Anda di halaman 1dari 22

Interprofesional Education (IPE) dan Interprofesional Collaboration (IPC)

Diajukan untuk memenuhi laporan CBL


Mata Kuliah:
Konsep Dasar Keperawatan
Dosen Pengampu:
Ns. Febriana Sabrian, MPH
Disusun oleh:

1. YULIZA NIM. 2311166392


2. PRISKA AFRIADI NIM. 2311166402
3. RINI RIASTI NIM. 2311166393
4. RIKA WAHYUNI NIM. 2311166409
5. SRI MARLINA NIM. 2311166401
6. SRI WARDANI NIM. 2311166404
7. SYARIFAH VENI R NIM. 2311166408
8. WAHYU FIRMAN SARI NIM. 2311166389

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS RIAU
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan
karunia-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini. Tujuan penulisan makalah ini
adalah untuk menambah pengetahuan kepada pembaca tentang “Interprofesional
Education (IPE) dan Interprofesional Collaboration (IPC)”.
Terima kasih kepada dosen pembimbing yang telah memberikan penugasan
dan kesempatan kepada kami untuk dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik.
Tidak lupa kami juga mengucapkan terimakasih atas bantuan dari pihak yang telah
berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik materi maupun pikirannya.
Makalah ini kami susun untuk memenuhi tugas mata kuliah, Fakultas Keperawatan,
Prodi Ilmu Keperawatan tahun ajaran 2023/2024.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena
itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan
demi kesempurnaan makalah ini.

Pekanbaru, September 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................. .i


DAFTAR ISI............................................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................................... .1
1.1 Latar Belakang .......................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................................... .2
1.3 Tujuan ....................................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................................ .4
A. Konsep IPE dan IPC ................................................................................................ .4
B. Definisi IPE dan IPC ................................................................................................ .6
C. Tujuan IPE dan IPC .................................................................................................. 7
D. Manfaat IPE dan IPC ............................................................................................... .8
E. Faktor Yang Mempengaruhi IPE dan IPC .............................................................. 10
F. Hambatan IPE dan IPC .......................................................................................... .11
G. Kompetensi IPE dan IPC ........................................................................................ 12
H. Pendekatan IPE dan IPC ........................................................................................ .14
BAB III PENUTUP ............................................................................................................... 15
3.1 Kesimpulan ............................................................................................................ .15
3.2 Saran ...................................................................................................................... .15
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................16

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Tenaga kesehatan merupakan tenaga profesional yang memiliki tingkat


keahlian dan pelayanan yang luas dalam mempertahankan dan meningkatkan
kualitas pelayanan kesehatan yang berfokus pada kesehatan pasien. Tenaga
kesehatan memiliki tuntutan untuk memberikan pelayanan kesehatan yang
bermutu di era seperti saat ini. Pelayanan bermutu adalah pelayanan pasien
secara terintegrasi, utuh dan berkesinambungan dalam tatanan pelyanan rumah
sakit. Kompleksitas permasalahan pasien dan manajemen pelayanan yang
melibatkan multi profesi berpotensi menimbulkan fragmentasi pelayanan yang
dapat berimplikasi pada masalah kesehatan pasien oleh karenanya diperlukan
kolaborasi interprofesional sebagai upaya mewujudkan asuhan pasien yang yang
sinergis dan mutual sehingga pasien mendapatkan pelayanan yang utuh dan
berkesinambungan.
Dalam kenyataanya pelayanan kesehatan seringkali ditemukan kejadian
tumpang tindih pada tindakan pelayanan antar profesi yang diakibatkan karena
kurangnya komunikasi antar tenaga kesehatan dalam kerjasama tim. Kurangnya
komunikasi maka akan membahayakan pasien dalam memberikan pelayanan
yang dapat menyebabkan pasien terjatuh dalam keadaan berbahaya selain itu
kurangnya komunikasi juga menyebabkan terlambatnya dalam pemberian
pengobatan dan diagnosis terhadap pasien yang berpengaruh pada outcome
pasien. Kurangnya kemampuan komunikasi tersebut terjadi akibat tidak adanya
pelatihan atau pendidikan penerapan kolaborasi antar tenaga kesehatan. Untuk
meningkatkan mutu pelayanan, kemampuan inter kolaborasi perlu ditingkatkan
salah satu strategi untuk meningkatkan kemampuan kolaborasi antar tenaga
kesehatan adalah melalui proses pendidikan profesional.
Kolaborasi adalah kata yang sering digunakan untuk menjelaskan istilah
hubungan kerjasama yang dilakukan dalam usaha penggabungan pemikiran oleh

1
pihak tertentu. Pihak yang terlibat dalam sebuah kolaborasi memandang aspek-
aspek perbedaan tersebut. Seiring dengan perkembangan zaman, kebutuhan akan
kolaborasi antara tenaga kesehatan secara profesional terus berkembang. Masalah
pasien yang kini semakin kompleks dan menyita waktu membutuhkan
penanganan yang lebih efektif.
Makalah ini akan mendeskripsikan bagaimana peran dan fungsi
Interprofesional Education dan Interprofesional Collaboration dalam dunia
kesehatan berdasarkan perspektif profesional kolaborasi pada area keperawatan
kritis sehingga dengan paper ini diharapkan dapat menjadi gambaran dalam
persiapan pelaksanaan Interprofesional Education (IPE) dan Interprofesional
Collaboration (IPC) dalam dunia pendidikan kesehatan.

