Anda di halaman 1dari 41

LAPORAN KASUS KEMATIAN

DIVISI NEFROLOGI

ENSEPHALOPATHY UREMIKUM DENGAN ACUTE KIDNEY INJURY


TIPE FAILURE, SEPSIS, EFUSI PLEURA MASIF DAN LEIOMIOMA
PADA ANAK PEREMPUAN USIA 5 TAHUN 1 BULAN
Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK.UNHAS

RSUP. Dr. Wahidin Sudirohusodo, Makassar

PENDAHULUAN

Acute renal failure (AKI) digambarkan sebagai spektrum fungsi


ginjal yang terganggu secara tiba-tiba yang mengakibatkan gangguan
keseimbangan cairan, elektrolit, dan produk limbah dari tubuh. Hal ini
merupakan penyebab morbiditas dan mortalitas yang semakin umum
pada anak-anak. AKI menunjukkan penurunan mendadak dan sering
reversibel dalam fungsi ginjal, yang diukur dengan laju filtrasi glomerulus
(GFR). Beberapa definisi telah digunakan, terutama kriteria Risk, Injury,
Failure, Kehilangan fungsi ginjal, penyakit ginjal stadium akhir dengan
menggunakan skor RIFLE (pRIFLE) pediatrik (Ciccia et al, 2017; Goyal et
al, 2021).

Uremia adalah kondisi klinis yang berhubungan dengan perburukan


fungsi ginjal. Hal ini ditandai dengan kelainan cairan, elektrolit, hormonal,
dan metabolik. Uremia paling sering terjadi pada pengaturan penyakit
ginjal kronis dan stadium akhir, tetapi juga dapat terjadi sebagai akibat
dari cedera ginjal akut. Pemeriksaan laboratorium untuk mengevaluasi
kelainan hemoglobin, kalsium, fosfat, hormon paratiroid, albumin, kalium,
dan bikarbonat selain urinalisis (dengan pemeriksaan mikroskopis) akan
membantu dalam melihat penyebab dari ginjal (Zemaitis et al, 2021).

1
Terdapat beberapa komplikasi dalam perjalanan akut pada pasien
dengan AKI. Komplikasi yang paling umum diantara semua selama
perjalanan penyakit akut dari AKI pada anak-anak adalah hipertensi.
Komplikasi lain yang dilaporkan adalah anemia, hiperkalemia, pneumonia,
kejang, koagulasi intravaskular diseminata (DIC), meningitis, aritmia
jantung dan efusi pleura (Ismail Hassan et al 2017).

Sepsis merupakan pencetus utama penyakit kritis pada anak.


Salah satu komorbiditas umum dari sepsis berat adalah AKI. AKI yang
membutuhkan terapi penggantian ginjal telah dikaitkan dengan risiko
kematian yang berlebihan pada pasien dengan sepsis atau syok septik.
Hal ini menunjukkan bahwa ini bukan hanya cerminan dari keparahan
penyakit yang mendasarinya yakni sepsis tetapi karena efek spesifik dan
mendalam dari disfungsi ginjal akut itu sendiri yang meningkatkan pada
risiko kematian (Fitzgerald et al, 2016).
Leiomioma merupakan tumor ginekologi jinak yang paling umum
pada wanita pramenopause. Leiomioma terdiri dari sel-sel monoklonal
yang timbul dari miometrium (Florence et al, 2021). Leiomioma sering
melibatkan lambung dan usus kecil dan lebih sering ditemukan di jejunum
pada anak-anak. Usia saat timbulnya gejala bervariasi dari periode bayi
baru lahir hingga remaja, dengan lebih dari setengah leiomioma terjadi
pada periode bayi baru lahir (Ladd et al, 2006).
Makalah ini melaporkan kasus kematian anak perempuan usia 5
tahun 1 bulan dengan enselopati uremikum dengan gangguan ginjal akut
tipe failure, sepsis, efusi pleura masif dan leiomioma.

2
LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN

Nama : An. BC
No. Rekam medik : 93-89-95
Tanggal lahir : 22-05-2016
Umur : 5 Tahun 1 bulan
Jenis kelamin : Perempuan
Berat Badan : 24 kg
Tinggi Badan : 113 cm
Datang ke IGD RS : 23-06-2021
Alamat : Asrama Lompobattang

IDENTITAS ORANG TUA


Ayah Ibu
Nama G S
Umur 45 tahun 35 tahun
Pendidika
n SMA SMA
Pekerjaan Pelaut IRT

ANAMNESIS
Keluhan Utama: Sesak.
Anamnesis terpimpin : yang diperhatikan sejak 4 hari sebelum masuk
rumah sakit kemudian memberat sejak 1 hari terakhir. Tidak demam dan
kejang, riwayat kejang 3 hari sebelum masuk rumah sakit dengan
frekuensi 2 kali, bersifat fokal, durasi kurang dari 5 menit, setelah kejang
pasien mengalami penurunan kesadaran selama 1 hari. Anak tidak
muntah dan muntah. Anak dipuasakan sejak 3 hari. Terdapat bengkak

3
pada kedua kelopak mata dan punggung kaki sejak 3 hari yang lalu.
Buang air besar belum 2 hari. Buang air kecil kuning via kateter.
Riwayat dirawat di rumah sakit Labuang Baji pada 2 Juni sampai 16
Juni 2021, pasien menjalani operasi tanggal 7 Juni dengan ditemukan
tumor intraabdomen dengan hasil biopsi leiomioma. Riwayat kembali
dirawat di rumah sakit Labuang Baji pada tanggal 19 Juni 2021 dengan
keluhan sesak dan penurunan kesadaran dan diberikan terapi
ceftriaksone, ranitidine dan parasetamol kemudian dirujuk ke RSUP DR
Wahidin Sudirohusodo.
Riwayat buang air kecil sedikit-sedikit sejak 5 hari. Riwayat demam
tidak ada. Riwayat hipertensi sebelumya tidak ada. Riwayat sering pusing
tidak ada. Riwayat sering nyeri sendi tidak ada. Riwayat rambut rontok
tidak ada. Riwayat kemerahan dimuka tidak ada. Riwayat fotosensitivitas
tidak ada. Riwayat sering sariawan tidak ada. Riwayat tumor dalam
keluarga tidak ada.

Riwayat pribadi atau sosial pasien

a. Riwayat kehamilan ibu

Pasien merupakan anak pertama. Kehamilan ini merupakan


kehamilan yang diinginkan. Pada saat hamil ibu berusia 30 tahun.
Selama hamil, ibu rutin memeriksakan kehamilannya, mengkonsumsi
vitamin dan tablet penambah darah. Selama hamil ibu tidak pernah
mengalami muntah yang berlebihan dan tidak pernah mengalami
keguguran sebelumnya, tidak pernah mengkonsumsi obat-obatan
selama hamil yang tidak direkomendasikan dokter.

b. Riwayat persalinan

Pasien lahir melalui persalinan pervaginam di puskesmas, lahir


dengan pertolongan dokter. Kehamilan cukup bulan, langsung

4
menangis dengan APGAR score tidak diketahui dan air ketuban
jernih. Pasien lahir dengan berat 3000 gram, panjang badan tidak
ingat.
c. Riwayat pasca lahir

Segera setelah lahir, pasien mendapatkan suntikan vitamin K,


imunisasi Hepatitis B0 dan Polio. Keadaan pasien setelah lahir
menurut ibu baik tidak pernah kuning, tidak pernah kejang maupun
biru.

d. Riwayat Asupan nutrisi

Pasien mendapatkan ASI sejak lahir sampai usia 2 tahun. Sejak usia
6 bulan pasien mendapatkan makanan tambahan berupa bubur halus,
dan pada usia 9 bulan diberikan bubur kasar. Pasien mendapat
makanan biasa pada usia 1 tahun. Makanan nasi, ikan, telur, daging,
tempe, sayur dan buah. Sebelum anak sakit anak selalu makan 3 kali
sehari dan menghabiskan setiap porsinya.

e. Riwayat imunisasi

Pasien telah mendapatkan imunisasi yaitu hepatitis B 4 kali (usia 0


hari, 2, 3, 4 bulan), polio oral 5 kali hari, 2, 3, 4 dan 18 bulan), BCG
saat usia 1 bulan. DPT 4 kali (usia 2,3,4 dan 18 bulan) dan Campak 2
kali (usia 9 bulan dan 18 bulan)

f. Riwayat kebutuhan dasar anak

Asuh (fisis- biomedis)

Pasien mendapatkan ASI sejak lahir sampai 2 tahun dan mendapat


MPASI sejak usia 6 bulan. Pasien mendapatkan imunisasi dasar
lengkap. Bila anak sakit orang tua membawa anak ke rumah sakit.
Orang tua memenuhi kebutuhan pangan dan sandang dengan baik.

