Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

Dermatitis kontak ialah dermatitis yang disebabkan oleh bahan/


substansi yang menempel pada kulit. Dikenal dua macam dermatitis kontak
yaitu dermatitis kontak iritan dan dermatitis kontak alergik, keduanya dapat
bersifat akut maupun kronis. Dermatitis iritan merupakan reaksi peradangan
kulit non imunologik, jadi kerusakan kulit terjadi langsung tanpa didahului
proses sensitisasi. Sebaliknya, dermatitis kontak alergik terjadi pada
seseorang yang telah mengalami sensitisasi terhadap suatu alergen.1
Dermatitis kontak alergi (DKA) merupakan reaksi hipersensitivitas
tipe lambat (tipe IV) yang dimediasi sel akibat kulit berkontak dengan
alergen lingkungan.2 DKA terjadi saat alergen masuk dan berkontak dengan
kulit yang telat tersensitisasi sebelumnya. Terkadang, dermatitis dapat
terjadi bila alergen masuk pertama kali disensitisasi oleh penggunaan
topikal, sebagai contoh zat seperti minyak kayu manis atau berbagai macam
obat.3
Prevalensi dermatitis kontak alergi (DKA) adalah sebanyak 5-15%
dari total semua penyakit kulit inflamasi. Prevalensi DKA pada populasi
umum telah diperkirakan sebesar 15%. DKA, terutama yang bersifat kronis
dan melibatkan tangan, lebih umum terjadi pada wanita karena mereka lebih
sering berkontak, baik di rumah maupun di tempat kerja.4
Penyebab paling umum dari dermatitis kontak di Amerika Serikat
adalah: toxicodendron (poison ivy, oak, atau sumac), nikel, balsam dari Peru
(Myroxylon pereirae), neomisin, parfum, thimerosal, emas, formaldehid dan
pengawet pelepasan formaldehida, bacitracin, dan senyawa karet. Seseorang
mungkin terpapar alergen selama bertahun tahun sebelum kemudian
berkembang menjadi suatu reaksi hipersensitifitas. Setelah tersensitisasi,
bagaimanapun, sedikit saja alergen sudah dapat menimbulkan reaksi.3
Manifestasi klinis dari DKA merupakan suatu dermatitis eksema.
Pada fase akut dikarakterisasi oleh gatal, eritema, edema dan vesikel yang

1
biasanya terbatas pada daerah yang terkena kontak. Pada individu yang telah
tersensitisasi, kontak berulang dengan alergi akan menyebabkan perjalan
penyakit menjadi kronis, ditandai dengan plak eritema yang tebal dengan
berbagai hiperkeratosis dan lekukan yang menyebar disekitar area yang
terkena kontak.2
Uji tempel adalah dasar untuk identifikasi alergen penyebab dan
diindikasikan bagi pasien dengan dermatitis berulang atau menetap.2
Menghindari pencetus adalah terapi utama dari dermatitis kontak
alergi. Edukasi pasien untuk mengindari alergen dan zat-zat yang
berpotensi, dan tersedianya alternatifadalah kunci dari luaran klinis yang
baik.2
Dermatitis kontak alergi adalah bidang yang menarik dalam bidang
dermatologi. Hal ini memerlukan pemahaman tentang proses penyakit,
kemampuan untuk bagaimana DKA dapat terjadi, menafsirkannya dan
mendidik pasien tentang proses penyakit ini. Diharapkan penulisan referat
ini akan meningkatkan minat dan kesadaran dan membantu pembaca
memahami masalah ini dengan lebih baik.5

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Dermatitis kontak alergi merupakan penyakit inflamasi kulit dengan
adanya keterlibatan epidermis dalam reaksi hipersensitivitas tipe lambat
terhadap alergi ketika seseorang telah tersensitisasi berulang. DKA
merupakan reaksi inflamasi kulit yang disebabkan adanya kontak alergen
spesifik dari luar dengan seseorang yang memiliki riwayat alergi. Lebih dari
3700 bahan kimia menjadi agen penyebab dari dermatitis kontak alergi.
Setelah kontak dengan alergen, kulit akan bereaksi secara imunologi,
memberikan gambaran klinis berupa inflamasi eksema. Pada DKA, tingkat
keparahan dari eksema dapat mencakup ringan, berat, persisten dan
kronis.2,4

B. Epidemiologi
Sejumlah kecil penelitian telah menginvestigasi prevalensi dari DKA
pada populasi umum dan sub kelompok yang tidak dipilih dari populasi
umum. Pada tahun 2007. Thyssen dan kawan-kawan, melakukan penelitian
retrospektif yang meninjau temuan utama dari penelitian epidemiologi yang
telah diterbitkan sebelumnya tentang dermatitis kontak pada populasi acak
pada semua kelompok umur dan pada negara-negara yang sering
dipublikasikan (termasuk Amerika Utara, dan Eropa Barat).2
Berdasarkan data campuran yang dikumpulkan antara tahun 1996 dan
2007, prevalensi rata-rata kontak alergi dari paling sedikit satu jenis alergen
pada populasi umum adalah sebesar 21,2%. Selain itu, penelitian
menemukan bahwa alergen kontak terbesar yang lazim pada populasi umum
adalah nikel, thimerosal dan parfum campur. Yang terpenting, prevalensi
kontak alergi untuk alergen spesifik berbeda antara beberapa negara, dan
prevalensi dari alergen spesifik tidaklah pasti, mengingat bahwa DKA