1.2. Rumusan Masalah


1. Apa konsep Interprofesional Education dan Interprofesional Collaboration?
2. Apa definisi Interprofesional Education dan Interprofesional Collaboration?
3. Apa tujuan Interprofesional Education dan Interprofesional Collaboration?
4. Apa manfaat Interprofesional Education dan Interprofesional Collaboration?
5. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi Interprofesional Education dan
Interprofesional Collaboration?
6. Apa saja hambatan dalam Interprofesional Education dan Interprofesional
Collaboration?
7. Apa saja kompetensi dalam Interprofesional Education?
8. Apa saja pendekatan dalam Interprofesional Education?

1.3. Tujuan
1. Untuk mengetahui konsep Interprofesional Education dan Interprofesional
Collaboration
2. Untuk mengetahui definisi Interprofesional Education dan Interprofesional
Collaboration
3. Untuk mengetahui tujuan Interprofesional Education dan Interprofesional
Collaboration

2
4. Untuk mengetahui manfaat Interprofesional Education dan Interprofesional
Collaboration
5. Untuk mengetahui apa saja faktor yang mempengaruhi Interprofesional
Education dan Interprofesional Collaboration
6. Untuk mengetahui apa saja hambatan dalam Interprofesional Education dan
Interprofesional Collaboration
7. Untuk mengetahui kompetensi dalam Interprofesional Education
8. Untuk mengetahui pendekatan dalam Interprofesional Education

3
SKENARIO

Ns. Alya seorang perawat IGD shift sore menerima seorang wanita berusia 21 tahun
G1P0A0 gravid 39-40 minggu rujukan dari puskesmas dengan ketuban pecah. Hasil
pengkajian di ruang IGD: BB 41 Kb, TB 153 cm, LILA 18 cm, tekanan darah 110/60,
frekuensi nadi 80x/menit, respirasi 18x/menit, konjungtiva pucat. Pasien mengatakan
keluar air-air sejak 5 jam sebelum masuk rumah sakit dan tidak merasakan
pergerakan lagi. Pada saat pemeriksaan, Ns. Alya ditemani oleh tim lainnya termasuk
mahasiswa keperawatan, kedokteran dan kebidanan. Dokter menyatakan janin sudah
meninggal dalam kandungan dan disarankan persalinan pervaginam. Setelah 1 jam
diinduksi, pasien melahirkan bayi laki-laki, berat 1900 gram. 1 jam setelah
persalinan pasien mengalami perdarahan ± 600 ml, kontraksi uterus jelek. Pasien
terlihat sedih dengan kejadian tersebut, apalagi suami dan keluarganya tidak terima
kematian janin yang sangat diharapkan. Suami dan keluarga berpendapat kematian
janin akibat ibunya (pasien) suka mengkonsumsi mie, bakso dan jajanan pinggir
jalan. Menurut pasien, makanan tersebutlah yang bisa dikomsumsi karena suami
terbatas dalam memberikan dana. Suami bekerja serabutan, terkadang dapat uang,
kadang tidak. Suami juga suka merokok dalam rumah.

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. Konsep Interprofesional Education (IPE) dan Interprofesional Collaboration


(IPC) Dalam Pendidikan Kesehatan
Kolaborasi interprofesional dilakukan berbagai macam profesi kesehatan
dengan menunjukkan peran mereka masing-masing dalam berkolaborasi melalui
berbagai kelompok profesi. Dalam melaksanakan tugas dan kewajiban sebagai
tenaga kesehatan, semua elemen profesi kesehatan mempunyai kebijakan sendiri
yang dijadikan arahan dalam melakukan kolaborasi kesehatan salah satunya adalah
kode etik. Di dalam kode etik setiap tenaga kesehatan membahas mengenai
panduan dan batasan-batasan dalam melakukan tindakan kepada pasien yang mana
dengan adanya sistem ini maka semua tenaga kesehatan tahu akan ruang lingkup
profesinya, tidak terjadi tumpang tindih praktik kesehatan dan dapat bertanggung
jawab dalam melakukan tugasnya masing-masing dalam memberikan pelayanan
secara komprehensif kepada pasien.
Konsep Interprofesional education atau disingkat dengan IPE adalah sebuah
inovasi yang sedang dieksplorasi dalam dunia pendidikan profesi kesehatan.
Interprofessional education merupakan suatu proses dimana sekelompok
mahasiswa atau profesi kesehatan yang memiliki perbedaan latar belakang profesi
melakukan pembelajaran bersama dalam periode tertentu, berinteraksi sebagai
tujuan yang utama, serta untuk berkolaborasi dalam upaya promotif, preventif,
kuratif, rehabilitatif, dan jenis pelayanan kesehatan yang lain. Melalui
Interprofesional education (IPE) diharapkan berbagai profesi kesehatan dapat
menumbuhkan kemampuan antarprofesi, dapat merancang hasil dalam
pembelajaran yang memberikan kemampuan berkolaborasi, meningkatkan praktik
pada masing-masing profesi dengan mengaktifkan setiap profesi untuk
meningkatkan praktik agar dapat saling melengkapi, membentuk suatu aksi secara
bersama untuk meningkatkan pelayanan dan memicu perubahan; menerapkan
analisis kritis untuk berlatih kolaboratif, meningkatkan hasil untuk individu,