5
Asih (psikososial)

Pasien mendapatkan kasih sayang yang cukup dari orang tuanya. Anak
lahir dari perkawinan pertama kedua orang tuanya dan anak merupakan
anak yang diharapkan. Ibu yang sabar dan memberikan perhatian khusus
pada anak.
Asah (Stimulasi)
Anak di asuh oleh kedua orang tuanya, ibu bekerja sebagai ibu rumah
tangga yang sangat perhatian terhadap tumbuh dan kembangnya, ayah
seorang buruh bangunan, sering menemani anaknya bermain jika ayah
libur bekerja.

PEMERIKSAAN FISIS
Keadaan umum : sakit berat / gizi baik / komposmentis GCS 12 (E3M5V4),
Tanda vital:
Tekanan darah 140/100 mmHg
P90 : 93/55 mmHg
P90 : 107/67 mmHg
P95 : 110/71 mmHg
P95 + 12 mmHg : 112/83 mmHg
Nadi : 118 kali/menit,
Pernapasan : 32 kali/menit,
Suhu badan: 36,6 0C,
Sp02 : 99% dengan oksigen 10 liter/menit non rebreathing mask,
Skala nyeri 1 Flacc, dan
CRT : <3 detik.

6
Tabel tekanan darah anak perempuan berdasarkan usia dan
persentil tinggi badan.

Status generalis :
Kepala : Mesosefal, normosefal, lingkar kepala 51 cm (N :45-
55 cm),
Rambut : Hitam lurus dan sukar dicabut.
Muka : Simetris.
Telinga : Tidak ada otorea
Mata : Ada pucat, ada edema palpebral, tidak ada ikterus,
pupil isokor, diameter 2,5 mm/2,5 mm, refleks
cahaya kesan normal dan simetris.
Hidung : Tidak ada rhinore
Bibir : Tidak ada sianosis, tidak ada perdarahan
Lidah : Tidak ada sianosis
Mulut : Tidak ada stomatitis
Gigi : Tidak ada caries dentis

7
Gusi : Tidak ada pendarahan
Tenggorok : Tidak hiperemis
Leher : Kaku kuduk tidak ada, tidak terima limfadenopati
Tonsil : T1 – T1 tidak hiperemis.
Dada : Simetris kiri sama dengan kanan, tidak ada iga
gambang.
Jantung : Iktus kordis tidak tampak. Batas Jantung atas
interkostal 3, kanan linea parasternalis kanan, kiri
linea midclavikularis sinistra. Bunyi Jantung I / II
reguler, bising jantung tidak ada
Paru-paru : Tidak ada retraksi, Sonor kiri sama dengan kanan.
Bunyi pernapasan vesikuler (menurun pada
hemitoraks kiri), wheezing dan rhonki.
Abdomen : Tampak luka operasi tertutup verban. Datar, ikut
gerak napas. Peristaltik kesan normal. Hepar dan lien
tidak teraba. Ada ascites, shifting dullness positif.
Ada residu kehijauan. Lingkar perut 67 cm
Kelenjar limfe : Limfadenopati tidak ada.
Alat kelamin : Tidak ada edema vulva.
Status pubertas : A1M1P1.
Anggota gerak : Fisiologis kesan normal, tidak ditemukan refleks
patologis, refleks tendon tidak ada. Ada edema
pretibial dan dorsum pedis.
Kolumna vertebralis: Tidak ada gibbus dan skoliosis
Kulit : Tampak scar BCG

8
Lingkar kepala : 49 cm (Normal 48-54 cm)

9
Berat badan aktual : 24 kg,
Berat badan koreksi :19,2 kg,
Tinggi badan 113 cm,
BB / TB : 19.2/19 x 100% : : 99% (Normal)
BB/U : 19.2/18 x 100 % : 106% (Berat badan baik )
TB/U : 113/108x100% : 104 % (Perawakan normal)

10
LABORATORIUM
RSUP DR Wahidin Sudirohusodo
Tanggal Pemeriksaan Jenis Hasil Nilai normal
Pemeriksaa
n
23/06/21 Hb 7,1 12-16 g/dl
HCT 23 37-47%
Leukosit 24.100 4000-10.000 mm3
Trombosit 289.000 150.000-400.000/mm3
Ureum 127 10-50 mg/dl
Creatinine 2,84 <1,1 mg/dl
SGOT 34 <38 U/l
SGPT 4 <41 U/l
Albumin 3,1 3,5-5 gr/dl
Natrium 143 136-145 mmol
Kalium 3,5 3,5-5,1 mmol
Klorida 110 97-111 mmol
Retikulosit 2.88 0,5-1,5 x 103 ul

GFR: 0,55 x 113/ 2,84 = 21,88 (normal 106-160) = penurunan GFR 79%
Urine rutin: Warna kuning keruh, pH 6,5, berat jenis 1.015, protein
++/100 mg/dl, blood +++/200, leukosit ++/125,
sedimen leukosit 35, sedimen eritrosit 274.
Foto thoraks 23/6/2021 (RSUP DR Wahidin Sudirohusodo)
Kesan:
Efusi pleura massif dan terpasang gastric tube dengan tip kesan berada
ada gaster

11
Hasil Biopsi 30 Juni 2021 :

RESUME :
Anak perempuan usia 5 tahun 1 bulan datang dengan keluhan
utama sesak, yang diperhatikan sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit
dan memberat sejak 1 hari terakhir. Tidak demam dan kejang. Ada riwayat
kejang 3 hari sebelum masuk rumah sakit dengan frekuensi 2 kali, bersifat
fokal, durasi kurang dari 5 menit, setelah kejang pasien mengalami
penurunan kesadaran selama 1 hari. Anak tidak muntah dan muntah.
Anak dipuasakan sejak 3 hari. Ada bengkak pada kedua kelopak mata
dan punggung kaki sejak 3 hari. Buang air besar belum 2 hari. Buang air
kecil kuning via kateter. Riwayat buang air kecil sedikit-sedikit sejak 5 hari.
Riwayat dirawat di rumah sakit LB pada 2 Juni sampai 16 Juni 2021 untuk
menjalani operasi tanggal 7 Juni dengan ditemukan tumor intraabdomen
dengan hasil biopsy leiomioma. Riwayat kembali dirawat di Rumah Sakit

12
Labuang Baji pada tanggal 19 Juni 2021 dengan keluhan sesak dan
penurunan kesadaran dan diberikan terapi ceftriaksone, ranitidine dan
parasetamol kemudian dirujuk ke RSUP DR Wahidin Sudirohusodo.
Pada pemeriksaan fisis didapatkan Keadaan umum anak tampak
sakit berat, gizi baik, kesadaran GCS 12 (E4M6V5), tekanan darah
140/100 mmHg, Nadi 118 kali/menit, pernapasan: 32 kali/menit, suhu
badan: 36,6 0C, Sp02 99% dengan oksigen 10 liter/menit non rebreathing
mask, skala nyeri 1 Flacc dan CRT<3 detik. Ada pucat, ada edema
palpebral. Tidak ada retraksi. Sonor kiri sama dengan kanan. Bunyi
pernapasan vesikuler (menurun pada hemitoraks kiri), tdak ada wheezing
dan rhonki. Jantung Bunyi Jantung I / II reguler, tidak ada bising.
Abdomen tampak luka operasi tertutup verban, tidak distended, ikut gerak
napas. Peristaltik kesan normal. Hepar dan lien tidak teraba. Ada ascites.
Ada edema pretibial dan dorsum pedis.
Pada pemeriksaan penunjang, dari pemeriksaan darah rutin
ditemukan adanya leukositosis, anemia, peningkatan fungsi ginjal dan
hipoalbuminemia. Pada foto thoraks dengan kesan efusi pleura masif.
DIAGNOSIS KERJA :
- Hipertensi grade 2
- Acute kidney injury tipe failure
- Leiomioma
- Leukositosis
- Anemia penyakit kronis
- Hipoalbuminemia
- Efusi pleura massif sinistra
- Stress ulcer

