Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH FUNDAMENTAL OF NURSING

INTERPROFESSIONAL COLABORATION
Makalah Ini Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Fundamental Of Nursing
Dosen Pengampu: Ns. Puspita Palupi, S.Kep., M. Kep., Sp. K. Mat.

Disusun oleh :

Syaddad Hibatullah Ihsan (11181040000050)


Anggitamara Wahyu Wibowo (11171040000055)
NidaanKhofiyya (11171040000069)
Syifa Nurul Hidayah (11171040000082)
Melina Imroatul H. (11171040000091)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

MEI / 2019

1
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan ridhonya
kepada kami untuk menyusun dan menulis laporan Discovery Learning tentang
“Interprofessional Colaboration” yang kami tulis pada selasa, 14 Mei 2019.

Semoga makalah Discovery Learning yang kami tulis ini dapat bermanfaat sebagai
bacaan dan hasil belajar kami. Serta dapat diterapkan atau dijadikan contoh untuk para
mahasiswa baik di dalam maupun di luar lingkup UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Kami
menyadari bahwa kelompok penulis kami sebagai seorang mahasiswa pasti tidak lepas dari
kekurangan dan kelalaian, baik pada tulisan maupun kata-kata.

Terimakasih pula kepada dosen Discovery Learning terbaik kami, ibu Ns. Puspita
Palupi, S.Kep., M. Kep., Sp. K. Mat., dan sumber sumber khusunya dari media cetak/buku
dan internet yang kami cantumkan daftar pustakanya. Semoga kami dapat memberi informasi
dan ilmu yang bermanfaat.Semoga kita dapat meneruskan dan mengembangkan kebiasaan
menulis dan membaca untuk membawa kemajuan bagi bangsa Indonesia terutama dibidang
Keperawatan.

Ciputat, 14 Mei 2018

Kelompok 4

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................................................. 1


BAB I ......................................................................................................................................... 3
PENDAHULUAN .................................................................................................................... 3
1.1 Latar Belakang ........................................................................................................................ 3
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................................................... 4
1.3 Tujuan Penulisan........................................................................................................................... 4
BAB II ....................................................................................................................................... 5
PEMBAHASAN ..................................................................................................................................... 5
2.1. Pengertian Interprofessional Colaboratiob...................................................................... 5
2.2. Manfaat Interprofesional Colaboration ............................................................................... 5
2.3. Indikator Praktik Kolaborasi ............................................................................................... 5
2.4. Upaya meningkatkan kolaborasi ......................................................................................... 6
2.6. Langkah untuk mendapatkan kolaborasi yang baik ............................................................ 8
BAB III.................................................................................................................................... 10
PENUTUPAN ......................................................................................................................... 10
3.1 Kesimpulan ........................................................................................................................... 10
3.2 Saran ..................................................................................................................................... 10
3.3Penutup ........................................................................................................................................ 11
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 12

2
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tim Kesehatan memiliki tuntutan untuk memberikan pelayanan kesehatan yang


bermutu di era global seperti saat ini. Pelayanan bermutu dapat diperoleh melalui praktik
kolaborasi antar profesional kesehatan. Profesional kesehatan yang dimaksud adalah perawat,
dokter, dokter gigi, bidan, apoteker, ahli gizi, juga kesehatan masyarakat. Tidak bisa
dipungkiri profesional kesehatan yang disebutkan di atas, sangatlah penting keberadaannya
dalam pelayanan kesehatan di rumah sakit maupun masyarakat.

Pelayanan kesehatan selama ini masih belum dapat berkolaborasi dan bekerja sama
dengan baik, sehingga hasil yang didapat belum optimal dan mengeluarkan biaya yang tidak
sedikit. Dalam hal ini, perlu adanya inovasi, solusi, dan tranformasi sistem yang dapat
menjamin suplai yang cukup kepada profesional kesehatan untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat. Salah satu dari sekian banyak pilihan yang menjanjikan dalam inovasi tersebut
adalah, adanya IPE dalam pendidikan profesi kesehatan. Pemahaman yang baik akan IPE di
tingkat pendidikan kesehatan dinilai penting, untuk menjalankan interprofessional
collaboration practice pada tingkat pelayanan di rumah sakit atau masyarakat.

