Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

Disusun untuk memenuhi tugas


Mata Kuliah Manajemen Bencana
Dosen Pengampu:
Darwis, S.Hut., MM

KELAS B
KELOMPOK 2

Andi Wulan Maulidya (P 101 17 080)


Nurhidayah (P 101 17 098)
Pince’ (P 101 17 104)
Afri Anugrah (P 101 17 110)
Fahmilaulhusna (P 101 17 116)
Finni Alfisyah (P 101 17 120)
Yuliana Susanti (P 101 17 122)
Putu Yudha Prastika (P 101 17 126)
Tania Nur Azizah (P 101 17 242)

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS TADULAKO
2019
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh.


Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan yang masa Esa
karena dengan izin-Nya kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“Pencegahan dan Kesiapsiagaan Bencana” makalah ini disusun sebagai upaya
memenuhi tugas mata kuliah Manajemen Bencana. Makalah ini diharapkan dapat
membantu dosen dan mahasiswa kesehatan masyarakat dalam menyelesaikan
proses balajar-mengajar sesuai dengan tujuan yang diinginkan.
Kami menyadari penulisan makalah ini masih banyak kekurangan untuk
itu kami mengharapkan kritik dan saran dari siapa saja yang bersifat membangun
akan tercapai suatu kesempurnaan dalam memenuhi kebutuhan tugas ini lebih dan
kurangnya kami mohon maaf.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh.

Palu, 19 Maret 2019

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................................ii
DAFTAR ISI.....................................................................................................................iii
BAB I. PENDAHULUAN.................................................................................................1
A. Latar Belakang.......................................................................................................1
B. Tujuan....................................................................................................................2
C. Manfaat..................................................................................................................2
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................................3
A. Pencegahan Bencana..............................................................................................3
B. Kesiapsiagaan Bencana..........................................................................................5
BAB III. PENUTUP........................................................................................................11
A. Kesimpulan..........................................................................................................11
B. Saran....................................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................12

iii
BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia adalah wilayah yang sangat rawan terjadi bencana alamo Selain
wilayahnya yang dilintasi jajaran pegunungan berapi, letak di antara 2 samudera besar
memberikan kemungkinan Indonesia akan sering dilibas bencana badai laut yang
hebat. Iklim Indonesiapun menentukan terjadinya bencana. Banjir mudah terjadi
ketika musim hujan dan kekeringan akan menyengsarakan pada saat kemarau. Faktor
perubahan kondisi alam memang memberi andil bagi membesamya bencana banjir
dan kekeringan. Indonesia juga merupakan negara yang dikurung oleh lempeng
tektonik dengan potensi gempa besar. Potensi gempa bawah laut sepanjang pantai
barat Sumatera, pantai selatan Jawa, laut Sulawesi dan sepanjang pantai kepulauan
Papua rawan gempa yang memiliki potensi terjadinya tsunami [ CITATION Did05 \l
1057 ].
Kapasitas daerah dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana
merupakan parameter penting untuk menentukan keberhasilan untuk pengurangan
risiko bencana. Kapasitas daerah dalam penanggulangan bencana harus mengacu
kepada Sistem Penanggulangan Bencana Nasional yang dicantumkan dalam
Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana serta
turunan aturannya. Kapasitas daerah harus melihat kepada tatanan pada skala
internasional. Komprehensivitas dasar acuan untuk kapasitas daerah diharapkan
dapat memberikan arah kebijakan pembangunan kapasitas daerah untuk
penyelenggaraan penanggulangan bencana [ CITATION Zar17 \l 1057 ].

Pengalaman memperlihatkan bahwa kejadian-kejadian bencana alam


selama ini telah banyak menimbulkan kerugian dan penderitaan yang cukup berat
sebagai akibat dari perpaduan bahaya alam dan kompleksitas permasalahan
lainnya. Sebagai contoh adalah Bencana Tanah Longsor di Dusun Jemblung,
Kecamatan Karangkobar Kabupaten Banjarnegara yang menimbulkan banyak
korban jiwa [ CITATION Zar17 \l 1057 ].