RENCANA PENGELOLAAN :

a. Rencana pelacakan anemia

13
b. Rencana pemeriksaan sepsis work up.
c. Terapi :
- Oksigen non rebreathing mask 8 liter/menit
- Infus Dekstrose 5% 20 tetes/menit
- Ceftriaxone 2 gr/ 24 jam/intravena
- Furosemide 20 mg/24jam/intravena
- Amlodipine 2,5 mg/24 jam/ oral (Tunda)
- Vip albumin 1 kapsul/ 24 jam/oral (Tunda)
- Ranitidine 20 mg/12 jam/intravena
- Transfusi PRC 280 ml/intravena
- Rencana pemasangan chest tube
d. Asuhan nutrisi
Nutritional assessment : gizi baik/ perawakan normal
Kebutuhan kalori : BBI x RDA = 1800 kkal
Rencana pemberian nutrisi parenteral
e. Rencana pemantauan
- Pemantauan kondisi umum pasien meliputi keluhan subjektif,
kelemahan otot dan tanda vital.
- Pemantauan perkembangan penyakit, kesadaran, dan
komplikasi.
- Pemantauan intake.
f. Pemberian komunikasi informasi dan edukasi
- Memberikan penjelasan kepada orang tua tentang kondisi
yang diderita pasien meliputi penyebab, perjalanan penyakit,
komplikasi, prognosis dan rencana tindakan selanjutnya.
- Menjelaskan pentingnya kerjasama dan dukungan dari
keluarga sehingga proses pengobatan dapat berjalan lancar.

14
PENGAMATAN LANJUT :
Tanggal 24-6-2021 (perawatan hari ke-2)

Subjektif:
Ada sesak, tidak batuk.
Ada demam, ada penurunan kesadaran.
Tidak ada kejang, tidak muntah.
BAB kesan biasa kuning dan
BAK 1,27 cc/kgbb/jam.

Objektif :
Keadaan umum lemah, gizi baik, kesadaran GCS 12 (E3M5V4),
Tekanan darah 150/110 mmHg,
Nadi 130 kali/menit,
Pernapasan: 32 kali/menit,
Suhu badan: 38 0C,
SpO2 96% dengan NRM,
skala nyeri FLACC 0 dan
CRT<3 detik.

Tidak pucat, tidak ada edema palpebra.


Paru : Tidak ada retraksi. Sonor kiri sama dengan kanan. Bunyi
pernapasan bronchovesikuler, tidak ada wheezing dan rhonki.
Jantung : Bunyi Jantung I / II reguler, tidak ada bising.
Abdomen tampak luka operasi tertutup verban, tidak distended, ikut gerak
napas. Peristaltik kesan normal. Hepar dan lien tidak teraba. Ada asites
shifting dulness. Ada residu coklat 5 cc. lingkar peru 67 cm.
Ada edema dorsum pedis

15
Hasil laboratorium 24/6/2021 :
Jenis Hasil Nilai normal
Pemeriksaan
Hb 8,2 12-16 g/dl
HCT 26 37-47%
Leukosit 25.200 4000-10.000 mm3
Trombosit 362.000 150.000-400.000/mm3
Glucosa 110 140 mg/dl
Ureum 115 10 - 50 mg/dl
Kreatinin 2,90 L(<1,3), P (<1,1)
SGOT 46 <38 U/L
SGPT 4 <41 U/L
Albumin 3,5 3,5-5,0 gr/dl
Natrium 145 136-145 mmol
Kalium 3,5 3,5-5,1 mmol
Klorida 109 97-111 mmol
Prokalsitonin 14,87 <0,05 ng/ml
CRP 49,9 <5 mg/l
Ferritine >1200 13-400 ng/ml
Kalsium 13,1 6,8-10,2 mg/dl
Magnesium 0,94 1,5-2,5 mg/dl
Asam urat 13,9 2,4-5,7 mg/dl
Kolesterol 165 200 mg/dl
total
HDL 13 >65 mg/dl

LDL 38 <130 mg/dl

Trigliserida 400 200 mg/dl

16
Analisa gas darah: PH 7.620, So2 99,4%, P02 162,8mmhg, pco2 20,4
mmhg, Hco3 21,2 mmol/l, BE -0,3

Diagnosis :
- Ensefalopati
- Sepsis
- Hipertensi grade 2
- Acute kidney injury tipe failure
- Leiomioma
- Leukositosis
- Anemia penyakit kronis
- Efusi pleura massif sinistra
- Perdarahan saluran cerna
Terapi :
 Oksigen non rebreathing mask 8 liter/menit,
 kebutuhan cairan = 1800 ml – 20% distress napas = Nutrisi
parenteral 60 ml/jam,
 1/ meropenem 400mg/ 8 jam/intravena,
 Paracetamol 200 mg/8jam/intravena,
 Furosemide 20 mg/24jam/intravena,
 Amlodipine 2,5 mg/24 jam/ oral (Tunda),
 Vip albumin 1 kapsul/ 24 jam/oral (Tunda),
 Omeprazole 20 mg/24 jam/intravena,
 Transfusi PRC 220 ml/intravena,

Tanggal 26-6-2021 (perawatan hari ke-4)

Subjektif :

17
Ada sesak, tidak batuk.
Ada demam, ada penurunan kesadaran.
Tidak ada kejang, tidak muntah.
BAB kesan biasa hitam dan BAK 0,86 cc/kgbb/jam.

Objektif :
Keadaan umum : lemah, gizi baik, kesadaran four score 12 (E4M3B4R1),
Tekanan darah : 120/70 mmHg (P95+ 5mmhg= 118/78 mmhg),
Nadi : 120 kali/menit,
Pernapasan: 34 kali/menit,
Suhu badan: 37,9 0C,
SpO2 91%,
Skala nyeri FLACC 0 dan
CRT<3 detik.
Tidak pucat, tidak ada edema palpebra.
Paru : Tidak ada retraksi. Sonor kiri sama dengan kanan. Bunyi
pernapasan bronchovesikuler, tdak ada wheezing dan rhonki. Terpasang
chest tube.
Jantung Bunyi Jantung I / II reguler, tidak ada bising.
Abdomen : tampak luka operasi tertutup verban, tidak distended, ikut
gerak napas. Peristaltik kesan normal. Hepar dan lien tidak teraba. Ada
asites shifting dulness. Lingkar perut 65 cm. Ada edema dorsum pedis

Hasil laboratorium :

Jenis Hasil Nilai normal


Pemeriksaan
Hb 13,1 12-16 g/dl
HCT 39 37-47%
Leukosit 29.100 4000-10.000 mm3
Trombosit 146.00 150.000-400.000/mm3

18
0
PT 12,8 10-14 detik
APTT 20,2 22-30 detik
INR 1,13

Analisa gas darah: PH 7.529, So2 99,6%, P02 187 mmhg, pco2 18,2
mmhg, Hco3 29 mmol/l, BE 6,1.
Foto thoraks:
Kesan : Pneumonia sinistra, efusi pleura sinistra (dibandingkan tanggal
23-6-2021 ada perbaikan), terpasang ETT pada trakea dengan tip setinggi
2,28cm diatas carina, terpasang chest tube pada hemitoraks sinistra
dengan insersi melalui ics VII dan bergelung kemudian mengarah ke
caudal dengan tip setinggi ICS IX posterior sinistra, terpasang gastric tube
dengan tip kesan pada gaster.
Diagnosis
- Ensefalopati
- Sepsis
- Hipertensi grade 1
- Acute kidney injury tipe failure
- Leiomioma
- Leukositosis
- Trombositopenia
- Efusi pleura massif sinistra
- Post pemasangan chest tube hari ke 3
- Perdarahan saluran cerna
Terapi:
 Ventilator mekanik modus SIMV : Pinsp 10 cmh20, PEEP 5
cmh20, rr 24 x/menit, Fio2 65%,
 Midazolam 1mcg/kgbb/menit,
 Fentanyl 1 mcg/kgbb/menit,

19
 kebutuhan cairan= 238 ml (IWL)+ 580 ml (urin output) + 300
ml (Drain) = 1118 ml, Nutrisi parenteral 46,5 ml/jam,
paracetamol 200 mg/8jam/intravena,
 3/ meropenem 400mg/ 8 jam/intravena,
 1/amikasin 120 mg/8jam/intravena,
 Furosemide 20 mg/24jam/intravena,
 Amlodipine 2,5 mg/24 jam/ oral (Tunda),
 Vip albumin 1 kapsul/ 24 jam/oral (Tunda),
 Omeprazole 20 mg/24 jam/intravena.

