Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN OBSERVASI

PELAKSANAAN INTERPROFESSIONAL COLLABORATION

Disusun oleh :
Kelompok 4
Fitri Handayani NIM. 11194562011058
Hylda Marryana NIM. 11194562011063
Lita Fahriana NIM. 11194562011069
Maimunah NIM. 11194562011073
Nina Margaretha NIM. 11194562011078
Taufik Hidayat NIM. 11194562011084
Widia Rahayu Pertiwi NIM. 11194562011085

INTEGRATED COMMUNITY DEVELOPMENT WITH


INTERDICIPLINARY EDUCATION
UNIVERSITAS SARI MULIA
BANJARMASIN
2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa
yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini dengan judul “Laporan Observasi Pelaksanaan
Interprofessional Collaboration”. Makalah ini disusun dalam rangka
memenuhi tugas mata kuliah ICD-IDE tahun akademik 2020/ 2021 . Makalah
ini bukanlah karya yang sempurna karena masih memiliki banyak
kekurangan, baik dalam hal isi maupun sistematika dan teknik penulisannya.
Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya
membangun guna sempurnanya makalah ini. Kami berharap makalah ini
dapat bermanfaat, bagi penulis khususnya dan bagi pembaca umumnya.

Banjarmasin, Juli 2021

Kelompok 4
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.....................................................................................i
DAFTAR ISI ...................................................................................................ii
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang......................................................................................1
B. Rumusan Masalah .................................................................................5
C. Tujuan ...................................................................................................5
BAB II PEMBAHASAN (Konsep IPE dab IPC)
A. Definisi IPE dan IPC................................................................................
B. Tujuan IPE dan IPC................................................................................
C. Faktor Pendukung IPE dan IPC ..............................................................
D. Faktor Penghambat IPE dan IPC.............................................................
E. Domain IPE IPC menurut WHO..............................................................
BAB III ANALISIS PELAKSANAAN IPC
A. Pelaksanaan IPC di Pelayanan Kesehatan ..............................................
B. Pelaksanaan IPC Pada Kunjungan Ke Rumah Warga.............................
C. Pelaksanaan IPC ......................................................................................
D. Pelaksanaan IPC.......................................................................................
BAB IV PENUTUP
Kesimpulan .........................................................................................................
Saran ..................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Meningkatnya kompleksitas pelayanan kesehatan dan juga pasien dengan


beberapa patologi, maka meningkat pula tuntutan untuk adanya kolaborasi antar
tenaga kesehatan dengan berbeda latar belakang pendidikan. Tenaga kesehatan
profesional harus meningkatkan pengetahuan dan juga kemampuan untuk
berkolaborasi dengan tenaga kesehatan yang lain sehingga dapat memberikan efek
positif kepada pasien (El-awaisi et al.,, 2017). Masalah kompleks yang dialami
pasien tidak dapat diselesaikan oleh seorang dokter saja, tapi harus melibatkan profesi
kesehatan lainya. Untuk menghasilkan pelayanan kesehatan yang baik dan
memuaskan serta terciptanya patient safety, maka kolaborasi antar tenaga kesehatan
sangat dibutuhkan (Fitriyani, 2016). Pendekatan kolaborasi yang masih berkembang
saat ini yaitu interprofessional collaboration(IPC) sebagai wadah dalam upaya
mewujudkan praktik kolaborasi yang efektif antar profesi. Terkait hal itu maka perlu
diadakannya praktik kolaborasi sejak dini dengan melalui proses pembelajaran yaitu
dengan melatih mahasiswa pendidikan kesehatan. Sebuah grand design tentang
pembentukan karakter kolaborasi dalam praktik sebuah bentuk pendidikan yaitu
interprofessional education(IPE) (WHO, 2010, Department of Human Resources for
Health).

Menurut Luecth et al.(1990) didalam IEPS(Interdisciplinary Education


Perception Scale)diterangkan terdapat empat komponen persepsi tentang
Interprofessional Education yaitukompetensi dan otonomi, persepsi kebutuhan untuk
bekerja sama, bukti kerjasama yang sesungguhnya, dan pemahaman terhadap profesi
lain.

