Anda di halaman 1dari 15

LONG CASE

DIMENSIA

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Kepaniteraan Klinik Bagian Syaraf

RS PKU Muhammadiyah Gamping

Disusun oleh :

Bella Leonora Fauzi

20184010061

Diajukan kepada :

Dr. dr.Tri Wahyuliati, Sp.S., M.Kes.

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

2018
BAB I

PENDAHULUAN

1. IDENTITAS
Nama : Tn. SS
Usia : 78 tahun
Alamat : Tegal Senggotan DK V RT 03 Tirtonirmolo Kasihan Bantul
Pekerjaan : Pensiunan PNS
Tanggal Masuk RS : 13-8-2018

2. ANAMNESIS
a. Keluhan Utama
Pasien Kontrol Rutin post opname.
b. RPS
pasien datang ke poli RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta untuk control
rutin. Pasien merupakan pasien post opname dengan diagnosis TIA. Pada saat pasien
datang ke poli pasien sudah merasa membaik. Dokter melakukan pemeriksaan reflek
glabella dan di dapatkan hasil reflek glabella (+) yang berarti pasien terdapat tanda
mengalami dimensia.
Berdasarkan hasil alloanamnesis dengan anak pasien didapatkan informasi
bahwa pasien agak sedikit lupa namun masih dalam batas wajar. Anak pasien juga
mengatakan bahwa pada saat opname pasien sempat bingung sampai rawat diri juga
jelek namun sekarang sudah membaik
.
c. RPD
Riwayat trauma (-), riwayat infeksi virus otak (+), riwayat kejang (+), riwayat
penyakit jantung (+),
d. RPK
Riwayat hipertensi (-), riwayat diabetes melitus (-), riwayat SNH TIA (+),
riwayat epilepsi (-)
e. Riwayat Pribadi
Pasien merupakan seorang remaja dan masih pelajar.

1
3. PEMERIKSAAN FISIK
a. Status Presens
TD = 114/55 mmHg
T = 36 ◦C
HR = 85 kpm
RR = 19 kpm
Keadaan Umum : Pasien Nampak Sedikit Lemah
Kesadaran : Compos Mentis
Status gizi : Cukup

b. Status Psikiatri
 Kesadaran : compos mentis
 Kuantitatif : GCS (mata, bicara, motorik) = 4,5,6
 Kualitatif : Tingkah laku tenang, perasaan hati euthym
 Orientasi : (tempat) baik, (waktu) baik, (orang) baik
 Jalan Pikiran : Koheren
 Kemampuan Bicara : lancar
 Sikap Tubuh : tremor (-), rigiditas (-), flaccid (-), bradikinesia (-)

c. Status Neurologis
1) Kepala : normocephal, simetris (+), NT (-), scar (+) di kepala, massa (-)
Px nervi cranialis
a) N. I (Olfactorius) : daya pembau kanan = kiri dalam batas normal
b) N. II (Opticus)
 Visus : tidak dilakukan
 Pengenalan warna : normal
 Medan penglihatan : normal +/+, hemianopsia -/-
 Px fundus okuli : tidak dilakukan
c) N. III (Occulomotorius), N. IV (Trochlearis), & N. VI (Abducen)
 Ptosis (-/-), nistagmus (-/-), exoftalmus (-/-), enoftalmus (-/-)
 Gerak bola mata ke atas : normal/normal
 Gerak bola mata ke bawah : normal/normal
 Gerak bola mata ke medial : normal/normal
 Pupil : isokor

2
 Strabismus : (-/-)
 Diplopia : (-/-)
 Reflek cahaya langsung : (+/+)
 Reflek cahaya tidak langsung : (+/+)

d) N. V (Trigeminus)

 Motorik : menggigit (+), membuka mulut (+)


 Sensorik : sensibilitas atas (+/+), tengah (+/-+), bawah (+/+)

e) N. VII (Facialis)

 Mengerutkan dahi : simetris


 Kedipan mata : kanan = kiri
 Sudut mulut : simetris
 Lipatan nasolabial : simetris
 Mengerutkan alis : simetris
 Menutup mata : +/+
 Lakrimasi : tidak dilakukan
 Daya kecap lidah 2/3 depan : normal

f) N. VIII (Vestibulocochlearis)