Tanggal 03-7-2021 (perawatan hari ke-11)


Subjektif :
Ada sesak, tidak batuk. tidak demam, ada penurunan kesadaran.
Tidak ada kejang, tidak muntah.
BAB kesan belum 3 hari dan
BAK - cc/kgbb/jam.

Objektif :
Keadaan umum lemah, gizi baik, kesadaran four score 12 (E4M3B4R1),
Tekanan darah 90/60 mmHg (P90 = 110/71 mmhg),
Nadi 135 kali/menit,
Pernapasan: 29 kali/menit,
Suhu badan: 36,5 0C, SpO2 95%,
skala nyeri FLACC 0 dan CRT<3 detik.
Tidak pucat, tidak ada edema palpebra.
Paru : Tidak ada retraksi. Sonor kiri sama dengan kanan. Bunyi
pernapasan bronchovesikuler, tdak ada wheezing dan ada rhonki pada
kedua lapang paru. Terpasang chest tube.
Jantung Bunyi Jantung I / II reguler, tidak ada bising.

20
Abdomen tampak luka operasi tertutup verban, tidak distended, ikut gerak
napas. Peristaltik kesan normal. Hepar dan lien tidak teraba. Ada asites
shifting dulness. Residu kuning kehijauan. Lingkar perut 64 cm. Ada
edema dorsum pedis

Hasil laboratorium :
Jenis Hasil Nilai normal
Pemeriksaa
n
Hb 12,6 12-16 g/dl
HCT 36 37-47%
Leukosit 35.900 4000-10.000 mm3
Trombosit 298.000 150.000-400.000/mm3
Glucosa 72 140 mg/dl
Ureum 195 10 - 50 mg/dl
Kreatinin 2,79 L(<1,3), P (<1,1)
SGOT 72 <38 U/L
SGPT 7 <41 U/L
Albumin 2,4 3,5-5,0 gr/dl
Natrium 129 136-145 mmol
Kalium 2,1 3,5-5,1 mmol
Klorida 94 97-111 mmol
Kalsium 13,1 6,8-10,2 mg/dl
Magnesium 1,12 1,5-2,5 mg/dl
Asam urat 14,9 2,4-5,7 mg/dl
Hbsag Non reaktif <0,13 COI
Anti HCV Non reaktif <1,00 COI

21
Analisa gas darah: PH 7.529, So2 97,8%, P02 88,6 mmhg, pco2 23
mmhg, Hco3 19,4 mmol/l, BE -3,5.
Urine rutin:
Warna kuning keruh, pH 6,0, berat jenis 1.010, protein trace, blood +/-,
leukosit negatif, sedimen leukosit 1, sedimen eritrosit 2, sedimen thoraks
2, sedimen epitel 3.
Kultur darah: tidak ada pertumbuhan bakteri.
Kultur ETT: Basil gram positif.
Foto thoraks: Kesan Pneumonia bilateral terutama sinistra, efusi pleura
bilateral (dibandingkan tanggal 25-6-2021 ada perbaikan), terpasang ETT
pada trakea dengan tip setinggi 2,28cm diatas carina, terpasang chest
tube pada hemitoraks sinistra dengan insersi melalui ics VII dan bergelung
kemudian mengarah ke caudal dengan tip setinggi ICS IX posterior
sinistra, terpasang gastric tube dengan tip kesan pada gaster.

Diagnosis
- Ensefalopati
- Sepsis
- Community acquired pnemonia
- Acute kidney injury tipe failure
- Leiomioma
- Leukositosis
- Imbalance elektrolit
- Hipoalbuminemia
- Efusi pleura massif
- Post pemasangan chest tube hari ke 9
- Stress ulcer
Terapi:
 Ventilator mekanik modus SIMV Pinsp 10 cmh20, PEEP 5
cmh20, rr 24 x/menit, Fio2 25%,
 Midazolam 1mcg/kgbb/menit,

22
 Fentanyl 1 mcg/kgbb/menit,
 Kebutuhan cairan 358 ml, infus dekstrose 5% 14,5 ml/jam,
 Paracetamol 200 mg/8jam/intravena,
 7/ amikasin 120 mg/8jam/intravena,
 1/ vancomisin 350 mg/24jam/intravena,
 Furosemide 20 mg/24jam/intravena,
 Amlodipine 2,5 mg/24 jam/ oral (Tunda),
 Omeprazole 20 mg/24 jam/intravena,
 rencana hemodialisa (tunda).

Tanggal 06-7-2021 (perawatan hari ke-14)

Subjektif :
Ada sesak, tidak batuk. tidak demam, Ada penurunan kesadaran.
Tidak ada kejang, tidak muntah.
BAB kesan biasa kecoklatan dan
BAK - cc/kgbb/jam.

Objektif :
Keadaan umum lemah, gizi baik, kesadaran four score 12 (E4M3B4R1),
Tekanan darah 110/60 mmHg (P90 = 110/71 mmhg),
Nadi 72 kali/menit,
Pernapasan: 20 kali/menit,
suhu badan: 36,9 0C,
SpO2 95%,
skala nyeri FLACC 0 dan
CRT<3 detik.
Tidak pucat, tidak ada edema palpebra.

23
Paru : Tidak ada retraksi. Sonor kiri sama dengan kanan. Bunyi
pernapasan bronchovesikuler, tidak ada wheezing dan ada rochi pada
kedua lapang paru. Terpasang chest tube.
Jantung Bunyi Jantung I / II reguler, tidak ada bising.
Abdomen tampak luka operasi tertutup verban, tidak distended, ikut gerak
napas. Peristaltik kesan normal. Hepar dan lien tidak teraba. Ada asites
shifting dulness. Residu kuning kehijauan. Lingkar perut 62 cm.
Ekstremitas : Ada edema dorsum pedis

Hasil laboratorium
Jenis Hasil Nilai normal
Pemeriksaan
Hb 11,1 12-16 g/dl
HCT 34 37-47%
Leukosit 37.300 4000-10.000 mm3
Trombosit 332.00 150.000-400.000/mm3
0

Pemeriksaan BTA negative.

Analisa gas darah:


PH 7.336, So2 98,1%, P02 116,4 mmhg, pco2 27,3 mmhg, Hco3 14,7
mmol/l, BE -11,3.
Diagnosis
- Ensefalopati
- Sepsis
- Community acquired pnemonia
- Acute kidney injury tipe failure
- Leiomioma

24
- Leukositosis
- Hipoalbuminemia
- Imbalance elektrolit
- Efusi pleura massif bilateral
- Post pemasangan chest tube hari ke 12
- Stress ulcer
Terapi:
 Ventilator mekanik modus SIMV Pinsp 10 cmh20, PEEP 5
cmh20, rr 24 x/menit, Fio2 24%,
 Midazolam 1mcg/kgbb/menit,
 Fentanyl 1 mcg/kgbb/menit,
 Kebutuhan cairan 360 ml, infus Nacl 0,9% 14 ml/jam,
 Paracetamol 200 mg/8jam/intravena,
 11/ amikasin 120 mg/8jam/intravena,
 4/ vancomisin 350 mg/24jam/intravena,
 Furosemide 20 mg/24jam/intravena,
 Amlodipine 2,5 mg/24 jam/ oral (Tunda),
 Omeprazole 20 mg/24 jam/intravena.

