Terima kasih kami ucapkan kepada teman-teman yang telah berkontribusi dengan
baik dalam memberikan ide-ide dan gagasan-gagasan sehingga makalah ini dapat tersusun
dengan baik. Terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Dr. Muslim Suardi, M.Si,
Apt., yang telah membimbing dan membina kami dalam pembuatan makalah ini.

Kami berharap makalah ini dapat menambah pengetahuan kami serta para pembaca
mengenai topik yang kami bahas, peran farmasis dalam penyalahgunaan obat, secara
mendalam. Namun, terlepas dari itu semua kami tentu sangat menyadari bahwa makalah ini
masih jauh dari kata sempurna. Untuk itu, kami mengharapkan kritik serta saran dari
pembaca yang bersifat membangun demi terciptanya makalah selanjutnya yang lebih baik
lagi.

Padang, 21 Februari 2020

Tim Penyusun,

Kelompok 2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………………………………………… i

DAFTAR ISI…………………………………………………………………….. ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang……………………………………………………….........1


1.2 Rumusan Masalah……………………………………………………..…..1
1.3 Tujuan……………………………………………………………………..2

BAB II ISI

2.1 Definisi Interprofessional Collaboration………………………………….3


2.2. Tujuan dan Manfaat IPC…………………………………………………..3
2.3. Prinsip IPC……………………………………………………………..….5
2.4. Faktor yang Mempengaruhi Pelaksanaan IPC…………………………....5
2.5. Cara Meningkatkan IPC…………………………………………………..5
2.6. Jenis Kolaborasi Tim Kesehatan………………………………………….6

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan………………………………………………………………..7

3.2 Saran………………………………………………………………………7

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………...8
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Bagi seorang mahasiswa yang menempuh pendidikan profesi kesehatan, untuk
nantinya mampu berkontribusi di dalam pemecahan masalah tentang kesehatan, maka
sejak awal harus mampu memahami konsep interprofessional education. Bila mereka
sudah mampu bekerja secara interprofessional, maka mereka sudah siap untuk nantinya
saat lulus dan memasuki dunia kerja untuk masuk ke dalam tim collaborative practice.
Disana akan terjadi komunikasi, tukar menukar pemikiran, proses belajar, sampai
kemudian menemukan sesuatu yang bermanfaat antara para pekerja profesi kesehatan
yang berbeda dalam rangka penyelesaian suatu masalah atau untuk peningkatan kualitas
kesehatan.
Kemitraan tenaga kesehatan dalam kerjasama interprofessi dapat ditumbuhkan dari
hasil hubungan interpersonal yang baik. Kemitraan dapat diciptakan apabila kedua profesi
yang bermitra mampu memperlihatkan sikap slaing mempercayai dan manghargai,
memahami dan menerima disiplin ilmu masing-masing, menunjukkan citra diri yang
positif, masing-masing anggota profesi yang berbeda dapt menunjukkan kematangan dan
professional yang sama, yang timbul karena pendidikan dan pengalaman, adanya
keinginan dan kesadaran untuk berkomunikasi da negosisi dalam menjalankan tugas yang
interdependen dalam pencapaian tujuan bersama.
Kesadaran terhadap hambatan terbentuknya kerjasama yang efektif harus ditekankan
pada setiap anggota tim sehingga dapat tercipta model integrasi dalam system pelayanan
kesehatan. Maka dari itu penting untuk mengetahui interprofessional collaboration.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang tersebut, rumusan masalah yang akan dibahas adalah:
1.2.1. Apa itu Interprofessional Collaboration (IPC)?
1.2.2. Apa prinsip, tujuan dan manfaat dari IPC?
1.2.3. Apa factor yang memepengaruhi pelaksanaan IPC?
1.2.4. Bagaimana cara meningkatkan IPC?
1.2.5. Apa saja jenis/model kolaborasi tim kesehatan?
1.3 Tujuan
Pembuatan makalah ini bertujuan untuk:
1.3.1. Untuk mengetahui apa itu Interprofessional Collaboration, tujuan serta
manfaatnya.
1.3.2. Untuk mengetahui prinsip, tujuan, serta manfaat dari IPC
1.3.3. Untuk mengetahui apa saja factor yang mempengaruhi pelaksaan IPC
1.3.4. Untuk mengetahui bagaimana cara meningkatkan IPC
1.3.5. Untuk mengetahui model kolaborasi tim kesehatan.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Interprofessional Collaboration


