B. Etiologi
Penyebab obstruksi usus dibagi menjadi dua bagian menurut jenis obstruksi usus, yaitu
(Brunner and Suddarth, 2002):
1. Mekanis: terjadi obstruksi intramunal atau obstruksi munal dari tekanan pada usus,
contohnya adalah intrasusepsi, tumor dan neoplasma, stenosis, striktur, perlekatan,
hernia dan abses.
2. Fungsional/non-mekanis: muskulator usus tidak mampu mendorong isi sepanjang
usus.
C. Patofisiologi
Peristiwa patofisiologi terjadi setelah obstruksi usus adalah sama, tanpa memandang
apakah obstruksi usus tersebut diakibatkan oleh penyebab mekanik atau fungsional.
Perbedaan utamanya adalah obstruksi paralitik, paralitik dihambat dari permulaan, sedangkan
pada obstruksi mekanis peristaltik mula-mula diperkuat kemudian intermiten akhirnya hilang.
Limen usus yang tersumbat profesif akan terenggang oleh cairan dan gas. Akumulasi gas dan
cairan didalam lumen usus sebelah proksimal dari letak obstruksi mengakibatkan distensi dan
kehilangan H2O dan elektrolit dengan peningkatan distensi maka tekanan intralumen
meningkat, menyebabkan penurunan tekanan vena dan kapiler arteri sehingga terjadi iskemia
dinding usus dan kehilangan cairan menuju ruang peritonium akibatnya terjadi pelepasan
bakteri dan toksin dari usus, bakteri yang berlangsung cepat menimbulkan peritonitis septik
ketika terjadi kehilangan cairan yang akut maka kemungkinan terjadi syok hipovolemik.
Keterlambatan dalam melakukan pembedahan atau jika terjadi stranggulasi akan
menyebabkan kematian. (Price and Wilson, 2006)
Pada ileus obstruktif merupakan penyumbatan intestinal mekanik yang terjadi karena
adanya daya mekanik yang bekerja atau mempengaruhi dinding usus sehingga menyebabkan
penyempitan/penyumbatan lumen usus. Hal tersebut menyebabkan pasase lumen usus
terganggu. Akan terjadi pengumpulan isi lumen usus yang berupa gas dan cairan, pada bagian
proximal tempat penyumbatan, yang menyebabkan pelebaran dinding usus (distensi).
Sumbatan usus dan distensi usus menyebabkan rangsangan terjadinya hipersekresi
kelenjar pencernaan. Dengan demikian akumulasi cairan dan gas makin bertambah yang
menyebabkan distensi usus tidak hanya pada tempat sumbatan tetapi juga dapat mengenai
seluruh panjang usus sebelah proximal sumbatan. Sumbatan ini menyebabkan gerakan usus
yang meningkat (hiperperistaltik) sebagai usaha alamiah. Sebaliknya juga terjadi gerakan anti
peristaltik. Hal ini menyebabkan terjadi serangan kolik abdomen dan muntah-muntah.
D. Manifestasi Klinis
1. Nyeri tekan pada abdomen
2. Muntah
3. Konstipasi (sulit BAB).
4. Distensi abdomen.
5. BAB darah dan lendir tapi tidak ada feces dan flatus (Brunner and Suddarth, 2002)
E. Pemeriksaan Diagnostik
Adapun pemeriksaan diagnostik yang bisa dilakukan antara lain:
1. Rontgen toraks: diafragma meninggi akibat distensi abdomen
2. Rontgen abdomen dalam posisi telentang: mencari penyebab (batu empedu,
volvulus, hernia)
3. Pemeriksaan sinar x: Untuk menunjukan kuantitas abnormal dari gas atau cairan
dalam usus.
4. Pemeriksaan laboratorium (misalnya pemeriksaan elektrolit dan jumlah darah
lengkap) akan menunjukan gambaran dehidrasi dan kehilangan volume plasma dan
kemungkinan infeksi.
5. Pemeriksaan radiogram abdomen sangat penting untuk menegakkan diagnosa
obstruksi usus. (Doengoes, 2000)
G. Komplikasi
1. Peritonitis karena absorbsi toksin dalam rongga peritonium sehinnga terjadi peradangan
atau infeksi yang hebat pada intra abdomen.