 Mendengar suara gesekan tangan : (+/+)


 Tes Rinne : tidak dilakukan
 Tes Weber : tidak dilakukan
 Tes Schwabach : tidak dilakukan

g) N. IX (Glossopharyngeus)

 Daya kecap lidah 1/3 belakang : tidak dilakukan


 Reflek muntah : tidak dilakukan
 Sengau : (-)

h) N. X (Vagus)

 Nadi : teraba/teraba
 Bersuara : normal
i) N. XI (Accessorius)

3
 Memalingkan kepala : (+/+)
 Mengangkat bahu : simetris
 Atrofi otot bahu : (-/-)
j) N. XII (Hipoglossus)
 Sikap lidah : deviasi (-)
 Tremor lidah : (-)
 Atrofi otot lidah : (-)
 Fasikulasi lidah : (-)
2) Badan
 Pulmo : vesikuler (+/+), ronchi (-/-), wheezing (-/-)
 Cor : S1 S2 reguler
 Abdomen : BU (+), NT (-), timpani (+)
3) Ekstremitas
+4│+5
Kekuatan :
+4 │+5
𝑁 │𝑁
Tonus :
𝑁 │𝑁
𝑁 │𝑁
Refleks Fisiologis :
𝑁 │𝑁
Refleks Patologis
Hoffman : -/-
Tromner : -/-
Babinski : +/+

d. Tes Fungsi Koordinasi


Tidak dilakukan
e. Fungsi Vegetatif
Miksi : inkontinensia urine (-), retensi urine (-), anuria (-), poliuria (-)
Defekasi : inkontinensia alvi (-), retensi alvi (-)

4. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium
Lekosit : 11,6 mm3
Trombosit : 191000/mm3
Eritrosit : 3,8 juta/mm3
Hematokrit : 34 %
Hemoglobin : 11,3%

4
GDS : 109 mg/dl
Ureum : 63 mg/dL (H)
Kreatinin : 1.2 mg/dL
Cholesterol : 28 mg/dL
HDL : 38 mg/dL
LDL : 28 mg/dL
Trigliserida :64 mg/dL
Natrium : 139 mmol/L
Kalium : 4.0mmol/L
Klorida : 95 mmol/L (L)

5. DIAGNOSIS
Diagnosis Klinis : hemiparese dextra
Diagnosis Topis : korteks lobus parietalis sinistra
Diagnosis Etiologi : SNH
DD : 1. SH
2. Delirium

6. TERAPI

5
BAB II

PEMBAHASAN

A. DEFINISI
Demensia adalah sindrom penurunan fungsi intelektual dibanding
sebelumnya yang cukup berat sehingga mengganggu aktivitas sosial
dan profesional yang tercermin dalam aktivitas hidup keseharian,
biasanya ditemukan juga perubahan perilaku dan tidak disebabkan
oleh delirium maupun gangguan psikiatri mayor.
Diagnosis klinis demensia ditegakkan berdasarkan riwayat
neurobehavior, pemeriksaan fisik neurologis dan pola gangguan
kognisi. Pemeriksaan biomarka spesifik dari likuor serebrospinalis
untuk penyakit neurodegeneratif hanya untuk penelitian dan belum
disarankan dipakai secara umum di praktik klinik.
Secara umum gejala demensia dapat dibagi atas dua kelompok yaitu
gangguan kognisi dan gangguan non-kognisi. Keluhan kognisi terdiri
dari gangguan memori terutama kemampuan belajar materi baru
yang sering merupakan keluhan paling dini. Memori lama bisa
terganggu pada demensia tahap lanjut. Pasien biasanya mengalami
disorientasi di sekitar rumah atau lingkungan yang relatif baru.
Kemampuan membuat keputusan dan pengertian diri tentang
penyakit juga sering ditemukan.

