PENDAHULUAN
Diare merupakan salah satu penyebab utama mortalitas dan morbiditas anak di dunia
yang menyebakan 1,6 -2,5 juta kematian pada anak tiap tahunnya, serta merupakan 1/5 dari
seluruh penyebab kematian. Survei Kesehatan Rumah Tangga di Indonesia menunjukkan
penurunan angka kematian bayi akibat diare dari 15,5% (1986) menjadi 13,95% (1995).
Penurunan angka kematian akibat diare juga didapatkan pada kelompok balita berdasarkan
survey serupa, yaitu 40% (1972), menjadi 16% (1986) dan 7,5% (2001). 5 Tetapi, penurunan
angka mortalitas akibat diare tidak sebanding dengan penurunan angka morbiditasnya.
Diare akut masih merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas anak di
negara berkembang. Terdapat banyak penyebab diare akut pada anak. Pada sebagian besar
kasus penyebabnya adalah infeksi akut intestinum yang disebabkan oleh virus, bakteri, atau
parasit, akan tetapi berbagai penyakit lain juga dapat menyebabkan diare akut, termasuk
sindroma malabsorpsi. Diare menyebabkan hilangnya sejumlah besar air dan elektrolit dan
sering disertai dengan asidosis metabolic karena kehilangan basa.
Diare juga erat hubungannya dengan kejadian kurang gizi. Setiap episode diare dapat
menyebabkan kekurangan gizi oleh karena adanya anoreksia dan berkurangnya kemampuan
menyerap sari makanan, sehingga apabila episodenya berkepanjangan akan berdampak
terhadap pertumbuhan dan kesehatan anak.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I.
Diare Akut
I.1 Definisi
Diare akut adalah buang air besar lembek atau cair bahkan dapat berupa air saja,
dengan frekuensi lebih dari tiga kali atau lebih sering dari biasanya dalam 24 jam dan
berlangsung kurang dari 14 hari.1
I.2 Epidemiologi
Diare masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di negara berkembang, termasuk
di Indonesia dan merupakan salah satu penyebab kematian dan kesakitan tertinggi pada anak,
terutama usia di bawah 5 tahun. Di dunia, sebanyak 6 juta anak meninggal tiap tahunnya
karena diare dan sebagian besar kejadian tersebut terjadi di negara berkembang. Berdasarkan
Riskesdas 2007, sebanyak 42% kematian bayi disebabkan oleh diare, untuk golongan 1-4
tahun, kematian akibat diare mencapai 25.5%. 2
I.3 Cara Penularan dan Faktor Risiko
Cara penularan diare pada umumnya melalui cara fekal-oral yaitu melalui makanan
atau minuman yang tercemar oleh enteropatogen, atau kontak langsung tangan dengan
penderita atau barang-barang yang telah tercemar tinja penderita atau tidak langsung melalui
lalat.Singkatnya, dapat dikatakan melalui "4F" yakni finger (jari), flies (lalat), fluid (cairan),
dan field (lingkungan).
A. Faktor resiko yang dapat meningkatkan penularan enteropatogen antara lain:
1) Tidak memberikan ASI secara penuh untuk 4- 6 bulan pertama kehidupan bayi
2) Tidak memadainya penyediaan air bersih
3) Pencemaran air oleh tinja
4) Kurangnya sarana kebersihan (MCK)
5) Kebersihan lingkungan dan pribadi yang buruk
6) Penyiapan dan penyimpanan makanan yang tidak higienis
7) Gizi buruk
8) Imunodefisiensi
9) Berkurangnya asam lambung
10) Menurunnya motilitas usus
2
Di negara berkembang kuman patogen penyebab penting diare akut pada anak-anak
yaitu Rotavirus, Escherichia coli, Shigella, Campylobacter jejuni, dan Cryptosporidium.
A) Rotavirus.
Rotavirus pertama kali ditemukan oleh Bishop (1973) di Australia pada biopsi
duodenum penderita diare dengan menggunakan mikroskop elektron. Ternyata kemudian
Rotavirus ditemukan di seluruh dunia sebagai penyebab diare akut yang paling sering,
terutama pada bayi dan anak usia 6-24 bulan. Di Indonesia, berdasarkan penelitian di
beberapa Rumah Sakit di Jakarta, Yogyakarta, dan Bandung berkisar 40-60% diare akut
disebabkan oleh Rotavirus.
Akibat infeksi Rotavirus ini pada usus terjadi kerusakan sel epitel mukosa usus,
infeksi sel-sel radang pada lamina propia, pemendekan jonjot usus, pembengkakan
mitokondria, dan bentuk mikrovili (brush border) yang tidak teratur. Sebagai akibat dari
semua ini adalah terjadinya gangguan absorpsi cairan/elektrolit pada usus halus dan juga akan
terjadi gangguan pencernaan (digesti) dari makanan terutama karbohidrat karena defisiensi
enzim disakaridase akibat kerusakan epitel mukosa usus tadi.
B) Escherichia coli.
E. coli menyebabkan sekitar 25% diare di negara berkembang dan juga merupakan
penyebab diare kedua setelah Rotavirus pada bayi dan anak. Pada saat ini telah dikenal 5
golongan E.coli yang dapat menyebabkan diare, yaitu ETEC (Enteropathogenic Escherichia
coli), EPEC (Enteropathogenic Eschericia coli), EIEC (Enteroinvasive Eschericia coli),
EAEC (Enteroadherent Escherichia coli), dan EHEC (Enterohemorrhagic Escherichia coli).2
ETEC. ETEC merupakan penyebab utama diare dehidrasi di negara berkembang.
Transmisinya melalui makanan (makanan sapihan/makanan pendamping), dan minuman yang
telah terkontaminasi. Pada ETEC dikenal 2 faktor virulen, yaitu 1) faktor kolonisasi, yang
menyebabkan ETEC dapat melekat pada sel epitel usus halus (enterosit) dan 2) enterotoksin.
Gen untuk faktor kolonisasi dan enterotoksin terdapat dalam plasmid, yang dapat
ditransmisikan ke bakteri E.coli lain. Terdapat 2 macam toksin yang dihasilkan oleh ETEC,
yaitu toksin yang tidak tahan panas (heat labile toxin = LT) dan toksin yang tahan panas (heat
stable toxin = ST). Toksin LT menyebabkan diare dengan jalan merangsang aktivitas enzim
adenil siklase seperti halnya toksin kolera sehingga akan meningkatkan akumulasi cAMP,
sedangkan toksin ST melalui enzim guanil siklase yang akan meningkatkan akumulasi cGMP.