3
dipengaruhi oleh perubahan dan perkembangan lingkungan sekitar, pola
paparan, standar peraturan serta adat dan nilai sosial.2
DKA dapat mempengaruhi individu pada semua lapisan masyarakat.
Hal ini dapat mempengaruhi orang tua, muda, individu dari semua ras, dan
kedua jenis kelamin. Perbedaan antara jenis kelamin dapat dilihat namun
umumnya berdasarkan pola paparan, seperti alergi nikel yang terlihat lebih
sering pada wanita, mungkin karena keterpaparannya pada perhiasan. Tentu
saja, pekerjaan dan avokasi memainkan peran penting dalam epidemiologi
DKA.5

C. Etiologi
Penyebab DKA adalah bahan kimia sederhana dengan berat molekul
umumnya rendah (< 1000 dalton), merupakan alergen yang belum diproses,
disebut hapten, bersifat lipofilik, sangat reaktif, dapat menembus stratm
korneum sehingga mencapai sel epidermis di bawahnya (sel hidup).
Berbagai faktor berpengaruh dalam timbulnya DKA, misalnya, potensi
sensitisasi alergen, dosis per unit area, luas daerah yang terkena, lama
pajanan, oklusi, suhu dan kelembapan lingkungan, vehikulum dan pH. Juga
faktor individu, misalnya keadaan kulit pada lokasi kontak (keadaan stratum
korenum, ketebalan epidermis), status imunologik (misalnya sedang
menderita sakit, terpajan sinar matahari.1
Pengetahuan tentang alergen yang paling umum dapat membantu saat
mengevaluasi pasien dengan dugaan DKA. Berikut adalah tabel deskripsi
singkat tentang alergen yang paling sering terjadi di Amerika Utara.

Tabel 1. Jenis-jenis alergen paling umum yang dapat menimbulkan dermatitis kontak
alergi. 2
No. Jenis Alergen Keterangan Contoh Produk
1. Nikel (Logam) - Nikel adalah logam di mana- - Biasanya ditemukan pada:
mana yang digunakan dalam perhiasan imitasi,
berbagai macam produk suspender, ritsleting,
termasuk yang memiliki kancing kancing, gesper

4
kontakberkepanjangan dengan ikat pinggang, bingkai
kulit kacamata, telepon seluler,
- Di Amerika Serikat dan di koin yang mengandung
tempat lain, tingkat sensitisasi nikel, kunci, dan benda
nikel yang tinggi dilaporkan lainnya
pada anak-anak
- Perempuan >> Laki-laki
2. Wewangian - Wewangian adalah senyawa - Zat yang mengandung MP
aromatik yang memberikan dapat ditemukan pada
bau atau odor. Mereka bisa produk seperti kosmetik,
terbuat alami (dari produk parfum, sediaan farmasi,
botani atau hewan) atau asal pasta gigi dan obat kumur,
sintetis. serta aroma dan perasa
- Diperkirakan bahwa antara untuk makanan dan
1% dan 4% populasi umum minuman.
alergi terhadap wewangian
- Tempat keterlibatan yang
khas: wajah dan tangan, serta
di belakang telinga, leher, dan
aksila, selain distribusi
dermatitis eksimematik yang
tersebar
- Dua dari zat utama:
campuran aroma I, yang
merupakan campuran dari
delapan alergen aroma, dan
Myroxylon pereirae (MP)
3. Neomycin - Neomycin termasuk dalam - Biasa ditemukan dalam
keluarga antibiotik formulasi topikal untuk
aminoglikosida. pencegahan dan
- Frekuensi sensitisasi neomisin pengobatan infeksi kulit,
pada populasi umum adalah telinga, dan mata yang
1,1%. superfisial.
- Subkelompok berisiko lebih
tinggi termasuk pasien dengan
dermatitis stasis dan ulkus
kaki, dermatitis anogenital,