Pukul 07.30 WITA pasien mengalami desaturasi dan syok dengan


keadaan umum jelek, tensi tidak terukur, heart rate via monitor 82 x/menit,
pernapasan 24 via ventilator mekanik, spo2 60%, CRT> 2 detik, dilakukan
oksigenisasi dengan jacksen reese serta dobutamine 10 mcg/kgbb/menit.

Pada jam 07.55 WITA pasien mengalami desaturasi dan syok dengan
keadaan umum jelek, tensi tidak terukur, heart rate via monitor 60 x/menit,
pernapasan apnue, spo2 60%, CRT> 2 detik, dilakukan ventilasi tekanan
positif dengan jacksen reese serta dopamine 20 mcg/kgbb/ menit,
dobutamine 20 mcg/kgbb/menit dilanjutkan pemberian epinefrin dan
dilakukan kompresi dada. Pada jam 09.45 WITA pasien dinyatakan
meninggal.

25
Pada jam 08.30 WITA pasien mengalami desaturasi dan syok dengan
keadaan umum jelek, tensi tidak terukur, heart rate via monitor 50 x/menit,
pernapasan apnue, spo2 20%, CRT> 2 detik, dilakukan ventilasi tekanan
positif dengan jacksen reese serta dopamine 20 mcg/kgbb/ menit,
dobutamine 20 mcg/kgbb/menit dilanjutkan pemberian epinefrin dan
dilakukan kompresi dada.

Pada jam 08.45 WITA pasien mengalami desaturasi dan syok dengan
keadaan umum jelek, tensi tidak terukur, heart rate via monitor - x/menit,
pernapasan apnue, spo2 0%, CRT> 2 detik, pupil midriasis total, reflek
cahaya negatif kemudian pasien dinyatakan meninggal.

DIAGNOSIS DEFENITIF

- Ensefalopati uremikum - Anemia penyakit kronis


- Syok sepsis - Leukositosis
- Sepsis - Hipoalbuminemia
- Community acquired - Imbalance elektrolit
pnemonia - Efusi pleura massif
- Acute kidney injury tipe bilateral
failure - Perdarahan saluran cerna
- Leiomioma

PROGNOSIS
- Quo ad vitam: malam
- Quo ad functionam: malam
- Quo ad sanationem: malam

26
DISKUSI
Acute kidney injury (AKI) ditandai dengan peningkatan
reversibel dalam konsentrasi darah kreatinin dan produk akhir nitrogen
dan ketidakmampuan ginjal untuk mengatur homeostasis cairan dan
elektrolit dengan baik. Uremia adalah kondisi klinis yang berhubungan
dengan perburukan fungsi ginjal yang biasanya terjadi pada penyakit
ginjal kronis dan stadium akhir, tetapi juga dapat terjadi sebagai akibat
dari AKI.
Kejadian AKI pada 4683 anak sakit kritis yang dievaluasi adalah
26,9%, dan kejadian AKI berat (KDIGO Stadium 2 atau 3) adalah 11,6%
(Ciccia et al, 2017). AKI berat terjadi pada sekitar 20% pasien anak
dengan sepsis berat dan secara independen terkait dengan luaran yang
buruk. Kejadian AKI tingkat 2 dan 3 sering terjadi pada rentang usia 5
tahun. AKI berat paling jarang terjadi di Amerika Utara dan Selatan (16-
19%) dan paling AKI berat terjadi pada sekitar 20% pasien anak dengan
sepsis berat dan secara independen terkait dengan luaran yang buruk.
Kejadian AKI tingkat 2 dan 3 sering terjadi pada rentang usia 5 tahun. AKI
berat paling jarang terjadi di Amerika Utara dan Selatan (16-19%) dan
paling sering di Eropa, Asia dan Australia (Fitzgerald et al, 2016).
Penelitian Dalirani dkk, menunjukkan bahwa 2,8% anak-anak
dengan penyakit ginjal memiliki manifestasi neurologis. Sekitar 7% anak-
anak dengan penyakit ginjal menunjukkan presentasi klinis ensefalopati.
Penyebab ensefalopati pada pasien penyakit ginjal basanya disebabkan
oleh karena hipertensi dan ensefalopati uremik (Dalirani et al, 2016).
Ensefalopati uremik adalah disfungsi serebral yang disebabkan
oleh akumulasi racun yang diakibatkan oleh gagal ginjal akut atau kronis.
Mekanisme dari ensefalopati uremik adalah akumulasi dari neurotoksin
yang dikeluarkan. (Olano et al, 2021).
Neoplasma stroma atau mesenkim yang mempengaruhi saluran
gastrointestinal hanya 1% dari tumor gastrointestinal primer dan biasanya
sebagai neoplasma subepitel. Neoplasma saluran gastrointestinal

27
mesenchymal terdiri dari spektrum tumor yang identik dengan yang
mungkin muncul di jaringan lunak termasuk lipoma, liposarcomas,
leiomyomas, leiomyosarcomas sejati, tumor desmoid, schwannomas, dan
tumor selubung saraf perifer. Secara khusus, leiomioma sangat jarang
terjadi. Leiomioma merupakan tumor ginekologi jinak. Tumor biasanya
muncul dari muskularis propria dengan pertumbuhan mungkin
intraluminal, ekstraluminal, atau kombinasi dengan bentuk dumb-bell
(Pavan et al, 2017).
Pasien ini merupakan anak perempuan berusia 5 tahun 1 bulan
sesuai dengan data epidemiologi dengan rentang usia terbanyak kejadian
AKI dengan sepsis. Sedangkan kejadian leiomyoma abdominal pada
pasien ini merupakan kejadian yang jarang terjadi, asal dari tumor pasien
ini juga susah dipastikan karena saat dilakukan operasi sudah terjadi
perlengketan hamper disemua organ abdomen, jadi sulit untuk
mengevaluasi asal dari tumor tersebut.

Patofisiologi AKI bersifat multifaktorial dan belum sepenuhnya


dipahami. Ginjal memodulasi aliran darah melalui jalur umpan balik
neurohormonal yang mampu mengatur penyempitan dan pelebaran
arteriol ginjal, sehingga mempertahankan tekanan perfusi yang relatif
konsisten. Proses ini kurang efektif pada tekanan darah yang ekstrim dan
dapat dihambat oleh obat-obatan seperti agen vasoaktif, steroid, obat
antiinflamasi nonsteroid, dan inhibitor sistem renin-angiotensin-aldosteron.
Penurunan efektivitas ini juga terlihat pada keadaan proinflamasi seperti
atau pada pasien dengan sepsis (Sutherland et al, 2017). Namun
demikian, apapun penyebab AKI, penurunan aliran darah ginjal
merupakan jalur patologis yang umum untuk penurunan laju filtrasi
glomerulus. Patofisiologi AKI secara tradisional selalu dibagi menjadi tiga
kategori: prerenal, renal, dan post-renal (Goyal et al, 2021).
Patofisiologi AKI secara tradisional selalu dibagi menjadi tiga kategori:
prerenal, renal, dan post-renal (Goyal et al, 2021).

28
a) Bentuk prerenal AKI adalah karena penyebab berkurangnya aliran
darah ke ginjal. Ini mungkin bagian dari hipoperfusi sistemik akibat
hipovolemia atau hipotensi, atau mungkin karena hipoperfusi selektif
ke ginjal, seperti yang dihasilkan dari stenosis arteri ginjal dan diseksi
aorta. Namun, fungsi tubulus dan glomerulus cenderung tetap normal
(Goyal et al, 2021).
b) Penyebab ginjal intrinsik termasuk kondisi yang mempengaruhi
glomerulus atau tubulus, seperti nekrosis tubular akut dan nefritis
interstisial akut. Cedera glomerulus atau tubulus yang mendasari ini
dikaitkan dengan pelepasan vasokonstriktor dari jalur aferen ginjal.
Iskemia ginjal berkepanjangan, sepsis, dan nefrotoksin menjadi yang
paling umum (Goyal et al, 2021).
c) Penyebab pasca-ginjal terutama termasuk penyebab obstruktif, yang
menyebabkan kemacetan sistem filtrasi yang menyebabkan
pergeseran kekuatan pendorong filtrasi. Yang paling umum adalah
batu ginjal/ureter, tumor, bekuan darah, atau obstruksi uretra. Fakta
penting lainnya adalah bahwa obstruksi unilateral mungkin tidak selalu
muncul sebagai AKI, terutama jika obstruksi bertahap seperti tumor,
karena kerja ginjal kontralateral yang normal dapat mengkompensasi
fungsi ginjal yang terkena (Goyal et al, 2021).