Interprofessional education atau yang biasa disingkat IPE adalah suatu inovasi dalam
konsep pendidikan profesi kesehatan. IPE merupakan suatu proses di mana sekelompok
mahasiswa atau profesi kesehatan, yang memiliki perbedaan latar belakang profesi
melakukan pembelajaran bersama dalam periode tertentu. Kemudian berinteraksi dan
berkolaborasi dalam upaya promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif, dengan konsep
kesehatan berbasis patients-centered-care. Konsep di mana pasien yang utama, tenaga
kesehatan dituntut memberikan segala kemampuannya untuk pasien. IPE dalam dunia
pendidikan profesi kesehatan melibatkan mahasiswa kesehatan dari berbagai profesi, untuk
saling belajar secara berdampingan. IPE menekankan kerja sama tim, memahami peran
profesi yang lain, tanggung jawab, komunikasi, saling menghormati, dan memberikan
kontribusi positif terhadap perkembangan ilmu pengetahuan.

3
1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas, masalah yang dapat kami kaji dalam makalah ini
diantaranya:
1. Apa pengertian interprofesional Colaboration ?
2. Bagaimana manfaat interprofesional colaboration ?
3. Apa indikator praktik kolaborasi ?
4. Bagaimana upaya meningkatkan kolaborasi ?
5. Bagaimana model kolaborasi perawat dengan dokter ?
6. Bagaimana langkah meningkatkan kolaborasi ?

1.3 Tujuan Penulisan


Dalam pembuatan tugas ini, ada tujuan yang hendak dicapai penulis yaitu:
1. Mahasiswa mampu mengetahui pengertian interprofesional colaboration
2. Mahasiswa mampu memahami manfaat interprofesional colaboration
3. Mahasiswa mampu mengetahui indikator praktik kolaborasi
4. Mahasiswa mampu memahami upaya meningkatkan kolaborasi
5. Mahasiswa mampu memahami model kolaborasi perawat dengan dokter
6. Mahasiswa mampu memahami langkah meningkatkan kolaborasi

4
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Interprofessional Colaboratiob

Kolaborasi adalah hubungan timbal balik dimana pemberi pelayanan memegang


tanggung jawab paling besar untuk perawatan pasien dalam kerangka kerja bidang respektif
mereka. Praktik keperawatan kolaboratif menekankan tanggung jawab bersama dalam
manajemen perawatan pasien, dengan proses pembuatan keputusan bilateral didasarkan pada
masing-masing pendidikan dan kemampuan praktisi hubungan kemitraan yang bergantung
satu sama lain dan memerlukan perawat, dokter dengan profesi lain untuk melengkapi satu
sama lain ahli-ahli berperan secara hirarki (Kemenkes RI, 2012).

2.2. Manfaat Interprofesional Colaboration

Pendekatan kolaborasi sangat bermanfaat untuk menjembatani tumpang tindihnya


peran para praktisi kesehatan dalam menyelesaikan masalah pasien (Bigley, 2006 dalam
Susilaningsih dkk, 2017). Tim pelayanan kolaborasi diperlukan untuk menyelesaikan
masalah pasien yang kompleks, meningkatkan efisiensi dan kontinuitas asuhan pasien. Proses
kerja sama interdisiplin dapat mengurangi duplikasi dan meningkatkan kualitas asuhan
pasien, melalui tugas dan tanggung jawab serta ketrampilan secara komplementer. Literature
mengidentifikasi 70 –80% kesalahan (error) dalam pelayanan kesehatan disebabkan oleh
buruknya komunikasi dan pemahaman didalam tim, kerjasama tim yang baik dapat
membantu mengurangi masalah patient safety (WHO, 2009 dalam Susilaningsih dkk, 2017).