5
dan otitis eksterna.
4. Preservatif - Formaldehida adalah gas tak - Biasa ditemukan pada
Formaldehida berwarna dengan khasiat produk pembersih,
dan pengawet dan desinfektan. perekat, biocides, dan
Formaldehida - Saat ini jarang digunakan pengembang fotografi
dalam perawatan pribadi formaldehida
karena telah menunjukkan
sensitisasi yang sering terjadi.
- Banyak produsen telah
mengganti penggunaan
formaldehida dengan bahan
pengawet pelepasan
formaldehida (FRPs) untuk
penggunaan produk
perawatan pribadi.
- FRP termasuk quaterniu-15,
imidazolidinyl urea
(Germall), diazolodinyl urea
(Germall II), DMI hydantoin
(Glydant), 2-bromo-2-
nitropropane-1, 3-diol
(bronopol), dan tris
nitromethane (tris nitro)
- Alergen pengawet kosmetik
yang paling umum
Quaternium-15
5. Kobalt - Kobalt adalah logam yang - Dapat ditemukan pada
sering ditambahkan ke logam perhiasan, pakaian yang
lain untuk meningkatkan menggunakan kobalt,
kekuatan keseluruhan. gesper, koin, kunci, dan
- Kobalt umumnya merupakan benda logam lainnya
kontaminan yang ada dalam - Selain itu, juga dapat
bijih nikel dan seringkali ditemukan pada pengganti
merupakan unsur minor prostetik, campuran gigi
dalam senyawa nikel. palsu, keramik, cat,
pewarna tato, semen
(kebanyakan di Eropa),

6
dan multivitamin yang
mengandung vitamin B12
(kobalt adalah komponen
utama vitamin b12,
Cyanocobalamine).
6. Bacitracin - Bacitracin dikenal sebagai - Antibiotik topikal yang
sensitizer umum dan tidak sering digunakan untuk
hanya menyebabkan perawatan luka pasca
dermatitis kontak alergi tetapi operasi dan umum oleh
juga reaksi urtikarial akan profesi medis dan
tetapi jarang anafilaksis masyarakat umum.
7. Methyldibromo- - Methyldibromoglutaronitrile / - Ditemukan pada produk
Phenoxyethanol (MDGN / perawatan pribadi yang
glutaronitrile /
PE) adalah kombinasi mengandung alergen,
Fenoxyethanol
pengawet yang juga dikenal terutama krim, lotion, tisu
sebagai Euxyl K400. basah, dan sabun cair.
- Ini telah menjadi agen
sensitisasi yang semakin
penting, yang mengakibatkan
larangan penggunaan di Eropa
- Penggunaan MDGN / PE I
tidak dilarang dalam kosmetik
yang diproduksi di luar Uni
Eropa, dan karena itu
perlengkapan mandi yang
dijual di tempat lain mungkin
mengandung MDGN / PE,
walaupun dengan konsentrasi
yang lebih rendah daripada
yang diizinkan formulasi
Eropa.
8. Para- - PPD adalah zat pengoksidasi - Ditemukan pada produk
Fenylenediamine yang digunakan sebagai pewarna rambut permanen
(PPD) pewarna rambut permanen. dan tato temporer henna
- Baik konsumen maupun
penata rambut berisiko
mengalami sensitisasi.

7
- Alergi kontak dengan PPD
sering muncul sebagai
dermatitis wajah di dekat
garis rambut, tapi mungkin
juga melibatkan kelopak mata
dan leher, sementara kulit
kepala mungkin atau mungkin
tidak terhindar.
- PPD memiliki potensi untuk
bereaksi silang terhadap
bahan kimia golongan-amino
lainnya seperti asam para-
aminobenzoat (PABA),
sulfonilurea,
hidrichlorothiazide,
benzocaine, procainamide,
dan azo tertentu dan pewarna
anilin.

D. Patogenesis
Mekanisme terjadinya kelainan kulit pada DKA adalah mengikuti
respon imun yang diperntarai oleh sel (cell-mediated immune respons) atau
reaksi imunologik tipe 4\IV, suatu hipersensitivitas tipe lambat. Ada dua
proses utama yang terlibat dalam patogenesis dermatitis kontak alergi: (1)
fase sensitisasi (induksi, atau jalur aferen, sensitivitas); dan (2) fase elisitasi
(atau jalur eferen).1,6
1. Fase Sensitisasi
Ketika alergen masuk ke dalam kulit, hapten yang masuk ke
dalam epidermis melalui stratum korneum akan ditangkap oleh sel
Langerhans dengan cara pinositosis dan diproses secara kimiawi oleh
enzim lisosom atau sitosol, ia akan terikat dengan protein pembawa di
epidermis membentuk suatu kompleks protein-hapten, yang
memproduksi suatu antigen lengkap. Selanjutnya, Antigen Presenting
Cells (APC) dari kulit (sel Langerhans dan/ atau sel dendritik dermal),

