Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PENDAHULUAN

PROFESI KEPERAWATAN GAWAT DARURAT FIK UI

Nama : Astutiningrum Puspa Damayanti


NPM : 0806333625
Tempat : ICU Dewasa RSCM
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN OBSTRUKSI USUS

KONSEP OBSTRUKSI USUS


A.     Definisi  dan klasifikasi
Obstruksi usus adalah sumbatan total atau parsial yang mencegaha aliran normal
melalui saluran pencernaan (Brunner and Suddarth, 2002). Obstruksi usus dapat akut dengan
kronik, partial atau total. Obstruksi usus biasanya mengenai kolon sebagai akibat karsinoma
dan perkembangannya lambat. Sebagian dasar dari obstruksi justru mengenai usus halus.
Obstruksi total usus halus merupakan keadaan gawat yang memerlukan diagnosis dini dan
tindakan pembedahan darurat bila penderita ingin tetap hidup.
Ada dua tipe obstruksi yaitu :
1. Mekanis (Ileus Obstruktif)
Suatu penyebab fisik menyumbat usus dan tidak dapat diatasi oleh peristaltik. Ileus
obstruktif ini dapat akut seperti pada hernia stragulata atau kronis akibat karsinoma
yang melingkari. Misalnya intusepsi, tumor polipoid dan neoplasma stenosis, obstruksi
batu empedu, striktura, perlengketan, hernia dan abses.
2. Neurogenik/fungsional (Ileus Paralitik)
Obstruksi yang terjadi karena suplai saraf ototnom mengalami paralisis dan peristaltik
usus terhenti sehingga tidak mampu mendorong isi sepanjang usus. Contohnya
amiloidosis, distropi otot, gangguan endokrin seperti diabetes mellitus, atau gangguan
neurologis seperti penyakit parkinson (Brunner and Suddarth, 2002).

B. Etiologi
Penyebab obstruksi usus dibagi menjadi dua bagian menurut jenis obstruksi usus, yaitu
(Brunner and Suddarth, 2002):
1. Mekanis: terjadi obstruksi intramunal atau obstruksi munal dari tekanan pada usus,
contohnya adalah intrasusepsi, tumor dan neoplasma, stenosis, striktur, perlekatan,
hernia dan abses.
2. Fungsional/non-mekanis: muskulator usus tidak mampu mendorong isi sepanjang
usus.

C. Patofisiologi
Peristiwa patofisiologi terjadi setelah obstruksi usus adalah sama, tanpa memandang
apakah obstruksi usus tersebut diakibatkan oleh penyebab mekanik atau fungsional.
Perbedaan utamanya adalah obstruksi paralitik, paralitik dihambat dari permulaan, sedangkan
pada obstruksi mekanis peristaltik mula-mula diperkuat kemudian intermiten akhirnya hilang.
Limen usus yang tersumbat profesif akan terenggang oleh cairan dan gas. Akumulasi gas dan
cairan didalam lumen usus sebelah proksimal dari letak obstruksi mengakibatkan distensi dan
kehilangan H2O dan elektrolit dengan peningkatan distensi maka tekanan intralumen
meningkat, menyebabkan penurunan tekanan vena dan kapiler arteri sehingga terjadi iskemia
dinding usus dan kehilangan cairan menuju ruang peritonium akibatnya terjadi pelepasan
bakteri dan toksin dari usus, bakteri yang berlangsung cepat menimbulkan peritonitis septik
ketika terjadi kehilangan cairan yang akut maka kemungkinan terjadi syok hipovolemik.
Keterlambatan dalam melakukan pembedahan atau jika terjadi stranggulasi akan
menyebabkan kematian. (Price and Wilson, 2006)
Pada ileus obstruktif merupakan penyumbatan intestinal mekanik yang terjadi karena
adanya daya mekanik yang bekerja atau mempengaruhi dinding usus sehingga menyebabkan
penyempitan/penyumbatan lumen usus. Hal tersebut menyebabkan pasase lumen usus
terganggu. Akan terjadi pengumpulan isi lumen usus yang berupa gas dan cairan, pada bagian
proximal tempat penyumbatan, yang menyebabkan pelebaran dinding usus (distensi).
Sumbatan usus dan distensi usus menyebabkan rangsangan terjadinya hipersekresi
kelenjar pencernaan. Dengan demikian akumulasi cairan dan gas makin bertambah yang
menyebabkan distensi usus tidak hanya pada tempat sumbatan tetapi juga dapat mengenai
seluruh panjang usus sebelah proximal sumbatan. Sumbatan ini menyebabkan gerakan usus
yang meningkat (hiperperistaltik) sebagai usaha alamiah. Sebaliknya juga terjadi gerakan anti
peristaltik. Hal ini menyebabkan terjadi serangan kolik abdomen dan muntah-muntah.