2. Perforasi dikarenakan obstruksi yang sudah terjadi selalu lama pada organ intra
abdomen.
3. Sepsis, infeksi akibat dari peritonitis, yang tidak tertangani dengan baik dan cepat.
4. Syok hipovolemik terjadi akibat dehidrasi dan kehilangan volume plasma.
(Brunner and Suddarth, 2002)
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Biodata klien yang penting meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, suku, dan
gaya hidup
2. Riwayat kesehatan, meliputi keluhan utama, riwayat kesehatan sekarang (PQRST),
riwayat kesehatan masa lalu, riwayat kesehatan keluarga
3. Pemeriksaan fisik, meliputi aktivitas/istirahat, sirkulasi, eliminasi, makanan/cairan,
nyeri/ketidaknyamanan, pernapasan.
4. Tes diagnostic, meliputi X ray, rontgen (thorax dan abdomen), pemeriksaan darah
(leukosit, ureum, elektrolit, Hb), pemeriksaan simtologi, sigmoidoskopi.
B. Diagnosa keperawatan :
1. Dx nyeri b/d pembuatan stoma (ileostomi atau jejunostomi)
Tujuan: setelah di lakukan tindakan perawatan 3x24jam di harapkan gangguan rasa
nyaman (nyeri) dapat teratasi.
Kriteria Hasil:
1. Tidak ada tanda-tanda nyeri
2. Skala nyeri (0-3).
3. Ekspresi wajah rileks.
4. TTV dalam batas normal (TD: 110/70-120/80 mmHg, N: 80-100x/mnt, RR: 16-
20x/mnt, S: 36,5-37,5 oC)
5. Bising Usus normal (5-12x/menit)
INTERVENSI RASIONAL
1. Observasi tingkat nyeri 1. Memudahkan perawat dalam
menentukan tingkat nyeri
2. Pantau status abdomen tiap 4 jam 2. Diduga inflamasi peritoneal,
memerlukan intervensi medis yang
cepat.
3. Dorong ambulasi dini dan hindari duduk 3. Menurunkan kekakuan otot dan sendi
yang lama ambulasi atau perubahan posisi sering
menurunkan tekanan perianal
4. Pertahankan klien pada posisi semi fowler 4. Menurunkan tekanan diafragma yang
terdorong oleh organ visceral
5. Pertahankan puasa sampai bising usus 5. Memungkinkan makanan peroral
kembali, distensi abdomen berkurang dan dengan tidak ada bising usus akan
flatus keluar meningkatkan distensi dan
ketidaknyamanan
6. Ajarkan teknik relaxasi dan distraksi 6. Mengurangi nyeri dengan mengalihkan
perhatian klien ke hal yang lain
7. Kolaborasi: Berikan analgesik sesuai indikasi
7. Menurunkan ambang nyeri dan
dan evaluasi keefektifannya meningkatkan kenyamanan
2. kaji turgor kulit,kelembaban membran 2. Indikator langsung keadekuatan volume
mukosa (bibir, lidah) cairan
3. Observasi intake dan output 3. Indikator keseimbangan cairan
terutama kehilangan cairan
4. Berikan cairan tambahan intravena sesuai4. Mengurangi sekresi lambung dan
indikasi mencuci elektrolit
5. Kolaborasi: pemberian cairan parenteral, 5. Pemenuhan kebutuhan dasar cairan,
transfusi sesuai indikasi menurunkan risiko dehidrasi
INTERVENSI RASIONAL
1. Anjurkan pembatasan aktivitas selama fase
1. Menurunkan kebutuhan metabolik untuk
akut mencegah penurunan kalori dan
simpanan energi
2. Anjurkan istirahat sebelum makan 2. Menurunkan kebutuhan metabolik untuk
mencegah penurunan kalori dan
simpanan energi
3. Tingkatkan diet oral baik cairan maupun 3. Diet rendah residu dapat dipertahankan 6
makanan rendah residu – 8 minggu untuk memberikan waktu
yang adekuat untuk penyembuhan usus
4. Konsultasi dengan ahli gizi 4. Mengkaji kebutuhan nutrisi dalam
perubahan pencernaan dan fungsi usus
Kolaborasi:
5. Berikan obat sesuai indikasi: Antimetik, 5. Untuk mencegah mual dan muntah
mis: proklorperazin (Compazine).