8
membawa kompleks protein-hapten dan mengekspresikannya pada
permukaan sebagai molekul HLA-DR. APC kemudian bermigrasi
melalui kelenjar limfe ke nodus limfatikus regional dimana HLA di
presentasikan. Kompleks ini kemudian dipresentasikan pada sel T
CD4+, terjadi interaksi antara kompleks reseptor dan sel T CD3, dan
alergen pun dikenali. Hal ini menyebabkan proliferasi dan keluarnya
limfosit dengan dilepaskannya zat-zat vasoaktif dan mediator-
mediator inflamasi.1,2,3
Pada awalnya sel Langerhans dalam keadaan istirahat, dan
hanyaberfungsi sebagai makrofag dengan sedikit kemampuan
mestimulasi sel T. Tetapi setelah keratinosit terpajan oleh hapten yang
juga mempunyai sifat iritan, akan melepaskan sitokin (IL-1) yang
akan mengaktifkan sel Langerhans sehingga mampu menstimulasi sel
T. Aktivasi tersebut akan mengubah fenotip sel Langerhans dan
meningkatkan sekresi sitokin tertentu (misalnya IL-1) serta ekspresi
molekul permukaan sel termasuk MHC kelas I dan II, ICAM-1, LFA-
3 dan B7. Sitokin proinflamsi lain yang dilepaskan oleh keratinosit
yaitu TNF, yang dapat mengaktivasi sel T, makrofag dan granulosit,
menginduksi perubahan molekul adesi sel dan pelepasan sitokin juga
meningkatkan MHC kelas I dan II.1,10
Antigen juga dapat dipresentasikan pada konteks molekul MHC
kelas 1, yang dimana pada kasus dikenal oleh sel CD8.Setelah itu, sel
T naive berdiferensiasi menjadi sel memori (juga dikenal sebagai sel T
efektor) yang mengalami penguraian, antigen spesifik beredar, dan
berpindah dari nodus limfatikus kedalam sirkulasi. Salinan dari CD4+
T helper 1 dan sel T sitotoksik CD8 tipe 1 kemudian bertindak sebagai
sel efektor pada sel target mempresentasikan antigen di masa
depan.2,10
Tahap sensitisasi umumnya berakhir selama 10-15 hari dan
sering bersifat asimptomatik. Selanjutnya pajanan dengan antigen,
atau pajanan ulang, berlanjut ketahap penimbulan. Pajananulang dapat

9
terjadi melalui banyakjalur, termasuk transepidermal, subkutan,
intravena, intramuskular, inhalasi dan pencernaan.2
2. Fase Elisitasi
Jika orang yang peka kembali terpapar alergen spesifik dengan
konsentrasi yang cukup, reaksi klinis selanjutnya berkembang jauh
lebih cepat, biasanya dalam waktu 24-48 jam, namun, tergantung pada
tingkat sensitivitas, penetrasi dan faktor lainnya, hal ini mungkin
bervariasi dari beberapa jam sampai beberapa hari. Alergen tidak
hanya dipresentasikan oleh antigen-presenting Langerhans cells
tetapi juga oleh IL-1 yang disekresikan oleh sel keratinosit yang
mempengaruhi status HLA-DR, menambah kaskade sitokin, sel imun
dan respon inflamasi. Jalur ini bersifat autoregulasi, dan meski
mekanismenya belum dapat dipahami dengan baik mungkin
melibatkan sel T CD4+. Suatu reaksi inflamasi terjadi sebagai migrasi
monosit ke daerah yang terpengaruh, berubah menjadi makrofag yang
matur, dan kemudian menraik lebih banyak sel T. Tahap proinflamasi
yang terlokalisir ini kemudian berakhir pada suatu gambaran klinis
yang khas berupa inflamasi spongiotik (kemerahan, edema, papul dan
vesikel, dan teraba hangat).2,6

E. Manifestasi Klinis
Gambaran klinis dermatitis kontak alergi bervariasi sesuai dengan
jumlah alergen, daerah yang dapat terpengaruh, dan waktu timbulnya reaksi.
Umumnya, dermatitis kontak alergi dapat dipikirkan ketika lesi terlokalisir
dan tidak dapat dijelaskan dengan bentuk lain dari dermatitis. Meskipun
dermatitis akut dan kronis dipisahkan, namun dapat juga bersifat tumpang
tindih.4
Alergik kontak dermatitis dapat dipikirkan bila:7
1) Lesi timbul pada area tertentu (contohnya, kelopak mata, meatus
akustikus eksternus, tangan atau kaki, dan sekitar daerah pusar)
2) Diketahui adanya kontak dengan alergen

10
3) Individu dengan pekerjaan yang berisiko tinggi (contoh, piata
rambut, pekerja di took bunga, atau dokter gigi)
Penderita umumnya mengeluh gatal. Kelainan kulit bergantung pada
keparahan dermatitis dan lokalisasinya. Pada yang akut dimulai dengan
bercak eritematosa yang berbatas jelas kemudian diikuti edema,
papulovesikel, vesikel atau bula. Vesikel atau bula dapat pecah
menimbulkan erosi dan eksudasi (basah). DKA akut di tempat tertentu,
misalnya kelopak mata, penis, skrotum, eritema dan eritema lebih dominan
daripada vesikel. Pada yang kronis terlihat kulit kering, berskuama, papul,
likenifikasi dan mungkin juga fisur, batasnya tidak jelas. Kelainan ini sulit
dibedakan dengan dermatitis kontak iritan kronis, mungkin penyebabnya
juga campuran.1

Gambar 1. Papul eritema dan vesikel merupakan tanda khas dari dermatitis kontak
alergi pada fase akut.2