5
keluarga, dan masyarakat; menanggapi sepenuhnya untuk kebutuhan mereka,
mahasiswa dapat berbagi pengalaman dan berkontribusi untuk kemajuan dan saling
pengertian dalam belajar antarprofesi dalam menanggapi pertanyaan, di konferensi
dan melalui literatur profesional dan antarprofesi.
Menurut CIHC (2009), manfaat dari Interprofessional Education antara lain
meningkatkan praktik yang dapat meningkatkan pelayanan dan membuat hasil yang
positif dalam melayani klien; meningkatkan pemahaman tentang pengetahuan dan
keterampilan yang memerlukan kerja secara kolaborasi; membuat lebih baik dan
nyaman terhadap pengalaman dalam belajar bagi peserta didik; secara fleksibel
dapat diterapkan dalam berbagai setting. Hal tersebut juga dijelaskan oleh WHO
(2010) tentang salah satu manfaat dari pelaksanaan praktek IPE dan kolaboratif
yaitu strategi ini dapat mengubah cara berinteraksi petugas kesehatan dengan
profesi lain dalam memberikan perawatan.
Pendidikan interprofessional secara luas didefinisikan sebagai suatu proses
belajar mengajar yang menumbuhkan kerja kolaboratif antara dua atau lebih profesi
perawatan kesehatan. Pendidikan interprofessional, sebagai bukti, pendekatan yang
bermanfaat untuk pembelajaran kolaboratif yang membahas masalah fragmentasi
dalam penyediaan layanan kesehatan dan pemisahan antara profesional perawatan
kesehatan, sering diumumkan tetapi tidak selalu berhasil dilaksanakan. Selain itu,
ada beberapa penafsiran yang berbeda, istilah tumpang tindih, istilah dipertukarkan,
dan kurangnya keseragaman definisi pendidikan interprofessional. Analisis Konsep
ini menentukan atribut dan karakteristik pendidikan interprofessional,
mengembangkan definisi operasional yang cocok untuk semua disiplin yang
berhubungan dengan kesehatan, mendefinisikan tujuan bersama, dan meningkatkan
kejelasan keseluruhan, konsensus, konsistensi, dan pemahaman tentang pendidikan
interprofessional kalangan pendidik, profesional, dan peneliti. Melalui
penggabungan efektif pendidikan interprofessional ke kurikuler dan pengaturan
praktek, hasil berpusat pada pasien optimal berpotensi dapat mengakibatkan
sebagai tim yang efektif dan sangat terintegrasi memfasilitasi dan mengoptimalkan
perawatan pasien kolaboratif dan keselamatan.

6
B. Definisi Interprofesional Education (IPE) dan Interprofesional Collaboration
(IPC)
Inter profesi adalah dua profesi atau lebih yang terkait yang belajar dan
mempraktekkan kompetensi inter profesional yaitu: kerja sama, komunikasi, etika
atau peran profesional termasuk usaha penyatuan aktifitas interprofesi. Inter profesi
berbeda dengan multi profesi dimana multi profesi adalah dua profesi atau lebih
yang bekerja secara berdampingan sesuai dengan area kerja masing-masing untuk
suatu tujuan.
Interprofessional Education (IPE) adalah dua atau lebih profesi belajar dengan,
dari, dan tentang satu sama lain untuk meningkatkan kolaborasi dan kualitas
pelayanan kesehatan (WHO, 2010). Robert dalam ACCP (2012) menyatakan
Interprofessional Education merupakan pendekatan proses pendidikan dua atau
lebih disiplin ilmu yang berbeda berkolaborasi dalam proses belajar mengajar untuk
membina interdisipliner dengan tujuan untuk meningkatkan praktek disiplin
masing-masing.
Melalui Interprofesional education (IPE) diharapkan berbagai profesi kesehatan
dapat menumbuhkan kemampuan antarprofesi, dapat merancang hasil dalam
pembelajaran yang memberikan kemampuan berkolaborasi, meningkatkan praktik
pada masing-masing profesi dengan mengaktifkan setiap profesi untuk
meningkatkan praktik agar dapat saling melengkapi, membentuk suatu aksi secara
bersama untuk meningkatkan pelayanan dan memicu perubahan; menerapkan
analisis kritis untuk berlatih kolaboratif, meningkatkan hasil untuk individu,
keluarga, dan masyarakat; menanggapi sepenuhnya untuk kebutuhan mereka,
mahasiswa dapat berbagi pengalaman dan berkontribusi untuk kemajuan dan saling
pengertian dalam belajar antarprofesi dalam menanggapi pertanyaan, di konferensi
dan melalui literatur profesional dan antarprofesi.
Sedangkan Interprofessional collaboration (IPC) adalah interaksi atau hubungan
dari dua atau lebih tenaga kesehatan yang saling bekerjasama untuk berbagi
informasi yang bertujuan untuk mengambil keputusan bersama, dan mengetahui
waktu yang optimal untuk melakukan kerjasama dalam perawatan keselamatan