Pelaksanaan IPC pada praktik nyata terhadap pasien dipengaruhi oleh


Interprofessional Education (IPE). Hal tersebut dikarenakan IPE menyiapkan
mahasiswa kesehatan atau calon tenaga kesahatan untuk lebih bisa memahami peran
masing-masing profesi dan meningkatkan kesiapan mereka untuk berkolaborasi
dalam memberika pelayanan kesehatan (Soubra, Badr, Zahran, & Aboul-Seoud,
2017). Pernyataan tersebut sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Liaw,
Siau, Zhou, & Lau (2014) yang menyatakan bahwa IPE dapat meningkatkan
kolaborasi antar tenaga kesehatan.

Menurut WHO (2014),Interprofessional calaboration adalah kerjasama antara


profesi kesehatan dengan latar pendidikan berbeda menjadi satu tim,berkolaborasi
untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan yang efektif. Menurut National
Quality Forum(NQF) (2016),di Amerika Serikat,sekitar 90.000 kematian dan $ 4,5
miliar biaya perawatan setiap tahunnya diakibatkan oleh kegagalan hubungan
partnerships, coordination, cooporationdan pengambilan keputusan dalam kolaborasi
(Espinet al,2015). Sedangkan di Indonesia, menurut Hestiariniet al,(2017) telah
terjadi kesalahan penulisan resep oleh dokter (0,03%-16,9%), apoteker tidak tepat
dalam proses penyiapan obat (9,71%) dan berdasarkan Kemenkes (2018) kesalahan
informasi obat saat pemberian oleh perawat yang mengakibatkan kerugian pada
pasien (24,8%). Hal ini mengidentifikasi bahwa IPC di Indonesia belum berjalan
dengan baik.
Pelaksanaan IPC di rumah sakit Indonesia sendiri menurut Limpa karnjanarat,
(2014) dalam International Nursing Conference, belum diaplikasikan dengan baik,hal
ini dikarenakan professional pemberi asuhan masih memiliki ego pada masing-
masing profesi.

Penelitian Regan (2015), mengatakan pada cooperation, 45% pendapat


pimpinan dalam IPC masih dominan sehingga berdampak pada kurang maksimalnya
proses asuhan pasien. Penelitian Lancasteret al,(2015), mengatakan coordination oleh
dokter, perawat dan profesional lainnya yang baik dapat meningkatkan kerjasama tim
dan patient safety. Menurut (Stephenset al,2016; Tanget al,2018) dalam Shared
decision making pengambilan keputusan bersama tentang pengobatan dan perawatan
secara komprehensif dapat meningkatkan kepuasan pasien dan mengoptimal peran
serta aktif perawat, dokter dan apoteker. Sedangkan menurut Alexanianetal (2015)
dan Calpeet al (2016), pada Partnerships mengatakan bahwa saling menghargai
profesi lain dapat meningkatkan kepuasan kerja tenaga kesehatan dan pasien.
Dimensi IPC ini sangat perlu diperhatikan dan dijalankan karena memberikan
perspektif kepada professional pemberi asuhan, sehingga dampak negatif dapat
dihindarkan.

Tenaga kesehatan yang paling berpengaruh dalam penerapan IPC di rumah


sakit adalah Profesional Pemberi Asuhan (PPA), seperti perawat, dokter, apoteker,
ahli gizi, bidan, anastesi trapis dan lain-lain dengan kompetensi yang memadai
(Hadijah, 2016; Undang-undang, 2014). Dalam asuhan pasien, PPA yang paling
sering berhubungan langsung dengan pasien menurut SNARS, (2018) adalah
perawat, dokter, apoteker dan ahli gizi, sebagai sumber potensial terjadinya kesalahan
dalam memberikan asuhan. Tenaga kesehatan harus melakukan praktek kolaborasi
dengan baik dan tidak melaksanakan pelayanan kesehatan sendiri sendiri. Praktek
kolaborasi dapat menurunkan angka komplikasi, lama rawat di rumah sakit, konflik
diantara tim kesehatan, dan tingkat kematian serta di bidang kesehatan mental,
praktek kolaboratif dapat meningkatkan kepuasan pasien dan tim kesehatan,
mengurangi durasi pengobatan, mengurangi biaya perawatan, mengurangi insiden
bunuh diri, dan mengurangi kunjungan rawat jalan.

