VERTIGO
Diajukan Kepada:
Disusun Oleh:
20224010013
SMF SARAF
2023
HALAMAN PENGESAHAN
TUTORIAL KLINIK
VERTIGO
Dokter Pembimbing
A. Identitas
Nama : Ny.
No. RM : 00475xxx
Usia :
Alamat :
B. Anamnesis
1. Keluhan Utama Pusing berputar
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengeluh pusing, terasa berputar-putar, sering mengganggu aktivitas
sehari-hari. Pusing berputar dirasakan sejak lama bertahun-tahun, memburuk 2
minggu SMRS. Pasien selalu kesulitan untuk bangun dari tidur karena pandangan
terasa berputar seolah-olah tembok dan benda-benda di sekitar hendak jatuh atau
roboh. 1 minggu SMRS keluhan utama disertai mual dan muntah. Pasien tidak
sanggup berdiri dari kasur, hingga akhirnya dibawa ke RSUD Tjitrowardojo.
Keluhan disertai nyeri kepala dan rasa lemas. Nafsu makan pasien menurun. BAB,
BAK lancar (tidak ada keluhan). Pasien juga mengeluh adanya rasa kesemutan di
lengan kiri. Pasien mengatakan cemas dan khawatir akan kondisi kesehatannya.
- -
g. Sensibilitas Normal
h. Vegetasi
BAB (+), BAK (+)
3. Pemeriksaan Meningeal
- Kaku kuduk : Normal
- Laseque : Normal
- Kernig : Normal
- Patrick : Normal
- Kontra Patrick : Normal
4. Pemeriksaan Keseimbangan
- Nistagmus : normal
- Rhomberg mata terbuka :+
- Rhomberg mata tertutup :+
- Sharpen Rhomberg : tidak dilakukan
- Jalan Tandem : tidak dilakukan
- Fukuda : tidak dilakukan
- Past Pointing : tidak dilakukan
E. Pemeriksaan Penunjang
EEG
Temuan :
- Irama dasar : Alfa, simetris, voltase sedang, reguler
G. Tatalaksana
1. Asam Folat 1mg 2x1
2. Ikaphen 100mg 2x1
3. Phenytoin 100mg 2x1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Vertigo berasal dari bahasa latin “vertere” yang berarti berputar, dan “igo” yang
berarti kondisi. Vertigo ialah adanya sensasi gerakan atau rasa gerak dari tubuh seperti
rotasi (memutar) tanpa sensasi perputaran yang sebenarnya, dapat sekelilingnya terasa
berputar (vertigo objektif) atau badan yang berputar (vertigo subjektif). Vertigo termasuk
kedalam gangguan keseimbangan yang dinyatakan sebagai pusing, pening, sempoyangan,
rasa seperti melayang atau dunia seperti berjungkir balik.
Vertigo dapat disebabkan oleh proses fisiologis (misalnya vertigo saat berada di
“komidi putar”, mabuk perjalanan, adanya gangguan visual) atau oleh karena lesi
patologis (misalnya lesi pada labirin atau nukleus nervus vestibularis). Keduanya akan
menghasilkan gejala dan tanda yang hampir serupa meskipun memiliki dasar
patomekanisme yang berbeda.
B. Epidemiologi
Vertigo merupakan gejala yang sering didapatkan pada individu dengan prevalensi
sebesar 7 %. Beberapa studi telah mencoba untuk menyelidikiepidemiologi dizziness,
yang meliputi vertigo dan non vestibular dizziness. Dizziness telah ditemukan menjadi
keluhan yang paling sering diutarakan oleh pasien, yaitu sebesar 20-30% dari populasi
umum. Dari keempat jenis dizziness vertigo merupakan yang paling sering yaitu sekitar
54%. Pada sebuah studi mengemukakan vertigo lebih banyak ditemukan pada wanita
disbanding pria (2:1), sekitar 88% pasien mengalami episode rekuren.
C. Etiologi
2. Epilepsi simptomatik : disebabkan oleh kelainan / lesi pada susunan saraf pusat.
Misalnya : post trauma kapitis, infeksi susunan saraf pusat (SSP), gangguan
metabolic, malformasi otak kongenital, asphyxia neonatorum, lesi desak ruang,
gangguan peredaran darah otak, toksik serta kelainan neurodegenerative.
