Anda di halaman 1dari 15

Psoriasis dan Penatalaksanaannya

Olivia Bernadi
102015159
Fakultas Kedokteran UKRIDA
Jl. Arjuna Utara No. 6 Jakarta Barat 11510
E-mail: olivia.2015fk159@civitas.ukrida.ac.id
Abstrak
Diketahui bahwa penyakit kulit adalah penyakit yang sudah ada sejak dahulu kala dan dapat
menyerang siapa pun, tanpa mengenal usia ataupun status sosial. Penyebab penyakit kulit sendiri ada
banyak hal; virus, bakteri, parasit, bahkan sistem autoimun manusia pun dapat menyebabkan penyakit
kulit.Saat ini, yang akan kita bahas adalah penyakit psoriasis. Penyakit ini tergolong penyakit
autoimun yang bersifat kronik dan residif, dengan gejala utama adalah eritrosquamosa. yaitu adanya
eritem (kemerahan) dan skuama (penebalan kulit).
Kata kunci: penyakit kulit, psoriasis, penyakit autoimun.

Abstract
It is known that the skin disease is a disease that has existed since time immemorial and can
strike anyone, regardless of age or social status. Causes of skin disease itself there are a lot of things;
viruses, bacteria, parasites, and even the human system can cause autoimmune skin disease. Today,
we will discuss is a disease psoriasis. The disease is classified as an autoimmune disease which is
chronic and recurrent, with the main symptom is eritrosquamosa. namely the presence of erythema
(redness) and scaling (thickening of the skin).
Keywords: skin disease, psoriasis, autoimmune diseases

Pendahuluan
Dermatosis eritroskuamosa ialah penyakit yang terutama ditandai dengan adanya
eritema dan skuama, salah satunya yaitu psoriasis. Psoriasis ialah penyakit yang penyebabnya
autoimun, bersifat kronik dan residif, ditandai dengan adanya bercak-bercak eritema berbatas
tegas dengan skuama yang kasar, berlapis-lapis dan transparana; disertai fenomena tetesan
lilin, Auspitz, dan Kobner.
Psoriasis berhubungan dengan penyakit hiperproliferaktif kulit derajat ringan sampai
dengan derajat berat. Onset penyakit dan derajat penyakit dipengaruhi oleh usia dan genetic,
dan dicetuskan oleh berbagai factor, baik internal maupun eksternal, seperti cedera fisik pada
kulit, pengobatan sistemik, infeksi dan stress emosional.
Penyakit ini tidak menyebabkan kematian tetapi menyebabkan gangguan kosmetik,
terlebih-lebih mengingat bahwa perjalanannya menahun dan residif. Insiden psoriasis tersebar
di seluruh dunia, namun prevalensinya berrvariasi pada etnik dan daerah geografisnya.
Penyakit ini dapat diterapi dengan pengobatan sistemik ataupun topical. Terapi psoriasis
memiliki variasi minimal pada tiap etnik.

1
Anamnesis
Pada kasus psoriasis kita sudah dapat mendiagnosa melalui anamnesis dan
pemeriksaan fisik (inspeksi dan palpasi). Anamnesis harus kita lakukan dengan baik dan
benar agar kita dapat mengetahu dengan jelas apakah itu psoriasis atau bukan. Pada
anamnesis tentu yang pertama kita tanyakan adalah identitas pasien. Lalu kita menanyakan
riwayat penyakit sekarang terutama keluhan utama dari pasien tersebut agar kita dapat
mendiagnosa dengan tepat. Pada pasien psoriasis biasanya keluhan utamanya berupa gatal,
kulit yang memerah dan disertai timbulnya sisik. Setelah itu kita dapat menanyakan riwayat
penyakit dahulu, apakah pasien tersebut pernah menderita penyakit ini sebelumnya atau
penyakit kulit yang lainnya, karena bisa jadi ini merupakan penyakit rekurens ataupun
komplikasi dari penyakit kulit lain. Riwayat penyakit keluarga juga harus kita tanyakan,
karena kita tahu pada penyakit psoriasis factor genetic ikut berperan di dalamnya. Dan yang
terakhir pada anamnesa, kita juga dapat menanyakan riwayat social pasien tersebut, keadaan
lingkungannya, kebersihan pakaian yang ia gunakan, termasuk obat yang sudah dikonsumsi
selama dia sakit sebelum ke dokter.

Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik dapat dilakukan inspeksi dan palpasi. Pada inspeksi kita dapat
melihat perubahan warna, tempat timbulnya lesi, bentuk lesi, ukuran lesi, batasnya tegas apa
tidak, sudah menyebar seberapa luas, dan pada psoriasis kita juga dapat melihat ada skuama
yang tebal. Pada palpasi kita dapat mengetahui suhu kulit normal dan yang berlesi,
kelembaban kulit, tekstur kulit. Pada palpasi kita juga dapat melakukan pemeriksaan untuk
mengetahui sensitivitas pada lesi. Pada psoriasis kita dapat melakukan uji fenomenan tetesan
lilin, uji auspitz, dan uji Kobner.1

Pemeriksaan Penunjang
Tidak ada kelainan laboratorium yang spesifik pada penderita psoriasis tanpa
terkecuali pada psoriasis pustula general serta eritroderma psoriasis dan pada plak serta
psoriasis gutata. Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan berrtujuan menganalis penyebab
psoriasis, seperti pemeriksaan darah rutin, kimia darah, gula darah, kolestrol, dan asam urat.
Pada psoriasis berat berat, psoriasis pustular general dan eritroderma, kesimbangan nitrogen
terganggu terutama penurunan serum albumin. Protei C reaktif, macroglobulin, level IgA
serum dan kompleks imun IgA meningkat.1,2

2
Pemeriksaan meliputi pemeriksaan bidang dermatopatologi, serologi dan kultur. Pada
pemeriksaan dermatopatologi dapat ditemukan penebalan lapisan epidermis (akantosis), dan
penipisan epidermis pada bagian pemanjangan papilla dermal, peningkatan mitosis sel
keratinosit, fibroblast, dan endothelial, parakerotik hyperkeratosis, serta inflamasi sel dermis
(limfosit dan monosit) dan epidermis (limfosit dan polimorfonuklear), membentuk
mikroabses Munro pada stratum korneum.3
Pemeriksaan serologi dapat ditemukan titer antistreptolisin pada psoriasis gutata akut
dengan infeksi streptococcus yang mendahuluinya. Onset mendadak dari psoriasis dapat
berhubungan dengan infeksi HIV. Penentuan stataus serologi HIV hanya diindikasikan pada
pasien denan risiko tinggi. Asam urat serum meningkat pada 50% pasien, biasanya
berkorelasi dengan penyebaran penyakit yang dapat menyebabkan artritis gout. Pemeriksaan
kultur diambil dari tenggorokan untuk mengetahui infeksi Streptococcus group A-β
hemoliticus.3

Diagnosis Banding
Jika gambaran klinisnya khas, tidaklah sukar membuat diagnosis. Kalau tidak khas,
maka harus dibedakan dengan beberapa penyakit lain yang tergolong dermatosis
eritroskuamosa.1
Pada diagnosis banding hendaknya selalu diingat, bahwa psoriasis terdapat tanda-
tanda yang khas, yakni skuama kasar, transparan serta berlapis-lapis, fenomena tetesan lilin,
dan fenomena Auspitz.1
Pada stadium penyembuhan telah dijelaskan, bahwa eritema dapat terjadi hanya di
pinggir hingga menyerupai dermatofitosis. Perbedaannya ialah keluhan pada dermatofitosis
gatal sekali dan pada sedian langsung ditemukan jamur.1
Sifilis stadium II dapat menyerupai psoriasis dan disebut sifilis psoriasiformis.
Penyakit tersebut sekarang jarang terdapat, perbedaannya pada sifilis terdapat sanggama
tersangka, pembesaran kelenjar getah bening menyeluruh, dan tes serologic untuk sifilis
(T.S.S) positif.1
Dermatitis seboroik berbeda dengan psoriasis karena skuamanya berminyak dan
kekuningan dan bertempat predileksi pada tempat yang seboroik.1

Psoriasis

3
Psoriasis ialah penyakit yang penyebabnya autoimun, bersifat kronik dan residif,
ditandai dengan adanya bercak-bercak eritema berbatas tegas dengan skuama yang kasar,
berlapis-lapis dan transparan, disertai fenomena tetesan lilin, Auspitz, dan Kobner.1
Psoriasis juga disebut psoriasis vulgaris berarti psoriasis yang biasa, karena ada
psoriasis lain, misalnya psoriasis pustulosa.1,2