Kolaborasi Interprofesi atau Interprofessional Collaboration (IPC) adalah kemitraan
antara orang dengan latar belakang profesi yang berbeda dan bekerja sama untuk
memecahkan masalah kesehatan dan menyediakan pelayanan kesehatan (Morgan et al,
2015).
Menurut WHO, IPC terjadi saat berbagai profesi kesehatan bekerja sama dengan
pasien, keluarga dan komunitas untuk menyediakan pelayanan komprehensif dan
berkualitas tinggi (WHO, 2010). Salah satu kompetensi inti dalam melakukan praktek
kolaborasi interprofesional adalah dengan melakukan komunikasi interprofesional dimana
untuk melakukan kolaborasi dan kerja tim perawat harus mampu berkomunikasi secara
efektif dengan tim kesehatan lainnya sehingga dapat mengintegrasikan perawatan yang
aman dan efektif bagi pasien dan tenaga kesehatan lainnya (Reni, A 2010).
Kerja sama antar tenaga kesehatan, praktek interprofesional kolaboratif merupakan
ranah yang sedang berkembang dalam rumah sakit dan setting pelayanan kesehatan.
Praktek kolaborasi antara tenaga kesehatan menjadi salah satu primadona dalam
peningkatan derajat kesehatan pasien. Kolaborasi yang dilakukan oleh perawat-dokter-
farmasi serta tenaga kesehatan lain yang dikenal dengan interprofessional collaboration
practice (IPC). Pendekatan ini guna mencapai derajat tertinggi kesehatan pasien dan
pasien sebagai pusat dari pelayanan kesehatan itu sendiri (WHO, 2010).
2.2 Tujuan dan Manfaat Interprofessional Collaboration
- Tujuan interprofessional education
Tujuan IPE adalah praktik kolaborasi antar profesi, dimana melibatkan
berbagai profesi dalam pembelajaran tentang bagaimana bekerjasama dengan
memberikan pengetahuan, keterampilan dan sikap yang diperlukan untuk
berkolaborasi secara efektif. Implementasi IPE di bidang kesehatan dilaksanakan
kepada mahasiswa dengan tujuan untuk menanamkan kompetensi-kompetensi IPE
sejak dini dengan retensi bertahap, sehingga ketika mahasiswa berada di lapangan
diharapkan dapat mengutamakan keselamatan pasien dan peningkatan kualitas
pelayanan kesehatan bersama profesi kesehatan yang lain (Barr, 2012).
- Manfaat interprofessional education
World Health Organization (2010) menyajikan hasil penelitian di 42 negara
tentang dampak dari penerapan praktek kolaborasi dalam dunia kesehatan
menunjukkan hasil bahwa praktek kolaborasi dapat meningkatkan keterjangkauan
serta koordinasi layanan kesehatan, penggunaan sumber daya klinis spesifik yang
sesuai, outcome kesehatan bagi penyakit kronis, dan pelayanan serta keselamatan
pasien. WHO (2010) juga menjelaskan praktek kolaborasi dapat menurunkan
komplikasi yang dialami pasien, jangka waktu rawat inap, ketegangan dan konflik di
antara pemberi layanan (caregivers), biaya rumah sakit, rata-rata clinical error, dan
rata-rata jumlah kematian pasien.
Framework for Action on Interprofessional Education & Collaborative
Practice, WHO (2010) menjelaskan IPE berpotensi menghasilkan berbagai manfaat
dalam beberapa aspek yaitu kerjasama tim meliputi mampu untuk menjadi pemimpin
tim dan anggota tim, mengetahui hambatan untuk kerja sama tim; peran dan tanggung
jawab meliputi pemahaman peran sendiri, tanggung jawab dan keahlian, dan orang-
orang dari jenis petugas kesehatan lain; komunikasi meliputi pengekspresikan
pendapat seseorang kompeten untuk rekan, mendengarkan anggota tim; belajar dan
refleksi kritis meliputi cermin kritis pada hubungan sendiri dalam tim, mentransfer
IPE untuk pengaturan kerja; hubungan dengan pasien, dan mengakui kebutuhan
pasien meliputi bekerja sama dalam kepentingan terbaik dari pasien, terlibat dengan
pasien, keluarga mereka, penjaga dan masyarakat sebagai mitra dalam manajemen
perawatan; praktek etis meliputi pemahaman pandangan stereotip dari petugas
kesehatan lain yang dimiliki oleh diri dan orang lain, mengakui bahwa setiap tenaga
kesehatan memiliki pandangan yang samasama sah dan penting.
Proses IPE membentuk proses komunikasi, tukar pikiran, proses belajar,
sampai kemudian menemukan sesuatu yang bermanfaat antar para pekerja profesi
kesehatan yang berbeda dalam rangka penyelesaian suatu masalah 9 atau untuk
peningkatan kualitas kesehatan (Thistlethwaite dan Moran, 2010).
Kompetensi interprofessional education
Barr (2012) menjabarkan kompetensi kolaborasi, yaitu:
1. Memahami peran, tanggung jawab dan kompetensi profesi lain dengan jelas,
2. Bekerja dengan profesi lain untuk memecahkan konflik dalam memutuskan perawatan
dan pengobatan pasien.
3. Bekerja dengan profesi lain untuk mengkaji, merencanakan, dan memantau perawatan
pasien.
4. Menoleransi perbedaan, kesalahpahaman dan kekurangan profesi lain.
5. Memfasilitasi pertemuan interprofessional.
6. Memasuki hubungan saling tergantung dengan profesi kesehatan lain.