B. FAKTOR RISIKO
1. Tidak Dapat Dimodifikasi
a. Usia
Risiko terjadinya PA meningkat secara nyata dengan meningkatnya
usia, meningkat dua kali lipat setiap 5 tahun pada individu diatas 65
tahun dan 50% individu diatas 85 tahun mengalami demensia. Dalam studi
populasi, usia diatas 65 tahun risiko untuk semua
demensia adalah OR=1,1 dan untuk PA OR=1,2.
b. Jenis Kelamin
Beberapa studi prevalensi menunjukkan bahwa PA lebih tinggi pada
wanita dibanding pria. Angka harapan hidup yang lebih tinggi dan

6
tingginya prevalensi PA pada wanita yang tua dan sangat tua
dibanding pria. Risiko untuk semua jenis demensia dan PA untuk
wanita adalah OR=1,7 dan OR=2.0. Kejadian DV lebih tinggi pada
pria secara umum walaupun menjadi seimbang pada wanita yang
lebih tua
c. Riwayat Genetik

Penyakit Alzheimer Awitan Dini (Early onset Alzheimer


Disease/EOAD) terjadi sebelum usia 60 tahun, kelompok ini menyumbang 6-
7% dari kasus PA. Sekitar 13% dari EOAD ini

memperlihatkan transmisi otosomal dominan. Tiga mutasi gen yang 8


teridentifkasi untuk kelompok ini adalah amiloid ß protein precursor
(AßPP) pada kromosom 21 ditemukan pada 10-15% kasus,
presenelin 1 (PS1) pada kromosom 14 ditemukan pada 30-70%
kasus dan presenilin 2 (PS) pada kromosom 1 ditemukan kurang dari
5% kasus.
1
Sampai saat ini tidak ada mutasi genetik tunggal yang teridentifikasi
untuk PA Awitan Lambat. (Level III, fair)
2
Diduga faktor genetik dan
lingkungan saling berpengaruh. Di antara semua faktor genetik, gen
Apolipoprotein E yang paling banyak diteliti. Telaah sistematik studi
populasi menerangkan bahwa APOE e4 signifikan meningkatkan
risiko demensia PA teruma pada wanita dan populasi antara 55-65
tahun, pengaruh ini berkurang pada usia yang lebih tua. (Level III,
good)
1
Sampai saat ini tidak ada studi yang menyebutkan perlunya tes
genetik untuk pasien demensia atau keluarganya. Apabila dicurigai
autosomal dominan, maka tes dapat dilakukan hanya setelah
dengan informed consent yang jelas atau untuk keperluan
penelitian

7
C. KLASIFIKASI
1. Alzaimer
Penyakit Alzheimer (PA) masih merupakan penyakit
neurodegeneratif yang tersering ditemukan (60-80%).
4
Karateristik
klinik berupa berupa penurunan progresif memori episodik dan
fungsi kortikal lain. Gangguan motorik tidak ditemukan kecuali pada
tahap akhir penyakit. Gangguan perilaku dan ketergantungan dalam
aktivitas hidup keseharian menyusul gangguan memori episodik
mendukung diagnosis penyakit ini. Penyakit ini mengenai terutama
lansia (>65 tahun) walaupun dapat ditemukan pada usia yang lebih
muda. Diagnosis klinis dapat dibuat dengan akurat pada sebagian
besar kasus (90%) walaupun diagnosis pasti tetap membutuhkan
biopsi otak yang menunjukkan adanya plak neuritik (deposit β-
amiloid40 dan β-amiloid42) serta neurofibrilary tangle
(hypertphosphorylated protein tau). Saat ini terdapat
kecenderungan melibatkan pemeriksaan biomarka neuroimaging
(MRI struktural dan fungsional) dan cairan otak (β-amiloid dan
protein tau) untuk menambah akurasi diagnosis.
2. Dimensia vascular
DEMENSIA VASKULER
Vascular cognitive impairment (VCI) merupakan terminologi yang
memuat defisit kognisi yang luas mulai dari gangguan kognisi ringan
sampai demensia yang dihubungkan dengan faktor risiko vaskuler.
5
Penuntun praktik klinik ini hanya fokus pada demensia vaskuler
(DV).
DV adalah penyakit heterogen dengan patologi vaskuler yang luas
termasuk infark tunggal strategi, demensia multi-infark, lesi kortikal
iskemik, stroke perdarahan, gangguan hipoperfusi, gangguan
hipoksik dan demensia tipe campuran (PA dan stroke / lesi
vaskuler).
6
8
Faktor risiko mayor kardiovaskuler berhubungan dengan
kejadian ateroskerosis dan DV. Faktor risiko vaskuler ini juga
memacu terjadinya stroke akut yang merupakan faktor risiko untuk
terjadinya DV.
7
CADASIL (cerebral autosomal dominant arteriopathy 4
with subcortical infarcts and leucoensefalopathy), adalah bentuk
small vessel disease usia dini dengan lesi iskemik luas white matter
dan stroke lakuner yang bersifat herediter.