Epidemiologi
Kasus psoriasis makin sering dijumpai. Meskipun penyakit ini tidak menyebabkan
kematian, tetapi menyebabkan gangguan kosmetik, terlebih-lebih mengingat bahwa
perjalanannya menahun dan residif. Insidens pada orang kulit putih lebih tinggi daripada
penduduk kulit berwarna. Di Eropa dilaporkan sebanyak 3-7%, di Amerika Serikat sebanyak
1-2%, sedangkan di Jepang 0,6%. Pada bangsa berkulit hitam, misalnya di Afrika, jarang
dilaporkan , demikian pula bangsa Indian di Amerika. Psoriasis pada pria agak lebih banyak
daripada wanita, psoriasis terdapat pada semua usia, tetapi umumnya pada orang dewasa.1
Etiopatogenesis
Untuk beberapa decade, psoriasis merupakan penyakit yang ditandai dengan
terjadinya hyperplasia sel epidermis dan inflamasi dermis. Karakteristik tambahan
berdasarkan perubahan histopatologi yang ditemukan pada plak psoriatic dan data
laboratorium yang menjelaskan siklus sel dan waktu transit sel pada epidermis. Epidermis
pada plak psoriasis menebal dan hiperplastik, dan terdapat maturasi inkomplit sel epidermal
di atas area sel germinatif, replikasi yang cepat dari sel germinatif sangat mudah dikenali, dan
terdapat pengurangan waktu untuk transit sel melalui epidermis yang tebal. Abnormalitas
pada vaskularisasi kutaneus ditandai dengan peningkatan jumlah mediator inflamasi, yaitu
limfosit, polimorfonuklear, leukosit, dan makrofag, terakumulasi diantara dermis dan
epidermis. Sel-sel tersebut dapat menginduksi perubahan pada struktur dermis baik stadium
insial maupun stadium lanjut penyakit.1,2
Factor genetic berperan. Bila orangtuanya tidak menderita psoriasis, risiko psoriasis
12%, sedangkan jika salah seorang orangtuanya menderita psoriasis risikonya mencapai 34-
39%. Berdasarkan awitan penyakit penyakit dikenal dua tipe: psoriasis tipe I dengan awitan
dini bersifat familial, psoriasis tipe II dengan awitan lambat bersifat nonfamilial. Hal lain
yang menyokong adanya factor genetic ialah bahwa psoriasis berkaitan dengan HLA.
Psoriasis tipe I berhubungan dengan HLA-B13, B17, Bw57, dan Cw6. Psoriasis tipa II
berkaitan dengan HLA-B27 dan Cw2, sedangkan psoriasis pustulosa berkolerasi dengan
HLA-B27.1

4
Factor imunologik juga berperan. Defek genetic pada psoriasis dapat diekspresikan
pada salah satu dari tiga jenis sel, yakni limfosit T, sel penyaji antigen (dermal), atau
keratinosit. Keratinosit psoriasis matang umumnya penuh dengan sebukan limfosit T pada
dermis yang terutama terdiri atas limfosit T CD4 dengan sedikit sebukan limfositik dalam
epidermis. Sedangkan lesi baru umumnya lebih banyak didominasi oleh limfosit T CD8. Pada
lesi psoriasis terdapat sekitar 17 sitokin yang produksinya bertambah. Sel Langerhans juga
berperan pada imunopatogenesis psoriasis. Terjadinya proliferasi epidermis diawali dengan
adanya pergerakan antigen, baik eksogen maupun endogen oleh sel Langerhans. Pada
psoriasis pembentukan epidermis lebih cepat, hanya 3-4 hari, sedangkan kulit normal
lamanya 27 hari.1
Berbagai factor pencetus pada psoriasis yang disebut dalam kepustakaan, diantaranya
stress psikis, infeksi fokal, trauma (fenomena Kobner), endokrin, gangguan metabolic, obat ,
juga alcohol dan merokok. Stress psikis merupakan factor pencetus utama. Infeksi fokal
mempunyai hubungan erat dengan salah satu bentuk psoriasis ialah psoriasis gutata,
sedangkan hubungannya dengan psoriasis vulgaris tidak jelas. Pernah dilaporkan kasus-kasus
psoriasis gutata yang sembuh setelah diadakan tonsilektomia. Umumnya infeksi disebabkan
oleh Streptococcus. Factor endokrin rupanya mempengaruhi perjalanan penyakit, puncak
insiden psoriasis pada waktu pubertas dan menopause. Pada waktu kehamilan umumnya
membaik, sedangkan pada masa pascapartus memburuk. Gangguan metabolism, contohnya
hipokalsemia dan dianalis telah dilaporkan sebagai factor pencetus. Obat yang umumnya
dapat menyebabkan residif ialah betaadrenergic blocking agents, litium, antimalarial, dan
penghentian mendadak kortikosteroid sistemik.1