1
Berdasarkan uraian diatas, hal yang melatarbelakangi pembuatan makalah
ini yaitu dapat mengetahui bagaimana pencegahan bencana dan kesiapsiagaan
bencana.
B. Tujuan
1. Untuk dapat mengetahui cara pencegahan bencana
2. Untuk dapat mengetahui cara kesiapsiagaan benca

C. Manfaat
Adapun manfaat dari pembuatan makalah ini yaitu dapat membantu
pembaca mengetahui lebih detail mengenai bencana dan cara pencegahan
bencana, serta bagaimana cara kesiapsiagaan pada saat bencana.

2
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pencegahan Bencana

Pencegahan adalah sesuatu upaya yang dilakukan untuk menghalangi


segala kejadian yang ada dengan tujuan yang telah ditentukan. Kegiatan
pencegahan bencana adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan sebagai
upaya untuk menghilangkan dan/atau mengurangi ancaman bencana.
Sedangkan pencegahan bencana adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan
untuk mencegah bencana yang terjadi dan sifatnya dapat diantisipasi.
Misalnya pada bencana banjir, banjir bisa diantisipasi dengan cara tidak
membuang sampah disungai, karena pada saat hujan pembuangan air saat
hujan ialah sungai. Jika sungai dipenuhi dengan sampah tentu saja akan
meluap dengan sangat dahsyatnya.

Oleh sebab itu perlu diadakannya sebuah pencegahan bencana alam


yang dapat mengurangi resiko munculnya bencana itu sendiri. Adapun
pencegahan yang dilakukan untuk bencana alam antara lain:

1. Mendirikan pos peringatan bencana


Dengan adanya pos peringatan bencana tentu saja akan lebih membuat
nyaman hati para masyarakat sekitar. Dengan adanya pos tersebut akan
menjadi sebuah penentu apakah warga setempat bisa kembali menempati
tempat tinggalnya atau tidak.
2. Hidup tertib dan disiplin
Hidup tertib serta disiplin juga memiliki peranan aktif dalam pencegahan
bencana. Salah satunya seperti contoh banjir, jika seseorang membuang

3
sampah pada tempatnyatentu saja air akan mengalir dengan maksimal
dan air tidak akan mengendap
3. Luasan wawasan dan adanya pendidikan tentang lingkungan hidup
Luasan wawasan mengenai lingkungan hidup juga harus diterapkan
dikegiatan sehari-hari sehingga kita menjadi mengerti bagaimana
berprilaku yang baik dengan alam yang notabenenya sudah semakin
rusak.

Tindakan pencegahan yang tergolong dalam mitigasi pasif antara lain adalah:

1. Penyusunan peraturan perundang-undangan


2. Pembuatan peta rawan bencana dan pemetaan masalah.
3. Pembuatan pedoman/standar/prosedur
4. Pembuatan brosur/leaflet/poster
5. Penelitian / pengkajian karakteristik bencana
6. Pengkajian / analisis risiko bencana
7. Internalisasi PB dalam muatan lokal pendidikan
8. Pembentukan organisasi atau satuan gugus tugas bencana
9. Perkuatan unit-unit sosial dalam masyarakat, seperti forum
10. Pengarus-utamaan PB dalam perencanaan pembangunan
Sedangkan tindakan pencegahan yang tergolong dalam mitigasi aktif antara
lain:
1. Pembuatan dan penempatan tanda-tanda peringatan, bahaya, larangan
memasuki daerah rawan bencana dsb.
2. Pengawasan terhadap pelaksanaan berbagai peraturan tentang penataan
ruang, ijin mendirikan bangunan (IMB), dan peraturan lain yang berkaitan
dengan pencegahan bencana.
3. Pelatihan dasar kebencanaan bagi aparat dan masyarakat.
4. Pemindahan penduduk dari daerah yang rawan bencana ke daerah yang
lebih aman.

4
5. Penyuluhan dan peningkatan kewaspadaan masyarakat.
6. Perencanaan daerah penampungan sementara dan jalur-jalur evakuasi jika
terjadi bencana.
7. Pembuatan bangunan struktur yang berfungsi untuk mencegah,
mengamankan dan mengurangi dampak yang ditimbulkan oleh bencana,
seperti: tanggul, dam, penahan erosi pantai, bangunan tahan gempa dan
sejenisnya.