D. PATOFISIOLOGI
E. ETIOLOGI
F. DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang.
1. Anamnesis
Auto danallo-anamnesis dari orang tuaatausaksimatamengenaihalhaldibawahini
a. Terdapatseranganbangkitanberulangtanpadiikutipulihnyakesadaran
b. Gejaladantandasebelum, selama, danpascabangkitan :
Sebelumbangkitan/gejala prodromal:
oKondisifisikdanpsikis yang
mengindikasikanakanterjadinyabangkitan,misalnyaperubahanperilaku,
perasaanlapar, berkeringat,hipotermi, mengantuk, menjadisensitif, dan lain-
lain.
Selamabangkitan/iktal:
oApakahterdapat aura, gejala yang dirasakanpadaawalbangkitan?
o Bagaimanapola/bentukbangkitan, mulaidarideviasimata, gerakankepala,
gerakantubuh, vokalisasi, otomatisasi,
gerakanpadasalahsatuataukedualengandantungkai,
bangkitantonik/klonik,inkontinensia, lidahtergigit, pucat, berkeringat, dan lain-
lain.

9
(Akanlebihbaikbilakeluargadapatdimintauntukmenirukangerakanbangkitanata
umerekam video saatbangkitan)
oApakahterdapatlebihdarisatupolabangkitan?
oApakahterdapatperubahanpoladaribangkitansebelumnya?
oAktivitaspenyandangsaatterjadibangkitan, misalnyasaattidur,saatterjaga,
bermain video game, berkemih, dan lain-lain.
Pascabangkitan/ post iktal:
oBingung, langsungsadar, nyerikepala, tidur, gaduhgelisah
d. Faktorpencetus :kelelahan, kurangtidur, hormonal, stress psikologis,alkohol.
e. Usiaawitan, durasibangkitan, frekuensibangkitan, interval
terpanjangantarbangkitan, kesadaranantarbangkitan.

f. Terapiepilepsisebelumnyadanresponterhadap OAE sebelumnya:


jenisobat anti epilepsi (OAE)
dosis OAE
jadwalminum OAE
kepatuhanminum OAE
kadar OAE dalam plasma
kombinasiterapi OAE.
g. Penyakit yang dideritasekarang, riwayatpenyakitneurologik,
psikiatrikmaupunsistemik yang mungkinmenjadipenyebabmaupunkomorbiditas.
h. Riwayatepilepsidanpenyakit lain dalamkeluarga
i. Riwayatsaatberadadalamkandungan, kelahiran, dantumbuhkembang
j. Riwayatbangkitan neonatal/ kejangdeman
k. Riwayat trauma kepala, stroke, infeksisusunansarafpusat (SSP), dll.

2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaanfisikumum
Untukmencaritanda-tandagangguan yang berkaitandenganepilepsi,misalnya:
• Trauma kepala,
• Tanda-tandainfeksi,
• Kelainankongenital,
• Kecanduanalkoholataunapza,

10
• Kelainanpadakulit (neurofakomatosis)
• Tanda-tandakeganasan.