Gejala Klinis
Keadaan umum tidak dipengaruhi, kecuali pada psoriasis yang menjadi eritroderma.
Sebagian penderita mengeluh gatal ringan. Tempat predileksi pada scalp, perbatasan daerah
tersebut dengan muka, ekstremitas bagian ekstensor terutama siku serta lutut, dan daerah
lumbosacral.1

5
Gambar 1. Predileksi psoriasis2
Kelainan kulit terdiri atas bercak-bercak eritema yang meninggi dengan skuama di
atasnya. Eritema sirkumsrip dan merata tetapi pada stadium penyembuhan sering eritema
yang di tengah menghilang dan hanya terdapat di pinggir. Skuama berlapis-lapis, kasar dan
berwarna putih seperti mika, serta transparan. Besar kelainan bervariasi: lentikular, nummular
atau plakat, dapat berkonfluensi, jika seluruhnya atau sebagian besar lenticular disebut
psoriasis gutata, biasanya pada anak-anak dan dewasa muda dan terjadi setelah infeksi akut
oleh Streptococcus.1
Lesi primer pada pasien psoriasis dengan kulit yang cerah adalah merah, papul dan
berkembang menjadi kemerahan, plak yang berbatas tegas. Lokasi plak pada umumnya
terdapat pada siku, lutut, scalp, umbilicus, dan intergluteal.2,3
Pada pasien psoriasis dengan kulit gelap, distribusi hampir sama, namun papul dan
plak berwarna keunguan dengan sisik abu-abu. Pada telapak tangan dan telapak kaki,
berbatas tegas dan mengandung pustule steril dan menebal pada waktu yang bersamaan.
Trauma eksternal, meliputi goresan dan garukan pada kulit menyebabkan plak psoriatic yang
lama, hal ini dikenal dengan Fenomen Kobner.2,3
Pada psoriasis terdapat fenomena tetesan lilin, Auspitz dan Kobner (isomorfik).
Kedua yang disebut lebih dahulu dianggap khas, sedangkan yang terakhir tak khas, hanya
kira-kira 47% yang positif dan didapati pula pada penyakit lain, misalnya liken planus dan
veruka plana juvenilis.1
Fenomena tetesan lilin adalah skuama yang berubah warnanya menjadi putih pada
goresan, seperti lilin yang digores, disebabkan oleh berubahnya indeks bias. Cara menggores
dapat dengan pinggir gelas alas. Pada fenomena Auspitz tampak serum atau darah berbintik-
bintik yang disebabkan oleh papilomatosis. Cara mengerjakannya demikian: skuama yang
berlapis-lapis itu dikerok, misalnya dengan pinggir gelas alas. Setelah skuamanya habis,
maka pengerokan harus dilakukan perlahan-lahan, jika terlalu dalam maka tidak akan tampak

6
perdarahan yang berbintik-bintik melainkan perdarahan yang merata. Trauma pada kulit
penderita psoriasis, misalnya garukan, dapat menyebabkan kelainan yang sama dengan
psoriasis dan disebut fenomen Kobner yang timbul kira-kira setelah 3 minggu.1
Psoriasis juga dapat menyebabkan kelainan kuku, yakni sebanyak kira-kira 50%, yang
agak khas ialah yang disebut pitting nail atau nail pit berupa lekukan-lekukan miliar.
Kelainan yang tak khas ialah kuku yang keruh, tebal, bagian distalnya terangkat karena
terdapat lapisan tanduk dibawahnya (hyperkeratosis subungual) dan onikolisis.1
Di samping menimbulkan kelainan pada kulit dan kuku, penyakit ini dapat pula
menyebabkan kelainan pada sendi. Penyakit ini umumnya bersifat poliartikular, tempat
predileksinya pada sendi interfalangs distal, terbanyak terdapat pada usia 30-50 tahun. Sendi
membesar, kemudian terjadi ankilosis dan lesi kristik subkorteks. Kelainan pada mukosa
jarang ditemukan.1