2.3. Indikator Praktik Kolaborasi

1. Kontrol-Kekuasaan

Berbagi kekuasaan atau kontrol kekuasaan bersama dapat terbina apabila dokter maupun
perawat mendapat kesempatan yang sama untuk mendiskusikan pasien. Sebelumnya, kedua profesi
ini harus tahu apa yang menjadi kewenangan profesinya masing-masing. Kekuasaan atau
kewenangan profesi dokter adalah dalam hal mendiagnosis, mengobati dan mencegah penyaki,
serta melakukan prosedur pembedahan. Dalam hal ini dokter juga sering berkonsultasi dengan tim
kesehatan lainnya dalam pemberian pengobatan. Dukungan perawat dalam memberi informasi yang
akurat tentang keadaan pasien sangat membantu dokter dalam menjalankan kewenangan ini
(Parellangi, 2018).

2. Lingkup Praktik

Lingkup praktik merupakan bagian yang menunjukkan kegiatan dan tanggung jawab masing-
masing pihak. Dokter memang berbagi lingkungan praktik dengan perawat, namun dokter tidak
dididik untk menanggapinya sebagai rekanan. Pada sisi lain, perawat masih sering menempatkan diri
di bawah dokter. Dalam membangun tanggung jawab bersama, perawat dan dokter harus dapat
merencanakan dan mempraktikanbersama sebagai kolega, bekerja saling ketergantungan dalam
batas-batas lingkup praktik dengan berbagi nilai-nilai dan pengetahuan serta menghargai orang lain
yang berkontribusi terhadap perawatan individu, keluarga dan masyarakat (Parellangi, 2018).

5
3. Kepentingan Bersama

Kepentingan bersama secara operasional menggunakan istilah tingkat ketegasan masing-


masing (usaha untuk memuaskan sendiri) dan faktor kerja sama (usaha untuk memuasakan
kepentingan pihak lain). Perawat dan dokter harus menyadari bahwa kolaborasi bisa berhasil bila
mereka punya satu visi dan tujuan. Untuk itu kebutuhan untuk mengambangkan kembali tujuan
awal dan motivasi lebih penting dari sebelumnya(Parellangi, 2018).

4. Tujuan Bersama

Tujuan manajemen penyembuhan sifatnya lebih terorientasi kepada pasien dan dapat
membantu menentukan bidang tanggung jawab yang erat kaitannya dengan prognosis pasien.
Kontinuitas, kolaborasi, dan koordinasi dalam perawatan berkontribusi untuk keamanan klien dan
hubungan antara penyedia layanan kesehatan dan sistem perawatan (Parellangi, 2018).

2.4. Upaya meningkatkan kolaborasi


1. Mengenal diri sendiri (Know thyself). Ada banyak realitas yang muncul secara
bersamaan. Realitas setiap orang didasarkan pada pengembangan persepsi diri.
Diperlukan untuk percaya diri dan orang lain untuk mengetahui model mental diri
sendiri (bias, nilai-nilai, dan tujuan).
2. Belajar untuk menghargai dan mengelola keragaman (Learn to value and manage
diversity). Perbedaan adalah asset penting untuk proses kolaboratif yang afektif dan
hasil.
3. Mengembangkan ketrampilan resolusi konflik yang konstruksi (Develop constructive
conflict resolution skills). Dalam paradigm kolaboratif, konflik dipandang alami
sebagai sebuah kesempatan untuk memperdalam pemahaman dan kesepakatan.
4. Menciptakan situasi “menang-menang” (use your power to create win-win situations)
berbagai kekuasaan dan mengakui kekuatan besar seorang adalah bagian dari
kolaborasi yang efektif.
5. Menguasai keterampilan interpersonal dan proses (master interpersonal dan skills).
Kompetensi klinis, kerjasama, dan fleksibilitas yang paling sering diidentifikasi
sebagai atribut penting untuk kolaboratif efektif.
6. Menyadari bahwa kolaborasi adalah sebuah pelajaran (Recognize that collaboration is
a journey). Ketrampilan dan pengetahuan yang diperlukan untuk kolaborasi efektif
membutuhkan waktu dan latihan. Resolusi konflik, keunggulan klinik, menghargai
penyelidikan dan pengetahuan tentang proses kelompok adalah ketaerampilan belajar
seumur hidup.
7. Pengaruh semua forum multidisiplin (Leverage all multidisciplinary forums). Menjadi
baik hadir secara fisik dan mental dalam tim forum, dapat memberikan kesempatan
untuk menilai bagaimana dan kapan menawarkan komunukasi kolaboratif untuk
membangun kemitraan.
8. Menghargai bahwa kolaborasi dapat terjadi secara spontan (Appreciate that
collaboration can occur spontaneously). Kolaborasi adalah suatu kondisi yang saling
mapan yang bias terjadi secara spontan jika factor-faktor yang tepat di tempat.
9. Keseimbangan otonomidan persatuan dalam hubungan kolaboratif (Balance autonomi
and unity in collaborative relationship). Belajar dari keberhasilan dan kegagalan
kolaborasi. Menjadi bagian dari sebuah tim yang ekslusif sama buruknya dengan