Pemeriksaanneurologis
Untukmencaritanda-tandadefisitneurologisfokalataudifus yang
dapatberhubungandenganepilepsi.Jikadilakukandalambeberapamenitsetelahbangki
tanmakaakantampaktandapascabangkitanterutamatandafokal
yangtidakjarangdapatmenjadipetunjuklokalisasi, seperti:
• Paresis Todd
• Gangguankesadaranpascaiktal
• Afasiapascaiktal

3. Pemeriksaan Penunjang
a. Elektroensefalogram (EEG)
Anak-anak, remaja dan orang dewasa yang membutuhkan EEG harus
menjalani tes dilakukan segera setelah diminta. EEG harus dilakukan hanya untuk
mendukung diagnosis epilepsi pada orang dewasa yang riwayat klinisnya
menunjukkan bahwa kejang kemungkinan berasal dari epilepsi, tetapi tidak dapat
digunakan untuk mengeksklusi diagnosis epilepsi jika tanda dan gejala sudah jelas
mengarah epilepsi. EEG harus dilakukan hanya untuk mendukung diagnosis
epilepsi pada anak-anak dan orang muda. Jika EEG dianggap perlu, itu harus
dilakukan setelah kejang epilepsi kedua tetapi mungkin, dalam keadaan tertentu,
sebagaimana dievaluasi oleh spesialis, dipertimbangkan setelah kejang epilepsi
pertama. EEG ini juga dapat membantu diagnosis epilepsi jika tanda dan gejala
kurang jelas.
b. Neuroimaging
Neuroimaging harus digunakan untuk mengidentifikasi kelainan struktural
yang menyebabkan epilepsi tertentu. MRI harus menjadi penyelidikan pencitraan
pilihan pada anak-anak, orang muda dan orang dewasa dengan epilepsi. MRI
sangat penting pada mereka yang onset epilepsi sebelum usia 2 tahun atau di masa
dewasa dan memiliki riwayat kejang onset fokal dari pemeriksaan atau EEG
(kecuali bukti yang jelas dari epilepsi fokal jinak) di antaranya kejang terus
terlepas sudah diberikannya dari obat lini pertama. Anak-anak, remaja dan orang
dewasa yang membutuhkan MRI harus segera melakukan tes. Neuroimaging

11
seharusnya tidak secara rutin diminta ketika diagnosis epilepsi umum idiopatik
telah dibuat.
c. Tes-tes lain
Pada orang dewasa, tes darah yang sesuai (misalnya, elektrolit plasma,
glukosa, kalsium) untuk mengidentifikasi penyebab potensial dan / atau untuk
mengidentifikasi komorbiditas yang signifikan harus dipertimbangkan. Pada anak-
anak dan orang muda, penyelidikan lain, termasuk biokimia darah dan urin, harus
dilakukan untuk mengecualikan diagnosis lain, dan untuk menentukan penyebab
yang mendasari epilepsi.

12
G. PENATALAKSANAAN

13
BAB III

DAFTAR PUSTAKA

Aminoff MJ dkk. Clinical Neurology. 6th ed. New York: McGraw-Hill.

Fisher, R. S., et al. 2014. A practical clinical definition of epilepsy. Epilepsia, 55(4):
475-482. doi: 10.1111/epi.12550

NICE. 2012. The epilepsies: the diagnosis and management of the epilepsies in adults
and children in primary and secondary care. United Kingdom.

PERDOSSI. 2016. AcuanPanduanPraktikKlinis Neurologi:122-126

Scheffer, I. E., et al. 2017. ILAE classification of the epilepsies: Position paper of the
ILAE Commission for Classification and Terminology. Epilepsia, 58(4):512–
521. doi: 10.1111/epi.13709

Sharma, S., Dixit, V. 2013. Epilepsy – A Comprehensive Review. International


Journal of Pharma Research & Review, 2(12): 61-80.

Shorvon SD. HANDBOOK OF Epilepsy Treatment Forms, Causes and Therapy in


Children and Adults.2nd ed. America: Blackwell Publishing Ltd. 2005

Vozikis, A., et al. 2012. Risk factors associated with Epilepsy: A case-control study.
Health Science Journal, 6(3): 509-517

14

Anda mungkin juga menyukai