Gambar 2. Kulit kering, skuama, penebalan kulit yang disertai ulkus pada dermatitis
kontak alergi kronis. 6

11
Gambar 3. Dermatitis kontak alergi pada penggunaan krim yang mengandung
aloevera. 5

Gambar 4. Dermatitis kontak alergi kronis yang berujung pada dermatitis tangan
akibat penggunaan sarung tangan pada seorang pemain golf. 5

7
Gambar 5. Eksema yang disebabkan alergi terhadap logam pada celana jeans.

F. Diagnosis
Diagnosis didasarkan atas hasil anamnesis yang cermat dan
pemeriksaan fisik yang teliti.1
A. Anamnesis
Pertanyaan mengenai kontaktan yang dicurigai didasarkan
kelainan kulit yang ditemukan. Misalnya, ada kelainan kulit berukuran

12
nummular di sekitar umbilikus berupa hiperpigmentasi, likenifikasi,
dengan papul dan erosi, maka perlu ditanyakan apakah penderita
memakai kancing celana atau kepala ikat pinggang yang terbuat dari
bahan logam (nikel). Data yang berasal dari anamnesis juga meliputi
riwayat pekerjaan, hobi, obat topical yang pernah digunakan, obat
sistemik, kosmetika, bahan-bahan yang diketahui menimbulkan alergi,
penyakit kulit yang pernah dialami, riwayat atopi, baik dari yang
bersangkutan maupun keluarganya.1
B. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik sangat penting, karena dengan melihat lokasi
dan pola kelainan kulit seringkali dapat diketahui kemungkinan
penyebabnya. Misalnya, di ketiak oleh deodoran; di pergelangan
tangan oleh jam tangan; di kedua kaki oleh sepatu/ sandal. Pemeriksan
hendaknya dilakukan di tempat yang cukup terang, pada seluruh kulit
untuk melihat kemungkinan kelainan kulit lain karena sebab-sebab
endogen.1
C. Pemeriksaan Penunjang
a. Uji Tempel
Uji tempel epikutan tetap menjadi standar emas untuk
mendiagnosis DKA. Ketika hasil reaksi uji tempel diperoleh
positif, potensi untuk mengidentifikasi alergen pada dermatitis
harus dinilai. Riwayat pajanan terhadap alergen, dan juga
hubungan antara daerah yang terkena dengan distribusi, harus
dicatat.8
Alat skrining uji coba yang tersedia secara komersial
dengan persetujuan Badan Pengawas Obat dan Makanan AS
(FDA) adalah uji Lapisan Tipis Cepat dengan Epikutaneous
(T.R.U.E.) (Laboratorium Mekos AS, Hillerod, Denmark). Pada
bulan Maret 2010, ada 28 (plus 1 kontrol negatif) Uji alergen
T.R.U.E disusun menjadi tiga panel (panel 1.1, 2.1, dan 3.1).
Dari 30 orang yang paling sering positif, skrining NACDG

13
alergen untuk periode 2005-2006, Zug dan NACDG
menemukan bahwa 1 alergen penting saat ini tidak tersedia
untuk pengujian dan identifikasi dengan T.R.U.E. Tes panel:
bacitracin, methyldibromoglutaronitrile, bronopol, aldehid
cinnamic, propylene glycol, DMDM hydantoin, iodopropynyl
butylcarbamate, ethyleneurea / melamin formaldehida, disperse
blue 106, dan amidoamine. Dari jumlah tersebut, bacitracin
kemungkinan yang paling penting. Dinamakan Allergen of the
Year pada tahun 2003 oleh Masyarakat Dermatitis Kontak
Amerika, bacitracin sekarang merupakan alergen paling tujuh
yang paling sering positif menurut data prevalensi dari
kelompok studi ini (Gambar 6).2

Gambar 6. Pasien ini memiliki beberapa tes patch positif yang relevan.
Bacitracin, chloroxylenol, dan 2-hydroxyethyl methacrylate relevan dengan
dermatitis parah pasien ini namun bukan alergen pada rangkaian skrining
komersial yang ada saat ini.

Interpretasi Hasil
Pembacaan reaksi yang diajukan oleh uji tempel
merupakan langkah penting dalam prosedur uji tempel. Patch
harus dioleskan ke kulit yang sehat di punggung pasien dan
dibiarkan di bawah oklusi selama 48. Secara tradisional,
pembacaan uji tempel dilakukan di kebanyakan klinik uji coba
dua kali: hari penyuntikan uji tempel 48 jam setelah aplikasi