7
pasien serta memberikan perawatan yang baik kepada pasien. Interprofessional
Collaboration (IPC) adalah proses mengembangkan dan memelihara hubungan
kerja sama yang efektif antara tenaga kesehatan rumah sakit. Tujuan kerjasama
antar profesi adalah sebagai wadah untuk mengupayakan tercapainya praktik
kerjasama yang efektif antar profesi.
Edi Dharmana,et al (2018) menyatakan bahwa Interprofessional collaboration
merupakan kolaborasi dan komunikasi di antara tenaga kesehatan dalam
pendekatan yang terkoordinasi sebagai pengambilan keputusan tentang masalah
kesehatan untuk memastikan bahwa perawatan yang diberikan dapat diandalkan
dan berkelanjutan sehingga perawatan yang diberikan pada pasien tetap optimal
dan dampak buuk pada kesehatan pasien dapat berkurang.
Berdasarkan skenario, profesi yang sebaiknya terlibat pada kasus tersebut (IPE)
ialah dokter, perawat, bidan, mahasiswa keperawatan.

C. Tujuan Interprofessional Education (IPE) dan Interprofesional Collaboration


(IPC)
Tujuan IPE adalah praktik kolaborasi antar profesi, dimana melibatkan
berbagai profesi dalam pembelajaran tentang bagaimana bekerjasama dengan
memberikan pengetahuan, keterampilan dan sikap yang diperlukan untuk
berkolaborasi secara efektif. Implementasi IPE di bidang kesehatan dilaksanakan
kepada mahasiswa dengan tujuan untuk menanamkan. kompetensi-kompetensi
IPE sejak dini dengan retensi bertahap, sehingga ketika mahasiswa berada di
lapangan diharapkan dapat mengutamakan keselamatan pasien dan peningkatan
kualitas pelayanan kesehatan bersama profesi kesehatan yang lain.
Tujuan umum adanya proses IPE dimaksudkan agar mahasiswa profesi
kesehatan mampu mengenal lebih peran profesi kesehatan yang lain, sehingga
diharapkan mampu berkomunikasi dan bekolaborasi dengan baik saat melakukan
perawatan pasien sehinnga tidak terjadi tumpang tindih antar profesi. Tujuan
pelaksanaan IPE antara lain:
1. Meningkatkan pemahaman interdisipliner dan meningkatkan kerjasama

8
2. Membina kerjasama yang kompeten
3. Membuat penggunaan sumber daya yang efektif dan efisien
4. Meningkatkan kualitas perawatan pasien yang komprahensif
IPE dalam bidang kesehatan yang dilaksanakan oleh mahasiswa bertujuan
untuk membekali mahasiswa profesi kesehatan dengan keterampilan, ilmu, sikap
serta perilaku professional yang penting dalam melaksanakan praktek kolaborasi
interprofesional. Tujuan lain dari IPE yaitu untuk dapat lebih memahami peran
dari masing- masing profesi sehingga mampu menyediakan dan meningkatkan
pelayanan pada pasien melalui proses belajar untuk saling bekerjasama. WHO
(2010) menekankan pentingnya penerapan kurikulum IPE dalam meningkatkan
kesehatan yang optimal.
Sedangkan Interprofessional collaboration bertujuan (IPC) sebagai wadah
dalam upaya Mewujudkan praktik kolaborasi yang efektif antar profesi. Terkait
hal itu Maka perlu diadakannya praktik kolaborasi sejak dini dengan melalui
proses pembelajaran yaitu dengan melatih mahasiswa pendidikan kesehatan. IPC
merupakan wadah kolaborasi efektif untuk meningkatkan pelayanan kesehatan
kepada pasien yang didalamnya terdapat profesi Tenaga kesehatan meliputi
dokter, perawat, farmasi, ahli gizi, dan Fisioterapi (Health Professional Education
Quality (HPEQ), 2011).
Untuk tercipatanya Interprofesional Colaboration (IPC) yang optimal, ada
empat langkah yang bisa dilakukan oleh setiap profesi tenaga kesehatan yaitu:
menentukan pendekatan kolaboratif setiap profesi kesehatan, tentukan peran
setiap anggota tim dan hormati peran pekerjaannya, tetapkan tanggung jawab dan
tugas khusus masing-masing anggota tim, serta berlatih berkolaborasi,
menangani konflik, dan bekerja menuju perbaikan dalam memberikan pelayanan.