Adakalanya kegiatan pencegahan ini digolongkan menjadi mitigasi yang


bersifat non-struktural (berupa peraturan, penyuluhan, pendidikan) dan yang
bersifat struktural (berupa bangunan dan prasarana).
B. Kesiapsiagaan Bencana

Kesiapsiagaan bencana mengacu pada kebijakan yang diambil unntuk


mempersiapkan dan mengurangi efek dari bencana. Artinya untuk
memprediksi dan jika memungkinkan mencegahnya, mengurangi dampak
terhadap populasi yang rentan dan mengatasinya secara efektif.
Kesiapsiagaan bencana adalah langkah terbaik dilihat dari perspektif yang
luas dan lebih tepat dipahami sebagai tujuan, bukan hanya sebagai program
khusus atau tahap yang mendahului respons bencana. [ CITATION Ulu141 \l
1057 ].

Kesiapsiagaan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk


mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian serta melalui langkah yang
tepat guna dan berdaya guna (UU RI No.24 Tahun 2007). Sedangkan
Kesiapsiagaan menurut Carter (1991) adalah tindakan-tindakan yang
memungkinkan pemerintahan, organisasi, masyarakat, komunitas, dan
individu untuk mampu menanggapi suatu situasi bencana secara cepat dan
tepat guna. Termasuk kedalam tindakan kesiapsiagaan adalah penyusunan
rencana penanggulangan bencana, pemeliharan dan pelatihan personil.

5
Tujuan khusus dari upaya kesiapsiagaan bencana adalah menjamin
bahwa sistem, prosedur, dan sumber daya yang tepat siap ditempatnya
masing-masing untuk memberikan bantuan yang efektif dan segera bagi
korban bencana sehingga dapat mempermudah langkah-langkah pemulihan
dan rehabilitasi layanan. Kesiapsiagaan dilaksanakan untuk mengantisipasi
kemungkinan terjadinya bencana guna menghindari jatuhnya korban jiwa,
kerugian harta benda dan berubahnya tata kehidupan masyarakat.

Manajemen Kesiapsiagaan Bencana

Menurut [ CITATION Sup171 \l 1057 ] Secara umum, kegiatan latihan


kesiapsiagaan dibagi menjadi 5 (lima) tahapan utama, yakni tahap
perencanaan, persiapan, pelaksanaan, serta monitoring dan evaluasi.

1) Tahap Perencanaan
a. Membentuk Tim Perencana:
 Bentuk organisasi latihan kesiapsiagaan agar pelaksaaan evakuasi
berjalan dengan baik dan teratur.
 Tim Perencana terdiri dari pengarah, penanggung jawab,
bidang perencanaan yang ketika pelaksanaan tim perencana
berperan sebagai tim pengendali. Fungsi masing-masing, yakni:
Pengarah, bertanggung jawab memberi masukan yang bersifat
kebijakan untuk penyelenggaraan latihan kesiapsiagaan, dan dapat
memberikan masukan yang bersifat teknis dan operasional,
mengadakan koordinasi, serta menunjuk penanggung jawab
organisasi latihan kesiapsiagaan.
Penanggung Jawab, membantu pengarah dengan memberikan
masukan-masukan yang bersifat kebijakan, teknis, dan
operasional dalam penyelenggaraan latihan kesiapsiagaan.

6
Bidang Perencanaan/Pengendali, merencanakan latihan
kesiapsiagaan secara menyeluruh, sekaligus menjadi pengendali
ketika latihan dilaksanakan.
Bidang Opersional Latihan menjalankan perannya saat latihan.
Yang terdiri dari Peringatan Dini, Pertolongan Pertama, Evakuasi
dan Penyelamatan, Logistik serta Keamanan turut diuji dalam
setiap latihan.
Bidang Evaluasi, mengevaluasi latihan kesiapsiagaan yang
digunakan untuk perbaikan latihan ke depannya.
b. Menyusun Rencana Latihan Kesiapsiagaan
Menyusun rencana latihan kesiapsiagaan (aktivasi sirine dan
evakuasi mandiri) yang melibatkan populasi di lingkungan tempat
tinggal, kantor, sekolah, area publik, dan lain-lain. Rencana latihan
tersebut berisi:
 Tujuan, sasaran, dan waktu pelaksanaan latihan kesiapsiagaan.
 Jenis ancaman yang dipilih atau disepakati untuk latihan
kesiapsiagaan. Sebaiknya, latihan disesuaikan dengan ancaman
di wilayah masing-masing. Informasi ancaman bisa dilihat di
inarisk.bnpb.go.id
 Membuat skenario latihan kesiapsiagaan. Skenario adalah acuan
jalan cerita kejadian yang dipakai untuk keperluan latihan.
Skenario dibuat berdasarkan kejadian yang paling mungkin
terjadi di desa. Skenario perlu dipahami oleh pelaksana dan
peserta yang terlibat dalam latihan (contoh terlampir).
 Menyiapkan atau mengkaji ulang SOP/Protap yang sudah ada
yaitu memastikan kembali: Memastikan beberapa area/tempat
alternatif yang akan dijadikan sebagai pusat evakuasi, tempat
pengungsian maupun tempat perlindungan sementara. Tempat
tersebut bisa memanfaatkan bangunan, seperti kantor, sekolah,
tempat ibadah, gedung, dan area terbuka lainnya berdasarkan
keamanan, aksesibilitas, juga lingkungan lokasi.