14
(hari ke 2 = D2), dan 96 jam setelah terpajan epikutan (hari ke 4
= D4), atau hari 7.2,3
International Contact Dermatitis Research Group
(ICDRG) telah merekomendasikan untuk menulis reaksi uji
tempel sesuai dengan sistem penilaian yang direkomendasikan
oleh Wilkinson dan rekan yang berada pada sistem penilaian +
ke +++; dimana + merupakan reaksi noneticular lemah namun
dengan eritema yang teraba; ++ merupakan reaksi yang kuat
(edematous atau vesikular); dan +++ mewakili reaksi ekstrem
(bullous atau ulseratif). Reaksi yang sangat lemah atau
dipertanyakan dimana hanya ada eritema samar atau makula
(tidak dapat ditukar) dicatat dengan tanda tanya (? +), dan reaksi
iritan dicatat sebagai "IR".2
Reaksi uji coba iritan memiliki beragam tanda klinis yang
terkait dengan sifat dan konsentrasi iritasi dan secara klasik
digambarkan sebagai (1) reaksi eritematosa yang terbatas pada
tempat penerapan bahan kimia, dengan margin tajam dan sangat
jelas; kulit bersisik (mungkin terlihat "pecah-pecah") dan
biasanya tidak edematous. (2) Reaksi purpura dengan
perdarahan petekie, yang terlihat pada sekitar 5% pasien yang
diuji kobalt klorida. Ini kadangkala disebut sebagai punctum
purpura kobalt dan harus selalu ditafsirkan sebagai reaksi iritan.
Alergen atas lainnya yang telah diamati menyebabkan reaksi
purpura selama pengujian tempel adalah PPD. (3) Reaksi
pustular: dapat terjadi pustula besar yang unik di tempat aplikasi
(lebih banyak karakteristik reaksi iritasi kasar dan kuat), atau
yang lebih umum, folikel pustula kecil di atas latar belakang
eritematosa. Jenis reaksi ini terutama terjadi pada garam metalik
seperti kalium dikromat, kobalt, nikel, emas, dan tembaga, dan
terutama pada pasien atopik.2

15
Reaksi uji tempel lainnya yang harus diinterpretasikan
dengan hati-hati karena potensi iritasi ringannya meliputi
pengawet formaldehida, benzalkonium klorida, dan iodopropilil
butilkarbamat (IPBC); campuran alergen alpukat-karet, bahan
kimia wewangian seperti campuran wangi dan propolis (lem
lebah); agen pembusa cocamidopropil betaine; dan pengemulsi:
oleamidopropil dimetilamina dan trietanolamon. Penting untuk
disebutkan bahwa dengan memperhatikan morfologi tersebut di
atas, reaksi iritan masih sulit untuk ditafsirkan, dan morfologi
respons uji tempel masih bisa menjadi panduan yang
membingungkan apakah respons tersebut alergi atau
mengiritasi.2
Bila morfologi tidak cukup, disarankan untuk diingat
bahwa pada umumnya ketika reaksi uji tempel cukup kuat,
reaksi iritan akan muncul lebih awal (pada saat pembacaan
pertama), dan segera penyembuhan (sering kali reaksi tidak
sekuat atau terkadang bahkan tidak hadir saat pembacaan
kedua). Sebaliknya, reaksi alergi yang kuat biasanya menyebar,
lebih lenyap lenyap, dan lebih jelas eksim.
b. Pemeriksaan Histopatologi
Bila diagnosisnya meragukan dan uji tempel tidak dapat
mengidentifikasi alergen yang bersangkutan, biopsi kulit
untuk pemeriksaan histopatologis dapat membantu dalam
membedakan DKA dari kondisi lain.8

16
Gambar 7. Gambaran histology dari dermatitis kontak alergi. (A)
Spongiosis yang mengarah ke vesikulasi intraepidermal. Hiperplasia
epidermal psoriasiform tidak teratur dan sedikit spongiosis. (B) Lapisan
stratum korneum yang tebal pada specimen tangan.5

Biasanya, pada tahap awal DKA, histologi lesi kulit


ditandai dengan spongiosis, biasanya paling terasa di bagian
bawah epidermis. Kemudian, vesikel spongiotik bisa terbentuk
pada berbagai tingkatan di epidermis. Infiltrasi limfosit, sel
Langerhans, dan makrofag terlihat pada dermis atas di sekitar
pembuluh darah superfisial. Eosinofil sering terlihat tapi
ketiadaan mereka tidak mengecualikan DKA. Eosinofilik
eksositosis umum terjadi pada DKA. Lesi kronis menunjukkan
kurang adanya spongiosis dengan hiperplasia epidermal yang
lebih menonjol, skuama berkrusta, dan fibrosis dermis papilari
ringan. Hipergranulosis seringkali muncul pada lesi yang
digosok. Spongiosis dan vesikula kurang umum pada lesi
kronis.8

G. Diagnosis Banding
Diagnosis banding DKA mencakup berbagai macam gangguan kulit
inflamasi (Tabel 1). Secara histologis, kemunculan spongiosis eosinofilik
dan sel fibrohistiositik dendritik multinukleat sangat disarankan pada DKA,
bila ditemui adanya infiltrasi limfositik, eusinofil dermal, dan
hiperkeratosis.2