4
Baik cAMP maupun cGMP akan menyebabkan perangsangan sekresi cairan ke lumen usus
sehingga terjadi diare. Bakteri ETEC dapat menghasilkan LT saja, ST saja atau keduaduanya. ETEC tidak menyebabkan kerusakan rambut getar (mikrovili) atau menembus
mukosa usus halus (invasif). Diare biasanya berlangsung terbatas antara 3-5 hari, tetapi dapat
juga lebih lama (menetap, persisten).2
EPEC. EPEC dapat menyebabkan diare berair disertai muntah dan panas pada bayi
dan anak dibawah usia 2 tahun. Di dalam usus, bakteri ini membentuk koloni melekat pada
mukosa usus, akan tetapi tidak mampu menembus dinding usus. Melekatnya bakteri ini pada
mukosa usus karena adanya plasmid. Bakteri ini cepat berkembang biak dengan membentuk
toksin yang melekat erat pada mukosa usus sehingga timbul diare pada bayi dan sering
menimbulkan prolong diarrhea terutama bagi mereka yang tidak minum ASI.
EIEC. EIEC biasanya apatogen, tetapi sering pula menyebabkan letusan kecil (KLB)
diare karena keracunan makanan (food borne). Secara biokimiawi dan serologis bakteri ini
menyerupai Shigella spp., dapat menembus mukosa usus halus, berkembang biak di dalam
kolonosit (sel epitel kolon) dan menyebabkan disentri basiler. Dalam tinja penderita, sering
ditemukan eritrosit dan leukosit.2
EAEC. EAEC merupakan golongan E.coli yang mampu melekat dengan kuat pada
mukosa usus halus dan menyebabkan perubahan morfologis. Diduga bakteri ini
mengeluarkan sitotoksin, dapat menyebabkan diare berair sampai lebih dari 7 hari (prolonged
diarrhea).2
EHEC. EHEC merupakan E.coli serotipe 0157 : H7, yang dikenal dapat menyebabkan
kolitis hemoragik. Transmisinya melalui makanan, berupa daging yang dimasak kurang
matang. Diarenya disertai sakit perut hebat (kolik, kram) tanpa atau disertai sedikit panas,
diare cair disertai darah. EHEC menghasilkan sitotoksin yang dapat menyebabkan edem dan
perdarahan usus besar.2
C) Shigella spp.
Infeksi Shigella pada manusia dapat menyebabkan keadaan mulai dari asimptomatik
sampai dengan disentri hebat disertai dengan demam, kejang-kejang, toksis, tenesmus ani,
5
dan tinja yang berlendir dan darah. Golongan Shigella yang sering menyerang manusia di
daerah tropis adalah Shigella dysentri, Shigella flexnori, sedangkan Shigella sonnei lebih
sering terjadi di daerah sub tropis.2
Patogenesis terjadinya diare oleh Shigella spp. Ini adalah karena kemampuannya
mengadakan invasi ke epitel sel mukosa usus. Disini dia berkembang biak dan mengeluarkan
leksotoksin yang bersifat merusak sel (sitotoksin). Daerah yang sering diserang adalah bagian
terminal dari ileum dan kolon. Akibat invasi dari bakteri ini terjadi infiltrasi sel-sel PMN dan
kerusakan sel epitel mukosa sehingga timbul ulkus kecil-kecil di daerah invasi yang
menyebabkan sel-sel darah merah, plasma protein, sel darah putih, masuk ke dalam lumen
usus dan akhirnya keluar bersama tinja.2
D) Campylobacter jejuni.
C. jejuni merupakan penyebab 5-10% diare di dunia. Di Indonesia prevalensinya
sekitar 5,3%. Selain diare yang disertai dengan lendir dan darah, juga terdapat gejala sakit
perut disekitar pusat, yang kemudian menjalar ke kanan bawah dan rasa nyerinya menetap di
tempat tersebut (seperti pada apendisitis akut). C. jejuni mengeluarkan 2 macam toksin yaitu
sitotoksin dan toksin LT.2
Tempat infeksi yang paling sering dari C. jejuni ini adalah jejenum, ileum, dan colon.
Terdapat kelainan pada mukosa usus, peradangan, edema, pembesaran kelenjar limfe
mesenterium dan adanya cairan bebas di cavum peritonei. Jonjot usus halus ditemukan
memendek dan melebar tetapi tidak konsisten. Ileum mengalami nekrosis hemoragik karena
invasi bakteri ke dinding usus sehingga pada tinja dapat ditemukan adanya darah dan sel-sel
radang.2
E) Cryptosporodium.
Cryptosporodium pada saat ini sedang populer dan dianggap sebagai penyebab diare
terbanyak yang disebabkan oleh parasit. Dahulu dikenal hanya patogen pada binatang saja.
Cryptosporodium merupakan golongan coccidium, sering menyebabkan diare pada manusia
yang menderita imunodefisiensi, misalnya pada penderita AIDS. Di negara berkembang
Cryptosporodium merupakan 4-11% penyebab diare pada anak. Penularan melalui oro-fekal
dan biasanya diare bersifat akut. Mulainya karena terjadi kerusakan mukosa usus oleh
perlekatan parasit pada mikrovilus enterosit, sehingga terjadi gangguan absorpsi makanan.
Sebuah studi tentang maslah diare akut yang terjadi karena infeksi pada anak di
bawah 3 tahun di Cina, India, Meksiko, Myanmar, Burma dan Pakistan, hanya tiga agen
infektif yang secara konsisten atau secara pokok ditemukan meningkat pada anak penderita
diare. Agen ini adalah Rotavirus,Shigella spp dan E. Coli enterotoksigenik Rotavirus jelas
merupakan penyebab diare akut yang paling sering diidentifikasi pada anak dalam komunitas
tropis dan iklim sedang.6 Diare dapat disebabkan oleh alergi atau intoleransi makanan tertentu
seperti susu, produk susu, makanan asing terdapat individu tertentu yang pedas atau tidak
sesuai kondisi usus dapat pula disebabkan oleh keracunan makanan dan bahan-bahan kimia.