Bentuk Klinis
Pada psoriasis terdapat berbagai bentuk klinis:1,4

1. Psoriasis Vulgaris
Bentuk ini ialah yang lazim terdapat karena itu disebut vulgaris, dinamakan pula tipe
plak karena lesi-lesinya umumnya berbentuk plak.

Gambar 2. Psoriasis vulgaris


2. Psoriasis Gutata
Diameter kelainan ini biasanya tidak melebihi 1 cm. timbulnya mendadak dan
diseminata, umumnya setelah infeksi Streptococcus di saluran napas bagian atas
sehabis influenza atau morbili, terutama pada anak dan dewasa muda selain itu juga
dapat timbul setelah infeksi yang lain baik bacterial maupun viral.

7
Gambar 3. Psoriasis gutata
3. Psoriasis Inversa (Psoriasis Fleksural)
Psoriasis tersebut mempunyai tempat predileksi pada daerah fleksor sesuai dengan
namanya.

Gambar 4. Psoriasis inversa


4. Psoriasis Eksudativa
Bentuk tersebut sangat jarang. Biasanya kelainan psoriasis kering, tetapi pada bentuk
ini kelainannya eksudatif seperti dermatitis akut.

Gambar 5. Psoriasis eksudativa


5. Psoriasis Seboroik (Seboriasis)
Gambaran klinis psoriasis seboroik merupakan gabungan antara psoriasis dan
dermatitis seboroik, skuama yang biasanya kering menjadi agak berminyak dan agak
lunak. Selain berlokasi pada tempat yang lazim, juga terdapat pada tempat seboroik.

8
6. Psoriasis Pustulosa
Ada 2 pendapat mengenai psoriasis pustulosa, pertama dianggap sebagai penyakit
tersendiri, kedua dianggap sebagai varian psoriasis. Terdapat 2 bentuk psoriasis
pustulosa, bentuk lokalisata, dan generalisata. Bentuk lokalisata, contohnya psoriasis
pustulosa palmoplantar (Barber). Sedangkan bentuk generalisata, contohnya psoriasis
pustulosa generalisata akut (Von Zumbusch)
Psoriasis pustulosa palmoplantar bersifat kronik dan residif, mengenai telapak tangan
atau telapak kaki atau keduanya. Kelainan kulit berupa kelompok-kelompok pustule
kecil steril dan dalam, di atas kulit yang eritematosa, disertai rasa gatal.

Gambar 7. Psoriasis pustulosa palmoplantar


Psoriasis pustulata generalisata akut (Von Zumbusch) dapat ditimbulkan oleh
berbagai factor provokatif, misalnya obat yang tersering karena penghentian
kortikosteroid sistemik. Obat lain contohnya, penisilin dan derivatnya, serta antibiotic
belaktam yang lain, hidroklorokuin, kalium iodide, morfin, sulfapirirdin, sulfonamide,
kodein, fenilbutazon, dan salisilat. Factor lain selain obat ialah hipokalsemia, sinar
matahari, alcohol, stress emosional, serta infeksi bacterial dan virus. Penyakit ini
dapat timbul pada penderita yang sedang atau telah mendapat psoriasis. Dapat pula
muncul pada penderita yang belum pernah menderita psoriasis.
Gejala awalnya ialah kulit nyeri, hiperalgesia disertai gejala umum berupa demam,
malaise, nausea, anoreksia. Plak psoriasis yang telah ada makin eritematosa. Setelah
beberapa jam timbul banyak plak edematosa dan eritematosa pada kulit yang normal.
Dalam beberap jam timbul banyak pustule miliar pada plak-plak tersebut. Dalam
sehari pustule-pustul berkonfluensi membentuk lake of pus berukuran beberapa cm.1
Pustul besar spongioform terjadi akibat migrasi netrofil ke atas stratum malphigi, di
mana neutrophil ini beragregasi di antara keratinosit yang menipis dan
berdegenerasi.3 kelainan-kelainan semacam itu akan terus menerus dan dapat menjadi
eritroderma. Pemeriksaan laboratorium menunjukkan leukositosis, kultur pus dari
pustule steril.

