Anda di halaman 1dari 5

Standar Penyimpanan Vaksin

Standar Penyimpanan Vaksin Menurut Depkes RI dan WHO

Vaksin adalah senyawa antigenik yang digunakan untuk menghasilkan


kekebalan aktif danmeningkatkan imunitas tubuh terhadap suatu
penyakit sehingga tubuh dapat segera membuat antibodi yang di
kemudian hari dapat mencegah atau kebal dari penyakit tersebut.
Pada tahun 1877 Louis Pasteur membuat suatu vaksin, menggunakan
kuman hidup yang telah dilemahkan. Vaksin ini dimaksudkan untuk
vaksinasi cowpok dan smallpox. Pada tahun 1881 mulai dibuat vaksin
anthrax, menyusul pembuatan vaksin rabies tahun 1885.

Terkait dengan penyimpanan vaksin, aturan umum untuk sebagian


besar vaksin, bahwa vaksin harus didinginkan pada temperature 2-8°
C dan tidak membeku. Sejumlah vaksin (DPT, Hib, Hepatitis B dan
Hepatitis A) akan tidak aktif bila beku. Vaksin yang disimpan dan
diangkut secara tidak benar akan kehilangan potensinya. Instruksi
pada lembar penyuluhan (brosur) informasi produk harus disertakan.

Penyimpanan vaksin membutuhkan suatu perhatian khusus karena


vaksin merupakan sediaan biologis yang rentan terhadap perubahan
temperatur lingkungan. Pada setiap tahapan rantai dingin maka
transportasi vaksin dilakukan pada temperature 0°C sampai 8°C.
Vaksin polio boleh mencair dan membeku tanpa membahayakan
potensi vaksin. Vaksin DPT, DT, dT, hepatitis-B dan Hib akan rusak bila
membeku pada temperature 0° (vaksin hepatitis-B akan membeku
sekitar -0,5°C).

Menurut Petunjuk Pelaksanaan Program Imunisasi, Depkes RI, 1992,

http://www.indonesian-publichealth.com/standar-penyimpanan-vaksin/ 13/10/18 11.48


Halaman 1 dari 5
sarana penyimpanan vaksin di setiap tingkat administrasi berbeda. Di
tingkat pusat, sarana penyimpan vaksin adalah kamar dingin/cold
room. Ruangan ini seluruh dindingnya diisolasi untuk menghindarkan
panas masuk ke dalam ruangan. Ada 2 kamar dingin yaitu dengan
suhu +2o C sampai +8o C dan suhu -20o C sampai -25o C. Sarana ini
dilengkapi dengan generator cadangan untuk mengatasi putusnya
aliran listrik. Di tingkat provinsi vaksin disimpan pada kamar dingin
dengan suhu -20o C sampai -25o C, di tingkat kabupaten sarana
penyimpanan vaksin menggunakan lemari es dan freezer.

Dasar yang menjadi pertimbangan dalam memilih cold chain antara


lain meliputi jumlah sasaran, volume vaksin yang akan dimuat, sumber
energi yang ada, sifat, fungsi serta stabilitas suhu sarana
penyimpanan, suku cadang dan anjuran WHO atau hasil penelitian
atau uji coba yang pernah dilakukan. Sarana cold chain di tingkat
Puskesmas merupakan sarana penyimpanan vaksin terakhir sebelum
mencapai sasaran. Tingginya frekuensi pengeluaran dan pengambilan
vaksin dapat menyebabkan potensi vaksin cepat menurun.

Untuk melakukan pemantauan suhu rantai dingin (cold chain) vaksin


maka digunakan pemantau suhu. Pada kamar dingin (cold room) alat
pemantau suhu berupa lampu alarm yang akan menyala bila suhu di
dalamnya melampaui suhu yang ditetapkan. Untuk memantau suhu
lemari es selain menggunakan termometer yang terletak pada dinding
luar lemari es juga menggunakan termometer yang diletakkan dalam
lemari es.Sementara standar WHO (Userʼs handbook for vaccine,
2002), menjelaskan detail susunan vaksin dalam lemari es
sebagaimana pada gambar disamping :

Agar vaksin tetap mempunyai potensi yang baik sewaktu diberikan

http://www.indonesian-publichealth.com/standar-penyimpanan-vaksin/ 13/10/18 11.48


Halaman 2 dari 5
kepada sasaran maka vaksin harus disimpan pada suhu tertentu
dengan lama penyimpanan yang telah ditentukan di masing¬-masing
tingkatan administrasi. Untuk menjaga rantai dingin vaksin yang
disimpan pada lemari es di Puskesmas, perlu diperhatikan hal-hal
sebagai berikut :

\. Pengaturan dan penataan vaksin di dalam lemari es


]. Pengontrolan suhu lemari es dengan penempatan termometer di
dalam lemari di tempat yang benar dan pencatatan suhu pada
kartu suhu atau grafik suhu sebanyak dua kali sehari pada pagi
dan siang hari
^. Pencatatan data vaksin di buku catatan vaksin meliputi tanggal
diterima atau dikeluarkan, nomor batch, tanggal kadaluarsa,
jumlah diterima atau dikeluarkan dan jumlah sisa yang ada.