D. Manfaat Interprofessional Education (IPE) dan Interprofesional Collaboration


(IPC)
Manfaat sistem IPE dalam bidang kesehatan sangatlah besar. Chan, et al
(2010) mengatakan IPE membuat mahasiswa dari berbagai bidang kesehatan

9
untuk belajar bersama dengan, dari, dan tentang satu sama lain. IPE juga
membuat mahasiswa belajar mengenai hal-hal yang baru dan mengembangkan
keahlian, mengembangkan kemampuan interpersonal yang dibutuhkan,
mendapatkan pengalaman baru dengan tim yang mempunyai tujuan yang sama
dan belajar bagaimana bekerja dengan orang lain dan memberikan hasil kerja
yang maksimal. Selain itu, ketika sudah menjadi tenaga kesehatan, praktik yang
berkolaborasi antar bidang juga memberikan banyak manfaat. Berdasarkan
penelitian yang dilakukan WHO (2010), praktik yang berkolaborasi akan
meningkatkan akses masyarakat terhadap kesehatan, meningkatkan koordinasi
lintas bidang, meningkatkan derajat kesehatan pasien dan meningkatkan angka
keselamatan pasien. Di sisi lain, praktik berkolaborasi antar bidang akan
menurunkan angka pasien yang terkena komplikasi, menurunkan jangka waktu
rawat inap pasies, menurunkan angka malpraktik dan menurunkan angka
kematian penduduk.
Model ini berfungsi untuk mempersiapkan tenaga kesehatan yang memiliki
kemampuan berkolaborasi dengan tenaga kesehatan yang lain dalam sistem
kesehatan yang kompleks (Becker dkk, 2014) sehingga strategi pendidikan
komunikasi melalui IPE antara perawat dengan dokter atau tenaga kesehatan
lainnya dapat membangun budaya komunikasi melalui IPE antara perawat, dokter
dan tenaga kesehatan lainnya dapat membangun budaya komunikasi dan
kolaborasi yang efektif dalam memberikan pelayanan kepada pasien, namun ada
beberapa tantangan dalam pelaksanaannya.
Sedangkan manfaat yang bisa didapatkan dari kegiatan IPC yaitu bisa
meningkatkan ilmu pengetahuan serta keterampilan baru, meningkatkan
kemampuan bekerjasama, kemampuan berkomunikasi kepada pasien maupun
teman sejawat yang berbeda antar profesi, serta mampu meningkatkan hubungan
saling percaya antar profesi, dalam hal ini apabila setiap hal itu bisa berjalan
dengan baik maka diharapkan bisa mencapai hal yang direncanakan sejak awal
sebelum memberikan pelayanan kepada pasien secara optimal.
Selain itu, manfaat dari pelaksanaan IPC ini yaitu untukmengurangi angka

10
komplikasi, lama rawat di rumah sakit, konflik di antara tim kesehatan, dan
tingkat kematian serta dibidang kesehatan mental, praktik kolaboratif dapat
meningkatkan kepuasan pasien dan tim kesehatan, mengurangi durasi
pengobatan, mengurangi biaya perawatan, mengurangi insiden bunuh diri, dan
mengurangi kunjungan rawat jalan.
Dalam hal ini, kerjasama dan kolaborasi yang baik antar profesi kesehatan
sangat dibutuhkan untuk meningkatkan kepuasan pasien dalam melakukan
pelayanan. Karena kerjasama dan kolaborasi ini merupakan suatu kunci
kesuksesan dalam pelaksanaan IPC, karena tanpa adanya kerjasama yang baik
maka hal ini sangat sulit untuk dilakukan, terutama sekali dalam hal meredam ego
antar profesi yang bisa muncul sewaktu-waktu.

E. Faktor yang Mempengaruhi Pelaksanaan Interprofessional Education (IPE)


dan Interprofesional Collaboration (IPC)
1. Komunikasi
Komunikasi merupakan hal penting yang harus dilaksanakan dalam
pelaksanaan kolaborasi, karena melalui komunikasi proses penyampaian
informasi antar satu dengan yang lain akan lebih jelas dan dapat
meningkatkan kerjasama serta kolaborasi yang baik. Tenaga kesehatan harus
bekerja sama dengan baik dan tidak melakukan pelayanan kesehatan sendiri,
yang akan mendatangkan keuntungan tersendiri. Salah satu faktor yang
menghambat terselenggaranya kerjasama antar tenaga kesehatan adalah
komunikasi yang kurang baik. Faktor penghambat dalam pelaksanaan
Interprofessional collaboration adalah buruknya komunikasi antar tenaga
kesehatan karena komunikasi yang buruk maka akan terjadi kesalahpahaman
dan akan menyebabkan perawatan yang kurang baik pada pasien sehingga
dapat menyebabkan dampak yang buruk pada keselamatan dan kesehatan
klien.
2. Latar belakang tingkat pendidikan yang berbeda
Penghambat dalam upaya penyelamatan pasien yang sering terjadi karena