9
Gambar 8. Psoriasis pustulosa generalisata
7. Eritroderma Psoriatik
Eritroderma psoriatic dapat disebabkan oleh pengobatan topical yang terlalu kuat atau
oleh penyakitnya sendiri yang meluas. Biasanya lesi yang khas untuk psoriasis tidak
tampak lagi karena terdapat eritema dan skuama tebal universal. Ada kalanya lesi
psoriasis masih tampak samar-samar, yakni eritematosa dan kulitnya lebih meninggi.
Manifestasi klinis tipe ini; difus, eritema generalis dan sisik yang meluas. Kulit terasa
hangat dan aliran darah kutaneus meningkat.1,2

Gambar 9. Eritroderma psoriasis

Penatalaksanaan
Pepatah lama mengatakan bahwa ada banyak cara untuk mengobati suatu penyakit,
tetapi tidak satu pun yang bekerja sempurna. Hal ini memang benar-benar terjadi pada
psoriasis. Walaupun masing-masing cara pengobatan bias bermanfaat pada beberapa pasien,
tetapi semuanya disertai kompromi terhadap keamanan, efektivitas, atau kenyamanan.
Banyak pasien memerlukan obat-obatan yang berbeda untuk tempat-tempat yang berbeda dan
pada saat-saat yang berbeda.2,5
Terapi Topikal
Banyak obat-obatan bisa digunakan secara topical untuk menimbulkan remisi atau
perbaikan. Sebagian besar aman, tetapi membuat pasien menjadi bosan untuk

10
menggunakannya, karena obat-obatan ini harus terus dipakai berbulan-bulan, bahkan tidak
dapat ditentukan sampai kapan.2,5

1. Emolien
Beberapa pasien sudah siap untuk mentolerir keberadaan plak-plak (terutama pada
tempat-tempat yang tertutup), bila pembentukan skuama dapat dikendalikan. Emolien
yang berupa paraffin baik putih maupun kuning atau lanolin dapat dipakai untuk
mengendalikan pembentukan skuama.
2. Asam Salisilat
Asam salisilat merupakan bahan ‘keratolitik’ dan bias mengurangi pembentukan
skuama. Bahan ini dapat digunakan dalam bentuk campuran dengan ter, dan juga
dalam kombinasi dengan steroid topical yang tersedia dalam bentuk preparat-preparat
komersial.
3. Ter
Ter sudah dipergunakan selama bertahun-tahun, terutama dalam kombinasi dengan
radiasi UV. Bentuk preparat yang paling efektif adalah ekstrak dari ter batubara kasar.
Walaupun banyak usaha yang sudah dilakukan untuk memurnikan ter agar dapat lebih
diterima secara kosmetis, tetapi bentuk yang paling efektif masih tetap yang berwarna
paling hitam, paling berbau menyengat, dan tampak paling kotor. Oleh karena itu,
tidak banyak pasien yang memakai ter untuk pemakaian rutin yang luas. Akan tetapi,
ter yang dicampurkan dengan minyak untuk mandi atau dalam campuran salep dapat
bermanfaat, dan sangat bermanfaat untuk kelainan pada kulit kepala.
4. Steroid topical
Steroid topical tidak dapat menyembuhkan psoriasis secara tuntas, tetapi dapat
meredakannya. Beberapa dermatology mengatakan bahwa mereka tidak pernah
menggunakan steroid topical untuk psoriasis, karena adanya risiko yang mungkin
terjadi (dapat menyebabkan timbulnya ‘brittle psoriasis’). Akan tetapi, apabila
digunakan untuk yang dalam keadaan stabil, dan pada kulit kepala serta daerah
fleksor, obat-obatan ini dapat bermanfaat.