Beberapa macam obat, terutama antibiotika dapat juga menjadi penyebab diare. Antibiotika
akan menekan flora normal usus sehingga organisme yang tidak biasa atau yang kebal
antibiotika akan berkembang bebas.5,6 Di samping itu sifat farmakokinetik dari obat itu
sendiri juga memegang peranan penting. Diare juga berhubungan dengan penyakit lain
misalnya malaria, schistosomiasis, campak atau pada infeksi sistemik lainnya misalnya,
pneumonia, radang tenggorokan, dan otitis media.5,6
Tabel 1. Etiologi Diare Akut
Infeksi
1. Enteral
Bakteri: Shigella sp, E. Coli patogen, Salmonella sp, Vibrio cholera, Yersinia entreo
colytica, Campylobacter jejuni, V. Parahaemoliticus, VNAG, Staphylococcus aureus,
cestodiasis dll
Fungus: Kardia/moniliasis
2. Parenteral: Otitits media akut (OMA), pneumonia, Travelers diartthea: E.Coli, Giardia
lamblia, Shigella, Entamoeba histolytica, dll
Intoksikasi makanan: Makanan beracun atau mengandung logam berat, makanan
mengandung bakteri/toksin: Clostridium perfringens, B. Cereus, S. aureus,
1.5.2 Patofisiologi
Secara umum, diare disebabkan karena 2 hal, yaitu gangguan pada proses absorbsi
atau pada proses sekresi. Diare akibat gangguan absorpsi yaitu volume cairan yang berada di
kolon lebih besar daripada kapasitas absorbsi. Terdapat gangguan pada usus halus atau kolon
yang mengakibatkan terjadinya penurunan pada proses absorpsi atau peningkatan proses
sekresi. Diare juga dapat terjadi akibat gangguan motilitas, inflamasi dan imunologi.2
Diare akibat gangguan absorpsi atau diare osmotik dapat disebabkan karena : a)
Konsumsi magnesium hidroksida, sehingga menurunkan fungsi absorpsi usus; b) Defisiensi
sukrase-isomaltase; c) Adanya bahan yang tidak diserap, menyebabkan bahan intraluminal
pada
usus
halus
bagian
proksimal
akan
bersifat
hipertonis
dan
menyebabkan
hiperosmolaritas. Akibat adanya perbedaan tekanan osmotik antara lumen usus dan darah,
maka pada segmen jejunum yang bersifat permeabel, air akan mengalir ke arah lumen
hehunum, dan air akan terkumpul di dalam lumen usus. Na akan mengikuti masuk ke dalam
lumen, dengan demikian akan terkumpul cairan intraluminal yang besar dengan kadar Na
yang normal.2
Diare akibat malabsorpsi umum biasanya disebabkan akibat kerusakan sel (yang
secara normal akan menyerap Na dan air) daoat disebabkan oleh infeksi virus atau kuman,
seperti Salmonella, Shigella atau Campylobacter. Dapat juga disebabkan akibat inflamatory
bowel disease idiopatik, toksin, atau obat-obatan tertentu. Gambaran karakteristik penyakit
yang menyebabkan malabsorpsi usus halus adalah atrofi villi..2
Diare akibat gangguan sekresi atau diare sekretorik dapat terjadi karena hiperplasia
kripta, luminal secretagogues, dan blood-borne secretagogeus. Hiperplasia kripta umumnya
akan menyebabkan atrofi villi. Pada luminal secretagogues, sekresi lumen dipengaruhi oleh
enterotoksin bakteri dan bahan kimia yang dapat menstimulasi seperti laksansia, garam
empedu bentuk dihidroxyl, serta asam lemak rantai panjang. Pada blood-borne secretagogeus,
diare umumnya disebabkan karena enterotoksin E. Coli atau Cholera.2
Diare akibat gangguan peristaltik disebabkan karena adanya perubahan motilitas usus
yang akan berpengaruh terhadap absorpsi. Baik peningkatan ataupun penurunan motilitas,
keduanya dapat menyebabkan diare. Penurunan motilitas dapat mengakibatkan bakteri
tumbuh berlebihan yang pada akhirnya dapat menuebabkan diare. Diare akibat
hiperperistaltik pada anak jarang terjadi. Watery diare dapat disebabkan karena hipermotilitas
pada kasus kolon iritable pada bayi.2
Diare akibat inflamasi dapat terjadi akibat hilangnya sel-sel epitel dan kerusakan tight
junction, sehingga menyebabkan air, elektrolit, mukus dan protein menumpuk di dalam
lumen. Biasanya diare akibat inflamasi berkaitan dengan tipe diare lain seperti diare osmotik
dan diare sekretorik. Bakteri enteral patogen akan mempengaruhi struktur dan fungsi tight
junction, menginduksi sekresi cairan dan elektrolit, dan akan mengaktifkan kaskade
10
inflamasi. Efek infeksi bakterial pada tight junction akan mempengaruhi susunan anatomis
dan fungsi absorpsi dan perubahan susunan protein. Penelitian oleh Berkes J dkk. 2003
menunjukkan bahwa peranan bakteri enteral patogen pada diare terlerak pada perubahan
barrier tight junction oleh toksin atau produk kuman yaitu perubahan pada cellular
cytoskeleton dan spesifik tight junction. Pengaruh dari salah satu atau kedua hal tersebut akan
menyebabkan terjadinya hipersekresi klorida yang akan diikuti oleh natrium dan air.2
Diare yang terkait imunologi dihubungkan dengan reaksi hipersensitivitas tipe I, III
dan IV. Reaksi tipe I yaitu terjadi reaksi antara sel mast dengan IgE dan alergen makanan.
Reaksi tipe III misalnya pada penyakit gastroenteropati, sedangkan reaksi tipe IV terdapat
pada Coeliac diseasedan protein loss enteropaties. Mediator-mediator kimia hasil dari respon
imun akan menyebabkan luas permukaan mukosa berkurang akibat kerusakan jaringan,
merangsang sekresi klorida diikuti oleh natrium dan air.2
I.6 Manifestasi Klinis
Infeksi usus menimbulkan tanda dan gejala gastrointestinal serta gejala lainnya bila
terjadi komplikasi ekstra intestinal termasuk manifestasi neurologic.
A. Gejala gastrointestinal berupa :
Diare, kram perut, dan muntah. Sedangkan manifestasi sistemik bervariasi tergantung pada
penyebabnya.
B. Gejala neurologic dari infeksi usus bisa berupa :
paresthesia (akibat makan ikan, kerang, monosodium glutamat), hipotoni dan kelemahan otot
(C. botulinum).
11
Gejala
Rotavirus Shigella
Salmonella ETEC
EIEC
Kolera
klinik
Masa tunas
17-72 jam
24-48 jam
6-72 jam
6-72 jam
6-72 jam
47-72 jam
Panas
++
++
++
Mual
Sering
Jarang
Sering
Tenesmus
Tenesmus
Tenesmus
Tenesmus
Sering kramp
kramp
kolik
5-7 hari
> 7 hari
3-7 hari
2-3 hari
variasi
3 hari
Sedang
Sedikit
Sedikit
Banyak
Sedikit
Banyak
5-10 /hari
> 10x/hari
Sering
sering
Sering
Terus menerus
Cair
Lembek
Lembek
Cair
Lembek
Cair
Kadang
muntah
Nyeri perut
Nyeri kepala
Lamanya
kramp
sakit
Sifat tinja
Volume
Frekuensi
Konsistensi
sering
Darah
Diare menyebabkan hilangnya sejumlah besar air dan elektrolit dan sering disertai
dengan asidosis metabolik karena kehilangan basa. Dehidrasi dapat diklasifikasikan
berdasarkan defisit air dan atau keseimbangan elektrolit. Dehidrasi ringan bila penurunan
berat badan kurang dari 5%,dehidrasi sedang bila penurunan berat badan antara 5%-10% dan
dhidrasi berat bila penurunan lebih dari 10%.4
12
Derajat Dehidrasi
Keadaan
Gejala &
Mata
Tanda
Tanpa
Dehidrasi
Umum
Mulut/
Lidah
Baik, Sadar
Normal
Basah
Gelisah Rewel
Cekung
Kering
Letargik,
Sangat
Kesadaran
cekung dan
Menurun
kering
Dehidrasi
Ringan
-Sedang
Dehidrasi
Berat
Estimasi
Rasa Haus
Kulit
BB %
def.
cairan
Minum Normal,
Tidak Haus
Turgor baik
Tampak
Turgor
Kehausan
lambat
Sangat
kering
minum
<5
5 10
50 %
50100
%
Turgor
sangat
>10
>100 %
lambat
I.7 Diagnosis
1.7.1 Anamnesis
Cara mendiagnosis pasien diare adalah dengan menentukan tiga hal berikut : 1)
Persistensinya; 2) Etiologi; 3) Derajat dehidrasi. Hal-hal ini dapat diketahui melalui
anamnesa yang terperinci.1
Untuk menentukan persistensinya, perlu ditanyakan kepada orang tua pasien, sudah
berapa lama pasien menderita diare. Apakah sudah lebih dari 14 hari atau belum, sehingga
nantinya dapat ditentukan apakah diare pada pasien termasuk diare akut atau diare persisten.