11
kesalahan yang dapat disebabkan oleh pelaksana kesehatan seperti perawat
dan dokter yang dimana dokter merasa bahwa pengetahuan dan perannya
lebih tinggi di bandingkan dengan perawat sehingga kolaborasi dan kerjasama
yang dilakukan menjadi kurang baik. Latar belakang tingkat pendidikan dari
masing masing tenaga kesehatan akan mempengaruhi perilaku seseorang
dalam menjalankan peran dan tanggungjawabnya saat melakukan tindakan
kolaborasi yang dapat di artikan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan
seseorang maka akan semakin besar keinginannya dalam memanfaatkan
ketrampilan dan pengetahuannya.
3. keterbatasan pemahaman tentang peran masing-masing profesi
Keterbatasan pemahaman akan peran masing-masing jabatan akan
mempengaruhi pelaksanaan kerjasama, diantaranya pelaksanaan kerjasama
antara perawat dan dokter sering menimbulkan kesalahpahaman yaitu masih
banyak dokter yang kurang memahami ruang lingkup praktek perawat,
sehingga tanggung jawab perawat dan dokter sering tumpang tindih, sehingga
dokter kurang yakin dengan kemampuan perawat dalam mengambil
keputusan tentang perawatan pasien.
Yang perlu dikolaborasikan oleh setiap anggota tenaga kesehatan dalam
Interprofesional Colaboration meliputi tanggung jawab, akuntabilitas, koordinasi,
komunikasi, kerjasama, ketegasan, otonomi, dan saling percaya dan menghormat
antar anggota tim. Dengan adanya Interprofesional Colaboration dalam perawatan
kesehatan, dapat meningkatkan kepuasan pasien, membantu mencegah kesalahan
pengobatan, meningkatkan status kesehatan pasien, dan memberikan hasil
perawatan pasien yang lebih baik, yang semuanya dapat mengurangi jumlah hari
rawat inap pasien dirumah sakit sehingga dapat membantu rumah sakit dalam
menghemat pengeluaran biaya kesehatan serta meningkatkan hubungan staf dan
kepuasan kerja

12
F. Hambatan Interprofessional Education (IPE) dan Interprofesional
Collaboration (IPC)
Saat ini praktik pembelajaran IPE dan IPC telah diterapkan selama beberapa
dekade, banyak ditemukannya hambatan yang telah diidentifikasi. Hambatan
dalam IPE ini terdapat pada pengorganisasian, pelaksanaan, komunikasi, budaya
ataupun sikap. Oleh karenanya sangat penting diperlukan tindakan dalam
mengatasi hambatan-hambatan tersebut sebagai persiapan mahasiswa dan praktisi
profesi kesehatan yang lebih baik demi berjalannya praktek kolaborasi yang
efektif hingga dapat merubah sistem pelayanan kesehatan (ACCP, 2009).
Hambatan-hambatan yang mungkin terjadi dalam proses IPE, hambatan
tersebut meliputi hambatan penanggalan akademik, peraturan akademik, tempat
kegiatan, evaluasi, kebutuhan SDM (sumber daya manusia), dana, jarak geografis,
waktu, dan kesiapan mahasiswa (ACCP, 2009). Hambatan lain yang dapat terjadi
dalam proses IPE juga terdapat dari ego masing-masing tenaga kesehatan, fasilitas
fisik dan konsep pembelajaran, serta paradigma terhadap profesi kesehatan dan
peran masing-masing profesi. Sangat penting untuk mengatasi hambatan-
hambatan yang mungkin terjadi sebagai persiapan mahasiswa kesehatan dan
praktisi profesi kesehatan demi terjalinnya praktik kolaborasi yang baik dalam
pelayanan kesehatan.
Hambatan dalam pelaksanaan IPC sulit dilakukan karena adanya ego setiap
profesi yang selalu mengatakan profesinya lebih hebat dan lebih dibutuhkan dari
profesi lain, sehingga akibat hal ini dapat memunculkan sikap superioritas maupun
inferioritas antar profesi, akibat timbulnya kedua hal berikut ini sehingga kegiatan
yang sejak awal direncanakan tidak berjalan sebagaimana mestinya sehingga
semakin memperparah keadaan setiap sektor antarprofesi yang berbeda. Negara-
negara di Asia pada umumnya masih ada ketimpangan dalam pelayanan kesehatan.
Ketimpangan yang dimaksud adalah dominasi dari salah satu profesi kesehatan. Hal
ini sangat jelas adanya khususnya di negara Indonesia, padahal profesi tenaga
kesehatan itu tidak hanya dokter saja, masih ada profesi lain yang terlibat
didalamnya seperti perawat, ahli gizi, fisioterapi, dan lain sebagainya. Sikap

13
superioritas dan inferioritas sampai saat ini sudah semakin mendarah-daging baik
dalam profesi itu sendiri maupun dari masyarakat kita, dimana mereka saat ini
masih memandang profesi A masih lebih baik dari profesi B ataupun sebaliknya,
akibat stigma negatif ini terkadang bisa mendorong seseorang untuk merendahkan
profesi yang lain. Padahal yang harus digarisbawahi disini bahwa setiap profesi
kesehatan itu memiliki jobdesk yang berbeda-beda, sehingga dari hal ini kita tidak
bisa menilai profesi tersebut dari satu sisi, banyak sisi yang lain yang harus
diperhatikan dan setiap profesi kesehatan memiliki peran yang penting dalam
pelayanan kesehatan.
Tindakan yang diperlukan untuk mengatasi hambatan-hambatan yang muncul
dapat dilakukan dengan penyesuaian jadwal antar profesi yang bersangkutan,
adanya sikap disiplin dan saling memahami untuk terciptanya komunikasi dan
kedisiplinan yang baik, menyiapkan bahan diskusi di hari sebelumnya, financial
yang cukup untuk pengadaan fasilitas pendukung dalam IPE dan IPC.