D. Patofisiologi
1. Vertigo perifer: lokasi lesi pada telinga dalam dan nervus vestibularis.
2. Vertigo sentral: lokasi lesi pada batang otak, serebelum, dan serebrum.
Sistem vestibular secara umum dibagi menjadi komponen perifer dan sentral.
Komponen perifer terdiri dari kanalis semisirkularis (posterior, horizontal, anterior)
dan organ otolit (sakulus dan utrikulus) bilateral. Kanalis semisirkularis mendeteksi
gerakan berputar, sedangkan utrikulus dan sakulus berespons terhadap akselerasi
linear dan gravitasi. Organ vestibular berada dalam aktivitas tonik simetris, bila
tereksitasi akan menstimulasi sistem vestibular sentral. Bila kepala digerakkan, terjadi
aktivitas asimetris pada nukleus vestibular, yang diinterpretasikan oleh sistem saraf
pusat sebagai gerakan kepala. Adanya proses patologis juga akan diinterpretasikan
sebagai aktivitas asimetris oleh sistem saraf pusat. Jaras yang berperan pada refleks
vestibulookular (VOR) memegang peranan sangat penting pada vertigo sentral. Jaras
ini dimulai dari labirin, kemudian menuju ke nukleus vestibularis, nukleus N III, IV,
VI, pusat integrasi di pons dan mesensefalon, serta serebelum. Pusat integrasi di pons
dan serebelum berperan pada gerakan mata horizontal, sedangkan pusat integrasi di
mesensefalon berperan pada gerakan mata vertikal.
penting pada vertigo sentral. Jaras ini dimulai dari labirin, kemudian menuju ke
nukleus
vestibularis, nukleus N III, IV, VI, pusat integrasi di pons dan mesensefalon, serta
serebelum. Pusat integrasi di pons dan serebelum berperan pada gerakan mata
horizontal,
BPPV terjadi saat otokonia, suatu kalsium karbonat yang terbentuk di makula
utrikulus, terlepas dan masuk ke dalam kanalis semisirkularis. Hal ini menyebabkan
sensasi berputar ketika terjadi perubahan posisi kepala. Lokasi tersering BPPV ialah
pada kanalis semisirkularis posterior, yaitu kanal yang paling dipengaruhi oleh
perbedaan gravitasi. Lepasnya otokonia juga cukup sering terjadi pada kanalis
semisirkularis horizontal, namun keluhan umumnya akan spontan membaik
dibandingkan dengan kanalis semisirkularis posterior. BPPV jarang terjadi pada
kanalis semisirkularis anterior, dapat disebabkan karena posisi kanal yang paling atas,
sehingga otokonia jarang masuk ke dalamnya.
2. Neuritis Vestibular
Neuritis vestibular merupakan kondisi inflamasi pada nervus vestibularis yang
3. Penyakit Meniere
E. Klasifikasi
Klasifikasi ILAE (1981) untuk tipe bangkitan epilepsi adalah : (Perdosi, 2012)
1. Bangkitan parsial/fokal
c. Bangkitan parsial yang menjadi umum sekunder (tonik -klonik, tonik atau
klonik)
b) Bangkitan mioklonik
Mioklonik, serangan-serangan ini terdiri atas kontraksi otot yang singkat dan
tiba-tiba, bisa simetris dan asimetris, sinkronis atau asinkronis. Muncul akibat
adanya gerakan involuntar sekelompok ototskelet yang muncul secara tiba-tiba
dan biasanya hanya berlangsung sejenak. Biasanya tidak ada kehilangan
kesadaran selama serangan. Gambaran klinis yang terlihat adalah gerakan
ekstensi dan fleksi lengan atau keempat anggota gerak yang berulang dan
lengan atau keempat anggota gerak yang berulang dan terjadinya cepat.
c) Bangkitan tonik
Tonik, serangan ini terdiri atas tonus otot dengan tiba-tiba meningkat dari otot
ekstremitas, sehingga terbentuk sejumlah sikap yang khas. Berupa pergerakan
tonik satu ekstrimitas atau pergerakan tonik umum dengan ekstensi lengan dan
tungkai yang menyerupai deserebrasi atau ekstensi tungkai dan fleksi lengan
bawah dengan bentuk dekortikasi. Biasanya kesadaran hilang hanya beberapa
menit terjadi pada anak 1-7 tahun.
d) Bangkitan atonik/astatik
Atonik, serangan atonik terdiri atas kehilangan tonus tubuh. Keadaan ini bisa di
menifestasikan oleh kepala yang terangguk-angguk, lutut lemas, atau
kehilangan total dari tonus otot dan Px bisa jatuh serta mendapatkan luka-luka.