Hal ini berkaitan dengan tatalaksana diare yang berkaitan dengan penyulit ataupun
komplikasi dari diare tersebut.1
Untuk menentukan etiologi, diagnosis klinis diare akut berdarah hanya berdasarkan
adanya darah yang dapat dilihat secara kasat mata pada tinja. Hal ini dapat ditanyakan pada
13
orang tua pasien maupun dilihat sendiri oleh dokter. Pada beberapa episode Shigellosis, diare
pada awalnya lebih cair dan menjadi berdarah setelah 1-2 hari. Diare cair ini dapat sangat
berat dan menimbulkan dehidrasi. Seringkali disertai demam, nyeri perut, nyeri pada rektum,
dan tenesmus.1
Untuk menentukan derajat dehidrasi dapat dilakukan dengan anamnesis yang teliti,
terutama pada asupan peroral, frekuensi miksi/urin, frekuensi serta volume tinja dan muntah
yang keluar. Tanyakan juga apakah pasien sudah pernah periksa dan apakah pasien
mengkonsumsi obat tertentu sebelumnya.1
1.7.2 Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik perlu diperiksa hal-hal sebagai berikut : berat badan, suhu
tubuh, frekuensi denyut jantung dan pernapasan serta tekanan darah. Selanjutnya perlu dicari
tanda-tanda untama dehidrasi seperti kesadaran, rasa haus dan turgor kulit abdomen, serta
tanda-tanda tambahan lainnya seperti ubun-ubun besar cekung atau tidak, mata cowong atau
tidak, ada atau tidaknya air mata, keadaan bibir, mukosa dan lidah. 2,3,4 Karena seringnya
defekasi, anus dan sekitarnya lecet karena tinja makin lama makin asam akibat banyaknya
asam laktat yang terjadi dari pemecahan laktosa yang tidak dapat diabsorpsi oleh usus.3
Pernapasan yang cepat dan dalam merupakan indikasi adanya asidosis metabolik.
Bising usus yang lemah atau tidak ada dapat ditemukan pada keadaan hipokalemi. Dilakukan
juga pemeriksaan pada ekstremitas berupa capillary refill untuk menentukan derajat dehidrasi
yang terjadi.
Derajat dehidrasi dapat ditentukan berdasarkan :
a. Penentuan derajat dehidrasi menurut MMWR 2003
Simptom
Kesadaran
Denyut jantung
Dehidrasi Ringan-
Dehidrasi Berat,
dehidrasi,
Sedang, Kehilangan
Kehilangan BB > 9%
Kehilangan BB <3%
Baik
BB 3%-9%
Normal, lelah,
Normal
gelisah, irritable
Normal-meningkat
sadar
Takikardia,
bradikardia pada
Kualitas nadi
Normal
Normal-melemah
14
kasus berat
Lemah, kecil, tak
Pernapasan
Mata
Air mata
Mulut dan lidah
Cubitan kulit
Capillary refill
Ekstremitas
Normal
Normal
Ada
Basah
Segera kembali
Normal
Hangat
Normal-cepat
Sedikit cowong
Berkurang
Kering
Kembali < 2 detik
Memanjang
Dingin
teraba
Dalam
Sangat cowong
Tidak ada
Sangat kering
Kembali > 2 detik
Memanjang, minimal
Dingin, mottled,
Kencing
Normal
Berkurang
sianotik
minimal
DEHIDRASI BERAT
berikut :
Letargis atau tidak sadar.
Mata cekung
Tidak bisa minum atau malas minum.
Cubitan kulit perut kembalinya lambat.
Terdapat dua atau lebih dari tanda-tada
DEHIDRASI RINGAN/SEDANG
berikut :
Gelisah, rewel/marah.
Mata cekung.
Haus, minum dengan lahap.
Cubitan kulit di perut kembalinya lambat.
Tidak cukup tanda-tanda untuk
TANPA DEHIDRASI
Keadaan umum
Baik, sadar.
*Gelisah, rewel
Mata
Normal
Cekung
15
kering.
Air mata
Ada
Tidak ada
Sangat kering
Basah
Kering
Sangat kering
Rasa haus
haus
banyak
Kembali cepat
*Kembali lambat
*Kembali sangat
Dengan dehidrasi
lambat
Dehidrasi berat bila
ringan-sedang bila
ada1 tanda *
ada 1 tanda *
tanda lain.
tanda lain
Rencana Terapi B
Rencana Terapi C
Periksa :
Turgor kulit
Hasil pemeriksaan :
Terapi :
1.7.3
Tanpa dehidrasi
Rencana Terapi A
Laboratorium
Organisme diduga/identifikasi
16
G.
lamblia,
E.
histolytika,
Strongyloides
Campylobacter jejuni
E.
coli,
Shigella,
Salmonella,
Camphylobacter jejuni
Kultur tinja: Spesial
Y.
enterocolitica,
V.
cholera,
V.
3. Pemeriksaan mikroskopik
Untuk mencari adanya leukosit dapat memberikan informasi tentang penyebab
diare, letak anatomis serta adanya proses peradangan mukosa. Leukosit dalam tinja
diproduksi sebagai respon terhadap bakteri yang menyerang mukosa kolon. Leukosit yang
positif pada pemeriksaan tinja menunjukkan adanya kuman invasive atau kuman yang
memproduksi sitotoksin seperti Shigella, Salmonella, C. jejuni, EIEC, C.difficile, Y.
enterolytica, V. parahaemolyticus dan kemungkinan Aeromonas atau P. shigelloides.
Leukosut yang ditemukan pada umumnya adalah leukosit PMN, kecuali pada S. typhii
leukosit mononuklear. Tidak semua penderita kolitis terdapat leukosit pada tinjanya, pasien
yang terinfeksi dengan E. hystolitica pada umumnya leukosit pada tinja minimal. Parasit yang
menyebabkan diare pada umumnya tidak memproduksi leukosit dalam jumlah banyak.
Normalnya tidak diperlukan pemeriksaan untuk mencari telur atau parait kecuali terdapat
17
riwayat baru saja bepergian ke daerah resiko tinggi, kultur tinja negative untuk
enteropatogen, diare lebih dari 1 minggu atau pada pasien immunocompromised.