2.3 Prinsip Interprofessional Collaboration


a. Patient-centered Care

Prinsip ini lebih mengutamakan kepentingan dan kebutuhan pasien. Pasien dan
keluarga merupakan pemberi keputusan dalam masalah kesehatannya.

b. Recognition of patient-physician relationship

Kepercayaan dan berperilaku sesuai dengan kode etik dan menghargai satu sama lain.

c. Physician as the clinical leader

Pemimpin yang baik dalam pengambilan keputusan terutama dalam kasus yang
bersifat darurat.

d. Mutual respect and trust

Saling percaya dengan memahami pembagian tugas dan kompetensinya masing-


masing.

2.4 Faktor yang Mempengaruhi Pelaksanaan IPC

Salah satu faktor yang menghambat pelaksanaan kolaborasi interprofesi adalah karena
buruknya komunikasi antar profesi (Setiadi, 2017). Komunikasi dalam pelaksanaan IPC
juga merupakan unsur penting dalam peningkatan kualitas perawatan dan keselamatan
pasien (Reni, A 2010).

2.5 Cara Meningkatkan IPC


a. Dapat berkomunikasi dengan baik, dalam keselamatan pasien ketika pasien mengalami
masalah tenaga kesehatan dapat langsung meminta tolong dan bekerja sama dengan
tenaga kesehatan lain (Setiadi, 2017).
b. Pengetahuan yang luas mengenai keselamatan pasien, dari langkah-langkah
keselamatan, standar keselamatan , dan juga sasaran keselamatan harus sudah dikuasai
dan diterapkan oleh tenaga kesehatan. (Setiadi, 2017)
2.6 Jenis Kolaborasi Tim Kesehatan

Terdapat beberapa bentuk atau jenis kolaborasi tim kesehatan secara umum yang dapat
terjadi, seperti:

a. Fully integrated major.


Bentuk kolaborasi yang setiap bagian dari tim tersebut memiliki tanggung jawab dan
kontribusi yang sama besar untuk mewujudkan suatu tujuan bersama.
b. Integrated major.
Bentuk kolaborasi yang setiap bagian dari tim memiliki tanggung jawab yang
berbeda. Dalam hal ini ada satu atau lebih profesi di bidang kesehatan yang memiliki
kontribusi yang lebih sedikit di dalam tim dibandingkan dengan profesi lain tetapi
tetap memiliki tujuan bersama.
c. Program Office.
Tidak memiliki tujuan bersama tetapi disatukan oleh hubungan pekerjaan yang akan
lebih menguntungkan bila dikerjakan bersama.
d. Partnership with Affiliated Programming.
Kerjasama memberikan jasa dan umumnya tidak untuk mencari suatu keuntungan.

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Kolaborasi Interprofesi atau Interprofessional Collaboration (IPC) merupakan


kemitraan antara orang dengan latar belakang profesi yang berbeda dan bekerja sama
untuk memecahkan masalah kesehatan dan menyediakan pelayanan kesehatan. Praktek
kolaborasi dapat meningkatkan keterjangkauan serta koordinasi layanan kesehatan,
penggunaan sumber daya klinis spesifik yang sesuai, outcome kesehatan bagi penyakit
kronis, dan pelayanan serta keselamatan pasien. Salah satu faktor yang menghambat
pelaksanaan kolaborasi interprofesi adalah karena buruknya komunikasi antar profesi.
Komunikasi dalam pelaksanaan IPC juga merupakan unsur penting dalam peningkatan
kualitas perawatan dan keselamatan pasien.

3.2 Saran
Kesadaran terhadap hambatan terbentuknya kerjasama yang efektif harus
ditekankan pada setiap anggota tim sehingga dapat tercipta model integrasi dalam system
pelayanan kesehatan.

DAFTAR PUSTAKA

Barr, Hugh., et al. (2012). Interprofessional Education in Pre‐registration Courses: A CAIPE


Guide for Commissioners and Regulators of Education. Canada: CAIPE.

Morgan, S., Pullon, S., McKinlay, E., 2015. Observation of interprofessional collaborative
practice in primary care teams: an integrative literature review. Int. J. Nurs. Stud. 52
(7), 1217–1230.

Reni, Arya; Yudianto, dkk. (2010). Efektifitas Pelaksanaan Komunikasi dalam Kolaborasi
Antara Perawat dan Dokter di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum Sumedang.
Jurnal unpad.ac.id/mku/article. Vol. 12, No. 1 Maret 2010– September 2010 Hal 36.

Setiadi, Adji dkk. (2017). Factors contributing to interprofessional collaboration in Indonesia


health centres : A focus group study. Journal of Interprofessional Education &
Practice 8 (2017) 69-74.

Thistlethwaite, J., & Moran, M. (2010). Learning outcomes for interprofessional education
(IPE):Literature review and synthesis. Journal of Interprofessional Care, 24(5), 503–
513. https://doi.org/10.3109/13561820.2010.483366.

World Health Organisation (WHO), 2010. Framework for Action on Interprofessional


Education and Collaborative Practice. World Health Organisation, Geneva

Anda mungkin juga menyukai