7
2) Tahap Persiapan
Persiapan dilakukan beberapa hari sebelum pelaksanaan kegiatan
latihan kesiapsiagaan. Dalam persiapan ini yang terutama dilakukan
adalah:
a. Brieing-brieing untuk mematangkan perencanaan latihan. Pihak-pihak
yang perlu melakukan brieing antara lain tim perencana, peserta
simulasi, dan tim evaluator/observer. Informasi penting yang harus
disampaikan selama kegiatan ini, yakni: Waktu: alur waktu dan
durasi waktu simulasi yang ditentukan sesuai PROTAP/SOP simulasi.
Batasan Simulasi: batasan-batasan yang ditentukan selama simulasi,
berupa apa yang dapat dan tidak dapat dilakukan selama simulasi.
Lokasi: tempat di mana simulasi akan dilakukan. Keamanan: hal-hal
yang harus dilakukan untuk keamanan simulasi dan prosedur darurat
selama simulasi.
b. Memberikan poster, lealet, atau surat edaran kepada siapa saja yang
terlibat latihan kesiapsiagaan.
c. Menyiapkan gedung dan beberapa peralatan pendukung, khususnya
yang berkaitan dengan keselamatan masyarakat. Misalnya, gedung
dan fasilitas medis, persediaan barang-barang untuk kondisi darurat,
dan lain-lain.
d. Memasang peta lokasi dan jalur evakuasi di tempat umum yang
mudah dilihat semua orang.
3) Tahap Pelaksanaan
Berikut hal-hal yang perlu diperhatikan saat latihan kesiapsiagaan
berlangsung:
a. Tanda Peringatan
Tentukan tiga ganda peringatan berikut:
 Tanda latihan dimulai (tanda gempa)
 Tanda Evakuasi
 Tanda Latihan Berakhir

8
Tanda bunyi yang menandakan dimulainya latihan, tanda evakuasi, dan
tanda latihan berakhir. Tanda mulainya latihan dapat menggunakan
tiupan peluit, atau tanda bunyi lainnya. Tanda ini harus berbeda dengan
tanda peringatan dini untuk evakuasi seperti pukulan
lonceng/sirine/megaphone/bel panjang menerus dan cepat, atau yang
telah disepakati. Tanda latihan berakhir dapat kembali menggunakan
peluit panjang.
b. Reaksi Terhadap Peringatan
Latihan ini ditujukan untuk menguji reaksi peserta latih dan prosedur
yang ditetapkan. Pastikan semua peserta latih, memahami bagaimana
harus bereaksi terhadap tanda-tanda peringatan di atas. Seluruh
komponen latihan, harus bahu membahu menjalankan tugasnya
dengan baik.
c. Dokumentasi
Rekamlah proses latihan dengan kamera foto. Jika memungkinkan,
rekam juga dengan video. Seluruh peserta latih, pelaksanan maupun
yang bertugas, dapat bersama-sama melihat hal-hal yang baik atau
masih perlu diperbaiki, secara lebih baik dengan rekaman dokumentasi

4) Tahap Evaluasi dan Rencana Perbaikan


Evaluasi adalah salah satu komponen yang paling penting dalam
latihan. Tanpa evaluasi, tujuan dari latihan tidak dapat diketahui, apakah
tercapai atau tidak. Dalam mengevaluasi latihan, beberapa hal berikut ini
perlu dipertimbangkan:
a. Apakah peserta memahami tujuan dari latihan?
b. Siapa saja yang berperan aktif dalam latihan?
c. Bagaimana kelengkapan peralatan pendukung latihan?
d. Bagaimana respon peserta latih?
e. Berapa lama waktu yang diperlukan untuk melakukan tindakan-
tindakan di dalam setiap langkah latihan?
f. Apa hal-hal yang sudah baik dan hal-hal yang masih perlu diperbaiki?