I.8 Penatalaksanaan
1.8.1 Terapi Cairan
Departemen menetapkan Lima pilar pilar penatalaksanaan diarebagi semua kasus
diare pada anak balita baik yang dirawat d rumah maupun di rumah saikt :
1.
2.
3.
4.
5.
1. Rehidrasi denga oralit baru, dapat mengurangi rasa mual dan muntah
Diare karena virus tersebut tidak menyebakan kekurangan elektrolit seberat pada
disentri. Karena itu, para ahli diare mengembangkan formula baru oralit dengan tingkat
osmolaritas yang lebih rendah. Osmolaritas larutan baru lebih mendekati osmolaritas plasma,
sehingga kurang menyebabkan risiko terjadinya hipernatremia.
A. Berikut ini adalah tatalaksana rehidrasi sesuai dengan derajat dehidrasi :
1. Tatalaksana Rehidrasi pada Pasien Diare Tanpa Dehidrasi :
RENCANA TERAPI A
UNTUK MENGOBATI DIARE DI RUMAH
(Pencegahan Dehidrasi)
GUNAKAN CARA INI UNTUK MENGAJARI IBU :
- Teruskan mengobati anak diare di rumah.
- Berikan terapi awal bila terkena diare.
MENERANGKAN EMPAT CARA TERAPI DIARE DI RUMAH
1. BERIKAN ANAK LEBIH BANYAK CAIRAN DARIPADA BIASANYA UNTUK
MENCEGAH DEHIDRASI
-
Gunakan cairan rumah tangga yang dianjurkan, seperti oralit, makanan yang cair
(seperti sup, air tajin) dan kalau tidak ada air matang gunakan larutan oralit untuk anak,
seperti dijelaskan di bawah ( Catatan : jika anak berusia kurang dari 6 bulan dan belum
makan makanan padat, lebih baik diberi oralit dan air matang daripada makanan cair.
Berikan larutan ini sebanyak anak mau, berikan jumlah larutan oralit seperti di bawah.
18
Teruskan ASI.
Bila anak tidak mendapatkan ASI, berikan susu yang biasa diberikan. Untuk anak
kurang dari 6 bulan atau belum mendapat makanan padat, dapat diberikan susu.
Bila anak 6 bulan atau lebih atau telah mendapat makanan padat :
Berikan bubur, bila mungkin campur dengan kacang-kacangan, sayur, daging
atau ikan. Tambahkan 1 atau 2 sendok teh minyak sayur setiap porsi.
Berikan sari buah atau pisang halus untuk menambahkan kalium.
Berikan makanan yang segar. Masak dan haluskan atau tumbuk makanan
dengan baik.
Bujuklah anak untuk makan, berikan makanan sedikitnya 6 kali sehari.
Berikan makanan yang sama setelah diare berhenti, dan berikan porsi makanan
tambahan setiap hari selama 2 minggu.
Lebih dari 4
4-12 bulan
Berat badan
Dalam ml
bulan
< 6 Kg
200-400
6 - < 10 Kg
400-700
10 - < 12 Kg
700-900
12-19 Kg
900-1400
20
Berikut ini adalah komposisi dari Oralit Baru yang direkomendasikan oleh WHO dan
UNICEF untuk diare akut non-kolera pada anak :
Mmol/Liter
75
65
75
20
10
245
21
Apakah saudara
dapat
menggunakan
cairan IV
secepatnya
YA
T
I
D
A
K
TIDAK
22
YA
TIDAK
Catatan :
Bila mungkin, amati penderita sedikitnya 6 jam setelah rehidrasi untuk memastikan bahwa
ibu dapat menhaga pengembalian cairan yang hilang dengan memberi oralit.
Bila umur anak di atas 2 tahun dan kolera baru saja berjangkit di daerah saudara, pikirkan
kemungkinan kolera dan berikan antibiotik yang tepat secara oral setelah anak sadar.
23
24
Dehidrasi
Rehidrasi
Cairan
Pencegahan
Waktu
Tanpa dehidrasi
Makan Minum
Dehidrasi
-
10-20 cc/kgBB /
ASI diteruskan.
Susu formula
diteruskan dengan
mengurangi
makanan berserat,
ekstra 1 porsi
Ringan-sedang
Berat
3 jam
3 jam
75 cc ( gelas)
Idem
Dapat
oralit/kgBB atau ad
ditangguhkan
sampai anak
menjadi segar
IVFD RL 30cc/kg BB
Idem
Idem
7 tetes/kgBB/menit,
Oralit ad libitum segera
setelah
diare akut.6 Beratnya dehidrasi secara akurat dinilai berdasarkan berat badan yang hilang
sebagai persentasi kehilangan total berat badan dibandingkan berat badan sebelumnya
sebagai baku emas.8
Pemberian terapi cairan dapat dilakukan secara oral atau parateral. Pemberian secara
oral dapat dilakukan untuk dehidrasi ringan sampai sedang dapat menggunakan pipa
25
nasogastrik, walaupun pada dehidrasi ringan dan sedang. Bila diare profus dengan
pengeluaran air tinja yang banyak ( > 100 ml/kgBB/hari ) atau muntah hebat (severe
vomiting) sehingga penderita tak dapat minum sama sekali, atau kembung yang sangat hebat
(violent meteorism) sehingga upaya rehidrasi oral tetap akan terjadi defisit maka dapat
dilakukan rehidrasi parenteral walaupun sebenarnya rehidrasi parenteral dilakukan hanya
untuk dehidrasi berat dengan gangguan sirkulasi5. Keuntungan upaya terapi oral karena
murah dan dapat diberikan dimana-mana. AAP merekomendasikan cairan rehidrasi oral
(ORS) untuk rehidrasi dengan kadar natrium berkisar antara 75-90 mEq/L dan untuk
pencegahan dan pemeliharaan dengan natrium antara 40-60mEq/L 8 Anak yang diare dan
tidak lagi dehidrasi harus dilanjutkan segera pemberian makanannya sesuai umur6.