Gambar 1. Penyebab AKI (Makris et al, 2016).

29
Gagal ginjal dapat mempengaruhi paru-paru, yaitu dengan jalur
meningkatkan permeabilitas pembuluh darah paru dan meningkatkan
perdarahan paru. Sebagian besar pasien AKI, terutama dengan AKI berat,
akan mengalami kelebihan cairan dan hal ini akan menyebabkan
akumulasi cairan. Kelebihan cairan dapat menyebabkan serangkaian
komplikasi kecil dan besar yang dapat mempengaruhi luaran pasien. Ini
dapat mengakibatkan berbagai komplikasi seperti pengembangan edema
jaringan, asites dan akhirnya hipertensi intra-abdomen dan sindrom
kompartemen perut, efusi pleura, dan edema paru (Hoste et al, 2011).
Pada efusi yang besar, akan ada rongga interkostal yang penuh, dan
perkusi yang redup pada sisi tersebut. Auskultasi mengungkapkan
penurunan suara napas dan penurunan taktil dan fremitus vokal (Krisna et
al, 2021).
Patofisiologi sepsis menyebabkan Acute Kidney Injury (AKI)
merupakan suatu proses yang kompleks dan multifaktorial serta
melibatkan perubahan hemodinamik ginjal, disfungsi endotel, infiltrasi sel
inflamasi parenkim ginjal, trombosis intraglomerular dan kongesti tubulus
oleh limbah dan sel nekrotik. Ini menyebabkan pelepasan banyak sitokin,
seperti IL-1, TNF-α dan IL-6, kemudian proses berlanjut dengan
mengeluarkan badai sitokin, ketidakstabilan hemodinamik, disfungsi organ
dan syok septik.
Diagnosis AKI biasanya dibuat berdasarkan peningkatan kadar
kreatinin serum. Pada titik ini, sejumlah penelitian telah menunjukkan
bahwa kreatinin adalah biomarker fungsional yang tidak sensitif terhadap
cedera tubulus ginjal. Selain kriteria AKI berbasis kreatinin, baik pRIFLE
maupun KDIGO menyertakan parameter urine output (UOP). (Sutherland
et al, 2017).

30
Tabel 1. Sistem Klasifikasi Diagnostik pRIFLE dan KDIGO
(Sutherland et al, 2017). Singkatan: AKI, acute kidney injury; KDIGO, Kidney
Disease Improving Global Outcome; RIFLE, Risk, Injury, Failure, Loss, End Stage.
*pRIFLE tahap R (rsik), I (injury), dan F (failure) sesuai dengan Tahap 1, 2, dan 3
KDIGO

Leiomioma sering terjadi lambung, usus kecil dan lebih sering


ditemukan di jejunum pada anak-anak. Usia saat timbulnya gejala
bervariasi dari periode bayi baru lahir hingga remaja, dengan lebih dari
setengah leiomioma terjadi pada periode bayi baru lahir (Ladd et al, 2006).
Pavan dkk, menunjukan bahwa laporan untuk kejadian leiomioma pada
anak terbatas dengan hanya ada 4 laporan kasus dengan leiomioma dari
saluran cerna (Pavan et al, 2017).
Encefalopati uremikum merupakan Manifestasi klinis bervariasi
dan ditentukan oleh tingkat perkembangan penyakit ginjal yang
mendasarinya. Pemeriksaan fisik biasanya didapatkan disfungsi kognitif
dalam bentuk kelainan pada memori, penilaian, dan kemampuan untuk

31
melakukan perhitungan, kadang juga didapatkan neuropati, miopati,
hiperrefleksia, asteriksis, papiledema, nistagmus sering terjadi. (Olano et
al, 2021).

Pasien ini masuk dengan keluhan sesak serta penurunan


kesadaran. Riwayat kejang dirumah frekuensi dua kali, kejang
bersifat umum, setelah kejang anak tidak sadar. Saat di Rumah
Sakit Wahidin dilakukan pemeriksaan laboratorium dan foto thorak.
Hasil laboratorium didapatkan kadar hemoglobin turun dan kadar
ureum dan kreatinin darah meningkat. Hasil foto thoraks didapatkan
adanya gambaran efusi pleura masif pada rongga toraks kiri.
Pada pasien ini terjadi penurunan GFR sebanyak 79% yang
menurut klasifikasi KADIGO masuk dalam stage 3, dan menurut
kriteria pRIFLE termasuk tipe failure. Terjadi peningkatan fungsi
ginjal yaitu ureum dan kreatinin yang kemungkinan menyebabkan
kejang pada pasien ini, setalah anak kejang anak tidak sadarkan
diri, keadaan ini dinamakan ensefalopati uremikum (Perubahan
kesadaran oleh karena peningkatan ureum). yaitu kondisi klinis
dalam hal ini terjadi perburukan fungsi ginjal yang biasanya terjadi
pada penyakit ginjal kronis dan stadium akhir, tetapi juga dapat
terjadi sebagai akibat dari AKI. Kondisi uremia bisa menyebabkan
terjadinya encefalopati oleh karena terjadi pengeluaran neurotoksin
yang akan menyebabkan kejadian kejang pada seorang pasien.
Adanya demam, takipnue, takikardi dan focus infeksi yakni
pneumonia yang mendukung ke klinis sepsis. Untuk leiomyoma
karena adanya benjolan di abdomen. Adanya bengkak pada
palpebral, dorsum pedis dan ascites untuk gejala hipoalbuminemia,
terjadi hipervolemia akibat AKI dan oliguria.
Diagnosis sepsis ditegakkan berdasarkan adanya: (1)
Infeksi: (a) faktor predisposisi infeksi, (b) tanda atau bukti infeksi
yang sedang berlangsung, (c) respon inflamasi; dan (2) tanda

32
disfungsi / gagal organ (Konsensus IDAI, 2016; Dellinger et al,
2013)
Secara klinis respon inflamasi terdiri dari:
1. Demam (suhu inti >38,5°C atau suhu aksila >37,9°C) atau
hipotermia (suhu inti <36°C).
2. Takikardia: rerata denyut jantung di atas normal sesuai usia
tanpa adanya stimulus eksternal, obat kronis atau nyeri; atau
peningkatan denyut jantung yang tidak dapat dijelaskan lebih
dari 0,5 sampai 4 jam.
3. Bradikardia (pada anak <1 tahun): rerata denyut jantung di
bawah normal sesuai usia tanpa adanya stimulus vagal
eksternal, beta-blocker, atau penyakit jantung kongenital; atau
penurunan denyut jantung yang tidak dapat dijelaskan selama
lebih dari 0,5 jam.
4. Takipneu: rerata frekuensi nafas di atas normal atau
membutuhkan ventilator mekanik
5. Jumlah sel darah putih abnormal atau >10% sel batang.

Kombinasi dari cedera paru akut dan gagal ginjal membawa kematian
yang sangat tinggi yaitu 80% sehingga konsekuensi dari AKI ini memiliki
signifikansi klinis yang besar. Efek merusak AKI pada fungsi paru-paru
bisa disebabkan oleh hilangnya keseimbangan normal dari metabolisme
mediator imun, inflamasi, dan cedera epitel dengan salah satunya
terjadinya efusi pleura (Paladino et al, 2009). Sepsis didefinisikan sebagai
disfungsi organ yang dihasilkan dari respon merusak host terhadap
infeksi. Sepsis terkait cedera ginjal akut yang berkontribusi terhadap
morbiditas dan mortalitas pasien (Liu et al, 2020).