G. Kompetensi Interprofessional Education (IPE) dan Interprofesional


Collaboration (IPC)
Tujuan akhir IPE dan IPC mengharapkan mahasiswa mampu mengembangkan
kompetensi yang diperlukan untuk berkolaborasi. Kompetensi IPE dan IPC, yaitu:
1) memahami peran, tanggungjawab dan kompetensi profesi lain dengan jelas, 2)
bekerja dengan profesi lain untuk memecahkan konflik dalam memutuskan
perawatan dan pengobatan pasien, 3) bekerja dengan profesi lain untuk mengkaji,
merencanakan, dan memantau perawatan pasien, 4) menoleransi perbedaan,
kesalahpahaman dan kekurangan profesi lain, 5) memfasilitasi pertemuan
interprofessional, dan 6) memasuki hubungan saling tergantung dengan profesi
kesehatan lain. Kompetensi lain untuk IPE dan IPC terdiri atas empat bagian yaitu
pengetahuan, keterampilan, sikap, dan kemampuan tim.
No. Kompetensi Utama IPE Komponen Kompetensi IPE
1. Kompetensi Pengetahuan 1. Strategi koordinasi
2. Model berbagi tugas/pengkajian

14
situasi
3. Kebiasaan karakter bekerja dalam
tim
4. Pengetahuan terhadap tujuan tim
5. Tanggungjawab tugas spesifik
2. Kompetensi Keterampilan 1. Pemantauan kinerja secara
bersama-sama
2. Fleksibilitas/penyesuaian
3. Dukungan/perilaku saling
mendukung
4. Kepemimpinan tim
5. Pemecahan konflik
6. Umpan balik
7. Komunikasi /pertukaran
informasi
3. Kompetensi Sikap 1. Orientasi tim (moral)
2. Kemajuan bersama
3. Berbagi pandangan/tujua
4. Kompetensi Kemampuan Tim 1. Kepaduan tim
2. Saling percaya
3. Orientasi bersama
4. Kepentingan Bekerja Tim

H. Pendekatan Interprofessional Education (IPE) dan Interprofesional


Collaboration (IPC)
Pendekatan belajar mengajar yang sudah ada disesuaikan dan dikembangkan
sebagai metode belajar baru sebagai penarik perhatian belajar peserta didik dan
inovasi baru dari pengajar. Tidak satu pun metode yang menjadi pilihan utama,
metode pengalaman mengajar dari pengajar dapat berubah sewaktuwaktu
tergantung pada kebutuhan belajar peserta didik dan bagaimana cara pengajar untuk

15
menjaga perhatian peserta didik terhadap pelajaran. Metode-metode balajar yang
ada dapat saling memperkuat, tidak berdiri sendiri. Pendekatan belajar mengajar
yang dapat diterapkan dalam IPE yaitu exchange-based learning, actionbased
learning, practice-based learning, simulation-based learning, observationbased
learning, dan e-based learning.
Sebagai tenaga kesehatan untuk menanggapi pendapat dari keluarga pasien,
yang perlu didiskusikan dengan keluarga yaitu melalui berbicara secara efektif
mengenai informasi kesehatan yang akan disampaikan didefinisikan sebagai
berbicara sedemikian rupa sehingga pesan yang disampaikan oleh tenaga kesehatan
dapat didengar dengan jelas dan, jika mungkin, ditindaklanjuti. Ada dua elemen
utama untuk berbicara secara efektif yaitu apa yang dikatakan dan bagaimana cara
mengatakannya. Apa yang dikatakan berarti pilihan kata-kata yang akan digunakan
dalam menyampaikan informasi. Kata-kata yang mungkin digunakan pada saat
melakukan penyampaian informasi kesehatan pada keluarga yang berada di
wilayah kerja adalah kata-kata yang cenderung sederhana namun tetap formal.
Kata-kata sederhana akan lebih mudah dipahami oleh banyak orang. Penggunaan
bahasa daerah dan bahasa tubuh (body language) pun dapat membantu proses
komunikasi agar berjalan lebih baik. Keterampilan komunikasi yang kedua adalah
kemampuan percakapan. Percakapan mengenai informasi kesehatan ini seharusnya
menyenangkan. Untuk dapat menyampaikan informasi dengan tepat, para tenaga
kesehatan ini harus melibatkan interaksi pribadi antara dua atau lebih orang tentang
sesuatu yang menarik. Percakapan adalah komunikasi dua arah, dimana aturan
percakapan pertama dan paling penting adalah bahwa ini bukan tentang Anda, dan
juga bukan sepenuhnya tentang orang lain. Tersenyum dan bersikap baik, akan
membawa para tenaga kesehatan ini jauh dalam hal percakapan karena semua
orang lebih suka mengobrol dengan seseorang yang ramah dan menyenangkan.
Selain pelibatan interaksi pribadi, dalam kemampuan percakapan juga dibutuhkan
kemampuan untuk menanggapi apa yang mereka (keluarga sekitar wilayah kerja)
katakan. Menanggapi dengan tulus apa yang baru saja dikatakan seseorang berarti
petugas kesehatan harus mendengarkan. Mereka tidak bisa menghentikan