17
Tabel 2. Diagnosis Banding Dermatitis Kontak Alergi2

Diagnosis Petunjuk Diagnosis


Dermatitis kontak iritan (DKI) Temuan fisik bisa dibedakan secara klinis;
Pada umumnya tidak ada vesikulasi (hanya
iritasi sangat kuat yang menghasilkan vesikel)
dan rasa panas melebihi gatal. Tidak menyebar
di luar area kontak dengan paparan lanjutan
Dermatitis atopic Distribusi temuan kulit bisa membantu; Pasien
atopik dapat dan memang mengembangkan
alergi kontak. Penyakit yang memburuk dapat
mengindikasikan perkembangan alergi kontak
baru
Dermatitis nummular DKA yang tersebar luas dapat mengasumsikan
pola ini pada pasien tertentu; Meskipun
demikian, morfologi klasik dari plak berbentuk
koin dan well-dermarcated pada kaki, dorsal
hands, dan permukaan ekstensor lebih mirip
ND.
Dermatitis seboroik Plak papulosquamous berminyak dan bersisik
biasanya terletak di daerah bantalan rambut,
glabella, dan lipatan nasolabial.
Eksim asteatotik Perkamen seperti tambalan tanpa edema atau
vesikulasi pada kaki bagian bawah
Dermatitis stasis Plak papulosquamous dengan dyschromia
terletak di tulang kering dan permukaan medial
kaki bagian bawah, dengan adanya varicosities
bersamaan.
Pompoliks dan/atau Vesikel dalam telapak tangan, telapak tangan,
sisi jari, dan tepi volar
Psoriasis Bila muncul dalam bentuk klasiknya, diagnosis
bisa ditegakkan, namun, bila lesi sedikit dan
terbatas pada diferensiasi tangan dan / atau
kaki bisa lebih sulit. Lokasi klasik dan
dominasi di daerah trauma (Koebnerization)
dapat membantu serta adanya (jika ada) artritis
bersamaan.

18
Mikosis fungoides (stadium Tambalan dan plakat bercahaya, atrofik,
plak/patch kutaneus limfoma sel T poikilodermatous, bersisik, dan plak dari MF
biasanya ditemukan di daerah kulit yang tidak
terjangkau, seperti tubuh, payudara, pinggul,
dan bokong (distribusi baju renang)

H. Tatalaksana
Hal yang perlu diperhatikan pada pengobatan dermatitis kontak adalah
upaya pencegahan terulangnya kontak kembali dengan alergen penyebab,
dan menekan kelainan kulit yang timbul.1 Pengobatan DKA terutama
melibatkan identifikasi alergen penyebab. Setelah mengidentifikasi zat yang
menjadi alergi, langkah terpenting yang harus dilakukan dokter adalah
mendidik pasien mengenal nama alergen dan bagaimana menghindarinya.5
Antihistamin secara umum aman dan dapat digunakan untuk
menghilangkan rasa gatal. Terdapat bukti yang mendukung penggunaan
kortikosteroid topikal menajadi andalan dalam pengobatan inflamasi,
dermatitis eksema, termasuk DKA. Kortikosteroid dapat diberikan dalam
jangka pendek untuk mengatasi peradangan pada DKA, misalnya prednison
30 mg/hari. Penggunaan kortikosteroid jangka panjang harus dibatasi karena
dapat menimbulkan efek samping.1,8
Penghambat kalsineurin topikal adalah pilihan efektif untuk
mengurangi penggunaan steroid topikal untuk pengobatan DKA. Krim
pimecrolimus 1% dan salep tacrolimus 0.03 dan 0,1% telah terbukti
menghambat limfosit T dan aktivasi sel dendritik dan dengan demikian
bekerja untuk menghambat dermatitis kontak iritan dan dermatitis kontak
alergi.8
Terapi sinar UVB dan UVA efektif pada beberapa kondisi
dermatologis inflamasi, termasuk dermatitis atopik, psoriasis, dan tangan
dermatitis pada tangan. Kontraindikasi terhadap pengobatan meliputi
fotosensitifitas, dermatitis fotokontak, kelainan fotosensitif autoimun,
penggunaan obat photosensitizing, dan riwayat kanker kulit non-melanoma
atau melanoma.8

19
Terapi imunosupresif sistemik biasanya jarang diindikasikan.
Meskipun begitu, ada situasi yang memungkinkan penghindaran alergen
menjadi tidak mungkin atau akan menyebabkan hilangnya kualitas hidup
secara dramatis. Manfaat terapeutik dan efek sampingnya harus diimbangi
dalam kasus individual seperti itu.9