Perawatan suportif pada AKI terdiri dari optimalisasi status


volume, tekanan darah, penghindaran agen nefrotoksik, dan
dukungan nutrisi. Hal ini penting untuk mempertahankan perfusi

33
ginjal yang memadai melalui cairan dan manajemen hemodinamik.
Status volume harus optimal (yaitu, tidak berlebihan, tidak cukup).
Pasien hipervolemik yang terlihat memerlukan pembatasan cairan
lebih lanjut, menghilangkan penggantian kehilangan cairan yang
tidak disadari, keluaran urin, dan kehilangan ekstrarenal sambil
mempertimbangkan dukungan nutrisi yang memadai. Terapi
diuretik, terutama loop diuretik, harus dipertimbangkan untuk
pasien hipervolemik. Literatur pediatrik menunjukkan bahwa dokter
harus mempertimbangkan untuk memulai terapi penggantian ginjal
(RRT) pada kelebihan cairan >20%, sedangkan kelebihan cairan
10-20% memerlukan evaluasi lebih lanjut (Cho et al, 2020).
Mempertahankan tekanan darah yang optimal sangat
penting, meskipun saat ini tidak ada nilai target yang pasti untuk
AKI pediatrik. Tekanan darah tinggi pada pasien AKI sebagian
besar disebabkan oleh kelebihan volume atau terganggunya aksis
renin-angiotensin. Diuretik dicoba terlebih dahulu kecuali pasien
menunjukkan tanda-tanda deplesi intravascular (Cho et al, 2020).
Paparan nefrotoksin adalah salah satu penyebab paling
umum AKI pada anak-anak yang dirawat di Rumah Sakit. Pasien
sakit kritis yang berisiko tinggi untuk AKI memiliki kesempatan
untuk diberikan mediasi nefrotoksik. Jika penggunaan obat
nefrotoksik tidak dapat dihindari, dosis atau interval dosisnya harus
disesuaikan dan dipantau untuk mengurangi toksisitas ginjal.
Tingkat obat harus diukur, jika mungkin, dan disesuaikan (Cho et
al, 2020).
Renal replacement therapy (RRT) diperlukan ketika
tatalaksana konservatif gagal. Indikasi untuk RRT termasuk
kelebihan cairan (hipertensi berat atau edema paru), hiperkalemia
berat, asidosis metabolik, dan uremia berat. Waktu optimal inisiasi
RRT masih kontroversial. Modalitas RRT untuk AKI telah dimulai
dengan dialisis peritoneal dan hemodialisis, dan sekarang

34
berkembang menjadi terapi penggantian ginjal berkelanjutan
continuous renal replacement therapy/CRRT (Cho et al, 2020).
Dukungan nutrisi penting untuk meningkatkan luaran pada
anak dengan AKI. Untuk anak-anak sakit kritis dengan AKI,
kebutuhan nutrisi harus individual dan sering dinilai. Secara umum,
120-130% dari kebutuhan kalori basal, dan 2-3 g/kg/hari protein
harus disediakan, dan hiperglikemia harus dihindari (Cho et al,
2020).
Setelah sepsis diidentifikasi, manajemen dini yang tepat dan
agresif adalah prioritas waktu yang sangat penting. Pengobatan
didasarkan pada tiga komponen: pengendalian infeksi, stabilisasi
hemodinamik dan disfungsi organ. Prioritas utama adalah
pemberian antibiotika sesegera mungkin dan tidak boleh ditunda
sampai data kultur diperoleh, berupa antibiotika spektrum luas yang
akan mencakup semua kemungkinan organisme. Optimalkan dosis
dan rute pemberian antibiotika. Berikan antibiotika tunggal,
spektrum luas dengan durasi sesingkat mungkin dan sesuaikan
atau hentikan terapi antibiotika sedini mungkin untuk mengurangi
kemungkinan resistensi. Setelah hasil kultur tersedia, terapi
antibiotika defenitif diberikan sesuai pola kepekaan kuman.
(Konsensus IDAI, 2016; Dellinger et al, 2013, Plunket et al, 2016).

Penanganan awal pasien syok sepsis adalah dengan


mengobati penyakit dasarnya yaitu dengan pemberian antibiotik,
mempertahankan pernapasan dengan oksigen yang cukup
sehingga tidak terjadi desaturasi serta mempertahankan fungsi
kardiovaskuler dengan pemberian cairan dan obat inotropic serta
koreksi albumin dan elektrolit serta transfusi PRC. Sekitar 60%
kasus membutuhkan ventilator. Resusitasi cairan dengan
menggunakan kristaloid 20 hingga 60 ml dalam 10 menit sambil
mengevaluasi ada tidaknya kelebihan cairan. Pemberian koloid

35
dapat dipertimbangkan bila kebutuhan cairan resusitasi sangat
besar. Bila syok belum teratasi dengan pemberian cairan yang
adekuat, maka dapat digunakan obat-obatan inotrofik dan vasoaktif
berdasarkan kondisi pasien. Pasien dengan penurunan curah dan
peningkatan resistensi vaskuler, dobutamin merupakan pilihan. Bila
setelah dobutamin tekanan darah normal namun curah jantung
rendah dan resistensi vaskuler tetap tinggi maka dapat
ditambahkan vasodilator. (Hadinegoro S, 2016).
Penatalaksanaan medis pada leiomyoma seringkali
merupakan intervensi awal untuk fibroid simptomatik dan termasuk
terapi hormonal, obat anti inflamasi nonsteroid (NSAID) dan/atau
modulasi aksis hipotalamus-hipofisis. Intervensi bedah tetap
merupakan pengobatan yang paling berhasil untuk leiomyoma
(Florence et al, 2021).
Pada pasien ini diberikan pengobatan untuk AKI yakni
pemberian oksigenasi, balans cairan yang adekuat, pemberian
nutrisi parenteral untuk kebutuhan nutrisi, diberikan antihipertensi
yakni captopril dan furosemide serta pasien direncanakan untuk
dialisis tetapi tidak memungkinkan sampai pasien meninggal. Untuk
efusi pleura dilakukan drainase dengan chest tube. Untuk sepsis
diberikan pengobatan antibiotik serta tatalaksana suportif dan
resusitasi untuk menangani syok sepsis. Pasien juga telah
menjalani operasi pengangkatan massa abdomen yang disebabkan
leiomyoma.

Prognosis

AKI telah berulang kali dikaitkan dengan hasil jangka panjang yang
buruk. Dalam sebuah penelitian besar yang melaporkan hasil 1 tahun
lebih dari 16.000 pasien keluar dengan selamat dari rumah sakit dan yang
menderita AKI di perawatan intensif, terdapat luaran pasien dengan

36
pemulihan awal (< 7 hari dari masuk) atau pemulihan lambat (> 7 hari),
mengalami kekambuhan atau tanpa perubahan fungsi ginjal saat keluar
dari rumah sakit dan gagal ginjal berkelanjutan.
AKI berat terjadi pada sekitar 20% pasien anak dengan
sepsis berat dan secara independen terkait dengan luaran yang
buruk. Anak-anak dengan AKI berat terkait sepsis memiliki lebih
dari dua kali lipat kemungkinan kematian atau kecacatan saat
keluar dari rumah sakit dibandingkan anak-anak dengan sepsis
berat dan tanpa atau AKI ringan (Fitzgerald et al, 2016).
Prognosis leiomioma sangat bervariasi untuk masing-
masing pasien. Banyak pasien memiliki prognosis yang sangat baik
dan tetap asimtomatik selama bertahun-tahun. Sedangkan, yang
lain akan gagal dalam manajemen medis dan mungkin mengalami
fibroid berulang yang membutuhkan beberapa operasi (Florence et
al, 2021).
Prognosis pada pasien ini malam dikarenakan pasien AKI berat
tersebut disertai komplikasi seperti sepsis yang meningkatkan resiko
kematian sehingga pasien mengalami kematian.
Pada pasien ini, kematian terjadi pada 1 minggu setelah
perawatan di rumah sakit. Penyebab kematian disebabkan oleh
karena syok sepsis yang disebabkan oleh adanya sepsis.
Diagnosis sepsis ditegakkan secara klinis dengan adanya demam,
leukositosis, takikardi dan takipneu. Pengambilan kultur darah
menunjukkan adanya bakteremia. Penyebab dari terjadinya sepsis
pada pasien ini karena ada Acute Kidney Injury (AKI). Faktor resiko
yang menyebabkan kematian pada kasus ini adalah anak dengan
efusi pleura yang disertai infeksi pneumonia, terdapat sepsis,
respon terhadap antibiotik yang diberikan kurang baik.