Pandemi Covid-19 yang melanda Indonesia sejak Maret 2020 silam


menyebabkan perubahan di berbagai aspek kehidupan, terutama sangat berpengaruh
signifikan di aspek kesehatan masyarakat. Sehingga, pelaksanaan program-program
bidang kesehatan kini terfokus pada penanganan Covid-19.

Covid 19 menuntut untuk melakukan perubahan, baik dalam hal cara berpikir,
cara berperilaku, dan cara bekerja. Tantangan selanjutnya adalah cara berpikir dan
cara berperilaku yang dapat meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dan tangguh
terhadap ancaman penyakit termasuk dari penyakit hari esok. Situasi pandemi Covid-
19 membutuhkan kemitraan berbagai pihak dan kesiapan sumber daya manusia
pendukungnya. Penyebaran virus corona penyebab Covid-19 belum juga mereda.
Bahkan, di banyak negara, tengah mengalami lonjakan kasus. Lonjakan kasus Covid-
19 di beberapa negara disinyalir karena penularan varian baru virus corona yang
semakin meluas. Berbagai upaya seperti penerapan protokol kesehatan, vaksinasi dan
penguncian wilayah telah diterapkan. Berdasarkan data Worldo meters, hingga Senin
(21/6/2021) pagi, angka kasus Covid-19 di dunia sebanyak 179.238.118 kasus. Dari
angka itu, 3.881.421 orang meninggal dunia dan 163.793.112 orang telah dinyatakan
sembuh. (kompas.com). Kasus positif Covid-19 di Indonesia menembus orang
2.004.445. Jumlahnya bertambah 14.536 dari data Minggu (20/6) yang menunjukkan
masih 1.989.909 orang terjangkit virus SARS-CoV-2 itu. Total kumulatif kasus
positif Covid-19 ini terhitung sejak 2 Maret 2020. Temuan 14.536 kasus Covid-19
berdasarkan pemeriksaan terhadap 84.418 spesimen dari 62.361 orang. Dari total
2.004.445 kasus positif Covid-19, 54.956 di antaranya meninggal dunia.
(merdeka.com). Untuk data covid 19 di Kalimantan Selatan, warga Kalsel yang
terpapar sampai hari ini senin 21 Juni 2021 menjadi 35.570 orang, sembuh 33.892
orang, dirawat 625 orang, meninggal 1.053 orang, dan suspect 162 orang.
(Banjarmasin.tribunnews.com)
Dari paragraph sebelumnya, situasi pandemic covid 19 masih belum berakhir
sampai saat ini, sehingga sangat mengharuskan seluruh pelayanan kesehatan
memaksimalkan pelayanannya dan menguatkan kerjasama lintas profesi. Contohnya
saja ada di beberapa pelayanan kesehatan yang menerapkan pelaksanaan IPC ini,
misalnya saja dari alur pelayanan mulai dari pasien datang ke fasilitas kesehatan
sampai pasien selesai berobat (pasien pulang) sudah melibatkan kerjasama berbagai
profesi dengan penerapan protokol kesehatan pencegahan pelunaran covid 19 .
Berdasarkan dari berbagai data yang telah disebutkan sebelumnya, dapat ditarik
kesimpulan bahwa penerapan IPC pada pelayanan kesehatan selama pandemic Covid
19 memberikan dampak positif yang signifikan.
B. Rumusan Masalah
1. Apa Definisi IPE IPC
2. Tujuan IPE IPC
3. Faktor Pendukung IPE IPC
4. Faktor Penghambat IPE IPC
5. Domain IPE IPC Menurut WHO
6. Analisis Pelaksanaan IPC pada RS….
C. Tujuan