6
bekerja dalam isolasi. Bersedia mencari umpan balik dan mengakui kesalahan untuk
keseimbangan dinamis.
10. Mengingat bahwa kolaborasi tidak diperlukan untuk semua keputusan (remember that
collaboration is not required for all decisions). Kolaborasi bukanlah obat mujarab,
yang diperlukan dalam segala situasi (Parellangi,2018).

2.5. Model Praktik Kolaborasi perawat Dokter

Model praktik kolaborasi antara perawat dan dokter dalam pelayanan kesehatan, yaitu:

1. Model Praktik Kolaborasi, Tipe 1

Gambar diatas menunjukkan model praktik kolaborasi tipe I yang menekankan


komunikasi dua arah, tapi tetap menmpatkan dokter pada posisi utama dan membatasi
hubungan antara dokter dan pasien.

2. Model Praktik Kolaborasi, Tipe II

7
Gambar di atas menunjukkan model praktik kolaborasi tipe II dimana model ini lebih
berpusat pada pasien dan semua pemberi pelayanan harus saling bekerja sama dengan pasien.
Model ini tetap melingkar dengan menekankan kontinuitas, kondisi timbal balik satu dengan
yang lain dan tidak ada satu pemberi pelayanan yang mendominasi secara terus-menerus.
(Parellangi, 2018)

Dalam meningkatkan kolaborasi interpersonal diperlukan bebrapa hal berikut ini,


diantaranya:

1. Pengembangan kematanagn emosional


Kematangan emosional merupakan pondasi dari kolaboratif yang efektif. Kematangan
emosional artinya berpikir positif secara konsisten, rendah hati, dan bertanggung
jawab atas segala kegagalan dan tidak berhenti untuk mencoba lagi.
2. Memahami pendapat dan pandangan orang lain
Sifat alamiah dari perawat dan dokter ini sudah berbeda dari awal sehingga membuat
kolaborasi ini susah dilakukan, tetapi bukan tidak mungkin untuk dilakukan.
3. Menghindari fatique (Kelelahan)
Kelelahan ini bisa menjadi sebuah halangan untuk lancarnya hubungan kolaborasi
interpersonal. Oleh karena itu, perlunya utuk saling memotivasi dalam pelaksanaan
kolaborasi. (Gunawan dan Sukarna, 2016).

2.6. Langkah untuk mendapatkan kolaborasi yang baik


1. Mengenal sifat almiyah dan manfaat dari kolaborasi.
Kolaborasi itu bersifat multidimensional, bisa terjadi melalui proses tatap muka, atau
melalui online, apapun bentuknya, kolaborasi melibatkan pertukaran apapun bentuknya,
kolaborasi melibatkan pertukaran persepsi, ide yang mempertimbangkan persepektif dari
masing masibg kolaborator.
Masing masing profesi ini sudah terbentuk, mereka akan mengerti kelebihan dan
kekurangan masing-masing dan sedikit-sedikt akan memperbaikinya. Perluh digaris bawahi
bahwa supervisi, bukan juga komunikasi satu arah atau pertukaran informasi dua arah.
Kolaborasi ini memperluhkan mutual respect dan juga kepercayaan. Oleh karena itu
kolaborasi ini tidaklah mudah, diperluhkan usaha yang lebih serta kematangan pribadi
kolaborator untuk menghasilkan outcome yang lebih baik.
Kolaborasi perawat dan dokter ini secara langsung berhubungan dengan kualitas
pelayanan kepada pasien. Penelitian di 14 rumah sakit yang mendapat pengakuan magnet
hospital mengindikasikan bahwa kolaborasi perawat dan dokter bukan hanya mungkin
dilakukan, tetapi juga berhubungan dengan outcome pasien yang optimal