A. Dehidrasi Ringan Sedang
Rehidrasi pada dehidrasi ringan dan sedang dapat dilakukan dengan pemberian oral
sesuai dengan defisit yang terjadi namun jika gagal dapat diberikan secara intravena sebanyak
: 75 ml/kg bb/3jam. Pemberian cairan oral dapat dilakukan setelah anak dapat minum
sebanyak 5ml/kgbb/jam. Biasanya dapat dilakukan setelah 3-4 jam pada bayi dan 1-2 jam
pada anak . Penggantian cairan bila masih ada diare atau muntah dapat diberikan sebanyak
10ml/kgbb setiap diare atau muntah.5
Secara ringkas kelompok Ahli gastroenterologi dunia memberikan 9 pilar yang perlu
diperhatikan dalam penatalaksanaan diare akut dehidrasi ringan sedang pada anak, yaitu2 :
1. Menggunakan CRO ( Cairan rehidrasi oral )
2. Cairan hipotonik
3. Rehidrasi oral cepat 3 4 jam
4. Realiminasi cepat dengan makanan normal
5. Tidak dibenarkan memberikan susu formula khusus
6. Tidak dibenarkan memberikan susu yang diencerkan
7. ASI diteruskan
8. Suplemen dnegan CRO ( CRO rumatan )
9. Anti diare tidak diperlukan
B. Dehidrasi Berat
Penderita dengan dehidrasi berat, yaitu dehidrasi lebih dari 10% untuk bayi dan anak
dan menunjukkan gangguan tanda-tanda vital tubuh ( somnolen-koma, pernafasan Kussmaul,
gangguan dinamik sirkulasi ) memerlukan pemberian cairan elektrolit parenteral. Penggantian
cairan parenteral menurut panduan WHO diberikan sebagai berikut 3,4,5 :
1. Usia <12 bln: 30ml/kgbb/1jam, selanjutnya 70ml/kgbb/5jam
2. Usia >12 bln: 30ml/kgbb/1/2-1jam, selanjutnya 70ml/kgbb/2-2 jam
26
3. Walaupun pada diare terapi cairan parenteral tidak cukup bagi kebutuhan
penderita akan kalori, namun hal ini tidaklah menjadi masalah besar karena hanya
menyangkut waktu yang pendek. Apabila penderita telah kembali diberikan diet
sebagaimana biasanya . Segala kekurangan tubuh akan karbohidrat, lemak dan
protein akan segera dapat dipenuhi. Itulah sebabnya mengapa pada pemberian
terapi cairan diusahakan agar penderita bila memungkinkan cepat mendapatkan
makanan / minuman sebagai biasanya bahkan pada dehidrasi ringan sedang yang
tidak memerlukan terapi cairan parenteral makan dan minum tetap dapat
dilanjutkan.7
C. Pemilihan jenis cairan
Cairan Parenteral dibutuhkan terutama untuk dehidrasi berat dengan atau tanpa
syok, sehingga dapat mengembalikan dengan cepat volume darahnya, serta memperbaiki
renjatan hipovolemiknya. Cairan Ringer Laktat (RL) adalah cairan yang banyak
diperdagangkan dan mengandung konsentrasi natrium yang tepat serta cukup laktat yang
akan dimetabolisme menjadi bikarbonat. Namun demikian kosentrasi kaliumnya rendah dan
tidak mengandung glukosa untuk mencegah hipoglikemia. Cairan NaCL dengan atau tanpa
dekstrosa dapat dipakai, tetapi tidak mengandung elektrolit yang dibutuhkan dalam jumlah
yang cukup. Jenis cairan parenteral yang saat ini beredar dan dapat memenuhi kebutuhan
sebagai cairan pengganti diare dengan dehidrasi adalah Ka-EN 3B.16 Sejumlah cairan
rehidrasi oral dengan osmolaliti 210 268 mmol/1 dengan Na berkisar 50 75 mEg/L,
memperlihatkan efikasi pada diare anak dengan kolera atau tanpa kolera.3
308
154
154
428
50
77
77
27
NaCl 0,225%
253
50
38,5
38,5
Riger Laktat
273
130
109
Laktat 28
Ka-En 3B
290
27
50
50
20
Laktat 20
Ka-En 3B
264
38
30
28
Laktat 10
311
111
90
80
20
Citrat 10
245
70
75
65
20
Citrat 10
213
60
60
70
20
Citrat 3
+D5
Standard WHOORS
Reduced
osmalarity
WHO-ORS
EPSGAN
recommendation
28
Macam
Diare Kolera
Dewasa
Diare Kolera Balita
Diare Non Kolera
Balita
Na
Cl
HCO3
140
13
104
44
101
27
92
32
56
26
55
14
perbaikan, maka amati adanya penyulit, hentikan pemberian antibiotik sebelumnya dan
berikan antibiotik yang sensitif terhadap Shigella berdasarkan area.1
A. Antibiotika pada diare
Penyebab
Antibiotik Pilihan
Alternatif
Kolera
Tetracycline
Erythromycin
12,5 mg/kgBB
12,5 mg/kgBB
Ciprofloxacin
Pivmecillinam
15 mg/kgBB
20 mg/kgBB
Shigella dysentery
Ceftriaxone
50-100 mg/kgBB
1x sehari IM selama 2-5 hari
Amoebiasis
Metronidazole
10 mg/kgBB
3x sehari selama 5 hari (10 hari pada kasus
berat)
Giardiasis
Metronidazole
10 mg/kgBB
3x sehari selama 5 hari
30
nafas, infeksi susunan saraf pusat, infeksi saluran kemih, infeksi sistemik lain
(sepsis,campak ), kurang gizi, penyakit jantung dan penyakit ginjal 8.
I.9 Komplikasi
Ganguan elektrolit
A.
B.
C.
D.
Hipernatremia
Hiponatremia
Hiperkalemia
Hipokalemia
I.10 Pencegahan
1) Mencegah penyebaran kuman patogen penyebab diare kuman-kuman pathogen
penyebab diare umumnya disebarkan secara fekal-oral. Pemutusan penyebaran kuman
penyebab diare perlu difokuskan pada cara penyebaran ini. Upaya pencegahan diare yang
terbukti efektif, meliputi:
A.
B.
C.
D.
I.11 Prognosis
31
Dengan penggantian cairan yang adekuat, perawatan yang mendukung, dan terapi
antimikrobial jika diindikasikan, prognosis diare hasilnya sangat baik dengan morbiditas dan
mortalitas yang minimal. Penderita dipulangkan apabila ibu sudah dapat/sanggup
membuat/memberikan oralit kepada anak dengan cukup walaupun diare masih berlangsung
dan diare bermasalah atau dengan penyakit penyerta sudah diketahui dan diobati
32
II.
II.1 Definisi
Diare kronis dan diare persisten seringkali dianggap suatu kondisi yang sama.
Ghishan menyebutkan diare kronis sebagai suatu episode diare lebih dari 2 minggu,
sedangkan kondisi serupa yang disertai berat badan menurun atau sukar naik oleh WalkerSmith et al. didefinisikan sebagai diare persisten.
Definisi diare kronis menurut Bhutta adalah episode diare lebih dari dua minggu,
sebagian besar disebabkan diare akut berkepanjangan akibat infeksi. The American
Gastroenterological Association adalah episode diare yang berlangsung lebih dari 4 minggu,
oleh etiologi non-infeksi serta memerlukan pemeriksaan lebih lanjut.
II.2 Epidemiologi
Diare persisten/kronis mencakup 3-20% dari seluruh episode diare pada balita.
Insidensi diare persisten di beberapa negara berkembang berkisar antara 7-15% setiap tahun
dan menyebabkan kematian sebesar 36-54% dari seluruh kematian akibat diare. Hal ini
menunjukkan bahwa diare persisten dan kronis menjadi suatu masalah kesehatan yang
mempengaruhi tingkat kematian anak di dunia. Di Indonesia, prevalensi diare
persisten/kronis sebesar 0,1%, dengan angka kejadian tertinggi pada anak-anak berusia 6-11
bulan.
II.3 Patogenesis / Patofisiologi
Patogenesis diare kronis melibatkan berbagai faktor yang sangat kompleks.