Adapun tujuan dibuatnya makalah laporan ini adalah agar lebih mengenali
pelaksanaan IPC pada pelayanan kesehatan di RSUD Soemarno Sosroatmodjo serta
apa saja tantangan yang dihadapi dalam pelaksanaan IPC ini. Laporan ini juga
diharapkan dapat memberikan gambaran dan bisa dijadikan referensi dalam
penerapan IPC pada pelayanan kesehatan di masa yang akan datang.
BAB II
PEMBAHASAN
Konsep Interprofesional Education (IPE)
&
Interprofesional Collaboration (IPC)

A. Definisi IPE IPC


Interprofessional education (IPE) adalah suatu pelaksanaanpembelajaran yang
diikuti oleh dua atau lebih profesi yang berbeda untukmeningkatkan
kolaborasi dan kualitas pelayanan dan pelaksanaanya dapatdilakukan dalam
semua pembelajaran, baik itu tahap sarjana maupun tahappendidikan klinik
untuk menciptakan tenaga kesehatan yang professional. Beberapa ahli
mengungkapkan IPE dapat menjadi dasar dalampembentukan kolaborasi.
Seperti halnya pendapat Mendez et. al.,(2008)IPE merupakan hal yang
potensial sebagai media kolaborasi antarprofesional kesehatan dengan
menanamkan pengetahuan dan skill dasarantar profesional dalam masa
pendidikan. IPE merupakan hal yang pentingdalam membantu pengembangan
konsep kerja sama antar profesional yangada dengan mempromosikan sikap
dan perilaku yang positif antar profesiyang terlibat di dalamnya.
Sedangkan Interprofessional Collaboration (IPC) adalah prosesdalam
mengembangkan dan Mempertahankan hubungan kerja yang efektifantara
pelajar, praktisi, Pasien/ klien/ keluarga serta masyarakat
untukmengoptimalkan pelayanan Kesehatan.Ketika banyak petugas
kesehatanDari latar belakang berbeda, Bekerjasama dengan pasien,
Keluarga,pengasuh dan Masyarakat untuk memberikan Perawatan
berkualitastertinggi (WHO,2010). Interprofessional Collaboration adalah kerja
samadengan satu atau lebih anggota tim kesehatan untuk mencapai
tujuanumum dimana masing – masing anggota memberikan kontribusi yang
unik sesuai dengan batasannya masing –masing. Hubungan keduanya adalah
Meningkatkan kepuasan profesional IPE dan IPC memupuk praktik
kolaboratif di mana dukungan timbal balik meringankan tekanan pekerjaan,
baik dengan menetapkan batasan pada tuntutan yang dibuat pada satu profesi
atau dengan memastikan bahwa dukungan dan bimbingan lintas-profesional
diberikan dengan baik.

B. Tujuan IPE dan IPC


1. Tujuan Interprofessional Education (IPE)
a. Mempersiapkan semua siswa profesi kesehatan untuk dengan sengaja
bekerja bersama dengan tujuan bersama untuk membangun
perawatan kesehatan yang lebih aman dan lebih baik.
b. Meningkatkan pelatihan berbasis tim (pengetahuan, keterampilan dan
sikap) yang mengarah pada peningkatan kualitas dan keamanan
dalam keperawatan pasien berbasis tim (perilaku dan kompetensi).
c. Bagaimana perawatan disampaikan sama pentingnya dengan
perawatan apa yang disampaikan.
Tujuan IPE adalah praktik kolaborasi antar profesi, dimana
melibatkan berbagai profesi dalam pembelajaran tentang bagaimana
bekerjasama dengan memberikan pengetahuan, keterampilan dan
sikap yang diperlukan untuk berkolaborasi secara efektif (Sargeant,
2009). Implementasi IPE di bidang kesehatan dilaksanakan kepada
mahasiswa dengan tujuan untuk menanamkan. kompetensi-
kompetensi IPE sejak dini dengan retensi bertahap, sehingga ketika
mahasiswa berada di lapangan diharapkan dapat mengutamakan
keselamatanpasien dan peningkatan kualitas pelayanan kesehatan
bersama profesikesehatan yang lain (Buring et al., 2009).
2. Tujuan Interprofessional Collaboration (IPC)
Pendekatan kolaborasi yang masih berkembang saat ini yaitu
Interprofessional collaboration (IPC) sebagai wadah dalam upaya
mewujudkan praktik kolaborasi yang efektif antar profesi. Terkait hal itu
Maka perlu diadakannya praktik kolaborasi sejak dini dengan melalui.
Proses pembelajaran yaitu dengan melatih mahasiswa pendidikan
Kesehatan. IPC merupakan wadah kolaborasi efektif untuk meningkatkan
Pelayanan kesehatan kepada pasien yang di dalamnya terdapat profesi
Tenaga kesehatan meliputi dokter, perawat, farmasi, ahli gizi, dan
Fisioterapi (Health Professional Education Quality (HPEQ), 2011).