8
2. Perlunya strategi pengembangan diri (self-development)
Sejumlah karakteristik individu bisa mempengaruhi tingkatan kolaborasi antar
profesional di pelayanan kesehatan. Goleman (1995) mendefinisikan emotional intelligence
sebagai suatu proses kematangan yang melibatkan emosi seseorang dan mengenali
karakteristik orang lain.
Untuk mencapai kematangan profesional diperlukan suatu kepercayaan diri
(Goleman, 2006). Oleh karena itu, untuk meningkatkan kolaborasi interprofessional,
diperlukan kematangan emosional, memahami pandangan orang lain, dan menghindari
kelelahan yang merupakan perilaku pengembangan diri.
Pengembangan kematangan emosional. Kematangan emosional adalah pondasi dari
kolaborasi yang efektif. Kematangan emosional artinya berfikir positif secara konsisten,
rendah hati, dan tanggung jawab atas segala kegagalan dan tidak berhenti mencoba lagi.
Kematangan emosional ini diperlukan mengingat setiap individu mempunyai pandangan
yang berbeda yang bisa memungkinkan untuk memunculkan konflik. Selain itu,
kepercayaan diri juga mempengaruhi kolaborasi. Beberapa orang menutupi kurangnya
kepercayaan diri melalui sifat sombong atau pemaksaan. Oleh karena itu, dalam hal ini
komunikasi yang hati-hati sangat diperlukan.
Menahami pendapat dan pandangan orang lain, pada dasarnya perawat dan dokter
ini sangat kuat dipengaruhi oleh sikap dari para pendidik mereka, memiliki jargon dari
disiplin mereka sendiri, dan budaya profesional mereka. Hal ini tentunya mampu menjadi
tantangan untuk kolaborasi. Sebagai contoh perawat lebih menekankan konsensus atau
hasil diskusi dalam menentuhkan sesuatu yang menjadikan perawat sebagai tentatif
sedangkan dokter lebih menekan pada isu keadilan dan berkeinginan untuk berkuasa atau
memerintah. Oleh karena itu sifat alamiyah dari dua profesi ini udah berbeda dari awal yang
membuat kolaborasi ini sulit dilakukan, tapi bukan tidak mungkin dilakukan.
Kolaborasi interprofesional ini bisa dilakukan sejak duduk dibangku pendidikan,
dimana ada beberapa mata kuliah yang memberikan kesempatan untuk mahasiswa perawat
dan dokter ini duduk bareng untuk belajar bersama. Namun belajar bukan berarti hanya
mendengarkan kuliah, tetapi duduk membahas suatu kasus dan mengidentifikasi peran
masing masing profesi. Perbedaan pandangan dua profesi ini tidak dilihat sebagai suatu
kelemahan, tapi lebih pada aset dalam pemberian pelayanan kepada pasien.
3. Strategi pengembangan tim
Pengembangan tim adalah salah satu konsep organisasi yang populer saat ini.
Kolaborasi ini sangatlah penting dalam pengembangan tim dan meningkatkan performa.
Ada beberapa poin untuk mengembangkan tim ini seperti: pembentukan tim, negosiasi,
manajemen konflik, pencegahan perilaku negatif dan merancang tempat untuk memfasilitasi
kolaborasi (Andi Parellangi, 2018).

9
BAB III
PENUTUPAN

3.1 Kesimpulan

Semua mahasiswa akhir dari berbagai latar belakang pendidikan di perguruan tinggi
tersebut, berusaha mengimplementasikan ilmu pengetahuan yang dimiliki di tengah-tengah
masyarakat. Ada mahasiswa profesi perawat, dokter, apoteker, gizi, dan lain-lain. Semua
yang tergabung dalam tim ini, berusaha berkolaborasi menangani permasahalan atau
gangguan kesehatan di tengah-tengah masyarakat khususnya mahasiswa kesehatan. Hal ini
dirasa penting dan menunjang untuk proses perawatan kepada individu, keluarga, dan
masyarakat yang membutuhkan sentuhan tim kesehatan.