5. Ditranol (antralin)
Obat ini dikatakan efektif. Kekurangannya ialah mewarnai kulit dan pakaian.
Konsentrasi yang digunakan biasanya 0,2 - 0,8% dalam pasta, salap, atau krim. Lama

11
pemakaian hanya 15 sampai 30 menit sehari sekali untuk mencegah iritasi.
Penyembuhan dalam 3 minggu.
6. Analog-analog vitamin D dan vitamin A
Kalsipotriol dan takalsitol yang merupaka analog vitamin D dapat bekerja dengan
baik, dan dengan cepat memperoleh posisi sebagai bagian dari rutin. Analog vitamin
A lebih disenangi oleh sebagian ahli, tetapi umumnya kurang efektif. Terdapat
sejumlah kecil efek samping local akibat kedua kelompok analog (walaupun analog
vitamin D bisa membakar wajah dan daerah fleksor), tetapi kadar kalsium darah dapat
terganggu bila analog vitamin D dipakai dalam jumlah yang besar, sedangkan kepada
pasien yang memakai analog vitamin A hendaknya dianjurkan untuk tidak hamil,
karena adanya efek teratogenik.
7. Radiasi Ultraviolet
Penggunaan terapi dengan sinar UV telah dikenal baik, sedangkan panjang
gelombang yang paling efektif adalah dalam kisaran medium (UVB). UVB harus
digunakan dengan hati-hati karena juga bias menyebabkan kulit menjadi terbakar.
Dosis yang diperlukan pasein adalah yang hanya bisa menimbulkan eritema pada kulit
tanpa menjadi terbakar. Secara bertahap dosisi kemudian dinaikkan. Penyinaran
biasanya dilakukan dua kali seminggu, sampai kulit menjadi bersih. Penambahan ter
bias membuat UVB lebih efektif.
UVB secara teoretis bersifat karsiogenik (sebagaiman juga ter), dan yang
mengejutkan adalah bahwa pada beberapa penderita psoriasis berkembang kanker
kulit.

Terapi Sistemik
1. Psoralen + ultraviolet A (PUVA)
‘Psoralen’ membentuk ikatan kimia dengan DNA jika ada radiasi UV. Yang paling
banyak digunakan adalah 8-metoksipsoralen, yang biasanya diminum 2 jam sebelum
dilakukan pemaparan dengan sinar UV gelombang panjang (UVA), yang pada
awalnya dilakukan 2 kali seminggu. Kacamata pelindung dipakai untuk mencegah
terjadinya kerusakan pada mata. Untuk mengurangi risiko ini, sekarang beberapa
klinik merendam kulit pasien ke dalam larutan psoralen. Terdapat risiko jangka
panjang yang signifikan berupa terjadinya keratosis dan kanker epitel akibat kedua
bentuk tindakan tersebut.2,5
2. Obat-obatan sitotoksik

12
Sitotoksik yang paling efektif digunakan secara luas adalah metotreksat, yang
merupakan antagonis dari asam folat. Sebagian besar psoriasis berhasil diobati dengan
dosis 7,5 – 20 mg sekali seminggu. Obat-obat yang lain mencakup azatioprin dan
hidroksikarbamid atau hidroksiurea.2,5
Semua obat-obatan sitotoksik mempunyai efek samping yang tidak diharapkan,
terutama supresi pada sumsum tulang. Hal ini jarang terjadi pada penggunaan
metotreksat, tetapi mungkin timbul dalam bentuk reaksi idionsinkrasi yang tidak ada
hubungannya dengan besarnya dosis. Masalah utama pada pengguanaan metotreksat
adalah adanya efek hepatotoksik, terutama terjadinya fibrosis pada penggunaan yang
lama. Alcohol tampaknya dapat mengekaserbasi terjadinya kecendrungan tersebut.
Pada pasien-pasien muda perlu dilakukan tindakan biopsy hati secara regular.
Metotreksat juga menghambat spermatogenesis dan bersifat teratogenik. Karenanya,
obat ini hanya digunakan pada pasien dengan kelainan berat.2,5
3. Retinoid
Derivate-derivat vitamin A dapat dipakai pada pasien psoriasis. Yang paling sering
digunakan adalah asitretin. Retinoid menyebabkan terjadinya berbagai efek samping,
seperti bibir kering, perdarahan hidung, rambut rontok, hyperlipidemia, abnormalitas
tes fungsi hati, dan efek teratogenik.2,5
4. Steroid sistemik
Pada psoriasis yang sangat berat, steroid kadang-kadang perlu diberikan, tetapi jangan
digunakan tersendiri.2,5
5. Siklosporin
Obat imunosupresif ini bekerja dengan sangat baik, bahkan pada psoriasis yang sangat
berat. Obat ini bersifat nefrotoksik dan harganya mahal.2,5