Pertemuan Commonwealth Association of Pediatric Gastrointestinal and Nutrition
(CAPGAN) menghasilkan suatu konsep pathogenesis diare kronis yang menjelaskan bahwa
paparan berbagai faktor predisposisi, baik infeksi maupun non-infeksi akan menyebabkan
rangkaian proses yang pada akhirnya memicu kerusakan mukosa usus dan mengakibatkan
diare kronis. Seringkali diare kronis dan diare persisten tidak dapat dipisahkan, sehingga
beberapa referensi hanya menggunakan salah stau istilah untuk menerangkan kedua jenis
diare tersebut. Meskipun sebenarnya definisi diare persisten dan diare kronis berbeda, namun,
kedua jenis diare tersebut lebih sering dianggap sebagai diare oleh karena infeksi.
33
Dua faktor utama mekanisme diare kronis adalah faktor intralumen dan faktor
mucosal. Faktor intralumen berkaitan dengan proses pencernaan dalam lumen termasuk
gangguan pankreas, hepar, dan brush border membrane. Faktor mucosal adalah faktor yang
mempengaruhi pencernaan dan penyerapan, sehingga berhubungan dengan segala proses
34
yang mengakibatkan perubahan integritas membrane mukosa usus, ataupun gangguan pada
fungsi transport protein.
Secara umum, patofisiologi diare kronis/persisten digambarkan secara jelas oleh
Ghishan, dengan membagi menjadi lima mekanisme, yakni:
1. Sekretoris
Diare sekretorik adalah diare yang terjadi akibat aktifnya enzim adenil siklase. Enzim
ini selanjutnya akan mengubah ATP menjadi cAMP. Akumulasi cAMP intrasel akan
menyebabkan sekresi aktif ion klorida, yang akan diikuti secara positif ileh air, natrium,
kaliumm dan bikarbonat ke dalam lumen usus sehingga terjadi diare dan muntah-muntah
sehingga penderita cepat jatuh ke dalam keadaan dehidrasi.
Pada anak, diare sekretorik ini sering disebabkan oleh toksin yang dihasilkan oleh
mikroorganisme Vibrio, ETEC, Shigella, Clostridium, Salmonella, Campylobacter. Toksin
yang dihasilkannya tersebut akan merangsang enzim adenil siklase, selanjutnya enzim
tersebut akan mengubah ATP menjadi cAMP. Diare sekretorik pada anak paling sering
disebabkan oleh kolera.
Gejala dari diare sekretorik ini adalah 1) diare yang cair dan bila disebabkan oleh
vibrio biasanya hebat dan berbau amis, 2) muntah-muntah, 3) tidak disertai dengan panas
badan, dan 4) penderita biasanya cepat jatuh ke dalam keadaan dehidrasi.
2. Osmotik
Diare osmotik adalah diare yang disebabkan karena tingginya tekanan osmotik pada
lumen usus sehingga akan menarik cairan dari intra sel ke dalam lumen usus, sehingga terjadi
diare berupa watery diarrhea. Paling sering terjadinya diare osmotik ini disebabkan oleh
malabsorpsi karbohidrat.
Monosakarida biasanya diabsorpsi baik oleh usus secara pasif maupun transpor aktif
dengan ion Natrium. Sedangkan disakarida harus dihidrolisa dahulu menjadi monosakarida
oleh enzim disakaridase yang dihasilkan oleh sel mukosa. Bila terjadi defisiensi enzim ini
maka disakarida tersebut tidak dapat diabsorpsi sehingga menimbulkan osmotic load dan
terjadi diare.
Disakarida atau karbohidrat yang tidak dapat diabsorpsi tersebut akan difermentasikan
di flora usus sehingga akan terjadi asam laktat dan gas hidrogen. Adanya gas ini terlihat pada
perut penderita yang kembung (abdominal distention), pH tinja asam, dan pada pemeriksaan
dengan klinites terlihat positif. Perlu diingat bahwa enzim amilase pada bayi, baru akan
35
terbentuk sempurna setelah bayi berusia 3-4 bulan. Oleh sebab itu pemberian makanan
tambahan yang mengandung karbohidrat kompleks tidak diberikan sebelum usia 4 bulan,
karena dapat menimbulkan diare osmotik.
Gejala dari diare osmotik adalah 1) tinja cair/watery diarrhae akan tetapi biasanya
tidak seprogresif diare sekretorik, 2) tidak disertai dengan tanda klinis umum seperti panas, 3)
pantat anak sering terlihat merah karena tinja yang asam, 4) distensi abdomen, 5) pH tinja
asam dan klinitest positif. Bentuk yang paling sering dari diare osmotik ini adalah intoleransi
laktosa akibat defisiensi enzim laktase yang dapat terjadi karena adanya kerusakan mukosa
usus. Dilaporkan kurang lebih sekitar 25-30% dari diare oleh rotavirus terjadi intoleransi
laktosa.
3. Mutasi protein transport
Mutasi protein CLD (Congenital Chloride Diarrhea) yang mengatur pertukaran ion
Cl-/HCO3- pada sel brush border apical usus uleo-colon, berdampak pada gangguan absorpsi
Cl- dan menyebabkan HCO3- tidak dapat tersekresi. Hal ini berlanjut pada alkalosis
metabolic dan pengasaman isi usus yang kemudian mengganggu proses absorpsi Na+. Kadar
Cl- dan Na+ yang tinggi di dalam usus memicu terjadinya diare dengan mekanisme osmotik.
Pada kelainan ini, anak mengalami diare cair sejak prenatal dengan konsekuensi
polihidramnion, kelahiran premature dan gangguan tumbuh kembang. Kadar klorida serum
rendah, sedangkan kadar klorida di tinja tinggi. Kelainan ini telah dilaporkan di berbagai
daerah di dunia seperti Amerika Serikat, Kanada, hampir seluruh negara di Eropa, Timur
Tengah, Jepang dan Vietnam. Selain mutasi pada penukar Cl-/HCO3-, didapat juga mutasi
pada penukar Na+/H+ dan Na+-protein pengangkut asam empedu.
4. Pengurangan luas permukaan anatomi usus
Oleh karena berbagai gangguan pada usus, pada kondisi-kondisi tertentu se[erti
necrotizing enterocolitis, volvulus, atresia intestinal, penyakit Crohn, dan lain-lain,
diperlukan pembedahan, bahkan pemotongan bagian usus yang kemudia menyebabkan short
bowel syndrome. Diare dengan pathogenesis ini ditandai dengan kehilangan cairan dan
elektrolit yang masif, serta malabsorbsi makro dan mikronutrien.