D. Manifestasi Klinis
1.      Nyeri tekan pada abdomen
2.      Muntah
3.      Konstipasi (sulit BAB).
4.      Distensi abdomen.
5.      BAB darah dan lendir tapi tidak ada feces dan flatus (Brunner and Suddarth, 2002)

E. Pemeriksaan Diagnostik
Adapun pemeriksaan diagnostik yang bisa dilakukan antara lain:
1.      Rontgen toraks: diafragma meninggi akibat distensi abdomen
2.      Rontgen abdomen dalam posisi telentang: mencari penyebab (batu empedu,
volvulus, hernia)
3.      Pemeriksaan sinar x: Untuk menunjukan kuantitas abnormal dari gas atau cairan
dalam usus.
4.      Pemeriksaan laboratorium (misalnya pemeriksaan elektrolit dan jumlah darah
lengkap) akan menunjukan gambaran dehidrasi dan kehilangan volume plasma dan
kemungkinan infeksi.
5.      Pemeriksaan radiogram abdomen sangat penting untuk menegakkan diagnosa
obstruksi usus. (Doengoes, 2000)

F. Penatalaksanaan Bedah dan Medis


Dasar pengobatan obstruksi usus adalah koreksi keseimbangan cairan dan
elektrolit, menghilangkan peregangan dan muntah dengan intubasi dan kompresi,
memperbaiki peritonitis dan syok bila ada, serta menghilangkan obstruksi untuk
memperbaiki kelangsungan dan fungsi usus kembali normal.
  Obstruksi Usus Halus
1.  Dekompresi pada usus melalui selang usus halus atau nasogastrik bermamfaat dalam
mayoritas kasus obstruksi usus halus.Apabila usus tersumbat secara lengkap, maka
strangulasi yang terjadi memerlukan tindakan pembedahan, sebelum pembedahan,
terapi intra vena diperlukan untuk mengganti kehilangan cairan dan elektrolit
(natrium, klorida dan kalium).
2. Tindakan pembedahan terhadap obstruksi usus halus tergantung penyebab obstruksi.
Penyebab paling umum dari obstruksi seperti hernia dan perlengketan. Tindakan
pembedahannya adalah herniotomi.
  Obstruksi Usus Besar
Apabila obstruksi relatif tinggi dalam kolon, kolonoskopi dapat dilakukan untuk
membuka lilitan dan dekompresi usus. Sekostomi, pembukaan secara bedah yang
dibuat pasa sekum, dapat dilakukan pada pasien yang berisiko buruk terhadap
pembedahan dan sangat memerlukan pengangkatan obstruksi. Tindakan lain yang
biasa dilakukan adalah reseksi bedah utntuk mengangkat lesi penyebab obstruksi.
Kolostomi sementara dan permanen mungkin diperlukan.

G. Komplikasi
1.    Peritonitis karena absorbsi toksin dalam rongga peritonium sehinnga terjadi peradangan
atau infeksi yang hebat pada intra abdomen.
2.    Perforasi dikarenakan obstruksi yang sudah terjadi selalu lama pada organ intra
abdomen.
3.    Sepsis, infeksi akibat dari peritonitis, yang tidak tertangani dengan baik dan cepat.
4.     Syok hipovolemik terjadi akibat dehidrasi dan kehilangan volume plasma.
(Brunner and Suddarth, 2002)

ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Biodata klien yang penting meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, suku, dan
gaya hidup
2. Riwayat kesehatan, meliputi keluhan utama, riwayat kesehatan sekarang (PQRST),
riwayat kesehatan masa lalu, riwayat kesehatan keluarga
3. Pemeriksaan fisik, meliputi aktivitas/istirahat, sirkulasi, eliminasi, makanan/cairan,
nyeri/ketidaknyamanan, pernapasan.
4. Tes diagnostic, meliputi X ray, rontgen (thorax dan abdomen), pemeriksaan darah
(leukosit, ureum, elektrolit, Hb), pemeriksaan simtologi, sigmoidoskopi.