9
Menurut [ CITATION BNP17 \l 1057 ] terdapat Tiga upaya utama dalam
menyusun rencana kesiapsiagaan menghadapi bencana.

1. Miliki sebuah rencana darurat keluarga. Rencana ini mencakup:


a. Analisis ancaman di sekitar.
b. Identifikasi titik kumpul.
c. Nomor kontak penting.
d. Ketahui rute evakuasi.
e. Identifikasi lokasi untuk mematikan air, gas dan listrik.
f. Identifikasi titik aman di dalam bangunan atau rumah.
g. Identifikasi anggota keluarga yang rentan (anak-anak, lanjut usia, ibu
hamil, dan penyandang disabilitas).
2. Menyimpan 10 benda yang akan dibutuhkan saat bencana, yaitu:
a. Air minum untuk 3 – 10 hari.
b. Makanan untuk 3 – 10 hari.
c. Obat P3K.
d. Obat – obatan pribadi.
e. Lampu senter (dan ekstra baterai).
f. Radio (dan ekstra baterai).
g. Pembersih higienis (tisu basah, hand sanitizer, perlengkapan mandi).
h. Sejumlah uang dan dokumen penting (sertifikat kelahiran, sertifikat
tanah/rumah, ijazah, dokumen asuransi, surat kepemilikan asset).
i. Pakaian, jaket dan sepatu.
j. Peralatan (peluit, sarung tangan, selotip, pisau serbaguna, masker,
pelindung kepala).
3. Menyimak informasi dari berbagai media, seperti radio, televisi, media
online, maupun sumber lain yang resmi.

Anda dapat memperoleh informasi resmi terhadap penanganan


darurat dari BPBD, BNPB, dan kementerian/lembaga terkait. Apabila

10
sudah terbentuk posko, informasi lanjutan akan diberikan oleh posko
setempat.

BAB III. PENUTUP

A. Kesimpulan
Upaya atau kegiatan dalam rangka pencegahan yang dilakukan,
bertujuan untuk menghindari terjadinya bencana serta mengurangi risiko yang
ditimbulkan oleh bencana. Semua orang mempunyai risiko terhadap potensi
bencana, sehingga penanganan bencana merupakan urusan semua pihak
(everybody’s business). Oleh sebab itu, perlu dilakukan berbagi peran dan
tanggung jawab (shared responsibility) dalam peningkatan kesiapsiagaan di

11
semua tingkatan, baik anak, remaja, dan dewasa. Seperti yang telah dilakukan
di Jepang, untuk menumbuhkan kesadaran kesiapsiagaan bencana.

B. Saran
Dengan dibuatnya makalah ini diharapkan para pembaca dapat
memahami arti penting dari pencegahan dan kesiapsiagaan bencana dan dapat
mengimplementasikan langkah-langkah bila terjadi bencana.

DAFTAR PUSTAKA

BNPB. (2017). Buku Saku Tanggap Tanggas Tangguh Menghadapi Bencana.


BNPB.

Didik, A. (2005). Bencana Alam, Bencana Teknologi, Racun dan Polusi Udara,
Sebuah Tujuan Psikologi Lingkungan. Jurnal Buletin Psikologi, 18-19.

Peraturan Menteri Dalam Negeri. (10 Oktober 2006). Pedoman Umum Mitigasi
Bencana.

12
Supartini, E. (2017). Buku Pedoman Latihan Kesiapsiagaan Bencana. BNPB.

Ulum, M. C. (2014). Manajemen Bencana. Malang: Universitas Brawijaya Press.

Zarkasyi, R. A. (2017). Kapasitas Daerah banjarnegara dalam Penanggulangan


Bencana Alam Tanah Longsor. Jurnal Ilmu Sosial, 1-2.

13

Anda mungkin juga menyukai