3. Faktor Pendukung IPE dan IPC


Komitemen yang jelas dari seluruh anggota profesi atau seluruh
program studi yang akan terlibat di dalam pendidikan antar profesi :
 Kesiapan mahasiswa untuk siap dan aktif dalam mengikuti pendidikan
antar profesi
 Adanya role model untuk kolaborasi antar profesi baik di tatanan
akademik maupun lahan praktek baik rumah sakit maupun di
masyarakat
 Tuntutan yang besar dari masyarakat untuk mendapatkan pelayanan
kesehaan yang komprehensif dan terintegrasi
 Dukungan dari manajemen ( prodi atau fakultas ) termasuk dukungan
logistik, keuangan dan administrasi.
4. Faktor Penghambat IPE dan IPC
 Adanya ego masing masing profesi
 Kultur kerja sama yang kurang
 Resisten terhadap perubahan
 Perbedaan profesi dan tujuan masing profesi
 Kurikulum yang kaku dan terpusan
 Beban kerja dosen dan mahasiswa yag terlalu tinggi.
Berbagai penelitian mengenai hambatan IPE dan IPC sudah banyak
dilakukan. Hambatan ini terdapat dalam berbagai tingkatan dan terdapat pada
pengorganisasian, pelaksanaan, komunikasi, budaya ataupun sikap. Beberapa
hambatan yang mungkin Muncul adalah kalender/penanggalan Akademik,
peraturan akademik, struktur Penghargaan akademik, lahan praktik klinik,
Masalah komunikasi, bagian disiplin ilmu,Bagian professional, evaluasi
pengembangan, Pengembangan pengajar,sumber keuangan, Jarak geografis,
kekurangan pengajar Interdisipliner,kepemimpinan dan dukungan
Administrasi, tingkat persiapan peserta didik, Logistik, kekuatan pengaturan,
promosi, Perhatian dan penghargaan, resistensi Perubahan, beasiswa, dan
komitmen terhadap Waktu (ACCP,2009).
Terdapat beberapa hambatan hambatan Lain, diantaranya hambatan
logistik yang Mencakup jumlah siswa yang ikut serta dalam program IPE
untuk berkolaborasi oleh karena Jadwal mereka. Selain itu, hambatan internal
Yang mencakup pentingnya kebutuhan untuk Tindakan yang diperlukan untuk
mengatasi hambatan hambatan yang muncul dapat dilakukan dengan
penyesuaian jadwal antar profesi yang bersangkutan, adanya sikap disiplin
dan saling memahami untuk terciptanya komunikasi dan kedisiplinan yang
baik, menyiapkan bahan diskusi di hari sebelumnya,"financial yang cukup
untuk pengadaan "fasilitas pendukung dalam IPE &IPC.
5. Domain IPE IPC menurut WHO
a. Domain 1 : Nilai dan etik kolaborasi antar profesi
Nilai antar profesi dan etik yang terkait dengannya merupakan hal
penting baik untuk profesi secara mandiri maupun dalam
hubungannya dengan kolaborsi antar profesi. Nilai dan etik antar
profesi meliputi : pelayanan harus berfokus pada klien dengan
orientasi komunitas, masing-masing profesi berbagai peran dan
tanggung jawab untuk meningkatkan derajat kesehatan, semua
profesi bersama-sama memiliki komitmen untuk dapat menciptakan
pelayanan yang aman, efisien dan efektif, pelayanan diberikan secara
komprehensif dengan melibatkan klien dan keluarganya. Pernyataan
umum komptensi value dan etik antar profesi kerja adalah bekerja
sama dengan profesi lain untuk mempertahankan iklim saling
menghargai dan berbagi nilai serta etik bersama. Pernyataan umum
kompetensi tersebut terdiri dari kompetensi khusus berupa:
1) Menempatkan kebutuhan klien dan populasi sebagai pusat dari
kolaborasi antar profesi untuk memberikan pelayanan kesehatan
2) Menghargai martabat dan privasi klien dengan tetatp
mempertahankan kerhasiaan dalam memberikan pelayanan
kesehatan berbasis tim
3) Tetap memperhatikan perbedaan individu yang dimiliki oleh
klien, populasi dan tim antar profesi
4) Menghargai keunikan budaya, nilai, peran, dan tanggung jawab,
serta keahlian anggota tim antar profesi
5) Bekerja sama dengan klien, anggota tim dan semua yang
berkontribusi dalam pelayanan kesehatan