Usus Kecil
Usus Besar
Tampilan
Watery
Volume
Banyak
Sedikit
Frekuensi
Meningkat
Meningkat
Darah
Tinja
Kemungkinan <5,5
>5,5
Substansi
Kemungkinan positif
Negatif
WBC
< 5 / LPK
Serum WBC
Normal
Kemungkinan leukositosis
pereduksi
(bandemia)
Organisme
37
Proses
pencernaan
ASI
di
lambung
berlangsung
lebih
cepat
Terapi farmakologis
Terapi antibiotik rutin tidak direkomendasikan karena terbukti tidak efektif. Antibiotik
diberikan hanya jika terdapat tanda-tanda infeksi, baik infeksi intestinal maupun ekstraintestinal. Jika dalam tinja didapatkan darah, segera diberikan antibiotic yang sensitive untuk
shigellosis. Metronidazole oral (50mg/kg dalam 3 dosis terbagi) diberikan pada kondisi
adanya trofozoit Entamoeba histolytica dalam sel darah, adanya trofozoit Giardia lamblia
pada tinja, atau jika tidak didapatkan perbaikan klinis pada pemberian dua antibiotic berbeda
yang biasanya efektif untuk Shigella. Jika dicurigai penyebab adalah infeksi lainnya,
antibiotic disesuaikan dengan hasil biakan tinja dan sensitivitas.
II.7 Follow up
Follow up diperlukan untuk memantau tumbuh kembang anak sekaligus memantau
perkembangan hasil terapi. Anak-anak yang tidak menunjukkan perbaikan dengan terapi
diare persisten membutuhkan pemeriksaan lebih lanjut untuk menyingkirkan kemungkinan
40
intractable diarrhea, yaitu diare yang berlangsung 2 minggu di mana 50% kebutuhan
cairan anak harus diberikan dalam bentuk intravena. Diare ini banyak ditemukan di negara
maju, dan berhubungan dengan kelainan genetic. Kegagalan manajemen nutrisi ditandai
dengan adanya peningkatan frekuensi berat badan dalam waktu 7 hari.
41
42
Faktor bayi
Faktor maternal
menurunnya
motilitas
gastrointestinal
Antimikroba, termasuk antibiotic dan
anti-parasit
Diare persisten merupakan salah satu manifestasi klinis yang banyak dijumpai pada
penderita HIV. Studi di Zaire menunjukkan bahwa insidensi diare persisten 5x lebih tinggi
pada anak-anak dengan staus HIV seropositif. Faktor penting yang meningkatkan kerentanan
anak-anak dengan HIV terhadap kejadian diare persisten adalah jumlah episode diare akut
sebelumnya. Setiap episode diare akut pada pasien HIV meningkatkan risiko 1,5x untuk
terjadinya diare persisten. Parthasarathy (2006) mengemukakan bahwa skrining yang
dilakukan di India menunjukkan 4,1% anak dengan diare persisten berstatus HIV seropositif.
Meskipun pathogenesis virus HIV dalam menyebabkan diare pada anak-anak balum
diketahui secara jelas, diduga kejadian diare persisten pada kasus HIV terkait dengan
perubahan status imunitas. Pada infeksi HIV, terjadi penurunan kadar CD4, IgA sekretorik,
dan peningkatan CD 8 lamina propia. Perubahan keadaan ini memacu pertumbuhan bakteri.
Berbagai pathogen dari kelompok virus, bakteri, dan parasit dapat menyebabkan diare
persisten pada HIV. Attili et al (2006) menyebutkan bahwa parasit yang terbanyak dijumpai
pada penderita HIV dengan diare persisten adalah Entamoeba histolytica (17,1%). Isidensi
infeksi oportunistik ini meningkat pada keadaan kadar CD4 yang rendah. Schmidt (1997)
mengemukakan bahwa microsporodia adalah parasit terbanyak penyebab diare persisten pada
HIV. Parasit ini menyebabkan pemendekan dan pengurangan luas permukaan villi usus,
meskipun kondisi ini juga didapatkan pada pasien-pasien HIV tanpa gejala diare persisten.
Selain itu, insidensi defisiensi lactase lebih tinggi pada pasien HIV dengan infeksi
microsporidiasis. Grohmann et al (1993) menyatakan bahwa Astrovirus, Picobirnavirus,
Calicivirus, dan Adenovirus adalah enterovirus terbanyak pada HIV dengan diare.
II.9.2. Diare persisten pada keganasan
Beberapa tumor dapat menghasilkan hormone yang secara langsung menstimulus
sekresi usus dan menyebabkan diare. Ada pula tumor yang dapat menyebabkan gangguan
pada absorpsi nutrient dan berdampak pada diare. Pada pancreatic cholera, terbentuk
neoplasma sel endokrin pada pankreas yang menghasilkan suatu neurotransmitter dan
memicu terjadinya sekresi berlebihan di usus. Pada sindrom carcionoid, terbentuk tumor
carcinoid yang mensekresi serotonin, bradikinin, prostaglandin, dan substansi P yang ke
semuanya menstimulus proses sekresi usus. Karsinoma meduller tiroid menghasilkan
kalsitonin yang menstimulus sekresi di usus, menyebabkan sekitar 30% penderita karsinoma
tersebut mengalami diare. Pada sindroma Zollinger-Ellison (gastrinoma), peningkatan
produksi asam lambung yang disebabkan tumor penghasil gastrin dapat mengganggu enzim
44
pada
kemampuan
untuk
menghindari
pemakaian
obat-obat
tersebut.Pada pasca bedah prognosis tergantung pada sejauh mana akibat tindakan operasi
pada penderita di samping faktor penyakit dasarnya sendiri.
45
BAB III
KESIMPULAN
Diare masih merupakan salah satu penyebab utama morbilitas dan mortalitas anak di
negara yangsedang berkembang termasuk di Indonesia. Diare didefinisikan sebagai
peningkatan dari frekuensi tinja atau konsistensinya menjadi lebih lunak sehingga dianggap
abnormal oleh ibunya. Secara garis besar, diare dibagi menjadi diare akut dan diare kronis
atau persisten.
Diare akut merupakan masalah yang sering terjadi baik di negara berkembang maupun negara
maju. Sebagian besar disebabkan oleh rotavirus sehingga bersifat self-limiting dan hanya
perlu diperhatikan keseimbangan cairan dan elektrolit. Bila ada tanda dan gejala diare akut
karena infeksi bakteri dapat diberikan terapi antimikrobial secara empirik, yang kemudian
dapat dilanjutkan dengan terapi spesifik sesuai dengan hasil kultur. Pengobatan simtomatik
dapat diberikan karena efektif dan cukup aman bila diberikan sesuai dengan aturan. Prognosis
diare akut infeksi bakteri baik, dengan morbiditas dan mortalitas yang minimal.
Pencegahannya dapat dilakukan dengan higiene dan sanitasi yang baik.
Diare kronis merupakan diare yang berlangsung dalam waktu lebih dari dua minggu.
Penyebab diare kronis sangat banyak namun penyebab tersering pada bayi dan anak adalah
malabsorpsi dan proses infeksi. Penatalaksanaan diare kronis pada prinsipnya harus
dikerjakan bersama-sama dengan pemberian nutrisi yang cukup untuk memenuhi atau
memelihara pertumbuhan normal. Malnutrisi kalori dan protein harus dihindari sebisa
mungkin karena hal tersebut dapat menjadi variable pengganggu yang memperlambat atau
menghambat pengembalian ke fungsi usus normal.
46
DAFTAR PUSTAKA
31
47