Biasanya penderita akan kehilangan kekuatan otot dan terjatuh secara tiba-tiba.
Bangkitan ini jarang terjadi.
e) Bangkitan klonik
Klonik, serangan di mulai dengan kehilangan kesadaran yang disebabkan aleh
hipotonia yang tiba-tiba atau spasme tonik yng singkat. Keadaan ini diikuti
sentakan bilateral yang lamanya 1 menit sampai beberapa menit yang sering
asimetris dan bisa predominasi pada satu anggota tubuh. Serangan ini bisa
bervariasi lamanya, seringnya dan bagian dari sentakan ini satu saat ke satu
saat lain.
f) Bangkitan tonik-klonik
H. Gejala
Serangan dimana pasien akan tetap sadar. Pasien akan mengalami gejala
berupa “déjàvu” : : perasaan dimana pernah melakukan sesuatu yang sama
sebelumnya.
Perasaan senang atau takut yang muncul secara tiba-tiba dan tidak dapat
dijelaskan.
Perasaan seperti kebas, tersengat listrik atau ditusuk-tusuk jarum pada bagian
tubuh tertentu.
Serangan yang mengenai bagian otak yang lebih luas dan biasanya bertahan
lebih lama. Pasien mungkin hanya sadar sebagian dan kemungkinan besar tidak
akanmengingat waktu serangan.
Gejalanya meliputi :
Melakukan gerakan yang tidak jelas artinya, atau berjalan berkeliling dalam
keadaan seperti sedang bingung
Merupakan tipe kejang yang paling sering, di mana terdapat dua tahap: tahap
tonik atau kaku diikuti tahap klonik atau kelonjotan. Pada serangan jenis ini pasien
dapat hanya mengalami tahap tonik atau klonik saja. Serangan jenis ini biasa didahului
oleh aura.
I. Diagnosis
1. Anamnesis
Lama serangan
Faktor pencetus
3. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan EEG harus dilakukan pada semua pasien epilepsi dan merupakan
pemeriksaan penunjang yang paling sering dilakukan untuk rnenegakkan
diagnosis epilepsi. Adanya kelainan fokal pada EEG menunjukkan kemungkinan
adanya lesi struktural di otak, sedangkan adanya kelainan umum pada EEG
menunjukkan kemungkinan adanya kelainan genetik atau metabolik. Rekaman
EEG dikatakan abnormal.
1) Asimetris irama dan voltase gelombang pada daerah yang sama di kedua
hemisfer otak.
3) Adanya gelombang yang biasanya tidak terdapat pada anak normal, misalnya
gelombang tajam, paku (spike), paku-ombak, paku majemuk, dan gelombang
lambat yang timbul secara paroksimal. Bentuk epilepsi tertentu mempunyai
gambaran EEG yang khas, misalnya spasme infantile mempunyai gambaran
EEG hipsaritmia, epilepsi petit mal gambaran EEG nya gelombang paku
ombak 3 siklus per detik (3 spd), epilepsi mioklonik mempunyai gambaran
EEG gelombang paku / tajam / lambat dan paku majemuk yang timbul secara
serentak (sinkron)
c. Pemeriksaan radiologis
J. Penatalaksanaan
Tujuan utama dari terapi epilepsi adalah tercapainya kualitas hidup penderita yang
optimal. Ada beberapa cara untuk mencapai tujuan tersebut antara lain menghentikan
bangkitan, mengurangi frekuensi bangkitan tanpa efek samping ataupun dengan efek
samping seminimal mungkin serta menurunkan angka kesakitan dan kematian (Aminof).