Komplikasi
Psoriasis dapat menyebabkan infeksi kulit yang parah. Artritis deformans yang mirip
dengan artritis rematoid, disebut artritis psoriatika, timbul pada sekitar 30 – 40% pasien
psoriasis. Bila berat, psoriasis dapat menjadi penyakit yang melemahkan. Selain itu, psoriasis
juga berdampak pada penurunan harga diri pasien yang menimbulkan stress psikologis,
ansietas, depresi, dan marah.6

13
Edukasi
Edukasi yang dapat diberikan pada pasien antara lain; jelaskan bahwa tujuan
pengobatan adalah untuk mengendalikan penyakit bukan untuk menyembuhkan, beritahu
pasien tentang peran stress dalam menyebabkan psoriasis, bicarakan pula masalah gaya hidup
seperti olahraga yang teratur dan menjaga pola makan (kurangi konsumsi alcohol yang
berlebihan), mengurangi terkena paparan sinar matahari. Gunakan tabir surya pada daerah-
daerah yang yang tidak terkena penyakit tetapi terpapar sinar matahari (wajah). Ajak pasien
untuk menghentikan obat-obat topical bila daerah yang terkena telah sembuh dan alihkan ke
obat yang berpotensi terendah yang masih dapat mengendalikan timbulnya lesi baru.7

Prognosis
Meskipun psoriasis tidak menyebabkan kematian, tetapi psoriasis bersifat kronis dan
residif. Psoriasis gutata akut timbul dengan dengan cepat. Terkadang tipe ini menghilang
secara spontan dalam beberapa minggu tanpa terapi. Seringkali, psoriasis tipe ini berkembang
menjadi psoriasis plak kronis. Penyakit ini bersifat stabil, dan dapat remisi setelah beberapa
bulan atau tahun, dan dapat saja rekuren sewakt-waktu seumur hidup.1,4
Pada psoriasis tipe pustular, dapat bertahan beberapa tahun dan ditandai dengan
remisi dan ekaserbasi yang tidak dapat dijelaskan. Psoriasis vulgaris juga dapat berkembang
menjadi psoriasis tipe ini. Pasien dengan psoriasis pustulosa generalisata sering dibawa ke
dalam ruang gawat darurat dan harus dianggap sebagai bacteremia sebelum terbukti kultur
darah menunjukkan negative. Relaps dan remisi dapat terjadi dalam periode bertahun-tahun.4

Kesimpulan
Psoriasis merupakan penyakit yang bersifat kronik dan residif yang penyebabnya
autoimun. Psoriasis merupakan salah satu dari penyakit dermatosis eritroskuamosa yang
ditandai dengan bercak-bercak eritema berbatas tegas dengan skuama yang kasar, berlapis-
lapis dan transparan, serta ditemukannya fenomena tetesan lilin, Auspitz dan Kobner pada
pemeriksaan. Faktor genetic, factor imunologik dan factor pencetus mempunyai perananan
dalam penyakit ini. Pengobatannya dengan cara pemberian obat topical ataupun sistemik.
Meskipun psoriasis tidak menyebabkan kematian, namun bersifat kronis dan residif.

14
Daftar Pustaka

1. Djuanda A., Hamzah M., Aisah S. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Edisi kelima.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2007. h. 189-95
2. Brown R.G., Burns T. Dermatologi. Edisi ke-8. Jakarta: Erlangga; 2005. h. 78-89
3. Kelly A.P., Taylor S.C. Dermatology for skin of color. New York: McGraw Hill;
2009. h. 139-46
4. Wolff K., Johnson R.A. Fitzpatrick’s color atlas and synopsis of clinical
dermatology. Edisi keenam. New York: McGraw Hill; 2009. h. 53-71
5. Kee J.L., Hayes E.R. Farmakologi: pendekatan proses keperawatan. Edisi ke-1.
Jakarta: EGC; 1996.
6. Corwin EJ. Buku saku patofisiologi. Jakarta: EGC; 2007. h. 111-13
7. Goldstein B., Goldstein A., Melfiawaty., Pendit B.U. Dermatologi praktis. Jakarta:
Hipokrates; 2001. h. 187-90

15

Anda mungkin juga menyukai