INTERVENSI RASIONAL
1. Pantau kualitas&intensitas nyeri, observasi
1. Deteksi dini terhadap potensial masalah
TTV, distensi abdomen 2. peningkatan suhu indikasi
2. Beri tahu segera bila nyeri abdomen, suhu, Perkembangan infeksi, peningkatan
lingkaran abdomen terus meningkat. lingkar abdomen memungkinan penyakit
bertambah parah menjadi peritonitis
sehingga dapat memperlambat
pemulihan.
3. Siapkan pasien untuk pembedahan bila 3. Obstruksi vaskuler atau mekanis
direncanakan umumnya memerlukan intervensi bedah
4. Ikuti kewaspadan umum (Cuci tangan 4. Menghindari dan melindungi klien dari
sebelum dan sesudah perawatan infeksi nosokomial.
5. Kolaborasi : Berikan obat antibiotik sesuai5. Untuk membantu mengobati atau
indikasi mencegah infeksi dalam perut
Referensi:
Brunner & Suddarth. (2002). Brunner & Suddarth’s textbook of medical surgical nursing, 8th
ed. (Agung Waluyo et. al., Penerjemah). Philadelphia: Lippincott
Doengoes, M.E., Moorhouse, M.F., and Geissler, A.C. (2000). Nursing care plans:
guidelines for planning and documentating patientcare. (I Made K. dan Ni Made S.,
Penerjemah). Philadelphia: F.A. Davis Company.
Price, S.A. and Wilson, L.M. (2006). Pathophysiology: clinical concepts of disease processes
vol 1, 6/e. (Brahm U.P., Penerjemah). Elsevier: Mosby
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Obstruksi ileus adalah kerusakan atau hilangnya pasase isi usus yang disebabkan oleh
sumbatan mekanik.
Etiologi Ileus dibagi menjadi dua bagian menurut jenis obstruksi usus, yaitu: Mekanis dan
fungsional/ non-mekanis.
Peristiwa patofisiologi yang terjadi setelah obstruksi usus itu sama, tanpa memandang apakah
obstruksi usus tersebut diakibatkan oleh penyebab mekanik atau funsional.
Manifestasi klinis pada ileus Nyeri tekan pada abdomen, Muntah, Konstipasi (sulit BAB),
Distensi abdomen, BAB darah dan lendir tapi tidak ada feces dan flatus.
Pemeriksaan diagnostik meliputi: rontgen thorax, Rontgen Abdomen, Pemeriksaan sinar x,
Pemeriksaan laboratorium (misalnya pemeriksaan elektrolit dan jumlah darah lengkap),
Pemeriksaan radiogram abdomen sangat penting untuk menegakkan diagnosa obstruksi usus.
Dasar pengobatan obstruksi usus adalah koreksi keseimbangan cairan dan elektrolit,
menghilangkan peregangan dan muntah dengan intubasi dan kompresi, memperbaiki peritonitis
dan syok bila ada, serta menghilangkan obstruksi untuk memperbaiki kelangsungan dan fungsi
usus kembali normal serta dilakukan tindakan kolostomi dan stent.
Asuhan keperawatan: Pengkajian, diagnosa dan perencanaan
3.2 Saran
Demikian yang dapat kami sampaikan, semoga dapat bermanfaat bagi penulis sendiri
khususnya dan bagi pembaca pada umumnya. Bagi para pembaca diharapkan dapat mengatur
pola hidup sehat mulai dari sekarang.
DAFTAR PUSTAKA
Doengoes, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk Perencanaan
dan Pendokumentasian Perawatan pasien. Penerbit Buku Kedokteran, EGC: Jakarta
Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar : Keperawatan Medikal Bedah. EGC: Jakarta
Harrison. 2000. Prinsip-prinsip Penyakit Dalam, edisi XIII, EGC: Jakarta.
Zwani. 2007. Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Obstruksi Usus (http://keperawatan-
gun.blogspot.com/2007/07/obstruksi-usus.html. Diakses tanggal 18 Nopember 2011).
Vanilow, Barry. 2010. Askep Ileus Obstruksi . (http://barryvanilow.blogspot.com/. Diakses
tanggal 18 Nopember 2011).