6) Menciptakan hubungan saling percaya dengan klien, keluarga
klien, dan tim antar profesi
7) Mendemontrasikan sikap etik dan kualitas pelayanan yang tinggi
8) Mengelola dilema etik yang terjadi pada saat memberikan
pelayanan kepada klien dalam tim antar profesi
9) Berperilaku jujur dan menjaga integritas dalam berintegrasi
dengan klien. Keluarga klien dan anggota tim antar profesi
10) Menjadi kompetensi profesinya masing-masing sesuai dengan
lingkup prakteknya.
b. Domain 2 : Peran dan tanggung jawab
Untuk dapat melakukan kolaborasi antar profesi, setiap profesi
terlebih dahulu harus memahami peran dan tanggung jawabnya masing-
masing dan bagaimana peran dan tanggung jawab profesi lain dalam
rangka memberikan pelayanan kepada klien ( individu, keluarga, dan
masyarakat ). Setiap profesi harus mengetahui dan menghargai peran dan
tanggung jawab profesi lainnya. Pemahaman peran dan sikap menghargai
peran masing-masing merupakan hal penting dalam kolaborasi antar
profesi, karena banyak terjadi konflik antar profesi diakibatkan karena
kurang penghargaan terhadap peran dan tanggung jawab profesi lain
yang dapat diakibatkan kurang pamahaman peran dan tanggung jawan
profesi lan di dalam tim. Pernyataan umum kompetensi peran dan
tanggung jawab adalah menggunakan pengetahuan tentang peran profesi
sendiri, dan profesi peran lain di dalam tim untuk mengkaji dan
memberikan pelayanan yang tepat kepada klien dan populasi. Pernyataan
umum tersebut terdiri dari kopetensi spesifik berupa :
1) Mengkomukasikan peran profesi sendiri dan peran profesi lain
secara jelas kepada klien, keluarga dan tim profesi kesehatan lain
2) Mengenali keterbatasan kemampuan pengetahuan dan
keterampilan profesi lain dalam tim
3) Melibatkan semua profesi yang terkait dalam pelayanan atau
pemenuhan kebutuhan klien d. Menjelaskan peran dan tanggung
jawab profesi lain dan bagaimana antara profesi dapat bekerja
sama untuk memberikan pelayanan kepada klien
4) Menggunakan semua pengetahuan, keterampilan dan kemampuan
yang tersedia di dalam tim antar profesi untuk dapat memberikan
pelayanan yang aman, tepat, waktu, efektif, efisien, dan adil
5) Berkomuikasi dengananggota tim untuk mengklarisikasi peran
masingmasing anggota dalam pelayanan kesehatan kepada klien
dan masyarakat
6) Menciptakan hubungan saling bertanggung jawab dengan profesi
lain untuk meningkatkan pelayanan dan saling menghargai
7) Terlibat dalam pengemangan profesi danpengembangan antar
profesi untuk meningkatkan performa tim
8) Menggunakan kemampuan yang unik dan tambahan dari masing-
masing profesi untuk mengoptimalkan pelayanan yang diberikan
oleh tim
c. Domain 3 : Komunikasi antar profesi
Komunikasi merupaka kompetensi inti pada semua profesi
kesehatan, karena semua profesi kesehatan memberikan pelayanan
kesehatan ada klien ( individu, keluarga dan masyarakat ) yang tentu saja
memerlukan kmunikasi yang efektif, akan tetapi kompetensi komunikasi
antar profesi belom menjadi perhatian semua profesi. Komunikasi antar
profesi dapat disebut sebagai kompetensi utama dalam melakukan
kolaborasi tim antar profesi, sehingga semua profesi yang terlibat di
dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada klien harus mampu
berkomunikasi untuk menyampaikan pesan secara efektif kepada anggota
tim. Banyak situasi konflik terjadi akibat adanya barier atau hambatan
dalam komunikasi, yang pada akhirnya dapat menyebabkan tim tidak
berfungsi secara optimal. Pernyataan umum kompetesnsi komunikasi
antar profesi adalah : berkomunikasi dengan klien ( individu, keluarga,
dan komunikasi ), dan profesi kesehatan lain dengan cara yang tepat dan