B. Diagnosa keperawatan :
1. Dx nyeri b/d pembuatan stoma (ileostomi atau jejunostomi)
 Tujuan: setelah di lakukan tindakan perawatan 3x24jam di harapkan gangguan rasa
nyaman (nyeri) dapat teratasi.
 Kriteria Hasil:
1.      Tidak ada tanda-tanda nyeri
2.      Skala nyeri (0-3).
3.      Ekspresi wajah rileks.
4.      TTV dalam batas normal (TD: 110/70-120/80 mmHg, N: 80-100x/mnt, RR: 16-
20x/mnt, S: 36,5-37,5 oC)
5. Bising Usus normal (5-12x/menit)
INTERVENSI RASIONAL
1.      Observasi tingkat nyeri 1.      Memudahkan perawat dalam
menentukan tingkat nyeri

2.      Pantau status abdomen tiap 4 jam 2.      Diduga inflamasi peritoneal,
memerlukan intervensi medis yang
cepat.
3.      Dorong ambulasi dini dan hindari duduk 3.      Menurunkan kekakuan otot dan sendi
yang lama ambulasi atau perubahan posisi sering
menurunkan tekanan perianal
4.      Pertahankan klien pada posisi semi fowler 4.      Menurunkan tekanan diafragma yang
terdorong oleh organ visceral
5.      Pertahankan puasa sampai bising usus 5.      Memungkinkan makanan peroral
kembali, distensi abdomen berkurang dan dengan tidak ada bising usus akan
flatus keluar meningkatkan distensi dan
ketidaknyamanan
6.      Ajarkan teknik relaxasi dan distraksi 6.      Mengurangi nyeri dengan mengalihkan
perhatian klien ke hal yang lain
7.      Kolaborasi: Berikan analgesik sesuai indikasi
7.      Menurunkan ambang nyeri dan
dan evaluasi keefektifannya meningkatkan kenyamanan

2. Dx 2: Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit b/d kehilangan berlebihan jalan normal


(muntah), kehilangan berlebihan jalan tidak normal (drainase), keluaran ileostomi
dengan volume tinggi, pembatasan masukan cairan, gangguan absorpsi cairan
 Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam kebutuhan cairan
dan elektrolit dapat dipertahankan secara maksimal
 Kriteria Hasil:
1. TTV dalam batas normal.
-          TD: 110/70-120/80 mmHg
-          N: 80-100x/mnt
-          RR: 16-20x /mnt
-          S: 36,5-37,5oC
2. Turgor kulit normal (<2 detik)
3. Membran mukosa bibir basah
4. Balans cairan seimbang
5. Mata tidak cekung
INTERVENSI RASIONAL
1.      Observasi TTV 1.      Peningkatan suhu/memanjangnya
demam meningkatkan laju metabolik, TD
ortostatik berubah dan peningkatan
takikardia menunjukkan kekurangan
cairan sistemik

2.      kaji turgor kulit,kelembaban membran 2.      Indikator langsung keadekuatan volume
mukosa (bibir, lidah) cairan
3.      Observasi intake dan output 3.      Indikator keseimbangan cairan
terutama kehilangan cairan
4.      Berikan cairan tambahan intravena sesuai4.      Mengurangi sekresi lambung dan
indikasi mencuci elektrolit
5.      Kolaborasi: pemberian cairan parenteral, 5.      Pemenuhan kebutuhan dasar cairan,
transfusi sesuai indikasi menurunkan risiko dehidrasi

3. Dx 3: ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b/d gangguan absorpsi


nutrisi, anoreksia
 Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam nutrisi optimal
 Kriteria Hasil :         
1.      BB meningkat atau normal sesuai umur
2.      Nafsu makan meningkat
3.      Pasien tidak mengalami mual, muntah

INTERVENSI RASIONAL
1.      Anjurkan pembatasan aktivitas selama fase
1.      Menurunkan kebutuhan metabolik untuk
akut mencegah penurunan kalori dan
simpanan energi
2.      Anjurkan istirahat sebelum makan 2.      Menurunkan kebutuhan metabolik untuk
mencegah penurunan kalori dan
simpanan energi
3.      Tingkatkan diet oral baik cairan maupun 3.      Diet rendah residu dapat dipertahankan 6
makanan rendah residu – 8 minggu untuk memberikan waktu
yang adekuat untuk penyembuhan usus
4.      Konsultasi dengan ahli gizi 4.      Mengkaji kebutuhan nutrisi dalam
perubahan pencernaan dan fungsi usus
Kolaborasi:
5.      Berikan obat sesuai indikasi: Antimetik, 5.      Untuk mencegah mual dan muntah
mis: proklorperazin (Compazine).