Prinsip penanggulangan bangkitan epilepsi dengan terapi farmaka mendasar pada
beberapa faktor antara lain blok kanal natrium, kalsium, penggunaan potensi efek inhibisi
seperti GABA dan menginhibisi transmisi eksitatorik glutamat. Sekarang ini dikenal
dengan pemberian kelompok inhibitorik GABAergik. Beberapa obat antiepilepsi yang
dikenal sampai sekarang ini antara lain karbamazepin (Tegretol), klobazam (Frisium),
klonazepam (Klonopin), felbamate (Felbatol), gabapentin (Neurontin), lamotrigin
(Lamiktal), levetirasetam (Keppra), oksarbazepin (Trileptal), fenobarbital (Luminal),
fenitoin (Dilantin), pregabalin (Lyrica), tiagabine (Gabitril), topiramat (Topamax), asam
valproat (Depakene, Convulex) (Brodie and Dichter, 1996). Protokol penanggulangan
terhadap status epilepsi dimulai dari terapi benzodiazepin yang kemudian menyusul
fenobarbital atau fenitoin. Fenitoin bekerja menginhibisi hipereksitabilitas kanal natrium
berperan dalam memblok loncatan listrik. Beberapa studi membuktikan bahwa obat
antiepilepsi selain mempunyai efek samping, juga bisa berinteraksi dengan obat-obat lain
yang berefek terhadap gangguan kognitif ringan dan sedang. Melihat banyaknya efek
samping dari obat antiepilepsi maka memilih obat secara tepat yang efektif sangat perlu
mengingat bahwa epilepsi itu sendiri berefek pada kerusakan atau cedera terhadap
jaringan otak.
Setelah bangkitan terkontrol dalam jangka waktu tertentu, OAE dapat dihentikan
tanpa kekambuhan. Penghentian sebaiknya dilakukan secara bertahap setelah 2 tahun
bebas dari bangkitan kejang.
1. Bersihkan jalan nafas, jika ada sekresi berlebihan segera bersihkan (bila perlu intubasi)
2. Kirim sampel serum untuk evaluasi elektrolit, Blood Urea Nitrogen, kadar glukosa,
hitung darah lengkap, toksisitas obat-obatan dan kadar antikonvulsan darah; periksa
AGDA (Analisa Gas Darah Arteri)
6. Berikan Lorazepam ( Ativan) 0,1 sampai 0,15 mg per kg (4 sampai 8 mg) intravena
dengan kecepatan 2 mg per menit atau Diazepam 0,2 mg/kg (5 sampai 10 mg). Jika
kejang tetap terjadi berikan Fosfenitoin (mg). Cerebyx) 18 mg per kg intravena dengan
kecepatan 150 mg per menit, dengan tambahan 7 mg per kg jika kejang berlanjut. Jika
kejang berhenti, berikan Fosfenitoin secara intravena atau intramuskular dengan 7 mg
per kg per 12 jam. Dapat diberikan melalui oral atau NGT jika pasien sadar dan dapat
menelan
2. Berikan Fenobarbital dengan dosis awal 20 mg per kg intravena dengan kecepatan 100
mg per menit
Mulai infus Fenobarbital 5 mg per kg intravena (dosis inisial), kemudian bolus intravena
hingga kejang berhenti, monitoring EEG; lanjutkan infus Pentobarbital 1 mg per kg per
jam; kecepatan infus lambat setiap 4 sampai 6 jam untuk menetukan apakah kejang telah
berhenti. Pertahankan tekanan darah stabil.
-atau-
Berikan Midazolam (Versed ) 0,2 mg per kg, kemudian pada dosis 0,75 sampai 10 mg per
kg per menit, titrasi dengan bantuan EEG.
-atau-
Berikan Propofol ( Diprivan) 1 sampai 2 mg per kg per jam. Berikan dosis pemeliharaan
berdasarkan gambaran EEG.
DAFTAR PUSTAKA
.
Accessed on February 22th 2014:
http://www.epilepsyfoundation.org/about/statistics.cfm
Aminoff MJ dkk. Clinical Neurology. 6thth ed. New York: McGraw-Hill
Harsono, Modul epilepsi. Kolegium Neurologi Indonesia Perhimpunan Dokter
Spesialis Saraf Indonesia.2008
Heilbroner, Peter. Seizures, Epilepsy, and Related Disorder,Pediatatriri c c Neurology:
Essentials for General Practice. 1st ed. 2007
Kelompok Studi Epilepsi Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia (Perdossi).
Pedoman Tatalaksana Epilepsy. Jakarta: Penerbit Perdosi;2012
Shorvon SD. HANDBOOK OF Epilepsy Treatment Forms, Causes and Therapy in
Children and Adults. 22 ndnd ed. America: Blackwe ll Publishing Ltd.2005
Utama H. Antiepilepsi dan Antikonvulsi dalam Farmakologi dan terapi.i. 55 th ed.
Jakarta : Balai Penerbit FKUI; 2005.