bertanggung jawab untuk mendukung pendekatan tim. Pernyataan umum
kompetensi tersebut terdiri dari kompetensi spesifik:
1) Memilih alat dan teknik komunikasi yang efektif, termasuk
teknologi dan sisem informasi untuk memfasilitasi diskusi dan
interaksi antar profesi yang dapat meningkatkan fungsi tim
2) Mengorganisasikan dan mengkomunikasikan informasi kepada
klien, dan angota tim antar profesi dengan cara yang dapat
dimengerti dan menghindari termonologi yang hanya dimengerti
oleh profesi sendiri
3) Kemukakan pengetahuan yang dimiliki tentang klien dam perawat
klien dengan jelas, percaya diri, dan sikap menghargai
4) Mendengarkan secara aktif dan mendorong anggota lain untuk
mengmukakan ide dan pendapatnya tentang klien dan perawatnya
5) Memberikan umpan balik yang tepat waktu, sensitif dan konstruktif
kepada anggota tim dengan menghargai pendapat dan penilaian
profesi lain terhadap hasil kerja
6) Menggunkan bahasa yang sesuai dan sopan ketika menghadapi
situaso yang sulit, percakapan yang sensitif dan konflik antar
profesi
7) Mengenal keunikan profesi masing-masing termasuk spesialisasi,
budaya, pengaruh, dan hiraki agar tercipta komunikasi yang efektif
8) Berkomunikasi secara konsisten tentang pentingnya kerja tim dalam
pelayanan berpusat pada klien.
d. Domain 4 : Bekerja di dalam tim
Belajar untuk berkolaborasi antar tim berarti juga belajar menjadi
pemain yang baik di dalam tim tersebut. Perilaku kerja tim dapat
diaplikasikan setiap saat dimana ada interaksi antar anggota tim antar
profesi dengan tujuan yang sama yaitu untuk memberikan pelayanan
kesehatan kepada klien, (individu, keluarga, dan masyarakat). Sering
sekali terjadi konflik didalam tim antar profesi diakibatkan oleh ketidak
mampuan anggota tim berperan sesuai dengan peran nya didalam. Oleh
karena itu kepemimpinan didalam tim antar profesi sangat diperlukan
agar mamfasilitasi komunikasi dan kerja sama antar anggota untuk untuk
mencapai tujuan yang telah disepakati. Peran pemimpin juga sangat
diperlukan untuk memfasilitasi keahlian masing-masing anggota tim
sehingga dengan demikian pelayanan kepada klien dapat di
koordinasikan dengan tepat dan efektif. Pernyataan umum kompetensi
untuk bekerja di dalam adalah memaplikasikan nilai-nilai membangun
kelompok dan membangun prinsip dinamika kelompok muntuk
melaksanakn fungsi tim secara efektif. Pernyataan umum kompetensi
tersebut terdiri dari kompetensi spesifik:
1) Mendeskripsikan proses pengembangan tim dan berlatih tentang
tm yang efektif
2) Membangun konsensus tentang prinsip-prinsip etik untuk memadu
semua aspek pelayanan kepada klien dan kerja tim
3) Melibatkan profesi kesehatan lain yang sesuai apabila diperlukan
untuk situasi tertentu
4) Mengintegrasikan pengetahuan dan ketermpilan proses lain yang
sesuai untuk situasi tertentu tertentu
5) Mengaplikasikan prinsip-prinsip kepemimpinan yang mendukung
praktek kolaborasi dan efektivitas tim
6) Motivasi diri sendiri dan anggota tim lainnya untuk dapat
mengelola ketidak setujuan secara konstruksi. Ketidak setujuan
biasanya berkaitan dengan nilai, peran, tujuan dan tindakan.
7) Berbagai akontabilitas dengan profesi lain, dengan pasien dan
komunitar untuk mencapai tujuan promosi kesehatan;
8) Memperlihatkan pencapaian performance yang tinggi secara
individu untuk meningkatkan performan kelompok
9) Menggunakan teknik atau strategi perbaikan kelompok untuk
meningkatkan efektifitas kerjasama antar profesi
10) Menggunakan bukti-bukti yang tersedia untuk melakukan praktek
kerja tim
11) Melakukan kerja sesuai peran dan fungsinya di dalam tim di
dalam situasi yang berbeda.
BAB III
Analisa Interprofessional Education
&
Interprofessional Collaboration