SUMMARY

37
Case of a girl aged 5 years 1 months with a diagnosis of Uremic
encephalopathy with acute kidney injury type, failure, sepsis, massive
pleural effusion and leiomyoma. The diagnosis is made based on clinical
findings and supporting examinations that was imaging and laboratory
finding. In this patient has been managed with fluids balance and
oxygenation, administration of antibiotics and other supportive
management. The prognosis is malam.

38
DAFTAR PUSTAKA
Andreoli SP. Acute kidney injury in children. Pediatr Nephrol. 2009;24(2):253-263.
doi:10.1007/s00467-008-1074-9
Bilgili B, Haliloğlu M, Cinel İ. Sepsis and Acute Kidney Injury. Turk J Anaesthesiol
Reanim. 2014;42(6):294-301. doi:10.5152/TJAR.2014.83436
Cho et al, 2020. Pediatric Acute Kidney Injury: Focusing on Diagnosis and
Management. Child Kidney Dis 2020; 24(1): 19-26.
Ciccia E, Devarajan P. Pediatric acute kidney injury: prevalence, impact and
management challenges. Int J Nephrol Renovasc Dis. 2017;10:77-84.
Published 2017 Mar 29. doi:10.2147/IJNRD.S103785
Dalirani R, Mahyar A, Ayazi P, Ahmadi G. Neurological Manifestations of Renal
Diseases in Children in Qazvin/ Iran. Iran J Child Neurol. 2016;10(3):24-27.
Dellinger RP, Levy MM, Rhodes A, et al. Surviving Sepsis Campaign: international
guidelines for management of severe sepsis and septic shock, 2012. Intensive
Care Med. 2013;39(2):165-228. doi:10.1007/s00134-012-2769-8
Fitzgerald, Julie C et al. “Acute Kidney Injury in Pediatric Severe Sepsis: An
Independent Risk Factor for Death and New Disability.” Critical care medicine
vol. 44,12 (2016): 2241-2250. doi:10.1097/CCM.0000000000002007
Florence AM, Fatehi M. Leiomyoma. [Updated 2021 Jul 20]. In: StatPearls [Internet].
Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2021 Jan-. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK538273/
Goyal A, Daneshpajouhnejad P, Hashmi MF, et al. Acute Kidney Injury. [Updated
2021 Aug 14]. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls
Publishing; 2021 Jan-. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK441896/
Hadinegoro, S. R. S. et al. (2016) ‘Diagnosis dan tatalaksana sepsis pada anak’,
Pedoman nasional pelayanan kedokteran Ikatan Dokter Anak Indonesia, pp. 1–
47.
Hoste EAJ, De Corte W. Clinical consequences of acute kidney injury. Contrib
Nephrol. 2011;174:56-64. doi: 10.1159/000329236. Epub 2011 Sep 9. PMID:
21921609.
Ismail Hassan K, Hodan M J, Li C. A Retrospective Study of Acute Renal Failure in
Children: Its Incidence, Etiology, Complications and Prognosis. Cureus.
2017;9(5):e1274. Published 2017 May 25. doi:10.7759/cureus.1274

39
Jamme, M., Legrand, M. & Geri, G. Outcome of acute kidney injury: how to make a
difference?. Ann. Intensive Care 11, 60 (2021). https://doi.org/10.1186/s13613-
021-00849-x
Karkhanis VS, Joshi JM. Pleural effusion: diagnosis, treatment, and management.
Open Access Emerg Med. 2012;4:31-52. Published 2012 Jun 22.
doi:10.2147/OAEM.S29942
Konsensus IDAI, 2016. Diagnosis dan Tata Laksana Sepsis pada Anak
Krishna R, Rudrappa M. Pleural Effusion. [Updated 2021 Aug 11]. In: StatPearls
[Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2021 Jan-. Available
from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK448189/
Ladd AP, Grosfeld JL. Gastrointestinal tumors in children and adolescents. Semin
Pediatr Surg. 2006 Feb;15(1):37-47. doi: 10.1053/j.sempedsurg.2005.11.007.
PMID: 16458845.
Laughlin SK, Stewart EA. Uterine leiomyomas: individualizing the approach to a
heterogeneous condition. Obstet Gynecol. 2011;117(2 Pt 1):396-403.
doi:10.1097/AOG.0b013e31820780e3
Liu J, Xie H, Ye Z, Li F, Wang L. Rates, predictors, and mortality of sepsis-
associated acute kidney injury: a systematic review and meta-analysis. BMC
Nephrol. 2020 Jul 31;21(1):318. doi: 10.1186/s12882-020-01974-8. PMID:
32736541; PMCID: PMC7393862.
Liu M, Liang Y, Chigurupati S, et al. Acute kidney injury leads to inflammation and
functional changes in the brain. J Am Soc Nephrol. 2008;19(7):1360-1370.
doi:10.1681/ASN.2007080901
Makris K, Spanou L. Acute Kidney Injury: Definition, Pathophysiology and Clinical
Phenotypes. Clin Biochem Rev. 2016;37(2):85-98.
Moroni RM, Vieira CS, Ferriani RA, Reis RM, Nogueira AA, Brito LG. Presentation
and treatment of uterine leiomyoma in adolescence: a systematic review. BMC
Womens Health. 2015;15:4. Published 2015 Jan 22. doi:10.1186/s12905-015-
0162-9
Olano CG, Akram SM, Bhatt H. Uremic Encephalopathy. [Updated 2021 Mar 31]. In:
StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2021 Jan-.
Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK564327/

40
Paladino JD, Hotchkiss JR, Rabb H. Acute kidney injury and lung dysfunction: a
paradigm for remote organ effects of kidney disease?. Microvasc Res.
2009;77(1):8-12. doi:10.1016/j.mvr.2008.09.001
Pavan H, Rihl MF, Oliveira de Freitas SL. Mesenteric Leiomyoma in Infancy. J Indian
Assoc Pediatr Surg. 2017;22(3):173-175. doi:10.4103/jiaps.JIAPS_143_16
Plunkett, A. and J. Tong. “Sepsis in children.” BMJ : British Medical Journal 350
(2015): n. pag.
Rahman et al, 2012. Acute Kidney Injury: A Guide to Diagnosis and Management.
Am Fam Physician. 2012 Oct 1;86(7):631-639.
Randolph AG, McCulloh RJ. Pediatric sepsis: important considerations for
diagnosing and managing severe infections in infants, children, and
adolescents. Virulence. 2014;5(1):179-189. doi:10.4161/viru.27045
Ronco C, Kellum JA, Bellomo R, House AA. Potential interventions in sepsis-related
acute kidney injury. Clin J Am Soc Nephrol. 2008 Mar;3(2):531-44. doi:
10.2215/CJN.03830907. Epub 2008 Jan 30. PMID: 18235149; PMCID:
PMC6631084.
Sutherland, Scott M.; Kwiatkowski, David M. (2017). Acute Kidney Injury in Children.
Advances in Chronic Kidney Disease, 24(6), 380–387.
doi:10.1053/j.ackd.2017.09.007
Teixeira, J. Pedro; Ambruso, Sophia; Griffin, Benjamin R.; Faubel, Sarah (2019).
Pulmonary Consequences of Acute Kidney Injury. Seminars in Nephrology,
39(1), 3–16. doi:10.1016/j.semnephrol.2018.10.001
Zemaitis MR, Foris LA, Katta S, et al. Uremia. [Updated 2021 Aug 10]. In: StatPearls
[Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2021 Jan-. Available
from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK441859/

41

Anda mungkin juga menyukai