I. Komplikasi
1. Komplikasi Uji Tempel
Uji tempel dianggap sebagai prosedur diagnostik yang aman dan
efek yang tidak diinginkan jarang ditemui. Efek samping yang paling
umum adalah gatal pada lokasi reaksi uji positif, dan iritasi dan
pruritus dari aplikasi tempelan. Yang kurang umum, peningkatan atau
hiperitasi hiper-inflamasi dapat terjadi. Hiperpigmentasi lebih
mungkin terjadi pada orang berpigmen gelap; Ini memudar secara
progresif seiring waktu dan penggunaan kortikosteroid topikal.2
Efek samping yang serius selama pengujian tempel seperti
reaksi anafilaksis dari alergen yang diketahui menyebabkan reaksi
hipersensitif tipe I (langsung) seperti bacitracin dan neomycin sangat
jarang terjadi.2
2. Komplikasi yang Berasal dari Kegagalan terhadap Uji Tempel
Bahaya terbesar adalah kelalaian untuk mengobati pasien
dengan dermatitis yang sesuai. Kelalaian tersebut berpotensi membuat
pasien mengalami episode dermatitis kontak yang dapat dihindari
berulang kali.2
Pada tahun 2004, American Academy of Dermatology dan
Society of Investigative Dermatology mempelajari beban penyakit
kulit dan memperkirakan bahwa 72 juta orang di Amerika Serikat
menderita DKA. Ini adalah alasan paling umum ketiga bagi pasien
untuk berkonsultasi dengan dokter kulit, yang mencakup 9,2 juta
kunjungan pada tahun 2004 saja. Demikian juga, pada tahun yang
sama, dokter perawatan primer menerima 5 juta kunjungan untuk

20
dermatitis atau eksim yang tidak dapat dijelaskan. Padahal banyak dari
pasien ini akan merespon dengan mudah terhadap pengobatan standar,
akan ada orang lain yang menunjukkan eksim yang sulit diobati.
Diperkirakan bahwa sekitar 16% dari semua pasien eksim kronis akan
mendapatkan keuntungan dari pengujian tempel. Pengalaman klinis
menunjukkan jumlah ini jauh lebih besar. Berdasarkan angka tersebut,
diperkirakan sekitar 2,2 juta pasien setiap tahun di Amerika Serikat
mendapat manfaat dari pengujian tempel.2

J. Prognosis
Prognosis DKA umumnya baik, sejauh bahan kontaknya dapat
disingkirkan. Prognosis kurang baik dan menjadi kronis bila terjadi
bersamaan dengan dermatitis oleh factor endogen (dermatitis atopik,
dermatitis numularis, atau psoriasis) atau terpajan oleh alergen yang tidak
mungkin dihindari, misalnya berhubungan dengan pekerjaan tertentu atau
yang terdapat di lingkungan penderita.1

21
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dermatitis kontak alergi merupakan penyakit inflamasi kulit dengan
adanya keterlibatan epidermis dalam reaksi hipersensitivitas tipe lambat
terhadap alergi ketika seseorang telah tersensitisasi berulang.
Berdasarkan data campuran yang dikumpulkan antara tahun 1996 dan
2007, prevalensi rata-rata kontak alergi dari paling sedikit satu jenis alergen
pada populasi umum adalah sebesar 21,2%. DKA dapat mempengaruhi
individu pada semua lapisan masyarakat. Hal ini dapat mempengaruhi orang
tua, muda, individu dari semua ras, dan kedua jenis kelamin.
Penyebab paling umum dari dermatitis kontak di Amerika Serikat
adalah: toxicodendron (poison ivy, oak, atau sumac), nikel, balsam dari Peru
(Myroxylon pereirae), neomisin, parfum, thimerosal, emas, formaldehid dan
pengawet pelepasan formaldehida, bacitracin, dan senyawa karet.
Manifestasi klinis dari DKA merupakan suatu dermatitis eksema.
Pada fase akut dikarakterisasi oleh gatal, eritema, edema dan vesikel yang
biasanya terbatas pada daerah yang terkena kontak. Pada individu yang telah
tersensitisasi, kontak berulang dengan alergi akan menyebabkan perjalan
penyakit menjadi kronis, ditandai dengan plak eritema yang tebal dengan
berbagai hiperkeratosis dan lekukan yang menyebar disekitar area yang
terkena kontak.
Uji tempel adalah dasar untuk identifikasi alergen penyebab dan
diindikasikan bagi pasien dengan dermatitis berulang atau menetap.
Menghindari pencetus adalah terapi utama dari dermatitis kontak
alergi. Edukasi pasien untuk mengindari alergen dan zat-zat yang
berpotensi, dan tersedianya alternatif adalah kunci dari luaran klinis yang
baik.
Prognosis DKA umumnya baik, sejauh bahan kontaknya dapat
disingkirkan. Prognosis kurang baik dan menjadi kronis bila terjadi

22
bersamaan dengan dermatitis oleh faktor endogen atau terpajan oleh alergen
yang tidak mungkin dihindari.

B. Saran
Untuk mencegah terjadinya dermatitis kontak alergi maka yang perlu
diperhatikan adalah mengenali dan sebisa mungkin menghindari alergen
yang dapat mencetuskan dermatitis kontak alergi itu sendiri. Bila timbul
gejala-gejala yang telah disebutkan di atas, segera periksakan diri anda ke
unit pelayanan kesehatan terdekat.

23

Anda mungkin juga menyukai