16
pembicaraan begitu saja, dan mereka harus dengan cepat memikirkan apa yang
akan mereka katakan selanjutnya. Penting bagi mereka untuk fokus pada orang lain
dan apa yang mereka katakan. Mereka juga perlu memperhitungkan bahasa tubuh
mereka. Keterampilan komunikasi ketiga yang harus dimiliki oleh petugas
kesehatan Puskesmas adalah kemampuan bertanya. Dalam melakukan pendataan
kesehatan keluarga ini diperlukan kemampuan bertanya agar data yang didapat
sesuai dengan apa yang terjadi di lapangan. Kemampuan bertanya ini bertujuan
untuk mengumpulkan informasi, dimana pengumpulan informasi tersebut adalah
aktivitas dasar yang harus dilakukan oleh petugas kesehatan. Informasi tersebut
digunakan untuk belajar, membantu mereka dalam memecahkan masalah, untuk
membantu proses pengambilan keputusan dan untuk saling memahami dengan
lebih jelas. Bertanya adalah kunci untuk mendapatkan lebih banyak informasi dan
tanpanya komunikasi interpersonal tidak akan berjalan dengan baik karena bertanya
merupakan dasar untuk komunikasi yang sukses. Keterampilan komunikasi yang
terakhir yang harus dimiliki oleh tenaga kesehatan dalam menyampaikan informasi
kesehatan kepada keluarga sekitar wilayah kerja adalah klarifikasi. Dalam
komunikasi, klarifikasi adalah sebuah proses untuk menjelaskan kembali kepada
komunikan makna penting, sebagaimana dipahami oleh komunikan tersebut, dari
apa yang baru saja mereka katakan. Dengan demikian, tenaga kesehatan sebagai
komunikator memeriksa bahwa pemahaman pendengar sudah benar, sehingga tidak
ada lagi kebingungan atau kesalahpahaman. Klarifikasi penting dalam banyak
situasi terutama ketika apa yang dikomunikasikan sulit dalam beberapa hal.
Komunikasi dapat dikatakan sebagai suatu proses yang 'sulit' karena banyak alasan,
mungkin emosi sensitif sedang didiskusikan, atau para tenaga kesehatan
mendengarkan beberapa informasi kompleks yang memungkinkan mereka untuk
melakukan klarifikasi.

17
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Interprofessional Education (IPE) adalah dua atau lebih profesi belajar dengan,
dari, dan tentang satu sama lain untuk meningkatkan kolaborasi dan kualitas
pelayanan kesehatan. Sedangkan Interprofessional collaboration (IPC) adalah
interaksi atau hubungan dari dua atau lebih tenaga kesehatan yang saling
bekerjasama untuk berbagi informasi yang bertujuan untuk mengambil keputusan
bersama, dan mengetahui waktu yang optimal untuk melakukan kerjasama dalam
perawatan keselamatan pasien serta memberikan perawatan yang baik kepada
pasien.
Melalui Interprofesional education (IPE) dan Interprofessional collaboration
(IPC) diharapkan berbagai profesi kesehatan dapat menumbuhkan kemampuan
antarprofesi, dapat merancang hasil dalam pembelajaran yang memberikan
kemampuan berkolaborasi, meningkatkan praktik pada masing-masing profesi
dengan mengaktifkan setiap profesi untuk meningkatkan praktik agar dapat saling
melengkapi, membentuk suatu aksi secara bersama untuk meningkatkan pelayanan
dan memicu perubahan

3.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas diharapkan mahasiswa mampu memahami
tentang “Interprofessional Education (IPE) dan Interprofesional Collaboration
(IPC)” dengan baik. Dengan adanya hasil makalah ini diharapkan dapat dibaca
sebagai bacaan untuk menambah wawasan dari ilmu yang telah didapatkan agar
lebih baik dari sebelumnya.

18
DAFTAR PUSTAKA

Yani Lestari, et al. (2017). Hubungan Interprofessional Kolaborasi dengan Pelaksanaan


Catatan Perkembangan Pasien Terintegrasi di RSUD Prof. dr. H.M. Anwar
Makkatutu Kabupaten Bantaeng. Jurnal Kesehatan, Vol 7 No 1 ;85-90.
Yuni Kurniasih, et al. (2019). Interprofessional Collaboration meningkatkan
pelaksanaan sasaran keselamatan pasien. Journal health of Studies. Vol 3 No.2 ;
113-120.
WHO. (2020). Framework For Action On Interprofesional Education & Collaborative
Practice. World Health Organization. Geneva
Becker, K.L, Hanyok, L.A, Walton-Moss, B. (2018). The turf and baggage of nursing
and medicine: Moving forward to achieve success in interprofessional
education. The Journal for Nurse Practitioners, 10:4, 240-244
Kusuma, M. W., Herawati, F., Setiasih, S., & Yulia, R. (2021).Persepsi Tenaga
Kesehatan dalam Praktik Kolaborasi Interprofesional di Rumah Sakit di
Banyuwangi. Media Kesehatan Masyarakat Indonesia, 20(2), 106-113.
Lucyda, H., Vionalisa, Yecy A. (2019). Collaboration of Nurses and Doctor in the
Inpatient Room at Arifin Achmad General Hospital of Riau Province:
Kolaborasi Perawat Dokter di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum Daerah
Arifin Achmad Provinsi Riau. Jurnal Kesehatan Komunitas, 5(3), 235-240.

19

Anda mungkin juga menyukai