Cara penyimpanan untuk vaksin sangat penting karena menyangkut


potensi dan daya antigennya. Beberapa faktor yang mempengaruhi
penyimpanan vaksin adalah antara lain suhu, sinar matahari dan
kelembaban. Sedangkan standard waktu penyimpanan vaksin disetiap
tingkatan, menurut userʼs handbook for vaccine cold room or freezer
room, WHO ( 2002), sebagaimana gambar berikut :

Standar Tempat dan Suhu Vaksin

http://www.indonesian-publichealth.com/standar-penyimpanan-vaksin/ 13/10/18 11.48


Halaman 3 dari 5
Pada awalnya vaksin yang berasal dari virus hidup seperti polio dan
campak, harus disimpan pada suhu di bawah 0oC. Namun
berdasarkan penelitian berikutnya, ternyata hanya vaksin polio yang
masih memerlukan suhu dibawah 0oC. Sementara vaksin campak
dapat disimpan di refrigerator pada suhu 2oC-8oC. Sedangkan vaksin
lainnya harus disimpan pada suhu 2oC-8oC.

Sesuai Pedoman Teknis Imunisasi Tingkat Puskesmas, Depkes RI,


2005, vaksin hepatitis B, DPT, TT, dan DT tidak boleh terpapar pada
suhu beku karena vaksin akan rusak akibat meningkatnya konsentrasi
zat pengawet yang merusak antigen. Sementara terkait penyimpanan
vaksin, susunannya harus diperhatikan. Karena suhu dingin dari lemari
es/freezer diterima vaksin secara konduksi, maka ketentuan jarak antar
kemasan vaksin harus dipenuhi. Demikian pula letak vaksin menurut
jenis antigennya mempunyai urutan tertentu untuk menghindari
penurunan potensi vaksin yang terlalu cepat.

Pada pelaksanaan program imunisasi, salah satu kebijakan yang


dipersyaratkan adalah tetap membuka vial atau ampul baru meskipun
sasaran sedikit. Jika pada awalnya indeks pemakaian vaksin menjadi
sangat kecil dibandingkan dengan jumlah dosis per vial/ampul, namun
tingkat efisiensi dari pemakaian vaksin ini harus semakin tinggi.
Sementara menurut WHO, prinsip yang dipakai dalam mengambil
vaksin untuk pelayanan imunisasi, adalah, Earliest Expired First Out
(EEFO) (dikeluarkan berdasarkan tanggal kadaluarsa yang lebih dulu).
Dengan adanya Vaccine Vial Monitor (VVM) ketentuan EEFO tersebut
menjadi pertimbangan kedua. Vaccine Vial Monitor sangat membantu
petugas dalam manajemen vaksin secara cepat dengan melihat
perubahan warna pada indikator yang ada.

http://www.indonesian-publichealth.com/standar-penyimpanan-vaksin/ 13/10/18 11.48


Halaman 4 dari 5
Refference, antara lain :

Petunjuk Pelaksanaan Program Imunisasi, Departemen Kesehatan


RI. 1992.
Evaluasi Potensi Vaksin dan Pengelolaan Rantai Dingin Program
Imunisasi tahun 1997/1998 dan tahun 1998/1999, Departemen
Kesehatan RI, 1999
Pedoman Teknis Imunisasi Tingkat Puskesmas, Departemen
Kesehatan RI, 2005

Incoming Search Terms:

penyimpanan vaksin
suhu penyimpanan vaksin
cara penyimpanan vaksin
cara penyimpanan vaksin menurut depkes
suhu vaksin
cara penyimpanan vaksin yang benar
suhu penyimpanan vaksin polio
cara menyimpan vaksin
penyimpanan vaksin polio
penyimpanan vaksin yang benar
penyimpanan vaksin pdf
tempat penyimpanan vaksin
vaksin disimpan pada suhu
penyimpanan vaksin hepatitis b
cara penyimpanan imunisasi

http://www.indonesian-publichealth.com/standar-penyimpanan-vaksin/ 13/10/18 11.48


Halaman 5 dari 5

Anda mungkin juga menyukai