4. Dx 4: resiko infeksi b/d trauma jaringan post operasi


 Tujuan : setelah dilakukan tindakan 3x24 jam klien tidak menunjukkkan tanda dan
gejala infeksi.
 Kriteria Hasil:

1.      Suhu tubuh normal (36,5-37,5 oC)

2.      Leukosit normal 4.000-11000 µml

INTERVENSI RASIONAL
1.      Pantau kualitas&intensitas nyeri, observasi
1.      Deteksi dini terhadap potensial masalah
TTV, distensi abdomen 2.      peningkatan suhu indikasi
2.      Beri tahu segera bila nyeri abdomen, suhu, Perkembangan infeksi, peningkatan
lingkaran abdomen terus meningkat. lingkar abdomen memungkinan penyakit
bertambah parah menjadi peritonitis
sehingga dapat memperlambat
pemulihan.
3.      Siapkan pasien untuk pembedahan bila 3.      Obstruksi vaskuler atau mekanis
direncanakan umumnya memerlukan intervensi bedah
4.      Ikuti kewaspadan umum (Cuci tangan 4.      Menghindari dan melindungi klien dari
sebelum dan sesudah perawatan infeksi nosokomial.
5.      Kolaborasi : Berikan obat antibiotik sesuai5.      Untuk membantu mengobati atau
indikasi mencegah infeksi dalam perut

Referensi:
Brunner & Suddarth. (2002). Brunner & Suddarth’s textbook of medical surgical nursing, 8th
ed. (Agung Waluyo et. al., Penerjemah). Philadelphia: Lippincott

Doengoes, M.E., Moorhouse, M.F., and Geissler, A.C. (2000). Nursing care plans:
guidelines for planning and documentating patientcare. (I Made K. dan Ni Made S.,
Penerjemah). Philadelphia: F.A. Davis Company.

Price, S.A. and Wilson, L.M. (2006). Pathophysiology: clinical concepts of disease processes
vol 1, 6/e. (Brahm U.P., Penerjemah). Elsevier: Mosby
BAB III
PENUTUP

3.1  Kesimpulan
Obstruksi ileus adalah kerusakan atau hilangnya pasase isi usus yang disebabkan oleh
sumbatan mekanik.
Etiologi Ileus dibagi menjadi dua bagian menurut jenis obstruksi usus, yaitu: Mekanis dan
fungsional/ non-mekanis.
Peristiwa patofisiologi yang terjadi setelah obstruksi usus itu sama, tanpa memandang apakah
obstruksi usus tersebut diakibatkan oleh penyebab mekanik atau funsional.
Manifestasi klinis pada ileus Nyeri tekan pada abdomen, Muntah, Konstipasi (sulit BAB),
Distensi abdomen, BAB darah dan lendir tapi tidak ada feces dan flatus.
Pemeriksaan diagnostik meliputi: rontgen thorax, Rontgen Abdomen, Pemeriksaan sinar x,
Pemeriksaan laboratorium (misalnya pemeriksaan elektrolit dan jumlah darah lengkap),
Pemeriksaan radiogram abdomen sangat penting untuk menegakkan diagnosa obstruksi usus.
Dasar pengobatan obstruksi usus adalah koreksi keseimbangan cairan dan elektrolit,
menghilangkan peregangan dan muntah dengan intubasi dan kompresi, memperbaiki peritonitis
dan syok bila ada, serta menghilangkan obstruksi untuk memperbaiki kelangsungan dan fungsi
usus kembali normal serta dilakukan tindakan kolostomi dan stent.
Asuhan keperawatan: Pengkajian, diagnosa dan perencanaan

3.2  Saran
Demikian yang dapat kami sampaikan, semoga dapat bermanfaat bagi penulis sendiri
khususnya dan bagi pembaca pada umumnya. Bagi para pembaca diharapkan dapat mengatur
pola hidup sehat mulai dari sekarang.

DAFTAR PUSTAKA
Doengoes, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk Perencanaan
dan Pendokumentasian Perawatan pasien. Penerbit Buku Kedokteran, EGC: Jakarta
Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar : Keperawatan Medikal Bedah. EGC: Jakarta
Harrison. 2000. Prinsip-prinsip Penyakit Dalam, edisi XIII, EGC: Jakarta.
Zwani. 2007. Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Obstruksi Usus (http://keperawatan-
gun.blogspot.com/2007/07/obstruksi-usus.html. Diakses tanggal 18 Nopember 2011).
Vanilow, Barry. 2010. Askep Ileus Obstruksi . (http://barryvanilow.blogspot.com/. Diakses
tanggal 18 Nopember 2011).

Anda mungkin juga menyukai