Dengan begitu, ketika menjadi profesional dalam kesehatan di masa yang akan
datang, mereka telah terbiasa berkomunikasi, menjaga respect, dan berkonstribusi untuk
kepentingan pasien. Sehingga tidak ada profesional kesehatan yang mendominasi dalam
pengambilan keputusan, dan meninggikan egonya karena merasa profesinya yang lebih baik
dari profesi kesehatan lain. Tetapi, implementasi dari IPE hanya sebatas itu saja, belum ada
suatu program di mana diterapkan dalam suatu kurikulum pendidikan kesehatan, dan
dilakukan evaluasi secara terus-menerus serta contolling untuk perbaikan IPE ke depannya.
Ini dikarenakan setiap bidang kesehatan dalam institusi pendidikan, belum menjalin
komunikasi dengan baik dan belum bekerja sama dalam mengimplementasikan kurikulum
IPE.

3.2 Saran

Penerapan IPC dalam dunia pendidikan profesi kesehatan, seharusnya dilakukan


sedini mungkin sehingga mahasiswa terlatih mengambil bagian di dalam sebuah tim,
kemudian bagaimana bisa berkontribusi, berkomunikasi dengan baik, mendengar pendapat,
dan berdiskusi demi tujuan bersama, bukan hanya dengan mahasiswa jurusan yang sama,
juga dengan mahasiswa program kesehatan lain. Sebagai orang yang berkecimpung dalam
pendidikan profesi kesehatan, sudah seharusnya kita mendukung dan aktif dalam penerapan
sistem IPE. Sudah banyak bukti dan penelitian yang menunjukkan berbagai manfaat sistem
ini.

IPE juga memberikan suatu batasan terhadap wewenang profesi satu dengan yang
lainnya, sehingga tidak ada bidang profesi yang merasa terdiskriminasi atau mendominasi

10
dalam pengambilan keputusan. Standar akreditasi baru untuk profesi pendidikan kesehatan
menyatakan, lulusan harus kompeten dalam berkomunikasi dan berkolaborasi dengan
anggota dari tim kesehatan lain untuk memfasilitasi penyediaan layanan kesehatan. Jelas
bahwa sistem IPE diharapkan berperan penting dalam meningkatkan derajat kesehatan di
Indonesia.

3.3.Penutup
Sekian dari kami sebagai tim penulis dan penyusun makalah ini semoga
makalah ini dapat menjadi bahan pembelajaran tak hanya untuk kami sebagai tim
penulis namun kepada masyarkat, terutama mahasiswa keperawatan secara luas, dan
dapat bermanfaat dengan sebaik-baiknya.
Serta pembelajaran yang terkandung didalamnya dapat di aplikasikan dalam
kehidupan sehari-hari. Ilmu yang di dapat rasanya tidak berarti jika hanya disimpan
sendiri. Alangkah baiknya apabila dapat dibagikan atau bahkan diaplikasika dalam
kehidupan.
Mohon maaf bila terdapat kata-kata yang salah atau kurang berkenann dalam
penulisan makalah ini, Karena kami sebagai manusia biasa yang tidak luput dari
kesalahan.Kami juga mengharapkan adanya kritik dan saran yang sifatnya
membangun untuk kemajuan dalam penulisan makalah berikutya, Terimakasih.

11
DAFTAR PUSTAKA

Gunawan, Joko dan R. Ade Sukarna. 2016. Potret keperawatan di Belitung Indonesia.

Sulawesi Tenggara: YCAB.

(Parellangi, Andi. 2018. Home Care Nursing: Aplikasi Praktik Berbasis Evidence-Base.

Jakarta: Andi)

Parellangi, Andi. 2018. Home Care Nursing. Jakarta: Andi.

Susilaningsih, Sri dkk. 2017. Sosialiasi Praktik Kolaborasi Interprofesional Pelayanan

Kesehatan di Rumah Sakit. Jurnal Aplikasi Inteks untuk Masyarakat Vol 6 No 1


Maret.

12

Anda mungkin juga menyukai