A. Pelaksanaan IPC pada penerimaan pasien di Pelayanan Kesehatan RSUD Dr. H


Soemarno Sosroatmodjo Kuala-Kapuas (Poli Anak)
1. Profesi yang terlibat :
 Petugas Keamanan (Satpam)
 Nakes (Perawat & Perawat gigi)/ Petugas skrining
 Dokter (Jaga diskrining)
 Loket Umum
 BPJS Ceutre
 MR/Petugas loket
 Poli (Rawat jalan/Rawat inap)
 IGD
 Rawat Inap
 Laboratorium
 Fisiotherapy
 EEG
2. Kerjasama : Lintas profesi yang terjadi pada proses penerimaan pasien di
RSUD Dr. H Soemarno Sosroatmodjo Kuala Kapuas diberlakukan / poli
anak diberlakukan protokol pencegahan Covid-19 yang melibatkan lintas
profesi yakni :
a. Petugas Keamanan (Satpam)
Melakukan skrining awal pasien dengan meminta menunjukan
identitas diri seperti KTP, BPJS (jika peserta) dan menanyakan
tujuan pasien ke Rumah Sakit.

b. Nakes (Perawat & Perawat gigi)/ Petugas skrining


Mengukur suhu, SPO2 dan menanyakan keadaan pasien sejak 14
hari terakhir, serta mendokumentasikan hasil skiningnya.
c. Dokter (Jaga diskrining)
menilai keadaan pasien, jika dicurigai perlu penanganan lebih.
d. Loket Umum (non Nakes)
Bagian administrasi menerima pasien umum bayar admin tidak
meggunakan BPJS atau asuransi lain yang bekerjasama dengan
Rumah Sakit.
e. BPJS Ceutre (non Medis)
Berbagai pendidikan (petugas BPJS adlah petugas dari Rumah
Sakit), menerima SEP atau jaminan pasien BPJS baik itu BPJS
mandiri, PNS, Tekon ataupun asuransi yang bekerjasama dengan
RS yang sebelumnya keluarga pasien sudah meminta rujukan dari
Faskes tingkat I yaitu Puskesmas, baru bisa dilayani oleh petugas
BPJS.
f. MR/Petugas loket (kartu pasien)
- Untuk pasien umum
Menuju loket umum untuk mendaftarkan diri.
- Untuk pasien BPJS / asuransi yang bekerjasama dengan RS
Pasien/keluarga tidak perlu ke MR/loket akan tetapi langsung
kepoli anak.
g. Petugas loket
Mengantarkan status/ kartu pasien baik umum, BPJS atau asuransi
yang bekerjasama dengan RS.

Anda mungkin juga menyukai